You are on page 1of 19

A.

PENDAHULUAN
Isu hukuman mati selalu menjadi debat yang kontroversial. Pro dan kontra penerapan
hukuman mati menjadi momok di tingkatan masyarakat, maupun para pengambil kebijakan.
Kontroversi hukuman mati juga eksis baik itu di panggung internasional maupun nasional.
Beberapa pihak berangapan bahwa hukuman mati tidak akan memeberikan eIek jera kepada
para pelaku tindak pidana karena mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bertobat. Di
lain pihak ada yang beranggapan bahwa Hukuman mati itu adalah jenis hukuman yang paling
berat, sehingga tepat untuk dijatuhkan kepada para pelaku Tindak pidana berat agar mereka
mendapat hukuman yang setimpal.
Sebenarnya tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan dan
pelanggaran. Kejahatan-kejahatan yang berat dan pidana mati dalam sejarah hukum pidana
adalah merupakan dua komponen permasalahan yangberkaitan erat. Hal ini nampak dalam
KUHP Indonesia yang mengancam kejahatan-kejahatan berat dengan pidana mati.
Indonesia yang sedang mengadakan pembaharuan di bidang hukum pidananya, juga
tidak terlepas dari persoalan pidana mati ini. Pihak pendukung dan penentang pidana mati
yang jumlahnya masing-masing cukup besar, mencoba untuk tetap mempertahankan
pendapatnya. Hal ini tentu saja akan membawa pengaruh bagi terbentuknya suatu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia yang baru, buatan bangsa sendiri, yang telah lama
dicita-citakan.
Jika ditelaah sejarahnya, Hukuman mati telah mengalami banyak perubahan signiIikan.
Mulai dari tata cara eksekusi, tempat eksekusi, hingga jenis-jenis kejahatan yang layak untuk
dijatuhi hukuman mati. Setiap negara dan antar jaman tentu memiliki anggapan yang berbeda
mengenai pelaksanaan hukuman pidana mati ini. Menarik untuk ditinjau bagaimana
perkembangan hukuman pidana mati dari masa lampau yakni saat hukum tertulis pertama
kali dibuat hingga ke jaman modern sekarang ini.
.PENGERTIAN HUKUM, SE1ARAH, SE1ARAH HUKUM
1. Pengertian Hukum
O Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan negara, dan sebagainya
atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat atau Negara; Patokan
(kaedah, ketentuan) mengenai peristiwa alam dan sebagainya yang tertentu;
Keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan: vonis
1


1
Drs Peter Salim& Yenny Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonsia Kontemporer, Moder English Press, Jakarta
h. 162


O Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersiIat memaksa yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan.
2

O Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi
dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,
hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam
konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan
hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana
mereka yang akan dipilih. AdministratiI hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan
atau tindakan militer.
3

. Pengertian Sejarah
O Sejarah adalah asal-usul, keturunan atau kejadian dan peristiwa yang benar-benar
terjadi pada masa lampau atau suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian
dan peristiwa tersebut.
4

O Mengikut pandangan Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu
kitaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban. Mengikuti
deIinisi yang diberikan oleh Aristotles, bahawa Sejarah merupakan satu sistem yang
mengira kejadian semula jadi dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang
sama, sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-
rekod atau bukti-bukti yang kukuh. Menurut R. G. Collingwood, Sejarah ialah sejenis
bentuk penyelidikan atau suatu penyiasatan tentang perkara-perkara yang telah
dilakukan oleh manusia pada masa lampau. Manakala Shefer pula berpendapat
bahawa Sejarah adalah peristiwa yang telah lepas dan benar-benar berlaku. Sementara
itu, Drs. Sidi Gazalba cuba menggambarkan sejarah sebagai masa lampau manusia
dan persekitarannya yang disusun secara ilmiah dan lengkap meliputi urutan Iakta
masa tersebut dengan taIsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan

2
1CT. Simorangkir, SH, 2004, Kamus Hukum, Sinar GraIika, Jakarta, h. 83
3
Anonim, 2010, Hukum, URL : http://wikipedia.org./hukum
4
Drs Peter Salim & Yenny Salim, op cit. h. 371


keIahaman tentang apa yang berlaku. Sebagai usaha susulan dalam memahami
sejarah. Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka telah memberikan Sejarah sebagai asal-
usul, keturunan, salasilah, peristiwa yang benar-benar berlaku pada waktu yang
lampau, kisah, riwayat, tambo, tawarikh dan kajian atau pengetahuan mengenai
peristiwa yang telah berlaku. Sejarah dalam arti kata lain digunakan untuk
mengetahui masa lampau berdasarkan Iakta-Iakta dan bukti-bukti yang sahih bagi
manusia untuk memperkayakan pengetahuan supaya waktu sekarang dan akan datang
menjadi lebih cerah.
5

. Pengertian Sejarah Hukum
O Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari
perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan
membandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu.
6

O Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa
yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan
peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Di
antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum
dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang
bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman
yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum.
7


C.PENGERTIAN HUKUMAN MATI
1. Pengertian Hukuman
O Adalah Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim kepada terhukum; Siksa dan
sebagainya yang diberikan kepada orang yang melanggar Undang-undang.
8

. Pengertian Mati
O Adalah sudah hilangnya nyawa, tidak hidup lagi; Semua organ vital tidak berIungsi
lagi.
9

Drs. Sidi Cazalba 9 Penqontor Sejorob Seboqoi llmu }akaita h.

. Soeroso,SH Pengantai Ilmu Buum Sinai uiafika }akaita h.


7
Softkil, !engertian atau sefarah Hukum, http://mora-harian. blogspot.com/ 2010/05/ pengertian-atau-sejarah-
hukum.html, diakses tanggal 7 Oktober 2010
8
Drs Peter Salim & Yenny Salim, op cit. h. 290
9
ibid. h. 307


. Pengertian Hukuman Mati
O Adalah Hukuman yang dilaksanankan dengan dengan membunuh, menembak, atau
menggantung orang yang bersalah.
10

O Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang
akibat perbuatannya.
11

. Pengertian Tindak Pidana
O Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman
pidana.
12

. Pengertian Hukuman Pidana
O Hukuman yang dikeluarkan oleh instansi yang berkuasa, dilimpahkan kepada seorang
oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan dapat membuat jera.
13


D.SE1ARAH TINDAK PIDANA MATI
1. Kerajaan abilonia Kuno
Menurut Hukum Pidana Kuno, Pidana mati merupakan talio (pembalasan), yakni siapa
yang membunuh maka ia harus dibunuh juga oleh keluarga korban. Hukum mengenai
hukuman mati pertama kali dideteksi pada saat adanya hukum dalam bentuk tertulis, yakni
pad saat abad ke 18, tepatnya pada tahun 1792 sebelum masehi. Dalam Codex Hammurabi
yang berisi 282 klausula peraturan, dimana diciptakan oleh Raja keenam Babilonia King
Hammurabi. Codex ini merumuskan hukuman mati untuk 25 kejahatan berbeda.Contohnya,
dalam Codex ini terdapat ketentuan, kalau ada binatang peliharaan yang membunuh korban,
maka binatang peliharaan dan pemiliknya dibunuh juga.
14

. Kerajaan Hittle, Turki kuno
Hukuman mati juga merupakan bagian dari Hittite Codex yang merupakan salah satu
bagian dari Hittite Cuneiform Tablets (Stupa Hittle) yang ditemukan di Hattusa sebuah
reruntuhan di dekat Bogaskoy Turki. Stupa yang berisi lebih dari 200 klausula hukum ini

10
Ibid, h. 268
11
ikipedia.org/Hukuman mati
12
Drs Peter Salim & Yenny Salim, op cit. h. 478
13
Prof.Dr. irjono Prodjodikuro,SH, 2008, sas-asas Hukum !idana di Indonesia, ReIika Aditama ,
Bandung, h. 47
1
Dr.1.A.Drossart renfort, TijdshriIt voor StraIretch, 1940, Deel I pp, h. 308-309, h. 198


diperkirakan dibuat pada masa kejayaan Kerajaan Hittite pada tahun 1650-1100 sebelum
masehi.
15

. oman Empire
Dalam oman Law of tbe Twelve Tablets (eges Duodecim Tabularum) di abad ke
15 sebelum masehi. Istilah Hukuman mati dilaksanakan dengan cara seperti penyaliban,
tenggelam, pemukulan sampai mati, membakar hidup-hidup, dan penyulaan.
16

. Athena, Yunani kuno
Di Athena terdapat Draconian Code of Atbens Code ini dibuat oleh Draco, seorang
pembuat hukum (egislator) Athena Kuno pada abad ke 7 sebelum masehi. Dia
menggantikan sistem Hukum oral (dari mulut ke mulut) dan sistem hukum hubungan darah
yang telah ada sebelumnya, dengan suatu hukum tertulis yang hanya dapat ditegakkan dalam
suatu pengadilan. Code menyatakan hukuman mati merupakan hukuman satu-satunya untuk
segala jenis kejahatan. Karena kekejaman hukumnya, Draco kemudian mendapatkan julukan
terkenal yakni Draconian Evil.
17

. Inggris abad ke 10
Dalam abad kesepuluh masehi, Hukum Gantung menjadi metode yang biasa dilakukan
di Inggris. Kebanyakan eksekusi pidana mati dilaksanakan dengan menggantung si terpidana
di tempat-tempat penting di tengah kota dan dipertontonkan dimuka umum. Hal ini
dimaksudkan agar sebanyak mungkin orang yang melihatnya dan membuat masyarakat
menjadi takut untuk melakukan kejahatan. Tetapi ternyata hal ini malah memberi dorongan
kepada orang-orang yang menyaksikan eksekusi hukuman mati untuk melakukan kejahatan
(pembunuhan).
Sebagai contoh Di Chatham pada tahun 1863, seseorang dikenai hukuman gantung
karena membunuh seorang anak, beberapa minggu kemudian seorang rajurit di kota yang
sama melakukan pembunuhan dan tidak lama kemudian pembunuhan ketiga menyusul.
Contoh lain, setelah pidana mati rans Muller pada 14 November 1864, terjadi banyak
pembunuhan di sekitar kota. Di Glaslow, sesudah eksekusi pidana mati Dr. Edward
Pritchard pada tanggal 28 Juli 1865, terjadi 10 pembunuhan di Inggris dan Skotlandia.
Seorang pendeta Inggris yang bernama Robert, mengatakan bahwa dari 167 orang pidana

Death Penalty Information Center, 2010 URL : http://www.deathpenaltyinIoc.org/part-i-history-death-


penalty, 11 Oktober 2010

Dr.A. Hamzab SH, dan A. Sumangelipu SB. 98 PiJono Hoti Ji lnJonesio; Bi moso lolu, kini Jon
moso Jepon uhalia Inuonesia }akaita. B. 89.

ikipedia.Urgiaconian coue.


yang didoakannya sebelum menjalani hukuman mati, 161 diantaranya mengaku bahwa
mereka pernah menyaksikan eksekusi pidana mati.
18

. Inggri abad ke 11 - 16
Pada abad ke 11, illiam the Congueror tidak mengizinkan orang untuk digantung
atau dieksekusi untuk kejahatan apa pun, kecuali pada masa perang. Kebijakan ini tidak
berlangsung lama. Pada abad ke 16 Masehi, di bawah Pemerintahan King Henry ke VII,
sebanyak 72.000 orang diperkirakan telah dieksekusi. Beberapa metode eksekusi yang umum
dilakukan yakni dengan meneggelamkan dalam air mendidih, membakar diatas tiang,
hukuman gantung, hukum penggal, dan menarik bagian tubuh korban dengan kuda hingga
putus. Hukuman dilakukan untuk pelanggaran hukum seperti menikah dengan seorang
Yahudi, tidak mengakui kejahatan, dan pengkhianatan.
19

. Inggris abad ke 1 - 18
Jumlah Kejahatan di Inggris meningkat dan terus berlanjut dalam dua abad berikutnya.
Di tahun 1700an, sebanyak 222 kejahatan telah dijatuhidengan hukuman mati di Inggris.
Termasuk kejahatan seperti mencuri, menebang pohon secara ilegal, dan merampok bank.
Karena beratnya suatu hukuman mati, kebanyakan para juri atau hakim pengadilan tidak akan
menghukum terdakwa apabila pelanggarannya tidak serius. Hal ini memacu
diamandemennya hukuman mati di Inggris. Dari tahun 1823 hingga 1837 jumlah hukuman
mati telah dieliminasi untuk lebih dari 100 dari 222 kejahatan yang diancam dengan hukuman
mati.
20

8. Prancis abad ke 18
Di Prancis, eksekusi hukuman mati juga dilakukan dimuka umum dengan
menggunakan alat guilotine. Terutama di masa revolusi Prancis, terdapat banyak eksekusi
hukuman mati dengan menggunakan gulotine termasuk eksekusi Raja Louis XVI. Guilotine
diciptakan oleh Dr. Guilot yang merasa prihatin kepada para pidana mati yang sebelumnya
dieksekusi dengan cara dipenggal menggunakan kampak oleh algojo. Dr. Guillotine
menganggap alat untuk menyiksa dan membunuh buatan abad 18 yang dipakai di Prancis saat
itu sangatlah berlawanan dengan perikemanusiaan maka ia berusaha agar Majelis Nasional
mau menerima Guillotine secara resmi sebagai alat eksekusi. Eksekusi pertama dilaksanakan

8
ntroduction to Deatb Penalty 0RL : http:ccc.ueathpenaltyinfo.oigpait-ii-histoiy-ueath-
penalty uiakses tanggal 0ktobei
9
ibiu

ibiu


tanggal 25 Maret 1792 kepada Monsieur Pelissier seorang Bandit. Di abad ini, kira kira
8000 orang Prancis dipancung dengan guillotine. Dr. Guillotine dan keluarganya merasa risau
karena nama mereka dihubungkan dengan alat teror ini hingga tahun 1814 setelah Dr.
Guillotine meninggal anak anaknya secara resmi mengganti nama mereka. Guillotine tetap
menjadi alat eksekusi resmi di Prancis sampai hukuman mati dihapuskan tahun 1981
21

9. Amerika abad ke 16
Hukuman mati di Amerika banyak dipengaruhi oleh Inggris. Ini terjadi ketika para
penjelajah eropa datang ke dunia baru (Amerika) dan membawa serta praktek hukuman mati
mereka. Hukuman mati pertama kali yang pernah tercatat di koloni baru itu adalah eksekusi
Kapten George Kendall di koloni Jamestown Virginia pada tahun 1608. Kendall dieksekusi
karena menjadi mata-mata untuk Spanyol. Pada tahun 1612, Gubernur Virginia Sir Thomas
Dale, mengundangkan suatu regulasi oral and artial Laws, yang memiliki sanksi
hukuman mati bahkan untuk pelanggaran ringan seperti mencuri anggur, dan perdagangan
dengan India.
Regulasi mengenai hukuman mati bervariasi antar koloni-koloni di Amerika. Koloni
Massachusshet Bay mengadakan eksekusi hukuman mati pertama pada tahun 1630. Di koloni
New York, diundangkan regulasi Duke`s Law pada tahun 1665. Berdasarkan undang-undang
ini, perbuatan seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau menyangkal "Tuhan sejati," dapat
dikenakan dihukum mati.
22

10. Gerakan abolisi pada masa kolonial
Gerakan abolisi berakar pada tulisan-tulisan para pakar teori eropa seperti
Montesquieu, Voltaire dan entham, dan Inggris Quaker 1ohn ellers dan 1ohn Howard.
Namun, pada tahun 1767 esai Cesare eccaria, yang berjudul On Crimes and Punishment,
yang berdampak sangat kuat di seluruh dunia. Dalam esainya Beccaria berteori bahwa tidak
ada pembenaran bagi negara untuk mengambil nyawa seseorang. Esai tersebut memberikan
gerakan abolosionis dukungan yang kencang dan kekuatan baru, salah satu hasilnya adalah
penghapusan hukuman mati di Austria dan Tuscany.
Tidak lama kemudian para sarjana Amerika ikut terpengaruh oleh pemikiran eccaria.
Percobaan reIormasi pada hukuman mati di Amerika Serikat pertama kali terjadi saat
Thomas 1efferson memperkenalkan rancangan undang-undang untuk merevisi Hukum

ikipedia.orguuillotine

ntroduction to Deatb Penalty 0RL : http:ccc.ueathpenaltyinfo.oigpait-ii-histoiy-ueath-penalty


uiakses tanggal 0ktobei
8

Virginia tentang Hukuman Mati. RUU itu mengusulkan agar hukuman mati hanya dijatuhkan
untuk kejahatan pembunuhan dan pengkhianatan. Gagasan ini digagalkan karena kekalahan
oleh hanya satu suara.
Yang juga ikut terengaruh adalah Dr enjamin Rush, seorang penandatangan
Deklarasi Kemerdekaan dan pendiri Pennsylvonio Prison Society (Perkumpulan Penjara
Pennsylvania). Rush menentang kepercayaan bahwa Hukuman mati berIungsi sebagai
penangkal kejahatan. Rush percaya bahwa hukuman mati mempunyai eIek kebrutalan. Ia
juga menyatakan hukuman mati malah meningkatkan jumlah tindakan pidana yang terjadi.
Rush mendapat dukungan dari enjamin ranklin dan Jaksa Agung Philadelphia illiam
radford. BradIord, yang kemudian diangkat menjadi Jaksa Agung Amerika Serikat,
memimpin Pennsylvania menjadi negara bagian pertama yang perlu mempertimbangkan
keseimbangan pembunuhan yang didasarkan pada kesalahan. Pada 1794, Pennsylvania
mencabut hukuman mati untuk semua tindak pidana kecuali pembunuhan tingkat pertama.
23

11. Amerika Abad ke 19
Pada awal hingga pertengahan abad ke 19, gerakan abolisi mendapatkan momentum di
negara bagian timur laut.Pada awal abad ini banyak negara menghapuskan hukuman mati
mereka dan membangun stote penitentiories (negara penjara). Di tahun 1834, Pennsylvania
menjadi Negara bagian pertama yang merubah pengeksekusian dari mata publik dan
memenjarakan para pelaku tindak kriminal ke Iasilitas rehabilitasi (Lembaga
pemasyarakatan).
Paua 8 Nichigan menjaui negaia bagian peitama yang menghapuskan
hukuman mati untuk semua kejahatan kecuali pengkhianatan. Kemuuian Rhoue Islanu
uan Wisconsin menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan. Paua akhii abau
ini banyak negaia yang mengikutinya sepeiti negaia venezuela Poitugal Belanua
Kosta Rika Biazil uan Ekuauoi. Namun masih teiuapat bebeiapa negaia bagian yang
masih mempeigunakan hukuman mati untuk meninuak paia pelaku kiiminal teiutama
yang uilakukan oleh paia buuak.
Paua tahun 88 0ntuk membuat hukuman mati lebih familiai kepaua publik
bebeiapa negaia bagian mulai melecati hukum yang melacan peiintah hukuman mati
alih alih menetapkan peiatuian kebijaksanaan hukuman mati. i Tennesse uan
Allabama penetapan kebijaksannan uaii peiatuian mengenai hukuman mati paua
tahun 88 sebelumnya uiiasakan sebagai suatu foimat baiu yg baik. Klausula

ibiu
9

pembukaan ualam kebijakan ini uianggap mampu megalahkan geiakan abolisi kaiena
lebih uulu uitetapkan ualam peiunuang-unuangan ini yang mengakibatkan semua
negaia memeiintahkan untuk menjatuhkan hukuman mati kepaua setiap pelanggaian
kiiminal tingkat peitama tanpa mempeihatikan kejauian peikaianya. engan bebeiapa
pengecualian uaii pengamanatan tinuak kiiminal yang jaiang teijaui paua bebeiapa
pengauilan segala manuat hukum mengenai hukuman mati telah uiabolisionasi paua
tahun 9.


. )aman Perang Sipil Amerika
Saat peiang sipil beilangsung peilacanan teihauap piaktek hukuman mati
memuuai. imana peihatian lebih teicuiah paua geiakan anti peibuuakan. Setelah
peiang usai sebuah bauan yang mengkhususkan uiii untuk pengeksekusian hukuman
mati mulai teibentuk. Bukuman kuisi listiik uipeikenalkan paua akhii abau ini. Nec
Yoik menciptakan kuisi listiik peitama paua tahun 888 uan mengeksekusi illiam
Kemmler paua tahun 89. Bebeiapa saat kemuuia negaia-negaia bagian lain ikut
mengauaptasi metoue pengeksekusian ini.


1. Awal hingga pertengahan abad ke 0
Meski beberapa negara bagian telah mengabolisi hukuman mati pada pertengahan abad
ke 19, pada pertengahan awal abad ke 20 dikenal sebagai permulaan dari 'Periode ProgresiI
yang membawa perubahan di Amerika Serikat. Dari tahun 1907 hingga 1917, 6 negara
bagian telah secara resmi menghapuskan hukuman mati secara menyeluruh dan 3 negara
bagian telah membatasi pelaksanaan eksekusi hukuman mati untuk beberapa tindakan
kriminal tertentu dalam bentuk penghianatan dan pembunuhan tingkat pertama. Akan tetapi,
pembaharuan ini tidak berlangsung lama. Terdapat masa vakum di amerika serikat, saat
masyarakat mulai panik mengenai ancaman revolusi dalam kebangkitan revolusi Rusia. Yang
menyebabkan ikut sertanya Amerika Serikat dalam Perang Dunia pertama sehingga
berdampak pada adanya konIlik yang sengit saat para kaum sosialis memulai pertentangan
serius pertama dengan kaum kapitalis, yang berdampak lima dari 6 negara abolisi kembali
mengaplikasikan hukuman mati pada tahun 1920.
Pada tahun 1924, penggunaan gas beracun diperkenalkan, saat Nevada menyatakan
bahwa cara tersebut lebih manusiawi untuk dilakukan kepada para terpidana mati. Gee 1ohn

ibiu

ibiu


adalah orang yang pertama dieksekusi dengan gas mematikan. Eksekusi dilakukan dengan
memompa gas beracun kedalam sel tahanan Gee 1ohn saat ia tidur, akan tetapi metode ini
gagal, sehingga dirancanglah ruangan gas beracun untuk eksekusi hukuman mati.
Dari tahun 1920 hingga 1940an, merupakan kebangkitan dari penggunaan hukuman
mati. Hal ini sehubungan dengan para penulis Kriminologis yang beragumen bahwa
hukuman mati diperlukan untuk mengukur masyarakat. Pada tahun 1930an adalah saat
terkelam di Amerika Serikat, hukuman mati banyak dilaksanakan pada masa itu, terdapat
rata-rata 167 eksekusi dilaksanakan setiap tahunnya.
Di tahun 1950an, banyak negara-negara bagian yang beralih dari hukuman mati, banyak
yang beralih ke gerakan abolisi atau membatasi hukuman mati mereka, yang menyebabkan
jumlah hukuman mati menurun secara drastis. Dimana pada tahun 1940an terdapat 1.289
eksekusi, menjadi 715 eksekusi di tahun 1950an. Dan angka ini terus menurun hingga hanya
sejumlah 191 eksekusi dari tahun 9 sampai 9.


1. IndonesiaSebelum Perang dunia ke II
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia tahun 1915, pasal 11 berbunyi : Pidana
mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan, dengan menggunakan jerat di leher
terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang gantungan dan menjatuhkan papan tempat
orang itu berdiri. Menurut ketentuan ini diperlukan seorang algojo untuk mengeksekusi
seorang terhukum. Pada jaman itu, Di indonesia hanya terdapat seorang algojo yang bernama
Tere yang tinggal di kebun sirih. Hal ini mengakibatkan Tere harus bepergian ke tempat
dimana terdapat orang yang akan dieksekusi hukuman mati. Misalkan apabila ada kriminal
yang akan dieksekusi di Makasar, maka Tere harus pergi ke Makasar untuk mengeksekusi
disana. Menurut keterangan Bapak Tere ini selalu memimkan orang-orang yang
dieksekusinya, menyebabkan hidupnya menjadi tidak tentram.
Pada suku Banten terdapat kepercayaan bahwa pada saat eksekusi pidana mati, dari
seorang penjahat yang dieksekusi terpancar kekuatan jahat yang mencari korban, terutama
anak perempuan dan laki-laki lemah. Untuk mencegahnya diatas dahi anak-anak dibubuhi
garis kuning dari campuran abu, yang diberi nama pilis kuning.
Sebenarnya eksekusi pidana mati dihadapan umum mempunyai akibat-akibat yang
kriminogeen dan pengaruh yang demoraliseerend, adalah kenyataan-kenyataan sejarah yang
tidak dapat terbantahkan. Eksekusi dimuka umum bukannya membuat orang-orang ketakutan

ibiu


dan tidak berbuat kejahatan, namun malah meningkatkan jumlah pembunuhan yang terjadi
karena orang-orang terinspirasi melakukan pembunuhan setelah melihat eksekusi mati.
Karena itu Undang-undang Hukum Pidana Indonesia sangat sulit untuk dilaksanakan,
maka pada tanggal 21 Agustus 1945 keluarlah peraturan tentang pelaksanaan pidana mati,
yaitu staatblad 19 no. 1. Dalam ketentuan ini, eksekusi pidana mati dilaksanakan
dengan hukuman tembak di tempat tertutup (terlarang bagi khayalak umum), eksekusi
dilakukan dengan menembak jantung terpidana mati oleh regu tembak yang telah diberi
wewenang oleh negara.
27

1. Setelah Perang Dunia ke II
Dalam lapangan Hukum Pidana Internasional banyak dilaksanakan hukuman mati.
Mahkamah Internasional di Neurenburg, Jerman merupakan Pengadilan untuk Pidana mati
para penjahat perang, yang diadili oleh hakim-hakim dari Prancis, Amerika Serikat, Inggris,
dan Rusia berdasarkan traktat London untuk mengadili penjahat-penjahat perang besar.
Di Jepang dilaksanakan di Tokyo, yaitu terhadap Tojo dan hakim-hakimnya. Terdiri
dari hakim yang ikut dalam perang pasiIik, yaitu hakim dari amerika serikat, Inggris,
Belanda, Rusia, New Zealand, dan Australia.
Eksekusi Pidana mati terhadap para penjahat perang, dilakukan dengan hukuman
gantung, Pemilihan hukuman gantung bukan hukuman tembak merupakan masalah
kehormatan. Pada jaman itu, hukuman gantung merupakan suatu penghinaan terhadap si
Terpidana, sedangkan hukuman tembak mati dianggap sebagai suatu penghormatan. Jadi
dalam eksekusi Tindak Pidana matinya, para penjahat perang itu dieksekusi serendah
mungkin, karena besarnya kejahatan mereka.
Banyak Masyarakat di Negeri Belanda berpendapat, dan merasa sedih ketika pada akhir
peperangan diketahui, bahwa dengan KB tertanggal 22 Desember 1943, yang ditetapkan
dalam esluit uitengewoon Strafetch (St. l.D. 61) tentang diadakannya kembali pidana
matiyang walaupun tidak bersiIat umum, akan tetapi hanya menyangkut bagi mereka yang
termasuk dalam ketentuan tersebut. Yakni Penjahat-penjahat perang, yang ketentuannya
menyatakan bahwa mengandung asas berlaku surut. Sehingga para penjahat perang yang ada
sebelum ketentuan ini diumumkan turut terkena ancaman pidana mati. Peratran ini berlaku
hingga tahun 1950.
Menurut Pidato Mr. Haga dijelaskan bahwa pada waktu perang dunia ke II selesai,
dimana-mana terdapat pengadilan-pengadilan istimewa terhadap para penghianat bangsa.

Dr. A. Hamzab SH op cit h. 9




Pengadilan ini mulai sidang pertamanya pada tanggal 17 oktober 1945. Yang banyak
menjatuhkan hukuman mati kepada para penjahat perang dengan cara menghukum gantung.
Hingga akhirnya di Belanda pada tanggal 14 April 1949 dirumuskan petaturan ijzondere
Raad van Cassatie, yang mengahpuskan Pidana mati dan menggantinya dengan Hukuman
seumur hidup, karena desakan Masyarakat yang menyatakan hukuman mati tidak diperlukan
pada masa damai.
Di Suriah permulaan tahun 1966, telah dilaksanakan eksekusi pidana mati kepada tiga
orang laki-laki yang oleh Pengadilan Tinggi militer Suriah dipersalahkan karena telah
menjadi mata-mata untuk Israel. Mayat ketiga orang itu dibiarkan tergantung di lapangan
utama Morris, Damsyk selama 7 jam.
Di Cape Town terdapat 113 orang yang dihukum mati dan hanya 5 orang yang berkulit
putih pada tahun 1965. Hal ini deisebabkan pada saat itu AIrika Selatan masih menganut
IilosoIi Apharteid. Total di AIrika Selatan terdapat 225 orang yang dihukum mati dalam
penjara-penjara.
28

16. Indonesia setelah Perang Dunia ke II
Selama Perang berlangsung atau selama pendudukan Jepang di Idonesia, pada waktu itu
ada 2 Peraturan yang dijalankan.yaitu Peraturan Pasal 11 KUHP dan satu peraturan baru yang
diundangkan Pemerintah Jepang yang menghendaki Pidana mati dilaksanakan dengan
Hukuman Tembak (artikel 6 dari Ozamu Gunrei No. 1) pada tanggal 2 Maret dan dalam
Artikel 5 dari Gunrei Keizirei, yaitu kode kriminil dari Pemerintahan Kedudukan Jepang.
Suatu contoh eksekusi Pidana mati pada saat itu adalah terhadap pelaku-pelaku
pemberontakan Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi, telah dijatuhi hukuman mati pada
tanggal 14 Februari 1945 yang dilaksanakan dengan tembak mati.
Setelah Indonesia Merdeka, di daerah yang diduduki Belanda, Peraturan Jepang
dianggap tidak sah. Melainkan diumumkan suatu peraturan baru yang sesuai dengan pidana
mati yang harus dilaksanakan dengan tembak mati. Dimana saat itu terdapat dualisme hukum
yakni Hukum Republik Indonesia dan hukum Hindia Belanda, hingga tanggal 27 Desember
1949 saat Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Setelah itu Hukum yang dipakai
adalah hukum Indonesia tang mengharuskan eksekusi Pidana mati dilaksanakan dengan
pidana gantung.
Pada tanggal 29 September 1958, Badan LegislatiI menetapkan Undang-undang No. 73
tahun 1958 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk mencapai kesatuan

8
Ibiu h. 98


dalam menetapkan Hukum Pidana. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa eksekusi
hukuman mati harus dilakukan oleh seorang algojo. Namun Undang-undang ini tidak
menghapus Stablad no 1 tahun 19. Karena dalam Stablad tersebut tidak tercantum
perubahan dari pasal 11 etboek van Strafretch voor Nederlands Indie (KUHP zaman
Belanda) pada waktu itu. Stablad ini tidak berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia namun
hanya di daerah tertentu saja.
Suatu peraturan baru tentang pelaksanaan Pidana mati berikutnya adalah dengan
ditetapkannya Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1964. Yang menyatakan
bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan
umum atau militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. Pidana mati itu jika tidak
ditentukan lain oleh Menteri Kehakiman, dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum
pengadilan yang menjatuhkan putusan tingkat pertama. Sedangkan Pidana Mati yang
dijatuhkan pada beberapa orang di dalam satu Putusan, maka eksekusi dilakukan secara
serempak pada waktu dan tempat yang sama, kecuali terdapat hal-hal yang tidak
memungkinkan pelaksanaannya. Ditentukan selanjutnya bahwa kepala polisi Komisariat
daerah tempat kedudukan Pengadilan yang menjatuhkan putusan pidana mati tersebut,
menjadi penentu waktu dan tempat pelaksanaan eksekusi pidana mati yang dijatuhkan.
29

Setelah itu, di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP.
Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana
politik. Walaupun amandemen kedua konstitusi UUD 19, pasal 28 ayat 1, menyebutkan:
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan
dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman mati. Kelompok pendukung hukuman
mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh saja yang punya hak untuk hidup dan tidak
disiksa. Masyarakat luas juga punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak
hidup masyarakat, maka pelanggaran terhadap hak tersebut patut dihukum mati.
Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki
ancaman hukuman mati, seperti: UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, UU No 5 tahun
1997 tentang Psikotropika, UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, UU No 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan

9
Ibiu h.


Tindak Pidana DaItar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU
Rahasia Negara. KUHP sendiri memuat dua pasal ancaman hukuman mati yaitu pasal 104
tentang kejahatan terhadap keamanan negara atau makar dan pasal 340 tentang pembunuhan
berencana.
30

E. PEMAHASAN DAN KRITIK
1. Pembahasan
Terdapat dua pamdangan dalam pidana mati yang dikemukakan oleh para sarjana yakni
pandangan yuridis dan pandangan kriminologi. Pandangan Yuridis disini adalah suatu
pandamngan yang melihat pidana khususnya pidana mati berdasarkan teori absolut dari aspek
pembalasannya dan teori relatiI dari aspek menakutkannya yang bertujuan untuk melindungai
masyarakat.
31

a. Teori Pembalasan
Dalam teori absolut atau aspek pembalasan, menyatakan bahwa suatu kejahatan atau
tindak pidana harus dikenai pembalasan yang setimpal atas kejahatan yang dilakukannya.
Misalnya seseorang yang membunuh maka hukuman yang adil adalah harus dijatuhi
hukuman mati.
Prinsip talio (pembalasan) ini sudah dianut semenjak adanya hukum tertulis pertama
yakni hukum Hammaurabi pada jaman Babilonia kuno. Dan diikiuti oleh seluruh hukum-
hukum kuno yang ada pada jaman sebelum masehi. Saat itu pembalasan dianggap sebagai hal
yang lumrah. Jadi pembalasan dalam bentuk tindak pidana merupakan suatu syarat keadilan.
Menurut Dr. Sahetapy, Pidana hendaknya dilihat sebagai suatu sarana dan atau
prasarana yang mempunyai tujuan membebaskan. Bukan untuk membalas perbuatan jahat
dari yang bersangkutan. Sebab pembalasan seperti apapun tidak akan mengembalikan suatu
keseimbangan, kecuali dalam memuaskan naIsu dendam dan atau menentramkan perasaan
bahwa dengan dipidananya si penjahat, maka yang bersangkutan telah memperoleh imbalan
penderitaan atas nestaIa
32
.
Dilain piha menurut Syeh Syahab Abdul Rachman SH. Seorang advokat Semarang,
Pidana mati bukanlah sarana yang paling tepat untuk menanggulangi kejahatan karena

Todung Mulya Lubis dan Alexabder Lay, 2009, Kontroversi Hukuman Mati , !erbedaam pendapat Hakim
Konstitusi, kompas, Jakarta.h. 232
31
Djoko Prakosho, SH., 1985, $tudi Tentang !endapat-pendapat Mengenai Efektifitas !idana Mati di
Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Pustaka, Jakarta,h. 52.
32
Sahetapy,SH., ncaman pidana Mati Terhadap !embunuhan Berencana, Penerbit Alumni Bandung, 1979,
halam 72.


timbulnya kejahatan itu disebabkan oleh Iaktor-Iaktor disamping Iaktor ketidakadilan, Iaktor
ekonomi, pengangguran, juga Iaktor pendidikan mental juga menentukan. Sebagai contoh
seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan kekurangan dari segi ekonomi, tapi Ia
memiliki metal yang baik dan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka Ia
tidak mungkin melakukan kejahatan. Tetapi terhadap penjahat kejam, bersiIat binatang dan
tidak memiliki Perikemanusiaan lagi, maka hukuman apa lagi yang bisa diberikan selain
hukuman mati.
Terakhir menurut Leo Polak, yang berpegangan pada pandangan Epicurus, bahwa
selama kita masih hidup, kematian itu belum ada, tetapi begitu kematian itu datang, maka kita
tidak ada lagi. Demikian halnya dengan pidana mati, selama penjahat masih ada maka pidana
mati belum ada.Tetapi begitu pidana mati itu ada atau dilaksanakan, maka penjahat itu tidak
ada lagi. Menurut Leo Polak, pidana mati tidak memberikan nestaIa yang harus diderita oleh
si penjahat sebab penjahat itu sudah tidak ada lagi. Jadi pidana mati sama sekali bukanlah
pidana, dan pidana mati ini tidak adil, pelaksanaan pidana mati dianggap sebagai sebagai
suatu dosa atau kekeliruan besar dalam penerapan pembalasan yang adil.
33

b. Aspek Menakutkan
Asal mula pidana sebenarnya bukan untuk pembalasan, tetapi semata-mata untuk
menakut-nakuti si penjahat agar menjadi jera, atau menakut-nakuti mereka yang secara
potensial dapat berbuat jahat. Sebagai contoh hakim 1.ernett di inggris pada abad ke 18
menjatuhkan pidana mati dengan ucapan 'Engka dijatuhi hukuman gantung bukan karena
engkau mencuri kuda, melainkan agar kuda-kuda lain tidak akan dicuri lagi
34
.
Menurut ichto, pidana hanya merupakan alat untuk mencapai salah satu tujuan negara
yakni menjamin ketertiban umum. Jadi maksud semula dari pidana adalah untuk menakut-
nakuti penjahat agar Ia tidak melakukan kejahatan. Apabila tujuan ini tidak berhasil, paling
tidak masyarakat sudah ditakut-takuti. Jaksa Agung Ali Said mengemukakan, bahwa
ancaman pidana mati masih diperlukan, sebab apabila seseorang mengetahui masih ada
ancaman, maka setidaknya orang yang akan melakukan kejahatan itu akan berhati-hati.
Selanjutnya mengenai pelaksanaan pidana mati itu tergantung pada proses bagi jaksa yang
menuntutnya dan bagi hakim yang memeriksa suatu perkara serta memutuskan suatu perkara
tersebut.
35

Dr.A. Hamzah SH, dan A. Sumangelipu SH., op cit h. 87

D|oko Prakosbo, SH. op cit h. .

Ibiu.


Naniek Hardiyanti SH., advokat Semarang mengatakan bahwa pidana mati tetap
diberlakukan dengan tujuan untuk menakut-nakuti penjahat yang lain agar tidak mengulangi
perbuatan penjahat yang telah dijatuhi hukuman pidana mati tersebut. Beliau khawatir,
apabila Pidana mati itu ditiadakan akan merangsang bagi penjahat untuk melakukan
kejahatan yang dulunya dapat dipidana dengan pidana mati.
36

c. Pandangan Kriminologis
Jika pada pandangan Yuridis melihat pidana mati hanya sebagai konseptual abstraction
belaka, maka Pandangan kriminologis melihat pidana sebagai suatu kenyataan. Dr. 1. E.
Sherapy menyatakan bahwa menyaksikan pelaksanaan eksekusi pidana mati dalah
merupakan suatu pengalaman yang paling mengharukan dan paling mencekam yang tidak
akan pernah dapat dilupakan sepanjang masa.
37

Selanjutnya ditegaskan oleh beliau bahwa masalah pidana mati seharusnya bukan
menjadi masalah persoalan moral teologis atau humanitas saja. Dan juga bukan suatu alat
kontrol sosial dalam prevensi kejahatan ataupun sebagai sarana menakutkan dilihat dari segi
hukum pidana. Kita harus melihat kenyataan apakah pidana mati dapat dipertanggung
jawabkan dalam rangka memberantas atau mencegah kejahatan.
Syamsul Hadi SH., advokat surakarta menyatakan kurang setuju terhadap pidana mati
atas dasar sebagai berikut
38
:
a. Pidana mati sangat Iinal, sebab taruhannya adalah nyawa yang menyangkut hak
hidup manusia.
b.Para penegak hukum masih soeorang manusia. Dan semua manusia tidaklah
sempurna, kemungkinan untuk berbuat salah itu selalu ada. Apabila kesalahan itu
menyangkut penjatuhan hukuman mati maka tidak mungkin kesalahan itu dapat
diperbaiki. Dalam artian si Terpidana sudah terlanjur mati dan tidak dapat
dikembalikan lagi.
c. Pidana mati itu bukan suatu jaminan untuk mencegah timbulnya kejahatan.
d.Bagi orang yang kurang/tidak mampu akan tidak dapat menyewa advokat yang
diharapkan. Padahal advokat yang pandai kemungkinan dapat membebaskan
kliennya dari tuntutan pidana selalu ada.

Ibid. h. 66.
37
1.E. Sherapy, op cit, h. 180
38
Djoko Prakosho, SH., op cit, h. 68.



Sejarah hukum pidana pada masa lampau mengungkapkan adanya sikap danpendapat
seolah-olah pidana mati merupakan obat yang paling mujarab terhadapkejahatan-kejahatan
berat ataupun terhadap kejahatan-kejahatan lain. Dalam pada itu bukan saja pada masa
lampau, sekarang pun masih ada yang melihat pidanamati sebagai obat yang paling mujarab
untuk kejahatan.
Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan
bahwa hukuman mati membuat eIek jera dan eIektiI dibanding jenis hukuman lainnya.
Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktek hukuman
mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk
daripada penjara seumur hidup dalam memberikan eIek jera pada pidana pembunuhan.
Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu
masyarakat dan dan berIungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum
39
.
Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktek hukuman mati,
termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan
praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk
seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan
pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman
mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati
40
.
Dengan adanya beberapa Iakta diatas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman pidana
mati mempergunakan aliran hukum Positivisme. Sebab Hukuman pidana mati mengakui
hanya Iakta-Iakta positiI dan Ienomena-Ienomena yang bisa diobservasi. Dengan hubungan
objektiI Iakta-Iakta ini dan hukurn-hukum yang menentukannya, meninggalkan semua
penyelidikan menjadi sebab-sebab atau asal-asul tertinggi. Hukuman Pidana mati lahir dari
aliran pemikiran hukum murni, yang selalu berpegang teguh bahwa hukum adalah Undang-
Undang, maka selain Undang-Undang bukan hukum. Sehingga para yuris misalnya Hakim
dalam memutuskan setiap perkara dan menjatuhkan pidana mati selalu berpedoman pada
ketentuan Undang-undang.
. Kritik
Penolakan Hukuman mati disebabkan karena adanya anggapan bahwa Pidana mati
bukanlah suatu bentuk pidana, sebab pidana mati tidak memberikan kesempatan kepada
terpidana untuk bertobat, dan melanggar hak asasi manusia yang paling hakiki yakni hak

9
Anonim opitol Punisbment 0RL : http:Wikipeuia.oigcapitalpunishment

ibiu
8

untuk hidup. Padahal Pidana mati diperlukan untuk menanggulangi penjahat-penjahat yang
betul-betul membahayakan masyarakat dan sudah tidak dapat diperbaiki lagi jiwanya.
Contohnya Penjahat Resedivis yang telah berulang kali keluar masuk Penjara, penjahat
seperti ini tentu memiiki gangguan jiwa sepertikecanduan melakukan kejahatan, hal seperti
ini tidak dapat diobati. Jadi cara terbaik adalah dengan menghukum mati mereka.
Sedangkan Dukungan hukuman mati didasari argumen bahwa hukuman mati untuk
pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan
hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga
membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh
lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.
Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus
berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan
hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi
kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada
korban.Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaaIkan pelaku tentu vonis bisa
diubah dengan prasyarat yang jelas.
Mengenai pelaksanaan Pidana mati, sebaiknya dilakukan dengan cara tembak mati, oleh
para regu tembak yang diberi wewenang oleh negara. Dan eksekusi sebaiknya dilakukan di
tempat tertutup, agar tidak mengganggu ketentraman masyarakat, sebab terbukti pelaksanaan
eksekusi di tempat umum malah memperbesar angka kejahatan yang terjadi. Setelah eksekusi
dilaksanakan, sebaiknya jasad si Terpidana dikembalikan kepada keluarganya, agar dapat
disemayamkan dengan layak.

. KESIMPULAN
Waktu berjalan terus dan di berbagai negara terjadi perubahan dan perkembangan baru.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau ternyata sejarah pemidanaan diberbagai bagian
dunia mengungkapkan Iakta dan data yang tidak sama mengenai permasalahan kejahatan
yang berat dan penjatuhan hukuman pidana mati. Dengan adanya pengumpulan Iakta
terhadap sejarah, maka harapan yang ditimbulkan pada masa lampau dengan adanya berbagai
bentuk dan siIat pidana mati yang kejam agar kejahatan-kejahatan yang berat dapat dibasmi,
dicegah atau dikurangkan, ternyata merupakan harapan hampa belaka. Namun tanpa adanya
pidana mati maka tidak ada lagi hukuman lain yang setimpal untuk pelaku-pelaku kejahatan
besar seperti perbuatan genocida, terorisme, penjahat perang, dll. Dengan demikian,isu
mengenai pelaksanaan Pidana mati akan terus menuai perdebatan.
9

DATAR PUSTAKA

Abidin AZ, 1978, sas-asas Hukum !idana, Lephas, Ujung Pandang.
Anonym, Introduction to Death !enalty, URL : http://www.deathpenaltyinIo.org/part-ii-
history-death-penalty, diakses tanggal 17 Oktober 2010
Anonim, 2010, apital !unishment, URL : http://Wikipedia.org/capitalpunishment/
Djoko Prakosho, SH., 1985, $tudi Tentang !endapat-pendapat Mengenai Efektifitas
!idana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Pustaka, Jakarta
Dr.A. Hamzah SH, dan A. Sumangelipu SH., 1984, !idana Mati di Indonesia, Di masa
lalu, kini dan masa depan, Ghalia Indonesia
Dr. 1.A.Drossart renfort, 1940, Tifdshrift voor $trafretch,
Dr. ambang Purnoo SH, 1984, rientasi Hukum cara !idana, Amarta Buku,
Yogyakarta.
1oseph 1. Senna, M.S.,,1.D dan Larry 1. Siegel, Ph, D., 1981, Introduction to
riminal Justice, second Edition, West Publishing Company, New York.
Prof. Dr. 1ur. Andi Hamzah, 199, Hukum cara !idana Indonesia; Edisi Kedua, Sinar
GraIika, Jakarta.
Sahetapy,SH.,1978, ncaman pidana Mati Terhadap !embunuhan Berencana, Penerbit
Alumni Bandung, 1979
Suryadarman Loa, 1962, Himpunan Keputusan-keputusan dari Mahkamah gung,
Cerdas Tangkas, Jakarta.
Todung Mulya Lubis dan Alexabder Lay, 2009, Kontroversi Hukuman Mati ,
!erbedaam pendapat Hakim Konstitusi, kompas, Jakarta

You might also like