You are on page 1of 10

TONSILITIS AKUT

DISUSUN OLEH
Hafiz Bin Ibrahim
030.05.254

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 31 MEI - 2 JULI 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

TonsiIitis Akut

Definisi
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama
Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Jenis Streptokokus meliputi Streptokokus
hemolitikus, Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri penyebab
tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus
influenzae. Hemofilus influenzae menyebabkan tonsilitis akut supuratif.
Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10
tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan makanan.
Anatomi
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain
adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang
tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat
orifisium tuba eustachius.
a.Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

Lateral m. konstriktor faring superior
Anterior m. palatoglosus
Posterior m. palatofaringeus
Superior palatum mole
nferior tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
linfoid).
b. Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring

superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari
palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang
ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah
bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-
hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian
atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal
lidah dan dinding lateral faring.
c. Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut
kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi
menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
d. Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis
yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini
dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi
yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
e. Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu 1) A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina
asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A.
lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4) A. faringeal asenden. Kutub bawah
tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A.
palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena
dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
f. Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen
tidak ada.
g. Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

h. munologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil
adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim
imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs
(antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel
limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B,
limfosit T, sel plasma dan sel pembawa gG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama
produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
i. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid
terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-
masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi.
PatoIogi TonsiIitis Akut
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang
terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang
disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada
permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat
sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri
terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang
terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis
akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis
lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang
menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut

didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis


difteri, dan scarlet fever.
Diagnosis TonsiIitis Akut
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian berubah
menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini
semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini
dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga
(otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus (X).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan
nafsu makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar
seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy
voice. Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris
akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus
yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran.
smus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior
juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang
angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.
KompIikasi TonsiIitis Akut
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses
peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik
dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan
infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut &
glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler
(plebitis).
Terapi TonsiIitis Akut
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-
limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik. Pasien
dianjurkan istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan pengobatan simtomatik
berupa analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Berikan
antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang menganjurkan pemberian
antibiotik hanya pada pasien bayi dan orang tua. Tonsilektomi dilakukan jika terdapat
indikasi.

TonsiIektomi

Definisi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di
nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.
Indikasi TonsiIektomi
ndikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih
utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif
tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini
masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak
menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.
1.Indikasi AbsoIut
a.Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b.Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c.Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d.Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi ReIatif
a.Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
b.Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
c.Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten
Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat
dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah
mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan
keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.
Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,
kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak
sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil ("cryptic

tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga
dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. ndikasi tonsilektomi
mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut
dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi
karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam
nyawa.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan
imbang "manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:
1.Gangguan perdarahan
2.Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3.Anemia
4.nfeksi akut yang berat
Anamnesis dan Rekam Medik
Riwayat kesehatan. Adanya penyulit seperti asma, alergi, epilepsi, kelainan
maksilofasial pada anak dan pada orang dewasa asma, kelainan paru, diabetes
melitus, hipertensi, epilepsi, dll.riwayat kelahiran (trauma lahir, berat dan usia
kelahiran), imunisasi, infeksi terakhir terutama infeksi saluran napas khususnya
pneumonia, Penyakit kronik terutama paru-paru dan jantung, kelainan anatomi, obat
yang sedang dan pernah digunakan beserta dosisnya. Riwayat operasi terdahulu dan
riwayat anestesi

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Status gizi: malnutrisi ,Penilaian jantung dan paru: peningkatan
tekanan darah, murmur pada jantung, tanda-tanda gagal jantung kongestif dan penyakit
paru obstruktif menahun. Perlu perhatian khusus terutama bagi dokter spesialis THT
untuk pasien dengan penyulit berupa kelainan anatomis, kelainan kongenital di daerah
orofaring dan kelainan fungsional. Pada pasien ini, kelainan yang telah ada dapat
menyulitkan proses operasi. Selain itu penting untuk mendokumentasikan semua
temuan pemeriksaan fisik dalam rekam medik.

Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan hasil kajian HTA ndonesia 2003 tentang persiapan rutin prabedah elektif,
maka pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah
sebagai berikut:

1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit


2)Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT
Informed consent
nformed consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan
komplikasi yang potensial akan dialami pasien.
Persiapan praoperasi
Puasa harus dilakukan sebelum operasi dilakukan berdasarkan umur pasien.

Teknik Operasi TonsiIektomi
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1
Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Selama
bertahun-tahun, berbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan.
Sampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih
menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak
seperti kebanyakan operasi dimana luka sembuh per primam, penyembuhan luka pada
tonsilektomi terjadi per sekundam.
Diskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti
nyeri, perdarahan perioperatif dan pascaoperatif serta durasi operasi. Selain itu juga
ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi
yang mendukung. Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di
samping teknik tonsilektomi standar.
Di ndonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi.
1.GuiIIotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal
sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Namun tidak ada
literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotom
modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari
sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang
untuk memotong uvula yang edematosa atau elongasi.
Laporan operasi tonsilektomi pertama dilakukan oleh Celcus pada abad ke-1, kemudian
Albucassis di Cordova membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan
pengobatan secara lengkap dengan teknik tonsilektomi yang menggunakan pisau
seperti guillotine. Greenfield Sluder pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20
merupakan seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik Guillotine dalam

tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat


Guillotin.
Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih banyak digunakan. Hingga
dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih
aman untuk digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang yang
melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di
ndonesia, terutama di daerah masih lazim dilkukan cara ini dibandingkan cara diseksi.
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat,
komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.
2.Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Hanya sedikit ahli
THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder. Di negara-negara
Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal
pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka lebih
banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan
pada pasien anak.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang
lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien
menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi:
memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari
kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan
manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan.
Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan
mouth gag pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus
diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan
bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah.
Mouth gag paling baik ditempatkan dengan cara membuka mulut menggunakan jempol
dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis
tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung
bilah tidak mengenai palatum superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan
perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di
tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag dibuka. Tindakan ini
harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan kerusakan mukosa
orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan
secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir
tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan
inferior tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum
memulai operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan
molle.

Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah
untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa
ukuran. Anak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki
dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang
kecil. ntubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli
bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.
PenyuIit
Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan
tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:
1.Kelainan anatomi:
Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)
Kelainan maksilofasial dan dentofasial
2.Kelainan pada komponen darah:
Hemoglobin < 10 g/100 dl
Hematokrit < 30 g%
Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)
3.nfeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain
4.Penyakit jantung kongenital dan didapat (MS)
5.Multiple Allergy
6.Penyakit lain, seperti:
Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular
Obesitas, kejang demam, epilepsi

You might also like