You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional yang memiliki personalitas hukum, memiliki hak-hak istimewa dan kekebalan. Huala Adolf mengutip pendapat Rosalyn Higgins

menyatakan bahwa : 1 Dalam suatu negara, organisasi internasional memiliki kekebalan tertentu terhadap jurisdiksi negara setempat. Kekebalan ini dipandang perlu untuk melaksanakan tujuan-tujuan dari organisasi internasional. Namun sampai sejauh mana organisasi internasional ini menikmati kekebalan menurut hukum (kebiasaan) internasional masih belum ada ketegasan.2 Pemberian kekebalan ini bukan hanya diberikan kepada organisasi internasional tersebut, tetapi juga kepada perwakilan negara-negara anggotanya, dan kepada para pejabat sipil internasionalnya.3 Pengaturan mengenai pemberian kekebalan terhadap suatu organisasi internasional biasanya dituangkan dalam instrumen pokok dari organisasi internasional serta dalam Headquarters Agreement

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm. 210 2 Ibid. 3 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 1990, hlm. 113

antara organisasi internasional tersebut dengan negara tuan rumah (host state). Kekebalan PBB selain diatur dalam Pasal 105 Piagam, juga diatur dalam Perjanjian Markas Besar antara PBB dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Swiss. Pemberian kekebalan kepada para pejabat tertentu dari Sekretariat PBB dan Badan-badan Khusus telah ditetapkan menurut Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 1946 dan Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations Specialized Agencies 1947.4 Pemberian kekebalan ini seringkali menimbulkan

permasalahan, terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban terhadap tindakan para pejabat sipil internasional (international civil servants), yang melakukan pelanggaran hukum di wilayah negara tuan rumah (host state) maupun di wilayah negara-negara anggota lainnya. Pasal 1 staff regulation of the United Nations mengatur bahwa pejabat sipil internasional PBB adalah mereka yang bekerja pada Sekretariat PBB.5 Dalam Pasal 97 Piagam disebutkan bahwa Sekretariat PBB terdiri dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan para staf yang diperlukan oleh Organisasi. Sifat internasional para pejabat sipil internasional dalam badan PBB tercermin dalam Pasal 100 Piagam,
4

Sumaryo Suryokusumo, Kekebalan dan Keistimewaan Bagi Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Beserta Para Pejabatnya, Saresehan Mengenai Konvensi Wina 1961 dan 1963 tentang Pemberian Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Diplomatik, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 2 Maret 2010 5 Article I Rule 1.1 (a) Staff Regulations of the United Nations and Provisional Staff Rules, Secretary-Generals Bulletin ST/SGB/2009/7

bahwa dalam menjalankan tugasnya, Sekjen beserta stafnya tidak diperbolehkan mencari atau menerima instruksi dari pemerintah manapun atau wewenang apapun di luar PBB. Mereka tidak akan melakukan tindakan apapun yang dapat mempengaruhi posisinya sebagai pejabat sipil internasional yang hanya bertanggungjawab kepada PBB.6 Para pejabat sipil internasional atau staf sekretariat PBB ini diangkat oleh Sekjen berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB.7 Sumaryo Suryokusumo menguraikan klasifikasi pejabat sipil internasional berdasarkan jabatannya, menyatakan sebagai berikut : 8 Susunan pejabat sipil internasional PBB adalah sebagai berikut : (i) Secretary General (UN-SG) (ii) Under-Secretaries General (USG) (iii) Assistant Secretaries General (ASG) (iv) Directors (D2 and D1 levels) (v) Professional (P5, P4, P3, P2 and P1 levels) (vi) General Services (G-levels) General Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 1946,9 telah mengatur bahwa kekebalan yang

diberikan kepada pejabat sipil internasional hanya diakui terhadap tindakan-tindakan mereka dalam menjalankan fungsinya.10 Pada
6

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni, Bandung, 1993., hlm. 141 7 Pasal 101 Piagam PBB 8 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus, Op.cit., hlm. 140-141 9 Selanjutnya Penulis akan menyebut General Convention on the Priviliges and Immunities of the United Nations ini dengan menggunakan istilah General Convention. 10 Art. V Section 18 General Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 1946.

praktiknya pengadilan nasional negara-negara anggota sering kali menemui kesulitan dalam menentukan apakah tindakan pejabat sipil internasional tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan fungsinya (in their official capacity) atau merupakan tindakan mereka sebagai pribadi (private act). Dalam beberapa kasus penyalahgunaan kekebalan oleh para pejabat sipil internasional, tindakan pelanggaran hukum yang mereka lakukan dianggap sebagai bagian dari official capacity sehingga kekebalan mereka tetap diakui walaupun tindakan mereka tidak berhubungan dengan pelaksanaan fungsi PBB. Pejabat sipil internasional yang melakukan pelanggaran hukum tidak dapat diadili oleh pengadilan negara-negara anggota karena mereka memiliki kekebalan. Dalam General Convention diatur mengenai kemungkinan penanggalan kekebalan (waiver of Immunity) oleh Sekjen,11 namun praktik penanggalan kekebalan tersebut jarang sekali dilakukan, terutama untuk mereka yang memegang jabatan penting dalam Sekretariat PBB. Berbeda dengan pemberian kekebalan kepada para diplomat dan konsul, pemberian kekebalan kepada para pejabat sipil internasional tidak didasarkan pada prinsip timbal balik. Dalam Konvensi Wina 1961 diatur bahwa meskipun para diplomat memiliki kekebalan terhadap jurisdiksi negara penerima, mereka tetap memiliki kewajiban untuk menghormati hukum nasional negara penerima.12
11

Art. V section 20 General Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 1946. 12 Pasal 41 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik.

Sekalipun para diplomat tidak tunduk kepada hukum negara penerima, ia tetap tunduk kepada hukum negaranya. Sehingga ketika ia melakukan pelanggaran hukum, negara pengirim memiliki jurisdiksi untuk mengadili diplomat tersebut. Sedangkan organisasi

internasional tidak mempunyai jurisdiksi yang serupa itu terhadap para pejabat sipil internasionalnya.13 Ketika para pejabat sipil internasional ini melakukan tindak pidana, PBB tidak dapat mengadili dan menjatuhkan sanksi pidana terhadap mereka. Meskipun terdapat badan investigasi internal di PBB yang berwenang untuk menyelidiki dan memberikan rekomendasi mengenai penjatuhan sanksi terhadap para pejabat sipil internasional yang melakukan pelanggaranpelanggaran, namun sanksi yang dijatuhkan hanya berupa sanksi administratif dengan hukuman terberat yakni diberhentikan dari jabatannya.14 Jika terhadap pejabat sipil internasional yang melakukan tindak pidana hanya dijatuhi sanksi administratif demikian, tentu hal tersebut sangat tidak adil. Pada beberapa kasus yang terjadi, badan investigasi internal PBB ini bahkan tidak dapat menjatuhkan sanksi apapun terhadap para pejabat sipil internasional yang melakukan tindak pidana. Keputusan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat sipil internasional merupakan wewenang dari

13

D. W. Bowett, Hukum Organisasi Internasional, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm. 438. 14 Rule 10.2 (a) (ix) Staff Regulations of the United Nations and Provisional Staff Rules, Secretary-Generals Bulletin ST/SGB/2009/7

Sekjen. Sekjen mempunyai hak untuk menerima atau menolak laporan penyelidikan dan rekomendasi penjatuhan sanksi dari badan investigasi internal, sehingga keputusannya akan bersifat subjektif. Seperti dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pejabat United Nations Development Programme (UNDP), Yusuf Mansyur, terhadap staffnya, Joumana Al-Mahayni. Pada kasus ini, Al Mahayni mengajukan tuntutannya melalui badan investigasi internal UNDP. Namun sebelum penyelidikan selesai dilakukan, Yusuf Mansyur telah berhenti dari jabatannya, sehingga penyelidikan dihentikan karena badan investigasi internal tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penjatuhan sanksi kepada mantan pejabat sipil internasional PBB. Yusuf Mansyur tidak mendapatkan sanksi apapun atas tindakan pelecehan seksualnya tersebut. Kasus lain yang berhubungan dengan kekebalan pejabat sipil internasional adalah kasus Brzak v. United Nations. Dalam kasus ini, Cynthia Brzak, Warga negara Amerika Serikat yang bekerja pada United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), telah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh atasannya sendiri, Ruud Lubbers, Pejabat Sipil Internasional UNHCR yang merupakan mantan perdana Menteri Belanda. Pada kasus ini, meski badan investigasi internal PBB dalam laporannya menyatakan Lubbers bersalah. Namun laporan tersebut dinyatakan tidak diterima oleh Sekjen PBB, sehingga pada akhirnya

Lubbers tidak dijatuhi sanksi apapun. Brzak kemudian mengajukan tuntutan di Pengadilan Amerika Serikat, yang pada akhirnya menolak tuntutan Brzak dengan alasan diakuinya kekebalan pejabat sipil internasional. Kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa penjatuhan sanksi pidana terhadap pejabat sipil internasional yang melakukan tindak pidana sangat sulit untuk dilakukan, karena mereka memiliki kekebalan. Untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian terhadap mereka di pengadilan nasional negara-negara anggota juga akan selalu berbenturan dengan pengakuan kekebalan yang dimiliki oleh PBB di wilayah negara-negara anggotanya berdasarkan Pasal 105 Piagam. Pemberian internasionalnya kekebalan menimbulkan kepada PBB dan pejabat sipil

ketidakadilan

karena

kekebalan

tersebut menyebabkan PBB dan pejabat sipil internasionalnya menjadi tidak dapat diadili atas tindakannya yang merugikan korban. Kekebalan terhadap jurisdiksi seharusnya tidak boleh dikacaukan dengan kekebalan dari tanggung jawab. Advisory Opinion ICJ dalam kasus antara Malaysia dengan PBB (Difference Relating to Immunity from Legal Process of a Special Rapporteur of The Commission of Human Right) menyatakan bahwa kekebalan terhadap proses hukum ini berbeda dengan masalah kompensasi terhadap kerugian yang

disebabkan oleh tindakan PBB ataupun oleh tindakan agen-agen PBB dalam menjalankan fungsinya.15 Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana hukum

internasional mengatur mengenai batasan untuk menentukan apakah tindakan pejabat sipil internasional PBB adalah merupakan

tindakannya dalam menjalankan fungsinya (official capacity) atau tindakannya sebagai pribadi (private act)? Bagaimana kewajiban PBB atas tindakan pelanggaran hukum (penyalahgunaan kekebalan) yang dilakukan oleh para pejabat sipil internasionalnya yang mendapatkan kekebalan berdasarkan hukum internasional? Dengan latar belakang seperti yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menulis sebuah skripsi yang berjudul: TANGGUNG JAWAB PBB TERHADAP PENYALAHGUNAAN KEKEBALAN OLEH PEJABAT SIPIL INTERNASIONAL

(INTERNATIONAL CIVIL SERVANTS) BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

B. Identifikasi Masalah

15

ICJ Advisory Opinion, Difference Relating to Immunity from Legal Process of a Special Rapporteur of The Commission of Human Right, 29 April 1999, par. 66

Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini terdiri dari dua hal sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik PBB dalam memberikan batasan antara private capacity dengan official capacity pada kasus-kasus

penyalahgunaan kekebalan oleh para pejabat sipil internasional PBB? 2. Bagaimana tanggung jawab PBB ketika terjadi penyalahgunaan kekebalan oleh pejabat sipil internasional PBB yang dilakukan dalam official capacity?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana praktik PBB dalam menentukan apakah tindakan penyalahgunaan kekebalan oleh pejabat sipil internasional merupakan tindakan mereka dalam private capacity atau official capacity, terkait dengan pemberian kekebalan fungsional kepada para pejabat sipil internasional. 2. Untuk mengetahui bagaimana hukum internasional mengatur mengenai tanggung jawab organisasi internasional (PBB) ketika terjadi penyalahgunaan kekebalan yang dilakukan oleh pejabat sipil internasional, termasuk juga tanggung jawab terhadap korban ketika tidak adanya penanggalan kekebalan oleh PBB. D. Kegunaan Penelitian

10

Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi teoretis maupun dari segi praktis yaitu: 1. Kegunaan Teoretis Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan Hukum Internasional. 2. Kegunaan Praktis. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada para pihak yang bersangkutan di dalam merumuskan suatu instrumen hukum, baik instrumen hukum nasional maupun hukum internasional, yang secara jelas mengatur mengenai tanggung jawab organisasi internasional yang timbul karena tindakan yang dilakukan oleh para pejabat sipil internasional yang melakukan penyalahgunaan kekebalan (pelanggararan hukum), serta

mengenai pengaturan penjatuhan hukuman terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh para pejabat sipil internasional tersebut.

E. Kerangka Pemikiran Organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional telah dapat diterima secara luas oleh banyak wewenang hukum antara lain Mahkamah Internasional dalam kasus Reparation for Injuries Suffered in the Service of The United Nations case 1949, yang antara lain dinyatakan bahwa PBB merupakan subjek hukum internasional dan mampu untuk melaksanakan hak dan kewajiban

11

internasional dan karena itu badan tersebut mempunyai kapasitas untuk mempertahankan haknya untuk mengajukan tuntutan

internasional.16 Organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk instrumen pokok apapun, akan memiliki personalitas hukum di dalam hukum internasional. Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak,

membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara lainnya.17 Dalam hal pembentukan organisasi internasional seperti PBB pada waktu merumuskan piagam dalam Konferensi Internasional mengenai Organisasi Internasional di San Francisco pada bulan April 1945, tidak secara khusus dicantumkan masalah personalitas hukum kecuali yang termuat dalam Pasal 104 Piagam, yaitu bahwa badan PBB dapat memiliki kapasitas hukum di wilayah setiap negara anggotanya dalam rangka melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan badan tersebut.18 Kapasitas hukum yang diartikan dalam Pasal 104 Piagam tersebut kemudian diberi batasan dalam kaitannya dengan juridical

16 17

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus.. , Op.cit., Alumni, Bandung, 1993, hlm. 53-54 Ibid., hlm. 54 18 Ibid., hlm. 57

12

personality dalam General Convention sebagaimana tersebut dalam Pasal I ayat 1 :19 The United Nations shall possess juridical personality. It shall have the capacity : a. to contract. b. to acquire and dispose of immovable property c. to institute legal proceeding.

Personalitas hukum organisasi internasional dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum negara dimana negara tersebut menjadi negara tuan rumah atau markas besar suatu organisasi internasional (personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum nasional) dan personalitas hukum dalam kaitannya dengan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya (personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum internasional).20 Personalitas hukum organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum nasional, pada hakikatnya menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu sendiri yang berada di wilayah suatu negara anggota, bagi wakil-wakil dari negara anggota dan bagi pejabat-pejabat sipil internasional yang bekerja pada organisasi internasional tersebut.21

19 20

Ibid. Ibid., hlm. 58 21 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi.., Op.cit., UI-Press, Jakarta, 1990, hlm. 116

13

Personalitas hukum dari suatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum internasional, pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara-negara anggotanya, termasuk kesatuan (entity) lainnya.22 Suatu organisasi internasional hanya dapat melaksanakan kapasitas hukum yang dimilikinya dalam batas-batas dan untuk tujuan yang telah ditetapkan oleh piagam konstitutif organisasi tersebut. Dengan demikian, personalitas hukum yang dimiliki suatu organisasi internasional adalah bersifat fungsional.23 Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara untuk melakukan berbagai kegiatan, organisasi internasional dilengkapi dengan hak-hak istimewa dan kekebalan.24 Hak-hak istimewa dan kekebalan ini tidak hanya diberikan kepada organisasi internasional tersebut, tetapi juga kepada perwakilan tetap negara anggotanya dan para pejabat sipil internasionalnya. Hak-hak istimewa dan kekebalan ini hampir sama dengan apa yang diberikan sudah sejak lama kepada misi-misi diplomatik asing yang berada di suatu negara. Tujuannya adalah agar organisasi-

22 23

Ibid., hlm. 120 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2, PT Alumni, Bandung, 2008, hlm. 480 24 Ibid., hlm. 498

14

organisasi internasional itu dapat memperoleh kebebasan yang diperlukan bagi pelaksanaan fungsinya dengan baik dan lancar.25 Ketentuan pemberian kekebalan dan keistimewaan terhadap organisasi internasional, biasanya diatur dalam instrumen pokok organisasi internasional tersebut. Pengaturan dalam instrumen pokok akan memberikan kewajiban kepada negara-negara anggota dari organisasi internasional untuk menghormati kekebalan tersebut. Kekebalan PBB diatur dalam pasal 105 piagam yang mengatur bahwa PBB, termasuk perwakilan negara-negara anggotanya serta pejabat sipil internasionalnya, memiliki kekebalan di wilayah negara-negara anggota PBB. Pengaturan mengenai kekebalan organisasi internasional juga dituangkan dalam perjanjian markas besar yang dibuat antara organisasi internasional tersebut dengan negara tuan rumah (host state) dimana markas besar suatu organisasi internasional tersebut berada, yang disebut dengan Headquarters Agreement seperti yang dibuat antara PBB dengan Amerika Serikat. Secara khusus mengenai kekebalan dan keistimewaan pejabat sipil internasional PBB diatur dalam Convention on the Privileges and Immunities of United Nations 1946 (General Convention). Pasal V seksi 18 (a) General Convention mengatur bahwa pejabat sipil internasional PBB memiliki kekebalan dari segala proses hukum,

25

Ibid. hlm 498-499

15

berkaitan

dengan

pernyataan

dan

tindakan

mereka

dalam

menjalankan fungsinya (in their official capacity). Pemberian kekebalan fungsional kepada para pejabat sipil internasional PBB tersebut menimbulkan kewajiban internasional bagi negara tuan rumah dan negara-negara anggota PBB untuk

menghormati dan menjamin kekebalan para pejabat sipil internasional tersebut. Kekebalan fungsional diakui hanya terhadap kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi atau tugas dari PBB. Sehingga, tindakan para pejabat sipil yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan fungsi atau tugas PBB dianggap sebagai tindakannya sebagai pribadi (private act) yang bukan merupakan cakupan dari kekebalan fungsional. Kekebalan fungsional yang diberikan kepada para pejabat sipil internasional PBB, terhadap proses hukum berkaitan dengan segala pernyataan dan perbuatannya dalam official capacity, mengakibatkan para pejabat sipil internasional PBB tersebut kebal terhadap hukum nasional dari negara-negara anggotanya. Headquarters Agreement antara Amerika Serikat dengan PBB mengatur bahwa selama tidak diatur dalam perjanjian ini dan dalam General Convention, Amerika Serikat dapat mempunyai jurisdiksi terhadap tindakan-tindakan dan transaksi-transaksi yang terjadi di dalam Headquarters district.26 Namun dalam Headquarters Agreement
26

Agreement Between the United Nations and the United States Regarding the Headquarters of the United Nations,(Headquarters Agreement) Signed June 26, 1947 and Approved by General Assembly October 31, 1947, Article III Section 7 (b) & (c)

16

juga diatur bahwa manakala Amerika Serikat menghadapi kasuskasus yang terjadi di dalam Headquarters District, Amerika Serikat harus memperhatikan peraturan-peraturan yang dibuat oleh PBB yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi dalam Headquarters District. Hukum Amerika hanya dapat berlaku selama tidak

bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam Headquarters District.27 Headquarters District juga memiliki kekebalan dan tidak boleh diganggu gugat (inviolable), alat-alat negara Amerika tidak boleh memasuki wilayah tersebut tanpa seizin Sekjen.28 Ketentuan-ketentuan tersebut juga mempersulit negara tuan rumah (Amerika Serikat) untuk menerapkan jurisdiksinya terhadap tindak pidana yang terjadi dalam wilayah Headquarters District. Sekalipun Amerika mempunyai jurisdiksi untuk mengadili tindak pidana yang terjadi di wilayah markas besar PBB, namun jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh pejabat sipil internasional PBB, maka Amerika tidak dapat menerapkan jurisdiksinya sehubungan dengan diakuinya kekebalan para pejabat sipil internasional PBB tersebut. Para pejabat sipil internasional PBB yang melanggar hukum menjadi tidak dapat dituntut dan diadili baik oleh negara tuan rumah maupun negara-negara anggota PBB lainnya, kecuali jika Sekjen telah menyatakan secara resmi mengenai penanggalan kekebalan yang dimiliki oleh pejabat sipil internasional PBB. Pasal V seksi 20
27 28

Headquarters Agreement, Article III section 8 Headquarters Agreement, Article III section 9 (a)

17

General Convention mengatur bahwa Sekjen PBB memiliki hak dan kewajiban untuk menanggalkan kasus-kasus kekebalan yang para pejabat sipil

internasional,

pada

menurutnya,

kekebalan

tersebut akan menghambat proses peradilan. Pemilikan personalitas hukum telah mengharuskan organisasi internasional untuk menghormati hukum internasional.29 Demikianlah tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional dalam mana organisasi internasional itu adalah pihak, merupakan pelanggaran internasional yang harus dipertanggungjawabkan.30 Suatu tindakan organisasi internasional yang tidak sah secara internasional (internationally wrongful act) melahirkan tanggung jawab internasional dari organisasi internasional.31 Dalam ILC Draft Articles on Responsibility of International Organizations32 diatur bahwa salah satu bentuk pelanggaran

internasional yang dilakukan oleh organisasi internasional adalah tindakan-tindakan ataupun kelalaian yang dapat diatribusikan kepada organisasi internasional menurut hukum internasional.33 Tindakan yang dapat diatribusikan kepada organisasi internasional adalah

29 30

Boer Mauna, Op.cit., hlm. 483 Ibid. 31 ILC Draft Articles on Responsibility of International Organizations Adopted by the Commission at its 3030th meeting on 30th August 2009, art 3 32 Selanjutnya Penulis akan menyebut ILC draft Articles on Responsibility of International Organizations ini dengan menggunakan istilah draft articles. 33 ILC Draft Articles on Responsibility of International Organizations art 4 (a)

18

tindakan dari organ atau agen suatu organisasi internasional dalam menjalankan fungsinya.34 Pasal 2 draft articles mengatur bahwa :35 agents includes officials and other persons or entities through whom international organization acts

Berdasarkan

ketentuan

tersebut,

maka

tindakan

penyalahgunaan kekebalan oleh pejabat sipil internasional sebagai pegawai atau agen dari suatu organisasi internasional, yang dianggap sebagai bagian dari official capacity dan dapat diatribusikan kepada PBB, akan dianggap sebagai suatu tindakan organisasi internasional yang tidak sah secara internasional (internationally wrongful act) dan melahirkan tanggung jawab internasional dari PBB.

F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan baik itu Konvensi Internasional maupun Undang-Undang yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum. Contoh: a. Charter of The United Nations.

34 35

ILC Draft Articles on Responsibility of International Organizations art 5 (1) ILC Draft Articles on Responsibility of International Organizations art 2.

19

b. Convention on The Privileges and Immunities of The United Nations 1946. c. Convention on The Privileges and Immunities of the Specialized Agencies 1947. d. ILC Draft Articles on Responsibility of International

Organizations Adopted by the Commission at its 3030th meeting on August 30, 2009 e. Staff Regulations of the United Nations and Provisional Staff Rules, Secretary-Generals Bulletin ST/SGB/2009/7 f. Agreement Between the United Nations and the United States Regarding the Headquarters of the United Nations, Signed June 26, 1947, and Approved by the General Assembly October 31, 1947

2. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini ialah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum dan perbandingan hukum sebagai alat untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi.

3. Teknik Pengumpulan Data

20

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dengan penelitian kepustakaan serta wawancara dengan pejabat terkait. Penelitian kepustakaan yaitu mengkaji bahan-bahan

kepustakaan untuk mengumpulkan sumber data sekunder. Bahan Kepustakaan yang menjadi sumber data sekunder tersebut terdiri dari: a. Bahan-bahan Hukum Primer Berupa peraturan-peraturan ataupun konvensi-konvensi

internasional yang diakui, diratifikasi dan dilaksanakan oleh negara-negara di dunia dan peraturan-peraturan ataupun undang-undang yang mengatur mengenai kekebalan dan keistimewaan organisasi internasional, termasuk perwakilan tetap negara-negara anggotanya serta para pejabat sipil internasionalnya. b. Bahan-bahan Hukum Sekunder Berupa pendapat-pendapat para ahli hukum maupun hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan kekebalan pejabat sipil internasional internasional. c. Bahan-bahan Hukum Tersier Berupa bahan yang berisikan tentang informasi bahan-bahan yang bukan merupakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, situs-situs internet, dan mengenai tanggung jawab organisasi

21

artikel dalam koran maupun majalah, jurnal hukum serta literatur-literatur lainnya.

4. Metode Analisis Data Setelah seluruh data yang menunjang penulisan skripsi ini terkumpul, maka dilakukan analisis secara normatif kualitatif. Normatif berarti penelitian didasarkan pada asas-asas hukum serta norma-norma hukum yang bertitik tolak pada peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif. Kualitatif berarti penelitian dilakukan dengan memberikan uraian sitematis yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk uraian. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengungkapkan kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian yang berupa penjelasan-penjelasan yang tidak dirumuskan melalui perhitungan secara matematis.

5. Lokasi Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penelitian dilakukan di lokasi tersebut dibawah ini: a. Perpustakaan Fakultas Hukum UNPAD b. Perpustakaan CISRAL - UNPAD c. United Nations Information Centre Library, Jakarta

G. Sistematika Penulisan

22

Didalam menyusun karya tulis ini, penulis akan membuat suatu sistematika pembahasan permasalahan hukum yang dikemukakan diatas dalam suatu sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I akan dibahas mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

Kerangka Penulisan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEKEBALAN PEJABAT SIPIL INTERNASIONAL PBB DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

ORGANISASI

INTERNASIONAL

BERDASARKAN

INTERNASIONAL Pada Bab II akan diuraikan mengenai teori-teori, konsep-konsep, serta berbagai peraturan yang mengatur mengenai kekebalan yang dimiliki oleh organisasi internasional (PBB) dan kekebalan para pejabat sipil internasional dari organisasi internasional tersebut. Akan diuraikan pula mengenai tangung jawab organisasi internasional berdasarkan hukum internasional.

BAB III PENYALAHGUNAAN KEKEBALAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT SIPIL INTERNASIONAL PBB

23

Pada Bab III akan diuraikan mengenai kasus-kasus penyalahgunaan kekebalan yang dilakukan oleh para pejabat sipil internasional PBB.

BAB

IV

TANGGUNG

JAWAB

PBB

TERHADAP SIPIL

PENYALAHGUNAAN INTERNASIONAL

KEKEBALAN

OLEH

PEJABAT

Pada Bab IV akan dibahas mengenai tanggung jawab PBB terhadap penyalahgunaan kekebalan oleh pejabat sipil internasionalnya, baik tanggung jawab terhadap korban maupun tanggung jawab penjatuhan hukuman atau sanksi kepada pejabat sipil internasional yang melakukan penyalahgunaan kekebalan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan Bab terakhir di dalam penulisan karya tulis ini dimana didapatkan suatu kesimpulan dari keseluruhan uraian karya tulis dan dibuat beberapa saran atau rekomendasi yang dianggap perlu dari kesimpulan yang telah diuraikan tersebut.

You might also like