Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
dari suatu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu jalan raya harus dibuat dengan aman, cepat, tepat, nyaman,efisien dan ekonomis. Agar transportasi jalan dapat berjalan secara aman dan efisien maka perlu dipersiapkan suatu jaringan transportasi yang handal yang terdiri dari ruas dan simpul. Secara makro jaringan jalan harus dapat melayani transportasi yang cepat dan langsung (sehingga efisien) namun juga dapat memisahkan sekaligus melayani lalulintas dengan berbagai tujuan. Untuk itulah dalam menata jaringan jalan perlu dikembangkan sistem hirarki jalan yang jelas dan didukung oleh penataan ruangan dan penggunaan jalan .
1.2.
JALAN RAYA ANTAR KOTA (SUMBER: TATA CARA PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA 97)
1.2.1. Maksud Dan Tujuan Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan bagi perencana dalam merencanakan geometrik jalan antar kota. Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan geometrik jalan antar kota, guna menghasilkan geometrik jalan yang memberikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan.
1.2.2. Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi deskripsi, ketentuan-ketentuan, dan cara pengerjaan perencanaan geometrik bagi pembangunan atau peningkatan jalan antar kota.
1.3.
dalam merencanakan geometri jalan khususnya di kawasan perkotaan, sehingga dihasilkan geometri jalan yang dapat memberikan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi pengguna jalan. 1.3.1. Ruang Lingkup Standard ini memuat ketentuan umum dan ketentuan teknis geometri ruas jalan perkotaan untuk berbagai klasifikasi fungsi jalan. Geometri yang dimaksud dalam standard ini meliputi alinyemen vertikal, alinyemen horizontal sertadimensi dan bentuk melintang jalan termasuk fasilitas dalan yang diperlukan. Standard ini tidak mengatur geometri persimpangan dan jalan bebas hambatan. Jalan perkotaan : jalan di daerah perkotaan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa selalu digolongkan dalam kelompok ini; jalan didaerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus. (MKJI97)
1.4.
Beberapa alasan mengapa perlu perencanaan geometrik jalan adalah sbb : Disain jalan membutuhkan elemen-elemen perancangan yang spesifik seperti jumlah lajur, lebar lajur, type dan lebar median, panjang lajur pendakian untuk truk dalam menerima perubahan kelandaian (superelevasi), dan jari-jari tikungan. Kesemuanya dipengaruhi oleh karakteristik kendaraan yang lewat. Sehingga dipikirkan suatu kendaraan rencana yang mewakili performance dan dimensi fisik kendaraan untuk mengatasi kompleksnya prosedur perencanaan dan sebagai kompromi.
Selanjutnya disain standart harus berubah dari waktu ke waktu untuk merespons perubahan-perubahan dimensi dan performance kendaraan serta bukti-bukti yang nyata dalam perencanaan
Standart perencanaan ditentukan secara detail dalam A policy on geometric Design of highway and streets 1984 (AASHTO 84)
Elemen perencanaan geometrik terdiri atas Alinyemen horisontal, Alinyemen vertikal, dan Penampang Melintang jalan.
ANALISIS JARINGAN
FUNGSI JALAN
STANDARD PERENCANAAN
SURVEY TOPOGRAFI
TIDAK
ALINYEMEN MEMUASKAN ?
YA
BAB II LITERATUR
2.1. PERNCANAAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA
Dalam hal ini diambil standar Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 2.1.1. Klasifikasi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas: 1) Jalan Arteri 2) Jalan Kolektor 3) Jalan Lokal Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Klasifikasi menurut kelas jalan 1) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. 2) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel (Pasal 11, PP. No.43/1993). Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat MST (Ton) I Arteri II IIIA Kolektor IIIA IIIB >10 10 8 8
Klasifikasi menurut medan jalan 1) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. 2) Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel
No.
Jenis Medan
Notasi
1. 2. 3.
D B G
3) Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
2.1.2. Kriteria Perencanaan Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini.
2.1.3. Satuan Mobil Penumpang (SMP) SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
2.1.4. Volume Lalu Lintas Rencana Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. Tabel2.2: Penentuan faktor K dan F berdasarkan VLHR
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:
2.1.5. Kecepatan Rencana Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL USU
2.1.6. Bagian Bagian Jalan Bagian bagian jalan terdiri dari : 1. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) : lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan, tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan. 2. Daerah Milik Jalan (DAMIJA) : Ruang Daerah Milik Jalan dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter. 3. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) : Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu. Jalan Arteri minimum 20 meter, Kolektor 15 meter dan lokal 10 meter.
Komposisi penampang melintang adalah sebagai berikut : 1. Jalur Lalu Lintas 2. Median dan Jalur tepian (kalau ada) 3. Bahu jalan 4. Jalur Pejalan Kaki 5. Selokan 6. Lereng
2.1.8. Jalur Lalu Lintas Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat berupa: 1. 2. 3. 4. 5. Median Bahu Trotoar Pulau Jalan Separator
Jalur lalulintas dapat terdiri atas beberapa tipe : 1. 2. 3. 4. 1 jalur-2 lajur- 2 arah (2/2 TB) 1 jalur-2 lajur- 1 arah (2/1TB) 2 jalur-4 lajur- 2 arah (4/2 B) 2 jalur n lajur- 2 arah (n12 B), dimana n = jumlah jalur.
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Lebar jalur minimum adalah 4,5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Tabel 2.4 : Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan menurut VLHR dan klasifikasi fungsi jalan
Gambar 2.3. Kemiringan Melintang Jalan Normal Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas lalu diperkeras. Kemiringan bahu jalan normal antara 3-5%. Fungsinya sebagai berikut :
1. lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat. 2. ruang bebas samping bagi lalu lintas; dan
2.1.9. Jarak Pandang Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). 1. Jarak Pandang Henti (Jh): jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh terdiri dari dua elemen jarak yaitu : jarak tanggap dan jarak pengereman. Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus :
2. Jarak Pandang Mendahului (Jd) : jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula. Jd ditentukan dalam rumus dalam satuan meter sebagai berikut : Jd = d1+d2+d3+d4 Tabel 2.8. Panjang jarak pandang mendahului
2.1.10. Alinemen Horizontal Terdiri dari bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR. Tabel 2.9. Panjang bagian lurus maksimum
Tikungan dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS), Full Circle (FC) dan SpiralSpiral (SS). Ditikungan terdapat direncanakan superelevasi yaitu suatu kemiringan melintang ditikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Tabel 2.10. Panjang jari-jari minimum (dibulatkan)
2.1.11. Alinemen Vertikal Terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal terdapat berupa landai positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar). Tabel 2.11. Kelandaian maksimum yang diizinkan
2.2.
2.2.1. Klasifikasi Jalan Tabel 2.15.Klasifikasi jalan menurut kelas, fungsi, dimensi kendaraan maksimum dan MST.
2.2.2. Penentuan Jumlah lajur Ditentukan berdasarkan prakiraan volume lalu lintas harian (VLR) yang dinyatakan dalam smp/hari dan menyatakan volume lalulintas untuk kedua arah. Tabel 2.16. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi (UD)
Tabel 2.17. Ekivalensi Mobil Penumpang untuk jalan perkotaan satu arah dan terbagi
Pada Jalan arteri, jika proporsi kendaraan tidak bermotor lebih besar dari 10% dan atau perbedaan kecepatan rata-rata kendaraan bermotor dengan kendaraan tidak bermotor lebih besar dari 30 km/jam, maka dibuat jalur lambat. Volume jam sibuk rencana (VJR) merupakan prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana. Pada jalan 2 lajur-2arah-tak terbagi, VJR dinyatakan dalam smp/jam untuk dua arah. Pada jalan berjalur banyak, misal jalan 4-lajur-2 arah terbagi, maka VJR dihitung dalam smp/jam untuk arah tersibuk (Fsp). VJR dihitung dengan rumus :
2.2.3. Kecepatan Rencana Tabel 2.18. Kecepatan rencana (VR) sesuai klasifikasi jalan di kawasan perkotaan
2.2.4. Kendaraan Rencana Dimensi kendaraan rencana bermotor untuk keperluan perencanaan geometri jalan perkotaan, ditetapkan pada tabel dibawah.
2.2.5. Bagian Bagian Jalan 1. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA): Batas ambang pengaman konstruksi jalan dikedua sisi jalan, tinggi minimum 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan kedalaman minimum 1,5 meter dibawah permukaan perkerasan. 2. Daerah Milik Jalan (DAMIJA) : Ruang Daerah Milik Jalan dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter. 3. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) : Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu. Jalan Arteri minimum 20 meter, Kolektor 7 meter dan lokal 4 meter. 4. Penempatan Utilitas : Bangunan utilitas dapat ditempatkan di dalam DAMAJA dengan ketentuan sebagai berikut (pasal 21 ayat 3 peraturan RI No.26/1985 tentang jalan) : 1) Untuk utilitas yang berada di atas muka tanah ditempatkan paling tidak 0,60 m dari tepi paling luar bahu jalan atau perkerasan jalan.
2) Untuk utilitas yang berada dibawah muka tanah harus ditempatkan paling tidak 1,5 m dari tepi paling luar bahu jalan atau perkerasan.
Gambar 2.8. Tipikal DAMAJA, DAMIJA dan DAWASJA 2.2.6. Potongan Melintang Komposisi potongan melintang jalan perkotaan : 1. Jalur lalu lintas 2. Bahu jalan 3. Saluran samping 4. Median, termasuk jalur tepian 5. Trotoar/jalur pejalan kaki 6. Jalur sepeda 7. Separator/jalur hijau 8. Jalur lambat 9. Lereng/talud
Gambar 2.9. Tipikal penampang melintang jalan perkotaan 2jalur 2arah tak terbagi yang dilengkapi jalur pejalan kaki
Gambar 2.10. Tipikal potongan melintang jalan 2-lajur-2arah tak terbagi yang dilengkapai jalur hijau, jalur sepeda, trotoar dan saluran samping yang ditempatkan dibawah trotoar
Gambar 2.11. Tipikal potongan melintang jalan yang dilengkapi median (termasuk jalur tepian), pemisah jalur, jalur lambat dan trotoar Tabel 2.20. Tipe-tipe jalan
Jalur lambat berfungsi untuk melayani kendaraan yang bergerak lebih lambat dan searah dengan jalur utamanya. Jalur ini dapat berfungsi sebagai jalur peralihan dari hirarki jalan yang aad ke hirarki jalan yang lebih rendah atau sebalikanya. Ketentuannya yaitu : untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih, dilengkapi dengan jalur lambat. Jalur lambat direncanakan mengikuti alinemen jalur cepat dengan lebar jalur dapat mengikuti ketentuan sebelumnya. Separator jalan dibuat untuk memisahkan jalur lambat dengan jalur cepat. Separator terdiri atas bangunan fisik yang ditinggikan dengan kereb dan jalur tepian. Lebar minimum separator adalah 1,00 meter. Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur, ditetapkan sesuai tabel dibawah. Dalam hal penggunaan median untuk pemasangan fasilitas jalan , agar dipertimbangkan keperluan ruang bebas kendaraan untuk setiap arah. Tabel 2.22. Lebar median dan lebar jalur tepian
Gambar 2.14. Tipikal median jalan yang ditinggikan Lebar trotoar harus disesuaikan dengan jumlah pejalan kaki yang
menggunakannya. Penentuan lebar trotoar yang diperlukan, agar mengacu kepada spesifikasi trotoar (SNI No.03-2447-1991). Tabel 2.23. Lebar Trotoar Minimum (m)
2.2.7. Jarak Pandang Terdiri dari jarak pandang henti (Ss) dan Daerah bebas samping di tikungan. 2.2.7.1. Jarak Pandang Henti (Ss) Terdiri dari dua elemen jarak yaitu : (1) Jarak Awal reaksi (Sr) adalah pergerakan kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem
(2) Jarak awal pengeraman (Sb) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan tersebut berhenti. Rumus Jarak Pandang Henti (Ss) :
2.2.7.2. Daerah Bebas Samping di Tikungan Hal ini untuk memudahkan pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek objek penghalang sejauh M (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan, sehingga persyaratan Ss dipenuhi
Gambar 2.15. Diagram ilustrasi komponen untuk menentukan jarak pandanghorizontal (daerah bebas samping)
Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (AASHTO,2001) :
2.2.8. Alinemen Horizontal Tikungan dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS), Full Circle (FC) dan SpiralSpiral (SS). Ditikungan terdapat direncanakan superelevasi yaitu suatu kemiringan melintang ditikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Panjang tikungan (Lt) terdiri dari panjang busur lingkaran (Lc) dan panjang 2 lengkung spiral (Ls) yang diukur sepanjang sumbu jalan. Untuk menjamin kelancaran dan kemudahan mengemudikan kendaraan pada saat menikung pada jalan arteri perkotaan, maka panjang suatu tikungan sebaiknya tidak kurang dari 6 detik perjalanan. Panjang ini dapat diperhitungkan berdasarkan VR atau ditetapkan sesuai tabel dibawah. Pada tikungan Full Circle, Nilai Ls=0,sehingga Lt=Lc Pada tikungan spiral-spiral, nilai Lc=0, sehingga Lt=2Ls Tabel 2.25. Panjang bagian lengkung minimum
Superelevasi harus dibuat pada semua tikungan kecuali tikungan yang memiliki radius yang lebih besar dari Rmin tanpa superelevasi. Besarnya superelevasi harus direncanakan sesuai VR. Superelevasi berlaku pada jalur lalu lintas dan bahu jalan. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 6%, menunjukan hubungan parameter perencanaan lengkung horizontal dengan kecepatan rencana. Harus diperhatikan masalah drainase paad pencapaian kemiringan. Pada jalan perkotaan untuk kecepatan rendah bila keadaan tidak memungkinkan, misalnya(akses lahan, persimpangan, tanggung jawab, perbedaan elevasi). Superelevasi ditikungan boleh ditiadakan sehingga kemiringan melintang tetap normal. Jika kondisi tidak memungkinkan, superelevasi dapat ditiadakan. Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
Gambar 2.16. Metoda pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS dengan bentuk tiga dimensi 2.2.9. Pelebaran Jalur Lalu Lintas Di Tikungan Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi pelayanan operasional lalu lintas di bagian tikungan, sehingga sama dengan pelayanan operasional di bagian jalan yang lurus. Pelebaran yang nilainya lebih kecil dari 0,60 m dapat diabaikan. Untuk jalan 2jalur-6-lajur-terbagi, nilai Wc harus dikali 1,5. Untuk jalan 2-jalur-8-lajur-terbagi, nilai Wc harus dikali 2.
Tabel 2.29. Kelandaian maksimum yang diizinkan untuk jalan arteri perkotaan
Tabel 2.30. Kontrol perencanaan untuk lengkung vertikal cembung berdasarkan jarak pandang henti
Tabel 2.31. Kontrol perencanaan untuk lengkung vertikal cekung berdasarkan jarak pandang henti
JALAN
INDONESIA
(MKJI97)
Segmen jalan perkotaan/semi perkotaan: Mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, -apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 selalu digolongkan dalam kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus. Dalam bagian ini dibahas tentang perhitungan untuk tipe segmen jalan perkotaan yang berbeda : Kecepatan arus bebas Kapasitas Derajat kejenuhan Kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya
2.3.1. Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas (FV) didefnisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.
Persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut :
2.3.2. Kapasitas Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
DS = Q/C
2.3.4. Kecepatan
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan : Dimana: V = kecepatan rata rata ruang LV(km/jm) L = Panjang segmen (km) TT= Waktu tempuh rata rata per segmen (jam)
V = L/TT
3.1.
kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Baru berbatasan dengan Medan Sunggal dan Medan Selayang di sebelah barat, Medan Polonia di timur, Medan Johor di selatan, dan Medan Petisah di utara. Pada tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 43.415 jiwa. Luasnya adalah 5,84 km dan kepadatan penduduknya adalah 7.434,08 jiwa/km. 1. Data Umum
2. Pelayanan Umum
3. Pendidikan
4. Perdagangan
3.2.
JARINGAN JALAN KECAMATAN Jaringan jalan kecamatan Medan baru adalah seperti yang tampak pada map
sebagai berikut :
3.3.
JARINGAN JALAN YANG DITINJAU Jaringan jalan yang kami tinjau pada kecamatan Medan baru adalah : Jalan Iskandar Muda Jalan Sei Asahan Jalan Sei Batang Hari Jalan Kyai Wahid Hasyim Jalan Batu Gingging
Untuk itu kami melampirkan peta jaringan jalan yang kami tinjau pada Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara dibawah ini :
Gambar 3.3. Tanda lingkaran merah merupakan jalan yang kami tinjau untuk wilayah studi jalan raya perkotaan.
4.1.
Truck ringan = 3, Truck sedang = 2) diasumsikan umur rencana 20 tahun dan pertumbuhan lalu lintas 5%. Sehingga = 2,6533. Tipe alinemen : Datar Keceptan rata-rata ruang : Panjang segmen jalan/waktu tempuh rataLV sepanjang segmen = 3,5 / 0,1 = 35 km/jam (waktu tempuh 6 menit) Pada diagram hubungan kecepatan LV dengan arus maka didapat Arus lalu lintasnya = 1645 smp/jam/lajur (MKJI 97)
Menentukan kapasitas ruas jalan (C) = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs C = 1650 x 1 x 1 x 0,89 x 0,89 = 1306,965 smp/jam
Menentukan Density (DS) = Q/C = 1645/1306,965= 1,27 VJR ( Volume Jam Sibuk Rencana) = VLR x x = 2198,26 x = 247,304 smp/jam
Gambar dokumentasi
4.2.
Kecepatan rata-rata ruang : 1,4/0,075=18, 67 Km/jam (4,5 menit) Maka Arus lalu lintas yang didapat (Q) = 1390 smp/jam/lajur Kapasitas Ruas Jalan (C) = 2900 x 0,56 x 1 x 0,92 x 0,89 = 1329,73 smp/jam Density (DS) = Q/C = 1390 / 1329,73 = 1,05
4.3.
DATA JALAN : Tipe Jalan Panjang jalan Lebar Jalan Bahu Jalan Median Jalan Tipe Daerah : 4/2 : 3.959 m : 810 m : 1.5 m :: komersil
Kecepatan rata-rata ruang = 3,959 / 0,133 = 29,77 km/jam ( 8 menit) Arus Lalu Lintas yang Didapat = 1649 smp/jam/jalur Kapasitas (C) = 1500 x 1,09 x 1 x 0,94 x 0,89 = 1367,84 smp/jam Density (DS)= Q/C = 1649 / 1367,84 = 1,21
4.4.
DATA JALAN : Tipe Jalan Panjang jalan Lebar jalan Bahu Jalan Median Jalan Tipe Daerah : 2/2 : 821 m :8m : 1.8 m :: Pemukiman
4.5.
DATA JALAN : Tipe Jalan Lebar jalan Bahu Jalan Median Jalan Tipe Daerah : 2/2 : 3.5 m :1m :: Pemukiman
BAB V KESIMPULAN
5.1.
5.2.
HASIL STUDI
Untuk Jalan Iskandar Muda memiliki density = 1,27 Untuk Jalan Sei Asahan memiliki density = 1,05 Untuk Jalan Sei Batang Hari memiliki density =1,21
DAFTAR PUSTAKA
Rencana Standard Nasional Indonesia jalan Perkotaan.2004.Badan Standar Nasional Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota.1997. Departemen Pekerjaan Umum MKJI .1997. Departemen Pekerjaan Umum