HUBUNGAN SISTEM HUKUM DAGANG DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA
DAN SISTEM HUKUM PERDATA
TAUFIQ NUR RAMADHAN 170610110075 ILMU ADMINISTRASI BISNIS UNIVERSITAS PADJAJARAN 2011
I. Hukum Dagang
A. DeIinisi Perdangangan Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Di zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan menjual barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan. Adapun pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi beberapa macam pekerjaan, misalnya : 1. Makelar, komisioner 2. Badan-badan usaha (assosiasi-assosiasi). Contoh : P.T, V.O.F 3. Asuransi 4. Perantara banker 5. Surat perniagaan untuk melakukan pembayaran, dengan cara memperoleh kredit, dan sebagainya. Orang membagi jenis perdagangan itu : 1. Menurut pekerjaan yang di lakukan perdagangan 2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan 3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan Adapun usaha perniagaan itu meliputi : 1. Benda-benda yang dapat di raba, dilihat serta hak-haknya 2. Para pelanggan 3. Rahasia-rahasia perusahaan. B. Definisi Hukum Dagang Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah 'Pada hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek, pengangkutan,basuransi dan kepalitan.
Sumber - Sumber Hukum Dagang Di Indonessia Ketentuan KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah Buku III tentang perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai Hipotik. KUHD yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari cabang- cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang Isi pokok daripada KUHD Indonesia adalah: 1. Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab. 2. Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran terdiri dari 13 bab. 3. Pengaturan di Luar KodiIikasi Sumber-sumber hukum dagang yang terdapat di luar kodiIikasi diantaranya adalah sebagai berikut; - UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas - UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal - UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Sumber-Sumber Hukum Dagang : 1. Kitab undang-undang hukum perdata 2. Kitab undang-undang hukum dagang, kebiasaan, yurisprudensi dan peraturan- peraturan tertulis lainnya antara lain undang-undang tentang bentuk-bentuk usaha negara (No.9 tahun 1969) 3. Undang-undang oktroi 4. Undang-undang tentang merek 5. Undang-undang tentang kadin 6. Undang-undang tentang perindustrian, koperasi, pailisemen dan lain-lain. Perantara dalam Hukum Dagang Pada zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan. Pemberian perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan seperti misalnya : 1. Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan sebagainya. 2. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara 3. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi. Pengangkutan Pengangkutan adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang mengusahakan alat pengangkutan. Di dalam hukum dagang di samping conossement masih di kenal surat-surat berharga yang lain, misalnya, cheque, wesel yang sama-sama merupakan perintah membayar dan keduanya memiliki perbedaan. Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat pembayaran keduanya memiliki Iungsi lain yaitu sebagai barang dagangan, suatu alat penagihan, ataupun sebagai pemberian kredit. Persetujuan Dagang Dalam hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain : 1. Firma 2. Perseroan komanditer 3. Perseroan terbatas 4. Koperasi Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan. Menurut ProI. Subekti, S.H berpendapat bahwa : Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena 'Hukum Dagang tidak lain adalah 'hukum perdata itu sendiri melainkan pengertian perekonomian. Hukum dagang dan hukum perdata bersiIat asasi terbukti di dalam : 1. Pasal 1 KUHD 2. Perjanjian jual beli 3. Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum. Hukum perdata adakalanya dipakai dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang. Soedawi Masjchoen SoIwan mengatakan hukum perdata yang diatur dalam KUHperdata disebut Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan hukum perdata dalam arti luas termasuk didalamnya hukum dagang. Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut: Adagium mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus yaitu KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum yaitu KUHperdata. ProI. Subekti S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD di samping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya "Hukum Dagang" tidaklah lain daripada "Hukum Perdata", dan perkataan "dagang" bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi. Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peraturan- peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
II. Hukum Pidana Menurut ProI. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan Sumber-Sumber Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain : 1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103). 2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488). 3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569). Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain : 1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi. 2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba. 3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.dll Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang- Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya. Hubungan Hukum Dagang Dengan Hukum Pidana Setelah pembahasan mengenai hukum pidana, tidak dapat dipungkiri bila hal hal yang berkaitan dengan pelanggaran pelanggaran dalam perdagangan. Seperti contoh, kasus Cohen dan Lindebaum merupakan dua buah perusahaan percetakan yang saling bersaing antara satu dengan lainnya. Kasus ini berawal dari penerimaan buruh Lindebaum oleh Cohen melalui suatu tindakan yang dinilai tidak etis dalam dunia usaha. Buruh Lindebaum tersebut dijanjikan banyak hadiah apabila mau pindah ke Cohen dengan syarat memberikan segala macam inIormasi maupun data miliknya yang berhubungan dengan jalannya kegiatan operasional Lindebaum. Selain itu, diberikan pula inIormasi mengenai pembelian, pemasok, penjualan, promosi, pelanggan, serta proses penentuan harga. Dari inIormasi yang diperolehnya, Cohen kemudian menyusun strateginya untuk merebut dan menguasai pangsa pasar Lindebaum. Lindebaum yang mengetahui hal tersebut mengajukan gugatan dengan dasar perbuatan melawan hukum. Di pengadilan tingkat pertama dan kedua, gugatan tersebut tidak berhasil, namun oleh Mahkamah Agung gugatan diterima. Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara eksplisit mengenai perjanjian antara buruh dengan pengusaha terhadap adanya kewajiban untuk menjaga rahasia dagang perusahaan tempatnya bekerja, baik dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang), peraturan perundangan di bidang perburuhan, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli), maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), bukan berarti tidak ada pengaturan terhadap hal tersebut. Dalam prakteknya, perjanjian mengenai rahasia dagang ini diatur dalam perjanjian kerja antara buruh dengan pengusaha. Secara pidana, tuntutan dapat dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang dan Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). Tuntutan yang dapat dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang, dasar hukumnya adalah pasal 13 dan pasal 17(1), yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran rahasia dagang berdasarkan UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hanya dapat dilakukan tuntutan apabila ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan (pasal 17(2)). Jadi pelanggaran rahasia dagang merupakan delik aduan. Pelanggaran terhadap rahasia dagang dalam KUHP masuk ke dalam lingkup kejahatan. Dasar hukum yang digunakan adalah pasal 322 ayat 1 KUHP dimana dinyatakan bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Jika pelanggaran rahasia dagang tersebut dilakukan setelah buruh itu tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut dan ia berada pada waktu dimana ia masih harus menjaga rahasia dagang tersebut maka ketentuan dalam KUHP yang digunakan tidak lagi pasal 322 ayat 1, tetapi menggunakan pasal 323 ayat 1. Pasal 323 ayat 1 menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Dalam pasal 323 ayat 2 disyaratkan pula adanya pengaduan dari pengusaha untuk dapat mengajukan tuntutan (delik aduan).Dapat dikatakan bila suatu pelanggaran tidak tercantum dalam hukum dagang, namun hukum pidana dapat menanganinya karena hukum pidan bersiIat hukum yang umum.
III. Daftar Pustaka
O http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/asas-asas-hukum-dagang.html O http://id.wikipedia.org/wiki/Hukumpidana