You are on page 1of 12

PERNIKAHAN

Makalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Hadits Dosen Pengampu : Fakrur Rozi, M.Ag

Disusun oleh : Wanking Nor Rochma Fika Atina Rizqiana Nur Alawiyah Nur Ba'diani Aziz Rihaul Wahdah Syihabul Fajri 093611033 093711010 093711024 093711025 093711028 093911068

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

PERNIKAHAN
I. PENDAHULUAN Pernikahan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat Islam. Bahkan, Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah, karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama. Menurut Nabi, segala yang dikerjakan hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan maksud memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya, tetapi yang dilakukan itu tidak disyariatkan agama, maka pekerjaan itu sia-sia. Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diijinkan syara dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. Dalam Islam, pernikahan bukanlah hanya urusan perdata semata. Bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi juga merupakan masalah dan peristiwa agama karena pernikahan dilakukan untuk memenuhi sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk Nabi. II. RUMUSAN MASALAH A. Apa pengertian pernikahan? B. Bagaimana anjuran nabi tentang pernikahan? C. Apa saja kriteria memilih jodoh? III. PEMBAHASAN A. Pengertian Pernikahan Pernikahan menurut pengertian ahli hadits dan ahli fiqih adalah perkawinana dalam arti hubungan yang terjalin antara suami istri dengan

ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun pernikahan seperti wali, mahar, dua saksi yang adil, dan disahkan dengan ijab qabul.1 Pernikahan termasuk pelaksanaan agama yang didalamnya terdapat tujuan untuk mengharapkan keridlaan Allah SWT. Dalam Islam, pernikahan merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul, seperti tertuang dalam hadits berikut:

( . )
Artinya: Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: Nikah adalah sebagian dari sunnah ku. Barangsiapa tidak menjalankan sunnahku maka bukan merupakan golonganku. Dan sesungguhnya yang saya banggakan atas kamu adalah banyaknya ummat. Barang siapa mempunyai biaya maka menikahlah, yang tidak mempunyai biaya maka berpuasalah, karena dengan berpuasa dapat meredam hawa nafsu. B. Anjuran Untuk Menikah Pernikahan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia yang mampu untuk berkeluarga. Banyak hikmah yang dapat diambil dari sebuah pernikahan. Selain sunnatullah, pernikahan juga sebagai kebutuhan biologis manusia. Nabi telah menegaskan bahwa siapa saja diantara pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk menikah dan mempunyai
1

penghasilan

untuk

membelanjai

rumah

tangga

serta

berkeinginan hidup berumah tangga, maka hendaklah ia menikah dan tidak


Ali Yusuf As-Subki. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah. 2010. Hal. 1

membujang. Bagi para pemuda yang tidak sanggup memelihara rumah tangga atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, hendaklah ia bepuasa karena puasa baginya sama dengan mensterilkan diri. Seperti yang tertuang dalam hadits Nabi :

( . )
Artinya: Dari Abdurrahman bin Yazid bin Abdillah ra, Rasulullah SAW bersabda : Wahai para pemuda siapa diantaram telah mempunyai kemampuan untuk menikah, maka menikahlah; karena pernikahan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual). Siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa; karena puasa itu baginya akan mengekang syahwat. (H.R Muslim).2 Dalam pernikahan, Ulama Syafiiyah membagi anggota masyarakat ke dalam empat golongan, yaitu: 1. Golongan yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah. 2. Golongan yang tidak mempunyai hasrat untuk menikah dan tidak punya belanja. Golongan ini dimakruhkan untuk menikah 3. Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan inilah yang disuruh untuk berpuasa, untuk mengendalikan syahwatnya. 4. Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk
2 Didi Junaedi, Membina Rumah Tangga Islami di Bawah Ridlo Illahi, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hlm 39

menikah, menurut syafiiyah golongan ini sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan segolongan Malikiyah diutamakan menikah.3 Al Qurtuby berkata, Orang yang mempunyai kesanggupan untuk menikah dan takut pula terjerumus dalam kanca maksiat jika tidak menikah, maka dia wajib menikah.4 Dalam hal ini dijelaskan bahwa tidak halal menikah bagi orang yang merasa tidak mampu menafkahi istrinya. Maka hadits diatas menganjurkan supaya seluruh umat islam, muda maupun tua yang mampu membelanjai keluarga agar menikah dan menyatakan bahwa menikah adalah sebagai sunah Nabi. Begitu juga mengatakan bahwa hidup membujang tidak dibenarkan dalam agama islam. Selain dari apa yang dijelaskan diatas, pernikahan juga memiliki faedah yang besar yaitu untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan apabila ia sudah menikah maka nafkahnya wajib ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu, sebab kalau tidak dengan menikah tentulah anak tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya. dan siapa yang bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab jika tidak ada pernikahan , tentu manusia akan menurutkan sifat kebinatangan dan dengan sikap itu akan timbul perselisihan, bencana, permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan yang mahadahsyat. Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam islam. Singkatnya untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat.5
3 Teuku Muhammad Hasbi Asy Shiddieqy. Mutiara Hadits 5. Semarang : PT. Pustaka Risky Putra. 2003. Hal. 5 4 Ibid. Hal 6 5 Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2009. Hal 375

C. Kriteria Memilih Jodoh 1. Kriteria Memilih Calon Suami Suami yang terpuji dalam pandangan Islam ialah yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang lurus, ia bukanlah orang yang memiliki kekayaan, atau orang yang memiliki fisik yang baik dan kedudukan yang tinggi. Bagi para wanita haruslah berhati-hati dalam memilih suami, karena di sisi suaminyalah ditentukan kebahagiaan atau bahkan kesengsaraan hidupnya. Nabi telah memberi petunjuk bagi wanita dalam memilih suami. Nabi SAW lebih memilih seseorang yang fakir, menjaga dirinya, suci jiwanya, tingkah lakunya benar, akhlaknya baik, daripada orang kaya yang tidak memiliki sifat-sifat yang terpuji6. Maka dari itu, dalam memilih calon suami wanita harus mempertimbangkan beberapa hal yang ada dalam diri calon suami yang akan dipilih. Berikut kriteria calon suami bagi wanita muslimah. 1) Lelaki yang seagama Dalam ajaran Islam, muslimah diharamkan menikah dengan lelaki non muslim. Diharamkannya hal itu karena beberapa, yaitu a. Wanita akan sulit melaksanakan atau mengamalkan ibadahnya b. Anak akan bingung memilih agama siapa c. Sulitnya hubungan perbesanan 2) Lelaki yang kuat agamanya Maksud dari kuat agamanya berarti kuat imannya. Dalam memilih calon suami, wanita hendaknya memilih lelaki yang iman dan taqwanya melebihi dirinya, karena suami adalah pemimpin
6 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta : Amzah, 2010) hlm 59

keluarga.

A%y`h9$# cqBqs% n?t .!$|iY9$#


Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita(An-Nisa : 34).7 3) Lelaki yang berpengetahuan luas Tugas suami ialah memimpin keluarganya menuju ridlo Allah. Dan untuk mendidik istri dan anak agar taat dan patuh terhadap syariat Islam bukanlah tugas yang mudah. Untuk itu, diperlukan ilmu dan wawasan yang luas. Ilmu dan wawasan di sini bukan hanya dalam masalah agama tetapi juga masalah umum. Wanita hendaknya tidak memilih calon suami yang pengetahuannya lebih rendah, karena nantinya akan terjadi pemutarbalikan fitrah, istri yang akan menjadi pemimpin rumah tangga. 4) Lelaki yang mampu membiayai hidup Islam melarang lelaki yang belum mampu membiayai kebutuhan rumah tangga menikah. Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan merupakan awal dari terwujudnya rumah tangga yang harmonis. Sebaliknya, Islam menganjurkan lelaki yang sudah mampu untuk segera menikah. Pemenuhan kebutuhan adalah tugas wajib bagi suami. Dan perlu dipahami bahwa yang dimaksud memenuhi kebutuhan bukanlah berarti kemewahan, tetapi pemenuhan kebutuhan sesuai kemampuan suami, yang
7 Didi Junaedi, Membina Rumah Tangga Islami di Bawah Ridlo Illahi, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), hlm 29

penting kebutuhan primer harus terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan bukanlah hal sepele, karena bila kebutuhan tidak terpenuhi, kadang bisa menyebabkan kurang khusyuk dalam beribadah. Apabila seorang wanita telah menemukan lelaki yang memenuhi kriteria di atas, Insya Allah rumah tangga yang didambakan akan tercapai, yakni rumah tangga yang mawaddah (kasih sayang), warrahmah (welas asih), dan sakinah (menentramkan hati). 2. Kriteria memilih calon istri

( . )
Artinya: Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda : Perempuan dinikahi karena empat faktor, yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah engkau memilih yang beragama, karena akan membawamu pada kebahagiaan. (H.R Bukhori)8 Dari hadits di atas, dapat dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki memilih istri, yaitu 1) Berdasarkan kekayaan Beberapa lelaki kadang memilih seorang wanita untuk dijadikan istri karena harta benda yang dimilikinya. Mereka berpikiran jika menikahi wanita kaya, maka tidak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tetapi perlu diperhatikan bahwa Rasulullah melarang memilih istri karena hartanya, Nabi
8 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm 81

bersabda yang artinya, Barang siapa menikahi seseorang karena kekayaannya, niscaya tidak akan bertambah kekayaannya, tetapi sebaliknya kemiskinanlah yang akan didapatnya.9 2) Berdasarkan nasabnya Yang dimaksud nasab ialah kedudukan seorang wanita dalam pandangan masyarakat. Lelaki yang memilih isti karena nasabnya berkeinginan agar kedudukannya juga dapat terangkat dengan tingginya kedudukan istri. Rasulullah memperingatkan dalam haditsnya yang artinya; Barang siapa menikahi seorang perempuan karena kebangsawanannya (kedudukannya), niscaya Allah tidak akan menambah, kecuali kehinaannya10 3) Berdasarkan kecantikannya Ada juga lelaki yang memilih istri karena kecantikan jasmaninya, dengan alasan bahwa dengan kecantikan yang dimiliki sang istri, suami tidak akan melihat perempuan-perempuan lain dan dapat menghindari perbuatan yang dilarang syariat Islam. Namun, Rasulullah SAW menegaskan bahwa kecantikan seorang wanita tanpa diimbangi dengan agama dan akhlak yang baik akan membawa kesengsaraan bagi suami.Beliau bersabda yang artinya : Janganlah menikahi seorang kecantikannya, menyesatkan. 4) Berdasarkan agamanya Dalam sabda Nabi di atas diungkapkan bahwa apabila seorang lelaki memilih istri karena agamanya, maka ia akan beruntung. Oleh karena itu, ketika hendak memilih seorang istri, lelaki harus memprioritaskan faktor agamanya. Tetapi, yang dimaksud agama
9 Didi Junaedi, Op Cit, hlm 39 10 Ibid, hlm 40

wanita semata-mata karena kecantikanya itu justru

jangan-jangan

bukan hanya wanita tersebut memeluk agama Islam, tetapi wanita yang benar-benar taat beribadah, menjalankan perintah agama dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama. Terdapat satu kriteria yang berlaku bagi kedua pihak, yakni calon suami dan istri, yaitu kafaah (kesederajatan). Yang dimaksud kafaah ialah kesepadanan antara calon suami dan keluarganya dengan calon istri dan keluarganya. Segolongan fuqoha sepakat bahwa kafaah yang berlaku hanya dalam hal agama. Namun, dalam madzhab Maliki, kemerdekaan juga ikut dipertimbangkan.Ada juga beberapa fuqoha yang berpendapat bahwa nasab, kekayaan, dan keselamatan dari cacat termasuk dalam lingkup kafaah. IV. KESIMPULAN Pernikahan adalah perkawinan dalam arti hubungan yang terjalin antara suami istri dengan ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun pernikahan. Pernikahan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia yang mampu untuk berkeluarga. Bagi para pemuda yang tidak sanggup memelihara rumah tangga atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, hendaklah ia bepuasa. Kriteria Memilih Calon Suami: 1) Lelaki yang seagama. 2) Lelaki yang kuat agamanya. 3) Lelaki yang berpengetahuan luas. 4) Lelaki yang mampu membiayai hidup. Ada 4 faktor yang menjadi dasar seorang lelaki mencari

istri, yaitu: 1) Berdasarkan kekayaan. 2) Berdasarkan nasabnya. 3) Berdasarkan kecantikannya. 4) Berdasarkan agamanya. Faktor ini merupakan yang paling baik daripada faktor yang lainnya. V. PENUTUP Demikian makalah ini kami buat. Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapakan. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

11

DAFTAR PUSTAKA As-Subki, Ali Yusuf, Dr. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara Daradjat, Zakiah, Prof, Dr. 1995. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf Ghozali, Abdul Rahman, Prof, Dr. 2008. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media Group Ismail, Didi Jubaedi, Drs. 2000. Membina Rumah Tangga Islam di Bawah Rida Illahi. Bandung: Pustaka Setia Syarifuddin, Prof, Dr. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media

You might also like