Professional Documents
Culture Documents
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Kata innovation (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972; Santoso S. Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia yaitu inovasi. Inovasi (innovation) adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu beruypa hasil invention maupun diskoveri.
Inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 1. The term innovation is ussually employed in three different contexts. In one context it is synonymeus with invention; that is, it refers to a creative process whereby two or more existing concepts or entities are combined in some novel way to produce a configuration not previously known by the person involved. A person or organization performing this type of activity is usually said to be innovative. Most of the literature on creativity treats the term innovation in this fashion. (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973: 3) 2. Innovation is ..... the creative selection, organization and utilization of human and material resources in new and unique ways which will result in the attainment of a higher level of achievement for the defined goals objectives. (Huberman, 1973: 5)
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Dari beberapa definisi inovasi yang dibuat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan yang lain. Jika terjadi ketidaksamaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Semua definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, motode, cara, barangbarang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau diskovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, diantaranya: 1. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapat pendidikan, yang secara kumulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai. 2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus-menerus, dan dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (life long education). 3. Berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Tantangan-tantangan tersebut, lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang, baik dari luar maupun dari dalam sistem pendidikan itu sendiri, diantaranya: 1. Sumber-sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada secara efektif dan efisien. 2. Sistem pendidikan yang makin lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik dan sebagainya. 3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap, serta belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. 4. Masih kabur dan belum mantapnya konsepsi tentang pendidikan dan interpretasinya dalam praktik.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Beberapa definisi ayau pengertian modernisasi yang dikemukakan para ahli yang dikutip di dalam Francis Abraham (1980: 5) sebagai berikut. 1. Everett Rogers Modernnization in the process by which individuals change from a traditional way of life to a more complex, technologically advanced, and rapidly changing style of live. 2. Black Modernnization is the process by which historycally evolved institutions are adapted to the rapidly change functions that reflect the unprecednted increase in mans knowledge permitting control over his environment, that accompanied the scientific revolution.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 3. Lerner Modernnization is simply a secular trend unilateral direction from traditional to participant life ways. 4. Marion Levy The measure of modernization the rational inanimate to animate source of power. The higher that ratio, higher is the degree of modernization. 5. Inkeles Described modernity in terms of a number of psycological variables that constitute a kind of mentality characteristic the typical modern man.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA 5. Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi. 6. Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga yang lain. 7. Dunia berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan. 8. Menerima tanggungjawab pribadi. 9. Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif. 10. Mencari jawaban atas beberapa pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah.
Udin Saefudin Saud, Ph.D. (2008). Inovasi Pendidikan, Bandung: ALFABETA Tujuan kurikulum tersebut adalah: 1. Memperkenalkan siswa terhadap lingkungannya, ikut melestarikan budaya termasuk kerajinan, keterampilan yang nilai ekonominya tinggi di daerah tersebut. 2. Membekali siswa kemampuan dan keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup mereka di masyarakat, seandainya mereka tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 3. Membakali siswa agar bisa hidup mandiri, serta membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Inovasi Pendidikan
Prof. Dr Sudarwan Danim. (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana dan makna, umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas infomasi yang diterimanya dari lingkungan. (Griffin and Mooehead. 1986 dalam Sudarwan Danim, 2002:152).
Inovasi Pendidikan
Ibrahim, M.Sc. (2002). Inovasi Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri, yang digunakan untuk mancapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Inovasi Pendidikan
Matthew B. Miller (dalam Ibrahim, M.Sc. 2002). Inovasi Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta.
To give more concreteness the universe called educational innovations some samples are described bilow. They are organized according to the aspect of a social system with which they appear to be most clearly associated. In most cases the social system involved should be taken to be that of a school or college, although some innovations take place within the context of much larger systems. Komentar: Pendidikan adalah suatu system, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen system pendidikan, baik system dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun system dalam arti yang luas misalnya system pendidikan nasional.
Civic Education
(Coogan : 1999 : 4 dalam Budimansyah, Winataputra : 2007 : 10) the kinds of course work taking place within the context of the formalized schooling structure. Komentar : Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang berlangsung dalam struktur formal di sekolah.
CIVIC EDUCATION
NUMAN SOMANTRI (2005) MenggagasPembaharuan Pendidikan IPS Istilah Civics dan Education telah muncul dengan nama masing-masing sebagai berikut: (a) Kewarganegaraan (1956) (b) Civics (1959) (c) Kewarganegaraan (1962) (d) Pendidikan Kewarga Negaraan (1968) (e) Pendidikan Moral Pancasila (1975) (f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994) (g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tohun 2003)
Civic Education
Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2) Komentar Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Education
Jack Allen,1960, dalam Somantri N.M. 2001: 263 Civic Education, property defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program and assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, It confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context. Komentar : PKN didefinisikan sebagai hasil seluruh program sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial, dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan. Tetapi kewarganegaraan mempunyai fungsi penting untuk melakukan, yaitu menghadapkan remaja, peserta didik pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.
Attributes of Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3).
Attributes of Citizenship
Komentar Secara konseptual, seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, memenuhi kewajibankewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun nonpemerintahan, termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab sekolah. Pendidikan kewarganegaraan, dalam pengertian yang luas, adalah tugas yang penting di dalam semua masyarakat masa ini.
Civic Education
NCCS, 1994 Standard Curriculum for Social Studies Washington the promotion of civic competence which is the knowledge, skill and attitudes required of students to be able to assume the office of citizen (NCCS, 1994:3) Komentar : Bahwa pendidikan kewarganegaraan yang secara tersurat diartikan sebagai pengemban civic competence atau kemampuan sebagai warganegara yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi.
Civic Education
Faktor kontekstual yang mempengaruhi definisi dan pendekatan dalam PKn (Kerr : 1999 : 5) Contextual factors which influence the definition of and approaches to citizenship education are : 1. Historical tradition 2. Geographical position 3. Social-political structure 4. Economic system 5. Global trends
Civic Education
Komentar : Faktor-faktor yang mempengaruhi definisi dan pendekatan pendidikan kewarganegaraan adalah : 1. Tradisi historis 2. Letak Geografis 3. Struktur Sosial Politik 4. Sistem ekonomi 5. Trend global
Komentar : Patrick (1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional. Kecenderungan yang dimaksud adalah: 1. Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling berhubungan pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan kebaikan kewarganegaraan. 2. Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis. 3. Analisa dari studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsep-konsep inti. 4. Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan. 5. Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan. 6. Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif. 7. Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan. 8. Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan. 9. Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Global Citizen
Louise Douglas. (2002). Global Citizenship. Citizenship Update Institute for Citizenship. Tersedia di : www.citizen.org.uk/education/resources/html At Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young people make sense of the world and to develop not only knowledge and understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global citizen as someone who: 1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen 2. respects and values diversity 3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally 4. is outraged by social injustice 5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global 6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place 7. takes responsibility for their actions
Komentar Pada pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap. Kita memandang warganegara global sebagai orang yang: 1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dari peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia 2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman 3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan 4. menolak ketidakadilan sosial 5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat lokal sampai global 6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut 7. bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Multidimensional Citizenship
Patricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115
Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115) Komentar Kewarganegaraan multidimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dari kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dari tantangan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komentar Dalam pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan spatial. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komentar Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 5. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komentar Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 9. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 10. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 11. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 12. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 13. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 14. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 15. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 16. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Fungsi PKN
Depdiknas, Proyek PKN & BP (2000: 21) Fungsi PKN sebagai berikut : 1. Mengembangkan dan metestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka. Dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nitai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi datam masyarakat, tampa kehitanian jati din sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat; 2. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar potitik dan konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia ditandaskan Pancasila dan UUD 1945; 3. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warganegara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warganegara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui serta mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Training
Prewitt & Dawson, 1977:141 (dalam Kerr, David. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. London: QCA (Qualification and Curriculum authority). We call civics training that part of political education that emphasizes how a good citizen participates in political life of his or her nation. (Prewitt & Dawson, 1977:141 dalam Kerr, David, 1999). Komentar: Inti yang dinyatakan pendapat itu, bahwa civic training (PKn) sebagai bagian pendidikan politik menekankan bagaimana menjadi warga negara yang baik dalam arti mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsa (sistem politik nasionalnya). (Prewitt & Dawson, 1977:141). (dalam Kerr, David, 1999) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komponen PKn
Biggs john (2003) Pend Nilai Moral Dalam dimensi PKn (2006 :154) New Civics yang dikembangkan sekarang di sekolah menyongsong kurikulum KBK adalah pernantapan tiga komponen pokok yaitu: 1. Civic knowledge 2). Civic skill 3). Civic disposition. Komentar : Ketiga aspek diatas merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkn dari satu aspek pada aspek lainnya. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komentar : Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan 1. Pendidikan TENTANG kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan struktur-struktur dan proses-proses dari pemerintah dan kehidupan politik. 2. Pendidikan MELALUI kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif, berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen pengetahuan. 3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan mencakup kedua pendekatan (1 dan 2) yang menitikberatkan pada proses memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan sikap, nilai-nilai dan disposisi-disposisi) yang memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka. Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan pengalaman pendidikan para siswa. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Strategi PembelajaranPKn
Seminar Nasional dan Rakernas PKn 2005 Dalam kurikulum 2004, (2003:12) dijelaskan bahwa praktek belajar kewarganegaraan adalah suatu. Inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan metalui pengalaman belajar praktekempirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstuaLSementara menurut A. Kosasih Djahiri adalah benar-benar terkontrolterkendali menjurus kepada proses Penjinakan (domesticating) potensi dan kehidupan siswa / masyarakat, jadi bukan kearah memberi kemudahan-kelancaran keberhasilan (facilitating) proses internalisasi-personalisasi substansi serta pembinaan dan pengembangan potensi diri kemampuan belajar.
Epistemologi PKN
Concluding remarks CICED, 1999 Civic Education both as the intellectual and educational endeavors are accete as the main vehicle as well as the essence of education for democracy Komentar : Dapat dinilai sebagai landasan dan sekaligus sebagai parameter dasar dalam pengembangan epistemology pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu
Tujuan Kewarganegaraan
Somantri, Endang. Seminar Nasional & Rakernas PKN 2005 Tujuan utama dan kehendak negara yang memprogramkan pendidikan kewarganegaraan ini adalah untuk mengembangkan warganegara yang mengenal, menerima dan menghayati serta menyadari perannya sebagai pengambil keputusan yang bertanggung jawab yang berkenaan dengan peradaban dan moral dalam kehidupan masyarakat yang demokratis seperti prilakunya diatur oleh pninsip-prinsip moral dalam segala situasi. Secara singkat tujuan yang berfokus pada status kewarganegaraannya adalah untuk mengembangkan pribadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap pembentukan suatu masyarakat yang adil dan mampu melindingi orang atau mahluk lain dan kekejaman dan sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis. Dibeberapa negara tujuan ini didukung oleh UUD, Ketetapan dan peraturan negara masing-masing. (CICED,:73) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Hakekat PKn
Arnie Fadjar, (2005:56) Secara filosofi, PKn adalah mengkaji bagaimana warganegara bertindak, dalam arti melakukan sesuatu berdasar apa yang diketahui dan dipabami tentang kewarganegaraan yang selanjutnya dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggunq jawab dalam menghadapi berbagai masalah baik pribadi masyarakat, bangsa dan negara. PKn pada hakekatnya adalah suatu yang dilakukan untuk belajar disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang telah diorganisasilcan secara timatis dan akademik dengan penekanan pada pengetahuan dan kemampuani dan tentang hubungan warganegara yang diharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Citizenship Education
David Kerr, 1999 Citizenship Education : an International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER The citizenship education thematic study is designed to enrich our understanding of citizenship education by examining six key aspects: 1. Curriculum aims, organizations and structure 2. Teaching and learning approaches 3. Teacher specializations and teacher training 4. Use of the textbooks and other resources 5. Assessment arrangements 6. Current and future developments Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Komentar: Kelompok Pendidikan studi tematik dirancang untuk memperkaya pemahaman pendidikan kewarganegaraan kita dengan pengujian enam aspek kunci: 1. kurikulum tujuan, struktur dan organisasi 2. pengajaran dan pendekatan belajar 3. pelatihan guru dan spesialisasi 4. penggunaan menyangkut buku teks dan sumber daya lain 5. pengaturan penilaian 6. pengembangan sekarang dan yang akan datang Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Multidimensional Citizenship
Cogan, JJ.& Derricott, 1998 ; Citizenship For The 21 Century, London: Cogan Page Limited.
Thus the central recommendation emerging from this study is that future education policy must be based upon a conception of what we describe as multi dimensional citizenship appropriate to the needs and demeus of the early part 21 century. This conception must permeate all aspects of education, included curriculum and pedagogy, governance and organization, and school community relationships. (Cogan&Derncot,1998:11) Komentar : Rekomendasi yang disampaikan oleh pusat studi adalah masa depan kebijakan Bidang pendidikan, yaitu harus disesuaikan dengan konsepsi dan jenis yang kita sebut multi dimensionaL Konsepsi ini barus menyebar keseluruh spek pendidikan yang mencakup kurikulum dan pengajaran, pemerintahan, organisasi Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Pengertian Demokrasi
Abraham Lincoln & USIS, (1995 :5) Dalam Disertasi Winataptra. MA The Government from the people by the people for the people Komentar : Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,untuk rakyat
Pengertian Demokrasi
The Advance learners Dictionary of current English (Hornby : 261) dalam Winatautra, Budimansya (2007 : 200)
Democracy is 1. Country with principles of government in which all adult citizens share through their ellected repesentatives 2. Country with government which encourage and alows rights of citizeship such as freedo of speech, religion, opinion, and association, the assertion of rule of law, majority rule, accompanied by respect for the rights of minorities 3. Society in which there is tratment of each other by citizens as equals. Komentar : Bahwa kata demokrasi merujuk pada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warganegara turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendaat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas ; dan masyarakat yang warganegaranya saling memberi perlakuan yang sama.
Pendidikan Demokrasi
Ismaun, 2001. dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan,(2006: 125) Pendidikan demokrasi dalam PKn dilaksanakan melalui pengembangan pada tiga aspek: 1. Kecerdasan dan daya nalar warganegara (civic mtelligence) baik dimensi rasional,emosional,dan spiritual,maupun social cultural. 2. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warganegara yang bertanggungjawab (civic responsibility) 3. Kemampuan berpartisipasi warganegara (civic participation) asas dasar tanggungjawab,baik secara individual,secara socia1 sebagai kader pemimpin masa depan yang lebih baik. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Pendidikan Kewarganegaraan
Drs. Musfafa Karnal Pasha ; Citra Karsa Mandiri, 2002
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil, akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dengan perilaku sebagai berikut : a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai Pancasila b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. c. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warganegara. d. Bersikap professional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara e. Aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta setia untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara. f. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yaitu : Mengembangkan kecerdasan warga negera (civic intelligency); Membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility) Mendorong partisipasi warganegara (civic participation)
Watak Kewarganeraan
Branson (1999) Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Prof, Dr Hj. Ranidar Darwis, M . Pd. (2003:38) Watak Kewarganegaraan yang utama itu adatah a. menjadi anggota masyarakat yang independent b. mematuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik c. menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu d. berpartisipasi dalam urusanurusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana e. mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitisional secara sehat. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Virtues
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). Civic Theater for Civic Education. In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108). Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful. Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel, 2005:86). Komentar Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dari karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita, mempromosikan minat kita dan kewajibankewajiban kita. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Virtues
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. Virtue is the principle of republican governmentVirtue in a republic is love of ones country, that is, love of equality. It is not a moral virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in Quigley and Bahmueller, 1991:11). Komentar Kebajikan adalah prinsip dari pemerintahan republikkebajikan dalam republik adalah cinta dari negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Virtues
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. In the CIVITAS curriculum framework, civic virtue is described in terms of civic dispositions and civic commitment. 1. Civic dispositions refer to those attitudes and habits of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system. 2. Civic commitments refer to the freely given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental values and principles of American constitutional democracy. (Quigley and Bahmueller, 1991:11).
Komentar Di dalam kerangka kurikulum CIVITAS, kebajikan kewarganegaraan digambarkan dalam istilah disposisi dan komitmen kewarganegaraan. 1. Disposisi kewarganegaraan mengacu kepada sikap dan kebiasaankebiasaan pikiran dari warganegara yang berfungsi bagi sistem demokrasi yang sehat dan kebaikan umum dari. Komitmen kewarganegaraan mengacu kepada kebebasan yang diberikan, komitmen yang rasional dari warganegara terhadap nilai fundamental dan prinsip-prinsip demokrasi konstitutional Amerika.
Character Education Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Learning activities such as the following tend to promote character traits needed to participate effectively. For example:
Civility, courage, self-discipline, persistence, concern for the common good, respect for others, and other traits relevant to citizenship can be promoted through cooperative learning activities and in class meetings, student councils, simulated public hearings, mock trials, mock elections, and students courts. Self-discipline, respect for others, civility, punctuality, personal responsibility, and other character traits can be fostered in school and community service learning projects, such as tutoring younger students, caring for the school environment, and participating in voter registration drives. Recognition of shared values and a sense of community can be encouraged through celebration of national and state holidays, and celebration of the achievements of classmates and local citizens. Attentiveness to public affairs can be encouraged by regular discussions of significant current events. Reflection on ethical considerations can occur when studnts are asked to evaluate, take, and defend positions on issues that involve ethical considerations, that is, issues concerning good and bad, rights and wrong. Civic mindedness can be increased if schools work with civic organizations, bring community leaders into the classroom to discuss issues with students, and provide opportunities for students to observe and/or participate in civic organizations. (Branson, 1998:15).
Komentar
Aktivitas belajar yang dapat meningkatkan ciri-ciri karakter, dalam hal ini termasuk di dalamnya nation and character building, antara lain adalah: 1. Sopan santun, keperwiraan, disiplin pribadi, ketekunan, kepedulian terhadap kepentingan umum, menghormati orang lain, dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan kewarganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang kooperatif dan di dalam pertemuan-pertemuan kelas, dewan pelajar, simulasi dengan pendengar publik, simulasi pemilu, simulasi sidang pengadilan, dan mahkamah pelajar. Disiplin pribadi, menghormati orang lain, sopan santu, tepat waktu, tanggung jawab pribadi, dan karakter-karakter lainnya dapat dipupuk di sekolah dan proyek-proyek belajar pelayanan masyarakat, seperti membantu mengajari siswa yang lebih muda, merawat lingkungan sekolah, dan partisipasi di dalam kepanitiaan pemilu. Pengenalan terhadap nilai-nilai bersama serta kepedulian terhadap masyarakat sekitar dapat didorong melalui perayaan hari-hari libur nasional dan negara bagian, serta perayaan atas prestasi yang telah dicapai oleh teman sekelas ata warga setempat di sekitarnya. Kepedulian terhadap urusan-urusan publik dapat didorong melalui diskusi-diskusi teratur mengenai pentingnya kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung. Perenungan mengenai masalah-masalah etis dapat terjadi manakala siswa diminta untuk mengevaluasi, mengambil atau mempertahankan suatu pendapat tentang hal-hal yang melibatkan pertimbanga-pertimbangan etis, yakni isu-isu mengenai baik buruk, benar salah. Kepekaan kewarganegaraan dapat ditingkatkan jika sekolah-sekolah bekerjasama dengan organisasiorganisasi kemasyarakatan, mengundang para pemuka masyarakat masuk ke kelas untuk mendiskusikan isu-isu yang sedang berkembang dengan para siswa, serta menyediakan peluang bagi siswa untuk mengamati langsung dan/atau berpartisipasi di dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.
2.
3. 4. 5. 6.
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network Character is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what we do and so the children around us know, they absorb and take stock of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a certain spirit, getting on with one another in our various ways. Coles (dalam Branson, 1998:14) Komentar Pada dasarnya, karakter adalah kepada siapa kita mengekspresikan perbuatan kita, bagaimana kita hidup, apa yang kita kerjakan dan demikianlah anak-anak di sekitar kita mengetahuinya, merekapun kemudian menyerap dan menyimpan hasil pengamatan mereka, yaitu kita para orang dewasa ini hidup dan melakukan sesuatu dengan spirit tertentu, bergaul satu sama lain dengan berbagai cara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Civic Education the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives. Citizenship Education or Education for Citizenship both these in school experiencess as well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to shape the totality of the citizen. (Cogan, 1999:4) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
CIVIC EDUCATION
Branson, Margaret S. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the Communitarian Network. Washington, DC: Center for Civic Education Civic Education is an important component of education that cultivates citizens to participate in the public life of a democracy, to use their rights and to discharge their responsibilities with the necessary knowledge and skills. American schools have advanced a distinctively civic mission since the earliest days of this Republic. It was immediately recognized that a free society must ultimately depend on its citizens, and that the way to infuse the people with the necessary qualities is through education. As one step of this education process, higher education has been assuming the mission to foster citizens with the spirit to lead. The literature on this contribution, and civic education in general, is characterized by its broad time range, its composition of diverse voices from all kinds of participating social units (from individual to government), and the existence of rich international and comparative studies. (Branson, 1998). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Pendidikan Kewarganegaraan adalah satu komponen pendidikan yang penting yang mengajarkan warganegara untuk mengambil bagian dalam kehidupan demokrasi publik, untuk menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan tanggung-jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan. Sekolah-sekolah Amerika sejak awal Republik ini telah mengedepan suatu misi kewarganegaraan dengan jelas. Suatu masyarakat yang bebas bergantung pada para warganegaranya, dan cara untuk menghasilkan penduduk yang berkualitas adalah pendidikan. Sebagai bagian dari tahap proses pendidikan, pendidikan tinggi mempunyai misi untuk membantu perkembangan para warganegara dengan semangat untuk memimpin. Literatur yang berkontribusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum, ditandai oleh cakupan waktu yang luas, terdiri atas komposisi suara yang berbeda dari partisipasi bermacam-macam unit sosial (dari individu ke pemerintah), dan keberadaan sumber dan studi internasional. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
ATTRIBUTES OF CITIZENSHIP
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
ATTRIBUTES OF CITIZENSHIP
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
CITIZENSHIP
Fachruddin. (2005). Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in Indonesia. Dissertation at University of Pittsburgh: Not published.
Citizenship refers to an identity or an attribute that encourages individuals to think of themselves as being part of a society or a state. Citizenship is also a fundamental identity that helps situate individuals in society (sense of citizenship) (Hindess, 2003; Lister, Smith & Middleton, 2003). Citizenship is also a status (full membership of a state) conferred by nation states, which carries rights (the horizontal aspect) and responsibilities or consequences (the vertical aspect) (Osler & Starkey, 2002; Zilbershats, 2002: 3). Fachrudin (2005:31) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Dengan mengutip beberapa pendapat, Fachrudin mengemukakan bahwa kewarganegaraan mengacu pada satu identitas atau atribut yang mendorong individu untuk berpikir tentang diri mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat atau suatu negara. Kewarganegaraan adalah juga suatu identitas fundamental yang membantu individu di dalam masyarakat (perasaan kewarganegaraan). Kewarganegaraan adalah juga suatu status (keanggotaan penuh dari suatu negara) yang dirundingkan oleh negara bangsa, yang membawa hak-hak (aspek horisontal) dan tanggung jawab atau konsekuensi-konsekuensi (aspek vertikal).
CITIZENSHIP EDUCATION
Cogan, J.J. (1998). Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context, in J.J. Cogan and R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education, Kogan Page, London, pp. 120. Citizenship education has been described as the contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen (Cogan 1998:13), and the process of teaching societys rules, institutions, and organizations, and the role of citizens in the well-functioning of society (Villegas-Reimer 1997:235).
KOMENTAR
Pendidikan kewarganegaraan digambarkan sebagai kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warganegara' (Cogan 1998:13), dan 'proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi, dan peran warganegara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik'.
KOMENTAR
Kemajuan ilmu hukum mengalihkan konsep warga Negara dari zoon politikon menjadi legalis homo, dan dari civic atau polites (bahasa Latin dan Yunani untuk kata warga negara menjadi bourgeois atau burger. Hal ini selanjutnya membawa banyak persamaanantara warga Negara dengan subjek, karena untuk menentukan dia sebagai subjek dari hukum-hukum yang menjelaskan komunitasnya dan dari para penguasa dan hakim yang diberikan wewenang untuk menjalankan hukum-hukum tersebut.
CITIZENS
Aristotle, dalam Derek, Heater. (2004). A Brief History of Citizenship. New York University Press, Washington Square, New York. Citizens, in the common sense of that term, are all who share in the civic life of ruling and being ruled in turn. In the particular sense of the term, they vary from constitution to constitution; and under and ideal constitution they must be those who are able and willing to rule with a view to attaining a way of life according to goodness . He who enjoys the right of sharing in deliberative and judicial office attains thereby the status of a citizen of his state. (Aristotle, 1948, 1275b dalam Derek Heater, 2004 p.18). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Warga Negara dalam pengertian umum adalah semua orang yang berbagi dalam kehidupan yang mengatur dan diatur. Dalam pengertian khususnya tentag istilah tersebut akan beragam dari satu konstitusi ke konstitusi lainnya; dan dalam konstitusi yang ideal mereka haruslah orang yang mampu dan berkeinginan untuk mengatur dengan suatu pandangan untuk mencapai cara hidup menurut kebaikan. Dia yang mendapatkan hak untuk berbagi dalam jabatan pengadilan dan perundingan sehingga mendapat status sebagai warga negara dari negara tersebut. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
Eight citizens characteristic 1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society 2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for ones roles/duties within society 3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences 4. the capacity to think in a critical and systemic way 5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner 6. the willingness to change ones lifestyle and consumption habits to protect the environment 7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and 8. the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels. (Cogan and Derricott, 1998:115). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 5. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
A citizen was defined as a constituent member of society. Citizenship, on the other hand, was said to be a set of characteristics of being a citizen. And finally, citizenship education, the underlying focal point of the study, was defined as the contribution of education to development of those characteristics of being a citizen. (Cogan and Derricott, 1998:13) Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Warganegara adalah anggota suatu masyarakat. kewarganegaraan adalah seperangkat karakteristik yang terdapat dalam warganegara. Dan pendidikan kewarganegaraan adalah kontribusi pendidikan untuk mengembangkan karakteristikkarakteristik untuk menjadi warganegara. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
CITIZENSHIP
Gould, J. & Kolb, W.L. eds. (1964). A Dictionary of the Social Sciences. New York: The Free Press Gould and Kolb (1964:88) defined citizenship as a relationship existing between a natural person and political society, known as a state, by which the former owes allegiances and the latter protection. KOMENTAR Gould dan Kolb menggambarkan kewarganegaraan sebagai suatu hubungan yang ada antara orang dan masyarakat politik secara alami, yang dikenal sebagai suatu negara, dimana pembentuk berhutang kepada kesetiaan-kesetiaan dan perlindungan.' Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
CONCEPTIONS OF CITIZENSHIP
Osborne, Kenneth et al. (1999). Citizenship Education: An Introduction to Citizenship Education. The Centre for Canadian Studies at Mount Allison University. http://www.mta.ca/faculty/arts/canadian_studies/english/about/multimedia/citizenship
Most experts agree that citizenship involves a number of interrelated skills, beliefs and actions. Osborne identifies five elements that constitute citizenship and that influence outcomes typically represented in curriculum. These elements are described in the chart on the following page. (Osborne, Kenneth et al., 1999). Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
ELEMENT OF CITIZENSHIP
National Consciousness Or Identity Political Literacy Observance Of Rights And Duties Values General Intellectual Skills
Sense of identity as a national citizen Awareness of multiple identities, such as regional, cultural, ethnic, religious, class, gender Sense of global or world citizenship
Knowledge of the political, legal and social institutions of ones country Understanding of key political and social issues Necessary skills and knowledge for effective political participation
Understandi ng and belief in basic rights and duties of citizenship Understandi ng of how to deal with, and if possible resolve conflicts
Underst anding of societal values Knowled ge and skills to deal with conflictin g values in acceptabl e ways
n Osbornes view, global citizenship is part of national identity, in which students come to see themselves as members of a world community and learn to balance the claims of nation against claims that transcend national boundaries. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR Para ahli setuju bahwa kewarganegaraan melibatkan sejumlah keterampilan yang saling berhubungan, kepercayaan dan tindakan-tindakan. Osborne mengidentifikasi lima unsur-unsur yang melembagakan kewarganegaraan dan mempengaruhi hasil-hasil yang pada umumnya mewakili dalam kurikulum. Unsur-unsur itu sebagaimana tergambar dalam tabel di atas. Dalam pandangan Osborne, kewarganegaraan global adalah bagian dari kepribadian nasional, di mana para siswa datang untuk melihat diri mereka sebagai anggota suatu masyarakat dunia dan belajar untuk menyeimbangkan klaim-klaim tentang bangsa terhadap klaim-klaim bangsa lintas nasional.
CITIZEN PARTICIPATION
DAgostino, Maria J. (2006). Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program. Center For Civic Engagement. Park University International Citizen Participation is fundamental to democratic governance. The problem has been addressed in the citizen participation literature in a myriad of ways, including the use of technology to involve citizens in the decision making process. (DAgostino, 2006:2). KOMENTAR Partisipasi warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis. Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara dalam banyak cara, termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
MULTIDIMENSIONAL CITIZENSHIP
Patricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115
Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115) KOMENTAR Kewarganegaraan multidimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dari kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dari tantangan.
CIVIC EDUCATION
Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2). KOMENTAR Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut.
KOMENTAR
Tujuan pendidikan kewarganegaraan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah untuk memberikan kenyamanan dan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai yang relevan dengan hakikat demokrasi partisipatif; juga untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, dan perasaan tanggung jawab yang diperlukan untuk pengembangan para siswa menjadi warganegara aktif. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Pendidikan kewarganegaraan mempunyai kaitan dengan pengembangan pribadi para siswa dan pengembangan kehidupan politik dan sosial masyarakat tingkat lokal, nasional dan internasional. Pada tingkat personal, Pendidikan kewarganegaraan adalah menitikberatkan pada pengintegrasian ke dalam masyarakat. hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menanggulangi penghalang-penghalang struktural ke arah persamaan: menentang rasisme dan sexisme dalam institusi-institusi, sebagai contoh pada tingkat sosial dan politis adalah sekitar menciptakan suatu tatanan sosial yang dapat membantu menyediakan kenyamanan tanpa penindasan. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR
Pendidikan Kewarganegaraan minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Pendidikan Kewarganegaraan maksimal, didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, dilabeli citizenship education, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar. Oleh : Iwan Sukma Nuricht, S.Pd
KOMENTAR Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan 1. Pendidikan TENTANG kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan struktur-struktur dan proses-proses dari pemerintah dan kehidupan politik. 2. Pendidikan MELALUI kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif, berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen pengetahuan. 3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan mencakup kedua pendekatan 1) dan 2) yang menitikberatkan pada proses memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan sikap, nilai-nilai dan disposisidisposisi) yang memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka. Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan pengalaman pendidikan para siswa.
2.
Civic knowledge covers fundamental ideas and information that learners must know and use to become effective and responsible citizens of a democracy. Civic knowledge normally includes types and systems of government, politics, political institutions and processes and the role of citizens in relation to the governance. Civic skills include the intellectual skills required to understand, compare, explain and evaluate various principles and practices of government and citizenship. They also include the participatory skills that enable citizens to monitor and influence public policies (Quiqley 2000).
3.
KOMENTAR
The Center for Citizenship Education Amerika Serikat mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi dari kebaikan kewarganegaraan, pengetahuan kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan.
1.
2.
Kebaikan kewarganegaraan terdiri dari ciri-ciri dari karakter, disposisi, dan komitmen yang penting bagi pemeliharaan dan perbaikan pemerintahan dan kewarganegaraan demokratis. Contoh-contoh dari kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah tanggung jawab individu, disiplin diri, integritas, patriotisme, toleransi dalam keragaman, kesabaran dan konsistensi, dan rasa kasihan untuk yang lain. Komitmen-komitmen termasuk, suatu pengabdian terhadap hak azasi manusia, persamaan, kebaikan umum, dan aturan hukum. Pengetahuan kewarganegaraan meliput gagasan dan informasi pokok bahwa para pelajar harus mengetahui dan terbiasa sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab dalam suatu demokrasi. Pengetahuan kewarganegaraan secara normal termasuk jenis-jenis dan sistem dari pemerintah, politik, lembaga politik, dan proses dan peran dari para warganegara dalam hubungannya dengan pemerintah. Keterampilan kewarganegaraan termasuk keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memahami, membandingkan, menjelaskan dan mengevaluasi berbagai prinsip dan praktek-praktek dari pemerintah dan kewarganegaraan. Termasuk juga keterampilan berpartisipasi yang memungkinkan warganegara untuk memonitor dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik (Quiqley 2000).
3.
Patrick (1997) proposed nine global trends that have broad potential for influencing citizenship education in the constitutional democracies of the world. They are: 1) Conceptualising of citizenship education in terms of the three interrelated components of civic knowledge, civic skills and civic virtue. 2) Systematic teaching of core concepts about democratic governance and citizenship. 3) Analysis of case studies by students to apply core concepts or principles. 4) Development of decision-making skills. 5) Comparative and international analysis of government and citizenship. 6) Development of participatory skills and civic virtues through cooperative learning activities. 7) The use of literature to teach civic virtues. 8) Active learning of civic knowledge, skills and virtues. 9) The connection of content and process in teaching and learning of civic knowledge, skills and virtues.
KOMENTAR:
Patrick (1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional. Kecenderungan yang dimaksud adalah: 1) Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling berhubungan pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan kebaikan kewarganegaraan. 2) Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis. 3) Analisa dari studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsepkonsep inti. 4) Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan. 5) Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan. 6) Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif. 7) Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan. 8) Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan.
9) Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan.
TEACHING OF VALUES
Williams, Mary M. (2000). Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues. Journal of Humanistic Counseling, Education and Development 39, 1, 3240. it is next to impossible to separate the teaching of values from schooling itself; it is a part of schooling whether people are willing to acknowledge it or not. The question ... is how the educator can influence students character development effectively so that the impact is positive. (Williams 2000:34). KOMENTAR Hampir tak mungkin untuk memisahkan pengajaran nilai dari pendidikan di sekolah; hal itu merupakan suatu bagian dari pendidikan di sekolah apakah orang-orang memiliki kemauan untuk mengakuinya atau tidak. Pertanyaannya ialah bagaimana pendidik dapat mempengaruhi pengembangan karakter siswa secara efektif sehingga berdampak positif.
CONCEPTIONS OF CHARACTER
Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York, NY: Bantam Books
Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good (Lickona, 1991:51) Much of the debate about whether and how to teach for character is tied into a debate about what character means. Character can refer to: personality traits or virtues such as responsibility and respect for others emotions such as guilt or sympathy social skills such as conflict management or effective communication behaviours such as sharing or helping, or cognitions such as belief in equality or problem-solving strategies. Thomas Lickona, describes character as a reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way. Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behaviour (Lickona, 1991:51).
KOMENTAR Menurut Lickona, karakter baik terdiri dari mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik. Sebagian besar perdebatan sekitar apa dan bagaimana mengajar karakter terikat pada suatu debat tentang apa makna "karakter". Karakter dapat mengacu pada: 1. ciri kepribadian atau kebaikan seperti tanggung jawab dan rasa hormat untuk yang lain 2. emosi seperti rasa bersalah atau simpati 3. keterampilan-keterampilan sosial seperti pengendalian konflik atau komunikasi efektif 4. perilaku-perilaku seperti sharing atau membantu, atau 5. pengamatan-pengamatan seperti kepercayaan di dalam persamaan atau strategi memecahkan masalah. Thomas Lickona, menguraikan karakter sebagai "suatu bagian dari disposisi yang dapat merespon terhadap situasi-situasi yang secara moral baik. Karakter mengandung tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral" (Lickona, 1991:51).
GLOBAL CITIZEN
Louise Douglas. (2002). Global Citizenship. Citizenship Update Institute for Citizenship. Available at: www.citizen.org.uk/education/resources/html
At Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young people make sense of the world and to develop not only knowledge and understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global citizen as someone who: 1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen 2. respects and values diversity 3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally 4. is outraged by social injustice 5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global 6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place 7. takes responsibility for their actions.
KOMENTAR Pada pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap. Kita memandang warganegara global sebagai orang yang: 1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dari peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia 2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman 3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan 4. menolak ketidakadilan sosial 5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat lokal sampai global 6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut 7. bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka.
2. 3.
community involvement: ...learning about and becoming helpfully involved in the life and concerns of their communities, including learning through community involvement and service to the community. This, of course, like the other two strands, is by no means limited to childrens time in school; political literacy: ...pupils learning about, and how to make themselves effective in, public life through knowledge, skills and values. Here the term public life is used in its broadest sense to encompass realistic knowledge of, and preparation for, conflict resolution and decision making, whether involving issues at local, national, European or global level.
KOMENTAR
Citizenship Advisory Group menggambarkan 'pendidikan kewarganegaraan efektif berisian tiga hal yang terpisah namun saling berhubungan. Ini adalah untuk dikembangkan melalui suatu pendidikan dan pelatihan orang muda, mulai pra-sekolah sampai kedewasaan, yakni: 1. tanggung jawab sosial dan moral: '...anak-anak belajar mulai dari kepercayaan diri, tanggung jawab sosial dan moral baik dalam maupun di luar kelas, kedua-duanya ditujukan ke arah pengembangan otoritas dan yang lainnya. Tahapan ini bertindak sebagai satu prasyarat penting untuk dua tahapan yang lainnya; keterlibatan masyarakat: '...belajar tentang dan menjadi dengan bermanfaat melibatkan diri di dalam kehidupan dan consern dengan masyarakat-masyarakat mereka, termasuk belajar keterlibatan dalam masyarakat dan layanan kepada masyarakat'. Hal ini, tentu saja, seperti dua hal yang lain, sama sekali tidak dibatasi pada waktu anak-anak di sekolah; melek politik: '... para murid belajar tentang, dan bagaimana membuat diri mereka efektif di dalam, pengetahuan hidup publik, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai'. Di sini istilah 'hidup publik' digunakan dalam pengertian yang paling luas yang meliputi pengetahuan realistis, dan persiapan untuk, resolusi konflik dan pengambilan keputusan, dengan menyertakan isu-isu lokal, nasional, orang Eropa atau tingkatan global.
2.
3.
Pendidikan Kewarganegaraan
Kamal Pasha, Mustafa.(2002). Citra karsa Mandiri. Terbentuknya masyarakat dapat dibagi menjadi dua : 1. Masyarakat paksaan, seperti negara atau masyarakat tawanan perang. 2. Masyarakat merdeka yang dapat dibagi (a) masyarakat alami (nature) seperti suku, yang bertalian karena adanya darah atau keturunan. (b) masyarakat kultur, terbentuk karena kepentingan keduniaan seperti PT, koperasi, jamaah mesjid, dan sebagainya. Komentar: Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa makna masyarakat adalah golongan beasar atau kecil, terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhinya.
Pendidikan Kewarganegaraan
Kamal Pasha, Mustafa. (2002). Citra karsa Mandiri. Bangsa adalah suatu masyarakat yang mempunyai daerah tertentu yang anggotaanggotanya bersatu karena pertumbuhan sejarah yang sama, karena merasa senasib sepenanggungan, serta mempunyai kepentingan dan cita-cita yang sama. Komentar: Otto Bauer memberikan penjelasan bahwa suatu bangsa terbentuk karena adanya suatu persamaan, satu persatuan karakter, watak, dimana karakter atau watak itu tumbuh dan lahir karena adanya persatuan pengalaman.
Pendidikan Kewarganegaraan
Kamal Pasha, Mustafa. (2002). Citra karsa Mandiri. Negara menurut Roger H. Soltau adalah suatu alat (agency) atau wewenang (autority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat, (the state is agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community). Komentar: Sesungguhnya negara adalah alat (tool) yang dibuat oleh masyarakat bangsa, diberi kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia/kelompok dalam suatu masyarakat bangsa, mengarahkan masyarakat secara bersama-sama ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Pendidikan Kewarganegaraan
Kamal Pasha, Mustafa. (2002). Citra Karsa Mandiri. Menurut Harold J. Laski tujuan negara adalah menciptakan suatu kondisi di mana rakyatnya dapat mencapai terwujudnya keinginan-keinginan secara maksimal (creation of the those condition under which the members of the state my attaint the maximum satisfaction of their desire). Komentar: Masyarakat yang telah bersepakat menyerahkan sebagaian dari hak-hak pribadinya yang tidak mungkin dapat diwujudkan oleh masing-masing individu kepada negara dengan tujuan agar dapat menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, dapat menciptakan bonum publicum atau common good.
Pendidikan kewarganegaraan
Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed. Citra karsa Mandiri,2002 Fungsi minimum yang mutlak perlu bagi sebuah negara : 1. law and order 2. kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. 3. pertahanan 4. menegakkan keadilan Komentar: 1. untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrok dalam masyarakat. 2. fungsi ini dianggap sangat penting terutama bagi negara berkembang 3. untuk menjaga serangan dari luar 4. hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan (M. Budiardjo: 45-46)
Pengertian Ideologi
Kamal Pasha, Mustafa. (2002). Pendidikan Kewarganegaraan. Citra Karsa Mandiri. Secara etimologi ideologi dibentuk dari idea, berarti pemikiran, konsep, atau gagasan, dan logos artinya pengetahuan. Dengan demikian ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, tentang keyakinan atau tentang gagasan. Komentar: Sesungguhnya istilah ideologi itu sendiri bersifat netral, tidak memihak kemanapun. Ia dapat digunakan oleh siapa saja, apakah oleh kaum kapitalis, kaum nasionalis, kaum komunis, dan oleh lainnya. Ideologi pada hakekatnya menggambarkan tatanan kehidupan politik yang diyakini sebagai yang ideal, disertai dengan cara-cara, program dan strategi untuk mewujudkan dan memperjuangkannya.
Pendidikan kewarganegaraan
Kamal Pasha, Mustafa. (2002). Citra Karsa Mandiri. Menurut K.C. Wheare dalam bukunya Modern Constitution secara garis besarnya suatu konstitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang mengatur the rule of the constitution. 2. Konstitusi yang bukan saja mengatur ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan ideologi, aspirasi dan cita-cita politik, the statement of idea, pengakuan kepercayaan dari suatu bangsa yang menciptakannya. Komentar: Konstitusi jenis yang kedua menggambarkan filsafat negara yang akan dibentuk, philosofische grondslag, weltanschauung dan ideologi negara. Sebagai contoh konstitusi Amerika serikat, Prancis dan konstitusi-konstitusi Indonesia. Dan biasanya cita-cita politik itu dicantumkan dalam preambule, dalam pembukaan dari suatu konstitusi.
Komentar :
Kemajuan ilmu hukum mengalihkan konsep warga Negara dari zoon politikon menjadi legalis homo, dan dari civic atau polites (bahasa Latin dan Yunani untuk kata warga negara menjadi bourgeois atau burger. Hal ini selanjutnya membawa banyak persamaanantara warga Negara dengan subjek, karena untuk menentukan dia sebagai subjek dari hukum-hukum yang menjelaskan komunitasnya dan dari para penguasa dan hakim yang diberikan wewenang untuk menjalankan hukum-hukum tersebut.
Citizens
Aristotle, dalam Derek, Heater. (2004). A Brief History of Citizenship. New York University Press, Washington Square, New York. Citizens, in the common sense of that term, are all who share in the civic life of ruling and being ruled in turn. In the particular sense of the term, they vary from constitution to constitution; and under and ideal constitution they must be those who are able and willing to rule with a view to attaining a way of life according to goodness . He who enjoys the right of sharing in deliberative and judicial office attains thereby the status of a citizen of his state. (Aristotle, 1948, 1275b dalam Derek Heater, 2004 p.18).
Komentar
Warga Negara dalam pengertian umum adalah semua orang yang berbagi dalam kehidupan yang mengatur dan diatur. Dalam pengertian khususnya tentag istilah tersebut akan beragam dari satu konstitusi ke konstitusi lainnya; dan dalam konstitusi yang ideal mereka haruslah orang yang mampu dan berkeinginan untuk mengatur dengan suatu pandangan untuk mencapai cara hidup menurut kebaikan. Dia yang mendapatkan hak untuk berbagi dalam jabatan pengadilan dan perundingan sehingga mendapat status sebagai warga negara dari negara tersebut.
Komentar
Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara.
Attributes of Citizenship
Cogan, John J. and Ray Derricott. (1998). Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page The five attributes of citizenship: 1) a sense of identity, 2) the enjoyment of certain rights, 3) the fulfilment of corresponding obligations, 4) a degree of interest and involvement in public affairs, and 5) an acceptance of basic societal values. All five are conveyed through a wide variety of institutions, both governmental and non governmental, including the media, but they are usually seen as a particular responsibility of the school. Citizenship education, in the broadest sense, is an important task in all contemporary societies. (Cogan and Derricot, 1998: 2-3).
Komentar
Secara konseptual, seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, memenuhi kewajibankewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, tingkat dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Kesemuanya disampaikan melalui bermacam institusi, baik pemerintahan maupun nonpemerintahan, termasuk media, tetapi hal tersebut biasanya dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab sekolah. Pendidikan kewarganegaraan, dalam pengertian yang luas, adalah tugas yang penting di dalam semua masyarakat masa ini.
Komentar Dalam pandangan Cogan dan Dericot, kewarganegaraan multidimensional dikonsepsikan atas empat dimensi, yaitu personal, sosial, temporal, dan spatial.
Multidimensional Citizenship
Patricia Kubow, David Grossman and Akira Ninomiya Multidimensional citizenship: educational policy for the 21st Century. p.115
Multidimensional citizenship, this term is intended to describe the complex, multifaceted conceptualization of citizenship and citizenship education that will be needed if citizens are to cope with the challenges. (1999:115)
Komentar Kewarganegaraan multidimensional, istilah ini untuk menggambarkan kompleksitas, konseptualisasi bersegi banyak dari kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang diperlukan warganegara untuk keluar dari tantangan.
Komentar Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut: 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaanperbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis 5. memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional.
Civic Education
Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and learning) in that preparatory process. (Kerr, 1999:2). Komentar Pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warganegara tersebut.
Education for citizenship is concerned with both the personal development of students and the political and social development of society at local, national and international levels. On a personal level, CE is about integration into society. It is about overcoming structural barriers to equality: challenging racism and sexism in institutions, for instance on political and social level it is about creating a social order that will help provide security without the need for repression.
Komentar: Pendidikan kewarganegaraan mempunyai kaitan dengan pengembangan pribadi para siswa dan pengembangan kehidupan politik dan sosial masyarakat tingkat lokal, nasional dan internasional. Pada tingkat personal, Pendidikan kewarganegaraan adalah menitikberatkan pada pengintegrasian ke dalam masyarakat. hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menanggulangi penghalang-penghalang struktural ke arah persamaan: menentang rasisme dan sexisme dalam institusi-institusi, sebagai contoh pada tingkat sosial dan politis adalah sekitar menciptakan suatu tatanan sosial yang dapat membantu menyediakan kenyamanan tanpa penindasan.
Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparison. England: National Foundation for Educational Research-NFER Citizenship is conceptualised and contested along a continuum, which range from a minimal to a maximal interpretation (McLaughliin, 1992). Minimal: Thin, Exclusive, Elitist, Civics education, Formal, Content led, Knowledge based, Didactic transmission, Easier to achieve, and measure in practice. Maximal: Thick, Inclusive, Activist, Citizenship education, Participative, Process led, Values based, Interactive interpretation, More difficult to achieve, and measure in practice. (Kerr, 1999:14)
Komentar Pendidikan Kewarganegaraan minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Pendidikan Kewarganegaraan maksimal, didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, dilabeli citizenship education, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.
Komentar Pendidikan Kewarganegaraan dikonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan 1. Pendidikan TENTANG kewarganegaraan memusatkan perhatian untuk mempersiapkan para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sejarah nasional dan struktur-struktur dan proses-proses dari pemerintah dan kehidupan politik. 2. Pendidikan MELALUI kewarganegaraan menitikberatkan pada pelibatan siswa untuk belajar dengan melakukan (by doing), melalui pengalaman-pengalaman yang aktif, berpartisipasi di sekolah atau masyarakat lokal dan di luar. Proses belajar seperti itu diyakini memiliki potensi untuk menguatkan komponen pengetahuan. 3. Pendidikan UNTUK kewarganegaraan mencakup kedua pendekatan 1) dan 2) yang menitikberatkan pada proses memperlengkapi siswa dengan seperangkat alat (pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan sikap, nilainilai dan disposisi-disposisi) yang memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan pantas di dalam peran-peran dan tanggung-jawab mereka dalam kehidupan dewasa mereka. Pendekatan ini mengaitkan pendidikan kewarganegaraan dengan keseluruhan pengalaman pendidikan para siswa.
Komentar The Center for Citizenship Education Amerika Serikat mengusulkan tiga komponen yang saling berinterrelasi dari kebaikan kewarganegaraan, pengetahuan kewarganegaraan, dan keterampilan kewarganegaraan sebagai tujuan dan/atau kerangka Pendidikan Kewarganegaraan. 1. Kebaikan kewarganegaraan terdiri dari ciri-ciri dari karakter, disposisi, dan komitmen yang penting bagi pemeliharaan dan perbaikan pemerintahan dan kewarganegaraan demokratis. Contoh-contoh dari kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah tanggung jawab individu, disiplin diri, integritas, patriotisme, toleransi dalam keragaman, kesabaran dan konsistensi, dan rasa kasihan untuk yang lain. Komitmen-komitmen termasuk, suatu suatu pengabdian terhadap hak azasi manusia, persamaan, kebaikan umum, dan aturan hukum. 2. Pengetahuan kewarganegaraan meliput gagasan dan informasi pokok bahwa para pelajar harus mengetahui dan terbiasa sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab dalam suatu demokrasi. Pengetahuan kewarganegaraan secara normal termasuk jenis-jenis dan sistem dari pemerintah, politik, lembaga politik, dan proses dan peran dari para warganegara dalam hubungannya dengan pemerintah. 3. Keterampilan kewarganegaraan termasuk keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memahami, membandingkan, menjelaskan dan mengevaluasi berbagai prinsip dan praktekpraktek dari pemerintah dan kewarganegaraan. Termasuk juga keterampilan berpartisipasi yang memungkinkan warganegara untuk memonitor dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik (Quiqley 2000).
Komentar:
Patrick (1997) mengungkapkan sembilan kecenderungan global yang secara luas biasa berpotensi mempengaruhi pendidikan kewarganegaraan di dalam negara-negara yang menganut faham demokrasi konstitutional. Kecenderungan yang dimaksud adalah: 1. Konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan dalam tiga komponen-komponen yang saling berhubungan pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan kebaikan kewarganegaraan. 2. Pengajaran konsep-konsep inti secara sistematis tentang pemerintah dan kewarganegaraan demokratis. 3. Analisa dari studi kasus oleh para siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip atau konsepkonsep inti. 4. Pengembangan keterampilan pengambilan keputusan. 5. Analisis komparatif dan internasional tentang pemerintah dan kewarganegaraan. 6. Pengembangan keterampilan partisipatoris dan kebaikan kewarganegaraan melalui aktivitas belajar kooperatif. 7. Pemakaian literatur untuk mengajarkan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan. 8. Mempelajari secara aktif pengetahuan, keterampilan dan kebaikan kewarganegaraan. 9. Menghubungkan antara isi dan proses dalam belajar dan mengajar pengetahuan, keterampilan, dan kebaikan kewarganegaraan.
Teaching of Values
Williams, Mary M. (2000). Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues. Journal of Humanistic Counseling, Education and Development 39, 1, 3240. it is next to impossible to separate the teaching of values from schooling itself; it is a part of schooling whether people are willing to acknowledge it or not. The question ... is how the educator can influence students character development effectively so that the impact is positive. (Williams 2000:34). Komentar Hampir tak mungkin untuk memisahkan pengajaran nilai dari pendidikan di sekolah; hal itu merupakan suatu bagian dari pendidikan di sekolah apakah orangorang memiliki kemauan untuk mengakuinya atau tidak. Pertanyaannya ialah bagaimana pendidik dapat mempengaruhi pengembangan karakter siswa secara efektif sehingga berdampak positif.
Conceptions of Character
Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York, NY: Bantam Books Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good (Lickona, 1991:51) Much of the debate about whether and how to teach for character is tied into a debate about what character means. Character can refer to: personality traits or virtues such as responsibility and respect for others emotions such as guilt or sympathy social skills such as conflict management or effective communication behaviours such as sharing or helping, or cognitions such as belief in equality or problem-solving strategies. Thomas Lickona, describes character as a reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way. Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behaviour (Lickona, 1991:51).
Komentar Menurut Lickona, karakter baik terdiri dari mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik. Sebagian besar perdebatan sekitar apa dan bagaimana mengajar karakter terikat pada suatu debat tentang apa makna "karakter". Karakter dapat mengacu pada: 1. ciri kepribadian atau kebaikan seperti tanggung jawab dan rasa hormat untuk yang lain 2. emosi seperti rasa bersalah atau simpati 3. keterampilan-keterampilan sosial seperti pengendalian konflik atau komunikasi efektif 4. perilaku-perilaku seperti sharing atau membantu, atau 5. pengamatan-pengamatan seperti kepercayaan di dalam persamaan atau strategi memecahkan masalah. Thomas Lickona, menguraikan karakter sebagai "suatu bagian dari disposisi yang dapat merespon terhadap situasi-situasi yang secara moral baik. Karakter mengandung tiga bagian yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral" (Lickona, 1991:51).
Citizen Participation
DAgostino, Maria J. (2006). Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program. Center For Civic Engagement. Park University International Citizen Participation is fundamental to democratic governance. The problem has been addressed in the citizen participation literature in a myriad of ways, including the use of technology to involve citizens in the decision making process. (DAgostino, 2006:2). Komentar Partisipasi warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis. Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara dalam banyak cara, termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan.
Global Citizen
Louise Douglas. (2002). Global Citizenship. Citizenship Update Institute for Citizenship. Available at: www.citizen.org.uk/education/resources/html
At Oxfam education we feel that our curriculum for global citizenship is an extremely useful planning tool for teachers wanting to help young people make sense of the world and to develop not only knowledge and understanding but also to skills and attitudes to do so. We see a global citizen as someone who: 1. is aware of the wider world and has a sense of their own roles as a world citizen 2. respects and values diversity 3. has an understanding of how the world works economically, politically, socially, culturally, technologically and environmentally 4. is outraged by social injustice 5. participates in and contributes to the community at a large of levels from the local to the global 6. is willing to act to make the world a more equitable and sustainable place 7. takes responsibility for their actions
Komentar: Pada pendidikan Oxfam, kita merasakan bahwa kurikulum untuk kewarganegaraan global telah direncanakan secara ektrem sebagai alat bagi para guru untuk membantu para pelajar memahami dunia dan untuk mengembangkan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman tetapi juga keterampilan dan sikap. Kita memandang warganegara global sebagai orang yang: 1. menyadari dunia secara luas dan mempunyai suatu perasaan dari peran-peran mereka sendiri sebagai warga dunia 2. pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman 3. mempunyai satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural, teknologi dan lingkungan 4. menolak ketidakadilan sosial 5. berpartisipasi dan berperan dalam masyarakat secara luas mulai tingkat lokal sampai global 6. memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka.
Komentar
Citizenship Advisory Group menggambarkan 'pendidikan kewarganegaraan efektif berisian tiga hal yang terpisah namun saling berhubungan. Ini adalah untuk dikembangkan melalui suatu pendidikan dan pelatihan orang muda, mulai pra-sekolah sampai kedewasaan, yakni: 1. tanggung jawab sosial dan moral: '...anak-anak belajar mulai dari kepercayaan diri, tanggung jawab sosial dan moral baik dalam maupun di luar kelas, kedua-duanya ditujukan ke arah pengembangan otoritas dan yang lainnya. Tahapan ini bertindak sebagai satu prasyarat penting untuk dua tahapan yang lainnya; 2. keterlibatan masyarakat: '...belajar tentang dan menjadi dengan bermanfaat melibatkan diri di dalam kehidupan dan consern dengan masyarakat-masyarakat mereka, termasuk belajar keterlibatan dalam masyarakat dan layanan kepada masyarakat'. Hal ini, tentu saja, seperti dua hal yang lain, sama sekali tidak dibatasi pada waktu anak-anak di sekolah; 3. melek politik: '... para murid belajar tentang, dan bagaimana membuat diri mereka efektif di dalam, pengetahuan hidup publik, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai'. Di sini istilah 'hidup publik' digunakan dalam pengertian yang paling luas yang meliputi pengetahuan realistis, dan persiapan untuk, resolusi konflik dan pengambilan keputusan, dengan menyertakan isu-isu lokal, nasional, orang Eropa atau tingkatan global.
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network
Learning activities such as the following tend to promote character traits needed to participate effectively. For example: Civility, courage, self-discipline, persistence, concern for the common good, respect for others, and other traits relevant to citizenship can be promoted through cooperative learning activities and in class meetings, student councils, simulated public hearings, mock trials, mock elections, and students courts. Self-discipline, respect for others, civility, punctuality, personal responsibility, and other character traits can be fostered in school and community service learning projects, such as tutoring younger students, caring for the school environment, and participating in voter registration drives. Recognition of shared values and a sense of community can be encouraged through celebration of national and state holidays, and celebration of the achievements of classmates and local citizens. Attentiveness to public affairs can be encouraged by regular discussions of significant current events. Reflection on ethical considerations can occur when studnts are asked to evaluate, take, and defend positions on issues that involve ethical considerations, that is, issues concerning good and bad, rights and wrong. Civic mindedness can be increased if schools work with civic organizations, bring community leaders into the classroom to discuss issues with students, and provide opportunities for students to observe and/or participate in civic organizations. (Branson, 1998:15).
Komentar
Aktivitas belajar yang dapat meningkatkan ciri-ciri karakter, dalam hal ini termasuk di dalamnya nation and character building, antara lain adalah: 1. Sopan santun, keperwiraan, disiplin pribadi, ketekunan, kepedulian terhadap kepentingan umum, menghormati orang lain, dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan kewarganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang kooperatif dan di dalam pertemuan-pertemuan kelas, dewan pelajar, simulasi dengan pendengar publik, simulasi pemilu, simulasi sidang pengadilan, dan mahkamah pelajar. 2. Disiplin pribadi, menghormati orang lain, sopan santu, tepat waktu, tanggung jawab pribadi, dan karakterkarakter lainnya dapat dipupuk di sekolah dan proyek-proyek belajar pelayanan masyarakat, seperti membantu mengajari siswa yang lebih muda, merawat lingkungan sekolah, dan partisipasi di dalam kepanitiaan pemilu. 3. Pengenalan terhadap nilai-nilai bersama serta kepedulian terhadap masyarakat sekitar dapat didorong melalui perayaan hari-hari libur nasional dan negara bagian, serta perayaan atas prestasi yang telah dicapai oleh teman sekelas ata warga setempat di sekitarnya. 4. Kepedulian terhadap urusan-urusan publik dapat didorong melalui diskusi-diskusi teratur mengenai pentingnya kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung. 5. Perenungan mengenai masalah-masalah etis dapat terjadi manakala siswa diminta untuk mengevaluasi, mengambil atau mempertahankan suatu pendapat tentang hal-hal yang melibatkan pertimbanga-pertimbangan etis, yakni isu-isu mengenai baik buruk, benar salah. 6. Kepekaan kewarganegaraan dapat ditingkatkan jika sekolah-sekolah bekerjasama dengan organisasiorganisasi kemasyarakatan, mengundang para pemuka masyarakat masuk ke kelas untuk mendiskusikan isu-isu yang sedang berkembang dengan para siswa, serta menyediakan peluang bagi siswa untuk mengamati langsung dan/atau berpartisipasi di dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Character Education
Branson, Margaret Stimmann. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper From The Communitarian Network Character is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what we do and so the children around us know, they absorb and take stock of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a certain spirit, getting on with one another in our various ways. Coles (dalam Branson, 1998:14) Komentar Pada dasarnya, karakter adalah kepada siapa kita mengekspresikan perbuatan kita, bagaimana kita hidup, apa yang kita kerjakan dan demikianlah anak-anak di sekitar kita mengetahuinya, merekapun kemudian menyerap dan menyimpan hasil pengamatan mereka, yaitu kita para orang dewasa ini hidup dan melakukan sesuatu dengan spirit tertentu, bergaul satu sama lain dengan berbagai cara.
Civic Virtues
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). Civic Theater for Civic Education. In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108). Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful. Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel, 2005:86). Komentar Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dari karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita, mempromosikan minat kita dan kewajibankewajiban kita.
Multicultural Education
Banks, J. A., & McGee Banks, C. A. (Eds.). (1997). Multicultural education: Issues and Perspectives (3rd ed). Boston: Allyn and Bacon. Multiculturalism can be defined as, A philosophical position and movement that deems that the gender, ethnic, racial, and cultural diversity of a pluralistic society should be reflected in all of the institutionalized structures of educational institutions, including the staff, the norms, and values, the curriculum, and the student body (Banks & Banks, 1997: 435). Komentar Multikulturalisme dapat digambarkan sebagai, "Suatu posisi dan gerakan yang filosofis yang menganggap bahwa gender, kesukuan, rasial, dan keanekaragaman budaya dari suatu masyarakat plural harus dicerminkan di dalam semua lembaga pendidikan, termasuk staf, norma-norma, nilai-nilai, kurikulum, dan siswa".
Global Citizenship
Banks, James A. (2004). Teaching for Multicultural Literacy, Global Citizenship, and Social Justice. (Parts of this paper are adapted from: James A. Banks, Introduction: Democratic Citizenship Education in Multicultural Societies. In James A. Banks (Editor). Diversity and Citizenship Education: Global Perspectives (pp. 3-15). San Francisco: Jossey-Bass, 2004; and from James A. Banks, Teaching Literacy for Social Justice and Global Citizenship, Language Arts, 81 (1), September 2003, pp. 18-19) Citizenship education should help students develop thoughtful and clarified identifications with their cultural communities and their nation-states. It should also help them to develop clarified global identifications and deep understandings of their roles in the world community. Students need to understand how life in their cultural communities and nations influences other nations and the cogent influence that international events have on their daily lives.
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan perlu membantu para siswa mengembangkan pengetahuan dan identifikasi yang jelas tentang masyarakat, budaya dan negara bangsa mereka. Hal tersebut diperlukan untuk menolong mereka dalam mengembangkan identifikasi global dan pemahamanmendalam tentang peran mereka dalam masyarakat dunia. Para siswa perlu memahami bagaimana hidup di dalam masyarakat budaya mereka dan pengaruh satu negara terhadap negara lain serta keyakinan bahwa kejadian internasional itu berakibat pada hidup mereka sehari-hari.
Civic Education
Branson, Margaret S. (1998). The Role of Civic Education: A Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the Communitarian Network. Washington, DC: Center for Civic Education Civic Education is an important component of education that cultivates citizens to participate in the public life of a democracy, to use their rights and to discharge their responsibilities with the necessary knowledge and skills. American schools have advanced a distinctively civic mission since the earliest days of this Republic. It was immediately recognized that a free society must ultimately depend on its citizens, and that the way to infuse the people with the necessary qualities is through education. As one step of this education process, higher education has been assuming the mission to foster citizens with the spirit to lead. The literature on this contribution, and civic education in general, is characterized by its broad time range, its composition of diverse voices from all kinds of participating social units (from individual to government), and the existence of rich international and comparative studies. (Branson, 1998).
Komentar
Pendidikan Kewarganegaraan adalah satu komponen pendidikan yang penting yang mengajarkan warganegara untuk mengambil bagian dalam kehidupan demokrasi publik, untuk menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan tanggung-jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan. Sekolah-sekolah Amerika sejak awal Republik ini telah mengedepan suatu misi kewarganegaraan dengan jelas. Suatu masyarakat yang bebas bergantung pada para warganegaranya, dan cara untuk menghasilkan penduduk yang berkualitas adalah pendidikan. Sebagai bagian dari tahap proses pendidikan, pendidikan tinggi mempunyai misi untuk membantu perkembangan para warganegara dengan semangat untuk memimpin. Literatur yang berkontribusi, dan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum, ditandai oleh cakupan waktu yang luas, terdiri atas komposisi suara yang berbeda dari partisipasi bermacam-macam unit sosial (dari individu ke pemerintah), dan keberadaan sumber dan studi internasional.
Citizenship
Gould, J. & Kolb, W.L. eds. (1964). A Dictionary of the Social Sciences. New York: The Free Press Gould and Kolb (1964:88) defined citizenship as a relationship existing between a natural person and political society, known as a state, by which the former owes allegiances and the latter protection.
Komentar Gould dan Kolb menggambarkan kewarganegaraan sebagai suatu hubungan yang ada antara orang dan masyarakat politik secara alami, yang dikenal sebagai suatu negara, dimana pembentuk berhutang kepada kesetiaan-kesetiaan dan perlindungan.'
Citizenship Education
Cogan, J.J. (1998). Citizenship Education for the 21st Century: Setting the Context, in J.J. Cogan and R. Derricott, eds. Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education, Kogan Page, London, pp. 120. Citizenship education has been described as the contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen (Cogan 1998:13), and the process of teaching societys rules, institutions, and organizations, and the role of citizens in the well-functioning of society (Villegas-Reimer 1997:235). Komentar Pendidikan kewarganegaraan digambarkan sebagai kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik-karakteristik warganegara' (Cogan 1998:13), dan 'proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi,
dan peran warganegara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik'.
Citizenship
Fachruddin. (2005). Educating for Democracy: Ideas and Practices of Islamic Civil Society Association in Indonesia. Dissertation at University of Pittsburgh: Not published. Citizenship refers to an identity or an attribute that encourages individuals to think of themselves as being part of a society or a state. Citizenship is also a fundamental identity that helps situate individuals in society (sense of citizenship) (Hindess, 2003; Lister, Smith & Middleton, 2003). Citizenship is also a status (full membership of a state) conferred by nation states, which carries rights (the horizontal aspect) and responsibilities or consequences (the vertical aspect) (Osler & Starkey, 2002; Zilbershats, 2002: 3). Fachrudin (2005:31)
Komentar
Dengan mengutip beberapa pendapat, Fachrudin mengemukakan bahwa kewarganegaraan mengacu pada satu identitas atau atribut yang mendorong individu untuk berpikir tentang diri mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat atau suatu negara. Kewarganegaraan adalah juga suatu identitas fundamental yang membantu individu di dalam masyarakat (perasaan kewarganegaraan). Kewarganegaraan adalah juga suatu status (keanggotaan penuh dari suatu negara) yang dirundingkan oleh negara bangsa, yang membawa hak-hak (aspek horisontal) dan tanggung jawab atau konsekuensi-konsekuensi (aspek vertikal).
Komentar Dalam melukiskan pendidikan untuk kewarganegaraan demokratis, para penulis memberikan penekanan terhadap poin-poin yang berbeda. Pendidikan untuk demokrasi dapat digolongkan sebagai berikut: a. Mengembangkan kemampuan orang-orang tentang pengertian dan partisipasi yang bertanggung jawab sebagai warganegara demokratis dalam berbagai lapisanan kehidupan. b. Menyediakan satu set nilai-nilai inti demokrasi atau sikap-sikap demokratis seperti penghargaan terhadap latar belakang yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, dan martabat manusia, penghargaan terhadap hak-hak minoritas, kepedulian terhadap yang lain, keadilan, persamaan, partisipasi, kebebasan sebagai prasyarat warganegara untuk menciptakan masyarakat demokratis. c. Pengajaran bagaimana cara menggunakan konsep demokrasi dalam kaitannya dengan bentuk pemerintahan, terutama pemerintahan yang demokratis. d. Membuat warganegara 'politis': para warganegara yang percaya akan, berkomitmen terhadap, menegakkan, dan membangun prinsip demokrasi fundamental warganegara yang efektif atau warganegara yang melek secara politik.
Komentar
Resolusi PBB menyepakati bahwa pendidikan hak azasi manusia perlu melibatkan lebih dari sekedar informasi tetapi perlu melembagakan proses yang menyeluruh dimana orang-orang pada semua tingkat pengembangan dan dalam semua strata masyarakat belajar menghargai martabat orang lain dan penghargaan dalam semua masyarakat.
Kofi Annan, secretary general of the united nations, in this message for human rights day 2000 asks: Why is human rights education so important? Because, as it says in the constitution of the united nations educational, scientific, and cultural organisation (UNESCO), since wars begin in the minds of men (sic), it is in the minds of men that the defence of peace must be constructed. The more people know their rights, and the more they respect those of others, the better the chance that they will live together in peace. Only when people are educated about human rights can we hope prevent human rights violations, and thus prevent conflict, as well (2000).
Komentar
Mengapa pendidikan hak azasi manusia demikian penting? Sejak peperanganpeperangan dimulai dalam pikiran orang (maka), ada pikiran dari orang tentang pertahanan dan perdamaian yang harus dibangun. Semakin banyak orang-orang mengetahui hak-hak mereka, dan semakin banyak mereka menghormati hak yang lain, semakin baik kesempatan bahwa mereka akan hidup bersama-sama secara damai. Hanya ketika orang-orang dididik tentang hak azasi manusia kita dapat berharap mencegah pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia, dan seperti itu juga mencegah konflik.
Komentar Terdapat kualitas yang diperlukan untuk mengajar hak azasi manusia dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik. 1. Mengajarkan gagasan tentang hak azasi manusia dalam suatu kerangka konsep inti dimana demokrasi perwakilan digambarkan dan dipahami secara internasional. 2. Menghadapkan kompleksitas dan kontroversi dengan penjelasan, penggunaan, dan pembenaran gagasan hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional dan perwakilan. 3. Menguji konflik berkelanjutan dan tak bisa terelakkan dalam setiap demokrasi konstitutional dan perwakilan antara aturan mayoritas dan hak-hak minoritas. 4. Mengajarkan secara komparatif dan internasional tentang hak azasi manusia dalam demokrasi konstitutional perwakilan. 5. Mengajarkan disposisi dan kebajikan kewarganegaraan tentang perlindungan yang sama terhadap hak asasi manusia dari setiap orang di dalam masyarakat melalui institusi dari demokrasi konstitusional dan perwakilan.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. Civic education in a democratic is education in self-government. Self-government means active participation in self-governance, not passive acquiescence in the actions of others. (Quigley and Bahmueller, 1991:3).
Komentar Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan dalam pemerintahan otonom, Pemerintahan otonom (sendiri) berarti keikutsertaan aktif di dalam pemerintahan sendiri, bukan persetujuan pasif dalam tindakan-tindakan orang lain.
Komentar
Alasan pertama dan utama untuk Pendidikan Kewarganegaraan dalam demokrasi konstitutional adalah bahwa negara hukum yang sehat memerlukan partisipasi warganegara yang luas, yang konsisten dengan warganegara yang baik dan perlindungan hak-hak individu. Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya segala hal partisipasi warganegara; tetapi keikutsertaan para warganegara secara bertanggung jawab, terampil dalam kesabaran dan tindakan efektif.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. No ones civic potential can be fulfilled without forming and maintaining an intention to pursue the common good; to protect individuals from unconstitutional abuses by government and from attacks on their rights from any source, public or private; to seek the broad knowledge and wisdom that informs judgment of public affairs; and to develop the skill to use that knowledge effectively. Such values, perspectives, knowledge, and skill in civic matters make responsible and effective participation possible. Fostering these qualities constitutes the mission of civic education. (Quigley and Bahmueller, 1991:3)
Komentar
Tak satupun potensi kewarganegaraan dapat dipenuhi tanpa pembentukan dan pemeliharaan terhadap niat untuk mengejar kebaikan umum; perlindungan individu dari pelecehan-pelecehan oleh pemerintah dan dari serangan atas hak-hak mereka dari setiap sumber, publik atau pribadi; untuk mencari pengetahuan dan kebijaksanaan yang luas yang menginformasikan penilaian publik affairs; dan untuk mengembangkan keterampilan dalam menggunakan pengetahuan itu secara efektif. Nilai-nilai seperti itu, perspektif, pengetahuan, dan keterampilan dalam hal kewarganegaraan membuat kemungkinan partisipasi yang bertanggungjawab dan efektif. Mengembangkan kualitas ini merupakan misi Pendidikan Kewarganegaraan.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. Virtue is the principle of republican governmentVirtue in a republic is love of ones country, that is, love of equality. It is not a moral virtue, not a Christian, but a public virtue. (Montesquieu, 1948, in Quigley and Bahmueller, 1991:11). Komentar Kebajikan adalah prinsip dari pemerintahan republikkebajikan dalam republik adalah cinta dari negerinya, cinta persamaan. Kebajikan bukanlah suatu kebajikan moral, bukan kebajikan Kristiani, tetapi kabajikan publik.
Civic Education
Quigley, Charles N and Charles F. Bahmueller. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education. In the CIVITAS curriculum framework, civic virtue is described in terms of civic dispositions and civic commitment. 3. Civic dispositions refer to those attitudes and habits of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system. 4. Civic commitments refer to the freely given, reasoned commitments of the citizen to the fundamental values and principles of American constitutional democracy. (Quigley and Bahmueller, 1991:11).
Komentar
Di dalam kerangka kurikulum CIVITAS, kebajikan kewarganegaraan digambarkan dalam istilah disposisi dan komitmen kewarganegaraan. 1. Disposisi kewarganegaraan mengacu kepada sikap dan kebiasaankebiasaan pikiran dari warganegara yang berfungsi bagi sistem demokrasi yang sehat dan kebaikan umum dari. 2. Komitmen kewarganegaraan mengacu kepada kebebasan yang diberikan, komitmen yang rasional dari warganegara terhadap nilai fundamental dan prinsip-prinsip demokrasi konstitutional Amerika.
Civic educations unique responsibility is not simply to increase participation rates, but to nurture competent and responsible participation. Such participation involves more than merely influencing or attempting to influence public policy. Competent and responsible participation must based upon moral deliberation, knowledge, and reflective inquiry. (Quigley and Bahmueller, 1991:40)
Komentar
Tanggung jawab khas Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk meningkatkan rata-rata partisipasi, tetapi untuk memelihara partisipasi yang bertanggungjawab dan kompeten. Partisipasi seperti melibatkan lebih dari sekedar untuk mempengaruhi atau mencoba untuk mempengaruhi kebijakan publik. Partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten harus berdasar pada kesabaran moral, pengetahuan, dan reflektif inkuiri.
Civic Virtue
L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. (2005). Civic Theater for Civic Education. In Journal of Political Science Education. Volume 1, Number 1, 2005 (p.83-108) Civic virtues are the qualities of character and personal skills necessary to make the exercise of citizenship meaningful Civic virtues give us the capacity to exercise our rights, promote our interests and meet our duties. (L. Bray, Bernard and Larry W. Chappel. 2005:86). Komentar Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan adalah kualitas dan karakter dan keterampilan-keterampilan pribadi yang diperlukan untuk kebermaknaan latihan kewarganegaraan. Kebajikan-kebajikan kewarganegaraan memberikan kepada kita kapasitas untuk berlatih hak-hak kita. mempromosikan minat kita dan kewajibankewajiban kita.
Pendidikan Kewarganegaraan
Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed. Citra Karsa Mandiri. (2002). Tujuan Wawasan Nusantara keluar adalah turut serta mewujudkan kebahagiaan, ketertiban dan perdamaian bagi seluruh manusia. Dengan demikian dapat dikatakan sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, wawasan nusantara tidak hanya memperhatikan kepentingan nasional sendiri, melainkan juga ikut serta bertanggung jawab dalam memperhatikan lingkungan serta membina ketertiban dan perdamaian. Komentar Wawasan Nusantara dalam wujud dan wadahnya sebagai suatu Negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan. Secara lengkap dapat dirumuskan bahwa isi Republik Indonesia berupa: falsafah Pancasila dan UUD 1945, kemudian wadahnya berupa nusantara, serta sebagai tatalaku Republik Indonesia berupa penerapan UUD 1945.
Civil Society
Welzer, M.U.S. (1999) Rescuing Civil Society, In Dessent, 45.1. to complex network of freely formed voluntary associations, apart from the formal governmental institution of the state, acting indepently or partnership with the state agencies a part from the state, civil society is regulated by law. It is a public domain thats constituted by privat individuals (Welzer, 1999). Komentar Civil Society adalah suatu jaringan yang komplek dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat di luar pemerintahan negara yang bekerja secara merdeka atau bersama pemerintah yang diatur oleh hukum. Ia merupakan ranah public yang beranggotakan perseorangan.
Character
Cronbach, Lee J. (1977). Civil Society, In Dessent, 45.1. Character is not accumulation of separate habits and ideas. Character is an aspect of the personality, beliefs, feelings, and actions are linked: to change character is to reorganize the personality. Tiny lessons on principles of good conduct will not be effective if they cannot be integrated with the persons system of beliefs about himself, about others, and about the good community. (Cronbach, 1977:784). Komentar Karakter sebagai suatu aspek dari kepribadian terbentuk oleh kebiasaan (habits) dan gagasan (ideas) yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Untuk membentuk karakter, maka unsure-unsur keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), dan tindakan (actions) merupakan unsur-unsur yang saling terkait sehingga untuk mengubah karakter berarti melakukan reorganisasi terhadap kepribadian.
Innovative Vision
Jareonsettasin, Teerakiat. (1999). The Citizen of the New Century: Bangkok: Psychological Perspective. Innovative Visions for the New Century. We have a crisis of character at the root of all the troubles every where and the crisis has some about as a result of education without refinement of character. (Jareonsettasin, Teerakiat. (1999). Komentar Upaya perbaikan strategi maupun reorganisasi materi kajian dalam pendidikan karakter bangsa perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
National Character
DeVos, George A. (1968). National Character. Dalam Sills. David L (editor). International Encyclopedia of the Social Sciences, New York: The Macmillan Company and the Free Press, V. 11 & 12, p. 14-19 The term national character is used to describe the enduring personality characteristics and unique life style found the populations of particular national states. (DeVos, 1968:14). Komentar Istilah karakter bangsa digunakan untuk mendeskripsikan cirri-ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup yang khas yang ditemui pada penduduk negara bangsa tertentu.
Pendidikan Kewarganegaraan
Cholisin, dkk. (2007). Ilmu Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka. Pendidikan Kewarganegaraan ialah media pengajaran yang akan mengIndonesiakan para siswa secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab. Karena itu program PKn memuat konsep-konsep umum ketatanegaraan, politik, hukum, negara, serta dari teori umum yang lain yang cocok dengan target tersebut. Dengan kecenderungan sifat teoritis disiplin politik tetap dominan baik dalam program maupun dalam pengajarannya. (Azis Wahab, dalam Cholisin, 2007:11).
Citizenship Education
Jack Allen (dalam Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Citizenship education, properly defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program, and assuredly not merely of a course of civics. But civis has an important function to perform, it confronts the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship function as rights and responsibilities in democratic context. Jack Allen (dalam Somantri, 2001:283) Komentar Jack Allen melihat citizenship education sebagai produk dari keseluruhan program pendidikan persekolahan, di mana mata pelajaran civics merupakan unsur yang paling utama dalam upaya mengembangkan warga negara yang baik.
Civic Training
Prewitt & Dawson, 1977:141 (dalam Kerr, David. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. London: QCA (Qualification and Curriculum authority). We call civics training that part of political education that emphasizes how a good citizen participates in political life of his or her nation. (Prewitt & Dawson, 1977:141 dalam Kerr, David, 1999). Komentar: Inti yang dinyatakan pendapat itu, bahwa civic training (PKn) sebagai bagian pendidikan politik menekankan bagaimana menjadi warga negara yang baik dalam arti mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsa (sistem politik nasionalnya). (Prewitt & Dawson, 1977:141). (dalam Kerr, David, 1999).
Inovasi Pendidikan
Prof. Dr Sudarwan Danim. (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana dan makna, umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas infomasi yang diterimanya dari lingkungan. (Griffin and Mooehead. 1986 dalam Sudarwan Danim, 2002:152).
Inovasi Pendidikan
Ibrahim, M.Sc. (2002). Inovasi Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri, yang digunakan untuk mancapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Inovasi Pendidikan
Matthew B. Miller (dalam Ibrahim, M.Sc. 2002). Inovasi Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta. To give more concreteness the universe called educational innovations some samples are described bilow. They are organized according to the aspect of a social system with which they appear to be most clearly associated. In most cases the social system involved should be taken to be that of a school or college, although some innovations take place within the context of much larger systems. Komentar: Pendidikan adalah suatu system, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen system pendidikan, baik system dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun system dalam arti yang luas misalnya system pendidikan nasional.