You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Faringitis dan tonsilitis sering


ditemukan bersamaan. TonsiloIaringitis
merupakan peradangan yang berulang pada
tonsil dan Iaring yang memiliki Iaktor
predisposisi antara lain rangsangan kronis
seperti rokok, makanan tertentu, higiene
mulut yang buruk, pasien yang biasa
bernapas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan
tonsiloIaringitis terdahulu yang tidak
adekuat
Etiologi tonsiloIaringitis akut 50
adalah inIeksi kuman seperti Streptokokus
alIa kemudian diikuti StaIilokokus aureus,
Streptokokus B hemolitikus grup A,
StaIilokokus epidermidis dan kuman gram
negatiI berupa Enterobakter, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella dan E. coli
Keluhan pada tonsilitis kronis berupa
nyeri pada tenggorokan atau nyeri telan
ringan yang bersiIat kronik, menghebat bila
terjadi serangan akut, rasa mengganjal di
tenggorok, mulut berbau, badan lesu, naIsu
makan berkurang dan sakit kepala. Pada
adenoiditis kronis, terjadi buntu hidung dan
tidur mendengkur (ngorok). Pemeriksaan
Iisik tonsil umumnya membesar dan
permukaan tidak rata, pada serangan akut,
tonsil hiperemis, kripta melebar dan terisi
detritus, detritus keluar jika tonsil ditekan,
arkus anterior dan posterior hiperemis. Pada
rhinoskopi anterior, Ienomena palatum mole
negatiI, kadang tertutup sekret mukopurulen.
Pembesaran tonsil pada pasien ini
adalah T3-T3. Pembesaran tonsil ini diukur
menurut derajatnya terhadap uvula. Semakin
besar, akan semakin mendekati uvula. Besar
tonsil ditentukan sebagai berikut:
T0 : tonsil di dalam Iosa tonsil
atau telah diangkat
T1 : bila besarnya / jarak arkus
anterior dan uvula
T2 : bila besarnya jarak arkus
anterior dan uvula
T3 : bila besarnya / jarak arkus
anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapai
arkus anterior atau lebih
Sebagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan
apus tonsil untuk mengetahui bakteri
penyebab serta untuk menentukan terapi
namun hal ini tidak dilakukan.
Indikasi Tosilektomi:
Indikasi absolut
1. HipertroIi tonsil yang menyebabkan:
obstruksi saluran napas misal pada
osas (obstructive sleep apnea
syndrome), disIagia berat yang
disebabkan obstruksi, gangguan
tidur, gangguan pertumbuhan
dentoIacial, gangguan bicara
(hiponasal), komplikasi
kardiopulmoner,
2. Riwayat abses peritonsil.
3. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi
untuk menentukan patologi anatomi
terutama untuk hipertroIi tonsil
unilateral.
4. Tonsilitis kronik atau berulang
sebagai Iokal inIeksi untuk penyakit-
penyakit lain.

Indikasi Relatif
1. Terjadi 7 episode atau lebih inIeksi
tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5
episode atau lebih inIeksi tonsil tiap
tahun pada 2 tahun sebelumnya atau
3 episode atau lebih inIeksi tonsil
tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya
dengan terapi antibiotik adekuat.
2. Kejang demam berulang yang
disertai tonsilitis.
3. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang
tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
4. Tonsilitis kronik atau berulang pada
karier streptokokus B-hemolitikus
yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik resisten -
laktamase.
Tonsilektomi pada pasien ini telah
sesuai indikasi di atas. Namun pada pasien
ini menunggu sampai proses radang
berkurang dengan menilai tanda-tanda
radang pada tonsil dan angka leukosit yang
sesuai dengan nilai rujukan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari komplikasi
selama dan pasca operasi serta prognosis
yang lebih baik. Operasi tonsilektomi pada
anak-anak tidak selalu disertai
adenoidektomi, indikasi hanya bila
ditemukan pembesaran adenoid.
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi
dengan menjaga higiene mulut yang baik,
obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi.
Pengobatan tonsilitis kronis dengan
menggunakan antibiotik oral perlu diberikan
selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang
dapat diberikan adalah golongan penisilin
atau sulIonamida, namun bila terdapat alergi
dapat diberikan eritromisin atau klindamisin.
Pada pasien ini diberikan Amoxicillin tab 3
x 250 mg.
Prognosis tonsiloIaringitis kronis ini
biasanya baik jika causanya dikoreksi dan
daya tahan tubuh pasien baik serta
menghindari Iaktor-Iaktor predisposisi.
1

Metode
Laporan kasus dengan mengambil
data primer (dilakukan dengan melakukan
anamnesis serta pemeriksaan Iisik,
kemudian dilanjutkan dengan kunjungan
rumah serta pertemuan dengan pasien secara
berkala) dan data sekunder (dengan melihat
rekam medis dan status antropometris).
DiidentiIikasi masalah-masalah yang
ada pada pasien serta dilakukan tata laksana
komprehensiI berdasarkan masalah tersebut.

Tujuan
Tujuan studi kasus ini adalah
mengidentiIikasi masalah klinis, keluarga
dan lingkungan yang di hadapi pasien,
melakukan penatalaksanaan berbasis
keluarga yang telah dilakukan. Pelayanan
kedokteran keluarga merupakan pendekatan
yang tepat dalam tatalaksana penyakit,
terutama karena kegiatannya yang
mencakup semua tingkat pencegahan
dengan pendekatan secara holistik dan
komprehensiI.

Ilustrasi Kasus
Pasien anak 8 tahun, datang ke Klinik
Dokter Keluarga Kiara ditemani ibunya
dengan keluhan utama demam sejak satu
hari sebelumnya. Panas timbul mendadak
pada malam hari, tidak terlalu tinggi dan
terus menerus, tidak disertai menggigil,
kejang, berkeringat, penurunan kesadaran
dan tidak terdapat bercak merah pada kulit.
Pasien juga merasakan batuk, pilek,
mual dan muntah. Batuk dan pilek dirasakan
sejak tiga minggu sebelum kedatangan,
batuk berdahak namun sulit dikeluarkan.
Tidak terdapat keluhan nyeri menelan dan
sesak. Kadang terasa hidung tersumbat dan
terdapat sekret cair berwarna bening. Ibunya
telah membawanya ke puskesmas dan telah
diberikan obat batuk, namun keluhan tidak
sembuh secara sempurna. Semenjak tahun
2009, ibu juga telah membawa pasien ke
Klinik Dokter Keluarga Kiara sebanyak 10
kali dengan keluhan yang sama.
Menurut ibunya, mual yang
dirasakan pasien bila perut diisi makanan
dan muntah setiap selesai makan. Muntah
sudah 2 kali saat makan malam dan 1 kali
saat sarapan. Muntah berisi makanan, tidak
menyemprot, tidak disertai darah. NaIsu
makan menurun dan terdapat nyeri pada ulu
hati
Riwayat penyakit dahulu, didapati
riawayat penyakit yang sama. Pasien berobat
ke Klinik Dokter Keluarga Kiara sejak tahun
2009, diberi antibiotik, obat penurunan
demam, obat batuk dan keluhan bersiIat
hilang timbul Pasien mempunyai status gizi
baik, dengan tinggi badan 130cm dan berat
28kg.
Riwayat penyakit keluarga didapati
ayah, nenek dan bibi menderita hipertensi.
Keluarga dengan riwayat batuk-batuk dan
keluarga dengan pengobatan OAT atau
penyakit TB disangkal.
Dari pemeriksaan Iisik didapatkan
Frekuensi nadi: 120 x/ menit, reguler, isi
cukup, Irekuensi napas: 28x/menit, reguler
dengan kedalaman cukup dan suhu tubuh:
37,8
o
C. Status gizi baik dilihat dari
perhitungan BB/U : 107 , TB/U : 103 ,
BB/TB : 101 .
Dari pemeriksaan status generalis
pada pemeriksaaan Iisik tenggorokan
dengan spatula lidah didapatkan gambaran
perjalanan kronis pada tonsil dan Iaring.
Pada tonsil didapatkan pembesaran pada
tonsila (tonsila palatina), dengan permukaan
yang hiperemis (kemerahan) dan ukuran
pembesaran tonsil T3T3. Pada status
generalis lainnya tidak ditemukan adanya
kelainan. Kesimpulan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan Iisik yang
dilakukan, pasien didiagnosis dengan
TonsiloIaringitis kronik.
Pada kunjungan rumah, dilakukan
pengumpulan data yang masih diperlukan,
berupa genogram (gambar 1)



Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan
budenya. Ayahnya bekerja sebagai
wiraswasta, Ibunya sebagai ibu rumah
tangga dan budenya adalah pensiunan.
Pasien tinggal di rumah pemberian
suami dari bude yang terletak di pemukiman
padat dengan luas rumah 200m
2
dan bagian
halaman rumah yang dijadikan tempat usaha
atau bengkel.
Penghasilan kepala keluarga yang
sudah pensiun dari pekerjaan lamanya dan
sekarang bekerja sebagai wiraswastawan
serta ibu yang tidak bekerja dirasakan
kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Pemenuhan gizi keluarga
dilakukan dengan penyediaan makanan
setiap hari. Makanan disediakan dan
dimasak sendiri di rumah yang dilakukan
oleh ibunya. Keluarga makan 13 kali dalam
sehari. Makanan terutama nasi putih, sayur,
ikan, telur, tahu, tempe atau terkadang
daging.
Penilaian terhadap rumah terlihat
agak sedikit berdebu dan kotor dibagian
dapur dan gudang, bagian ventilasi kamar
tidur kurang baik. Ventilasi sengaja ditutup
rapat agak berdebu dari bengkel sehingga
tidak mengotori kamar, tetapi membuat
sirkulasi udara tidak dapat bebas keluar
masuk.
Dari serangkaian anamnesis dan
pemeriksaan, didapatkan diagnosis holistik
pada pasien ini, antara lain :
1. Aspek I (personal)
Pasien datang dengan keluhan
demam sejak satu hari, pilek dan
batuk berdahak sejak tiga minggu
yang lalu. Pasien memiliki harapan
dengan pengobatan, panas dan batuk
bisa hilang. Pasien dan keluarga juga
memiliki kekhawatiran penyakitnya
kambuh, dan menderita sakit
berkepanjangan/ sakit berat
2. Aspek II (klinis)
TonsiloIaringitis kronik
3. Aspek III ( Iaktor risiko internal)
Pasien anak berumur 8 tahun yang
tinggal di rumah yang dijadikan
tempat usaha (bengkel). Rumah juga
agak berdebu di sebagian tempat,
dan memiliki ventilasi kamar yang
kurang baik. Pasien juga sering jajan
sembarangan dan tidak higienis
4. Aspek IV (aspek psikososial
keluarga)
Dari aspek psikososial keluarga
didapatkan pendidikan dan
pengetahuan orang tua tentang
kebersihan dan kesehatan kurang.
Perilaku kesehatan keluarga bersiIat
kuratiI. Serta tinggal di lingkungan
rumah yang kurang bersih dengan
pekarangan rumah yang dijadikan
tempat usaha (bengkel)
5. Aspek V (skala Iungsional)
Derajat Iungsional pada pasien ini
berada pada derajat satu, karena
pasien masih dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.
Untuk pengobatan non
medikamentosa di berikan konseling untuk
hidup bersih dan sehat, banyak minum air
hangat, makan makanan bergizi seimbang
sesuai kebutuhan (hindari es, makanan
pedas, gorengan, dan jajan sembarangan).
Pengobatan medikamentosa yang didapat
adalah Paracetamol puyer 3 x 350 mg,
Ambroxol sirup 3x1 sendok makan,
Omeprazol tablet 2x10mg.
!MBAHASAN
Pada kasus ini pasien adalah anak
laki-laki berusia 8 tahun dengan keluhan
utama demam sejak satu hari sebelumnya.
Panas timbul mendadak pada malam hari,
tidak terlalu tinggi. Pasien juga merasakan
batuk, pilek, mual dan muntah. Pilek dan
batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
dirasakan sejak tiga minggu. Dari
pemeriksaaan Iisik tenggorokan dengan
spatula lidah didapatkan gambaran
pembesaran pada tonsila (tonsila palatina),
dengan permukaan yang hiperemis
(kemerahan) dan ukuran pembesaran tonsil
T3T3. Gambaran perjalanan kronis juga
dapat dilihat dari gejala yang berlangsung
sejak 2 tahun
Sesuai dengan teori penyakit
tonsiloIaringitis kronis yang dialami pasien
di pengaruhi oleh usia yang tergolong muda,
usia anak berumur 8 tahun, tinggal di
daerah padat penduduk dengan lingkungan
rumah yang pekarangannya dijadikan tempat
usaha (bengkel). Kebersihan rumah juga
kurang dengan kondisi rumah yang agak
berdebu di sebagian tempat, terutama dapur
dan gudang. Bagian ventilasi kamar tidur
juga dirasa kurang baik. Ventilasi sengaja
ditutup rapat sehingga debu dari bengkel
tidak mengotori kamar, tetapi membuat
sirkulasi udara tidak dapat bebas keluar
masuk kedalam kamar.
Pola jajan pasien yang kurang baik,
karena pasien sering jajan sembarangan
dengan higienitas yang kurang baik.
Pada pasien didapatkan serangan
berulang. Pasien datang berobat dengan
keluhan yang sama sebanyak 10 kali
semenjak dua tahun belakangan.
Pendidikan dan pengetahuan orang
tua tentang kebersihan dan kesehatan
kurang. kebiasaan berobat keluarga yang
masih bersiIat kuratiI, hanya jika ada
keluhan. Keluarga pasien tidak memiliki
tingkat pemahaman yang cukup mengenai
penyakit tonsiloIaringitis, sehingga
diperlukan konseling mengenai penyakitnya.
Untuk pengobatan non
medikamentosa di berikan konseling untuk
hidup bersih dan sehat, banyak minum air
hangat, makan makanan bergizi seimbang
sesuai kebutuhan serta (hindari es, makanan
pedas, gorengan, dan jajan sembarangan).
Saat ini pengobatan medikamentosa
yang dilakukan adalah Paracetamol puyer
3x350 mg untuk menurunkan suhu tubuh.
Dengan dosis 1015 mg/kgBB/kali, di
berikan 3 kali sehari bila panas. Ambroxol
sirup 3x1 sendok teh untuk meredakan batuk
dan mengencerkan dahak dengan dosis 5 ml
diberikan 23 kali perhari. Omeprazol tablet
untuk meredakan mual dengan dosis 10-20
mg perhari, diberikan selama 2 minggu,
dengan aturan minum 1530 menit sebelum
makan.

!ola asuh yang baik
Penatalaksanaan non Iarmakologis
meliputi modiIikasi pola asuh. Ikut serta
menjalankan peran serta sebagai pelaku
rawat, merupakan cara yang paling tepat
untuk mencegah terjadinya pola asuh yang
kurang baik, menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan anak tidak terkontrol
dengan baik . Penatalaksanaan pasien tidak
terlepas dari penatalaksanaan pola asuh yang
baik. ModiIikasi pola asuh paling utama
untuk menstabilkan asupan makanan bergizi
seimbang, menjelaskan kepada pasien akan
bahaya makanan jajan di luar rumah.
ModiIikasi ini diharapkan bisa mendapatkan
hasil yang lebih baik.

Tabel. sasaran pola asuh yang baik

Modlflkasl 8ekomendasl
elaku rawaL elaku rawaL mengerLl
masalah penyaklLnya
MenglngaLkan unLuk
Lldak [a[an sembarangan
LeruLama yang dlngln
dan bermlnyak
2 mlnggu
makan makanan glzl
yang selmbang
slkologls Crang Lua paslen unLuk
leblh banyak
meluangkan wakLu
dlrumah dan leblh
serlng berkomunlkasl
dan memberl perhaLlan
kepada paslen
1 bulan
slkososlal AnggoLa keluarga leblh
memberlkan wakLu
luangnya unLuk paslen
dl rumah
1 bulan
rllaku
kesehaLan
aslen dan keluarga
mengerLl penLlngnya
upaya prevenLlf dalam
penanganan penyaklL (
melakukan gaya hldup
sehaL sesual dengan
penyaklL paslen
1 bulan
Llngkungan
rumah
Kebersihan rumah dan
lingkungan terjaga
Ventilasi udara rumah
baik
1 bulan

Pada pasien ini didapatkan status gizi
yang cukup. Dari catatan food recall
pasien didapatkan rata rata
mengkonsumsi 1700 kalori saat hari
kerja, dan 1800 kalori saat hari libur.
kebutuhan pasien adalah sebesar 1800
kalori (lihat lampiran untuk perhitungan).

Maka, dianjurkan untuk mengkonsumsi
menu makanan birgizi seimbang sesuai
dengan yang telah kami uraikan di Iood
recall.
Kategori status gizi menurut persen (")
terhadap median indeks BB/1B (WHO
25) :
14


1. GIZI LEBIH ~ 110
2. GIZI NORMAL 80 -110
3. KEP RINGAN 70 - 79
4. KEP SEDANG 60 - 69
5. KEP BERAT 60

Pada pasien ini perlu dilakukan
perubahan gaya hidup, perubahan gaya
hidup ini termasuk diantaranya adalah
perubahan pola makan. Pasien didorong
untuk menambah jumlah asupan kalorinya
sampai 100 kalori per hari. Dengan
penatalaksanan pola makan ini, diharapkan
adanya peningkatan berat badan dan tinggi
badan.
Dalam menjalankan perubahan pola
makan ini, pasien memiliki beberapa
kendala antara lain usia (umur yang masih
sangat muda) sehingga akan sulit untuk
menyampaikan pemahaman tentang berat
badan ideal, apalagi pasien mempunyai
kebiasaan jajan di luar rumah. Untuk
pengaturan pola makan yang baik ini, semua
tergantung pada pelaku rawat atau orangtua
pasien, karena ditinjau dari segi ekonomi
tidak ada masalah di dalam keluarga ini
dalam pemenuhan kebutuhan primer,
sekunder bahkan tersier. kepala keluarga
disarankan lebih membagi tugas dan aturan
yang baik di rumah demi tercapainya
pemecahan masalah ini.
!eran dokter keluarga
Peran dokter keluarga pada pasien
ini dibutuhkan karena untuk memberikan
pelayanan yang bersiIat promotiI, preventiI,
kuratiI dan rehabilitatiI. Sehingga pada satu
keluarga dapat ditangani masalah kesehatan
baik yang bersiIat inIeksi maupun non-
inIeksi. Selain itu peran dokter keluarga
disini untuk menciptakan pelayanan
kesehatan yang kontinu dan
berkesinambungan sehingga tidak berhenti
hanya untuk mengobati saja tetapi juga
mengevaluasi secara keseluruhan
permasalahan pada satu keluarga.
Peran disini dapat dilakukan dengan
memberikan edukasi dan penyuluhan
mengenai masalah kesehatan yang terjadi
pada keluarga, sehingga keluarga tersebut
dapat dengan mandiri mencegah terjadinya
penyakit. Seperti hal promotiI yang sudah
dilakukan pada pembinaan keluarga ini
adalah mengedukasi pentingnya menjaga
lingkungan rumah yang bersih, serta
pengawasan terhadap anak pola makan dan
pola jajan anak. Serta tindakan pencegahan
yang dilakukan yaitu dengan mengedukasi
pasien dan keluarga mengenai penyakit agar
tidak terjadi kekambuhan kembali. Dengan
tindakan preventiI ini dapat mengurangi
biaya untuk melakukan pengobatan. Selain
itu, juga dapat meningkatkan taraI kesehatan
dan pengetahuan mengenai kesehatan. Peran
keluarga juga mempunyai peran penting
untuk kesembuhan penyakit pasien.
KSIM!&AN
Tujuan pembinaan pada pasien ini
adalah untuk memberikan edukasi dan
mengintervensi mengenai pola hidup bersih
dan sehat agar tidak terjadi kekambuhan
penyakit pasien. Pada akhir pembinaan,
dapat diketahui bahwa pengetahuan pasien
dan orang tua pasien mengenai pola hidup
bersih dan sehat cukup baik dan sudah dapat
diterapkan, sehingga keluarga mempunyai
motivasi untuk melakukan pencegahan agar
pasien dan keluarga dapat hidup sehat.
Namun perilaku berobat pada keluarga
masih bersiIat kuratiI saja karena adanya
kendala ekonomi.
SARAN
Saran untuk pasien dan keluarga pasien:
O Pelaku rawat harus menjaga
kebersihan lingkungan sekitar rumah
agar pasien terhindar dari paparan
polutan yang menyebabkan
terjadinya keluhan serupa, dan lebih
memperhatikan pemberian makanan
bergizi seimbang dan pola jajan
anak.
O Keluarga sebaiknya mulai
menerapkan upaya preventiI dalam
mengatasi masalah kesehatan
keluarga.
Saran untuk dokter dan petugas kesehatan :
O Memberikan pelayanan kesehatan
yang lebih inIormatiI dan edukatiI
sehingga penanganan masalah pasien
dapat dilakukan secara holistik,
komprehensiI, terpadu dan
berkesinambungan sesuai dengan
prinsip pelayanan kedokteran
keluarga.
RRNSI
1. Tim Survei Kesehatan Nasional.
Survei Kesehatan Nasional 2001.
Laporan SKRT 2001 : Studi
morbiditas dan disabilitas. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2002.
2. Rusmardjono & Soepardi., 2007.
Faringitis, Tonsilitis, dan HipertroIi
adenoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga hidung tenggorok kepala dan
Leher. Jakarta: Balai penerbit FKUI
3. Banovetz J.D., BOIES Buku Ajar
Penyakit THT, Adam G.L, Boies
L.R, Higler P.A (Editors), Edisi VI,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta, 1997
4. Gunardi Agus, Suprihati, Winarto.
Faktor $9rep9okukus Hemoli9ikus
Be9a Grup-A Pada Penderita InIeksi
Saluran Pernapasan atas Di RSUP
Dr. Karyadi Semarang. |serial
online|. |cited 2011 May 8|.
Available Irom:
http://www.risbinkes.litbang.depkes.
go.id/Buku20laporan20penelitia
n201997-2006/40
Iaktorstreptokukushemolitikus.ht
m
5. Developed by the National Center
Ior Health Statistics in collaboration
with the National Center Ior Chronic
Disease Prevention and Health
Promotion 2000. Available Irom :
http://www.cdc.gov/growthcharts

You might also like