You are on page 1of 8

Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.

Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Diuretika menurunkan tekanan darah dengan menghabiskan natrium tubuh dan mengurangi volume darah dan mekanisme lainnya. Mula-mula diuretika menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume darah dan curah jantung, resistensi perifer mungkin meningkat. Setelah 6-8 minggu curah jantung kembali kearah normal sedangkan resistensi vaskuler perifer menurun (Bertram G.Katzung, 1998). Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: 1. Penghambat mekanisme transpor elektrolit dalam tubulus ginjal. 2. Diuretik osmotik Obat yang dapat menghambat transpor elektrolit dalam tubulus ginjal ialah: 1. Benzotiadiazid 2. Diuretik kuat 3. Diuretik hemat kalium 4. Penghambat karbonik anhidrase

1. Thiazide Farmakodinamik Menghambat reabsopsi NaCl pada tubulus distal, di tubulus distal juga terjadi proses reabsopsi aktif Ca+ yang dirangsang oleh hormon paratirod (PTH). Ekskresi natrium yang berlebih tanpa disertai jumlah air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan

hipokloremia, terutama bila penderita dapat diet rendah garam. Thiazide terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah dan harganya relatif murah. (FKUI, 2007) Farmakokinetik Semua thiazide diabsopsi bila diberikan per oral. Umumnya efek terlihat setelah 1 jam dapat didistribusi ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri tapi obat ini hanya disimpan dalam ginjal. Efek maksimal 2-4 minggu, efek anti hipertensi bertahan dalam jangka panjang. Efek samping Pada penggunaan lama dapat timbul hiperlipidemia, hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia, hiperglikemia, dan disfungsi seksual. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat dengan thiazide karena langsung mengurangi aliran darah ginjal. Dosis tinggi bisa menyebabkan hipokalemi (dapat dicegah dengan pemberian diuretik hemat kalium/ACE inhibitor). Indikasi Thiazide untuk pengobatan odema akibat payah jantung ringan sampai sedang, hipertensi dan sering dikombinasi dengan anti hipertensi lain, gagal jantung kongesif, nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsiuria idiopati, diabetes insipidus nefrogenik. Indapamid bisa untuk hipertensi dengan gagal ginjal. Hidroklorotiasid (HCT) digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Kontraindikasi Penggunaan berlebih berbahaya pada penderita serosis hepatis, gagal ginjal borderline, dan gagal jantung kongensif. Sediaan Hidroklorotiasid (HCT) dan Indapamid

2. Diuretik Kuat

Farmakodinamik Menghambat sistem transport pasangan Na+, K+, Cl pada ansa henle ascenden. Karena Ca+ secara aktif diabsopsi di tubulus distal, diuretik ini tidak menyebabkan hipokalsemia. Farmakokinetik Diuretik kuat secara cepat diabsopsi dan dieleminasi melalui sekresi ginjal dan filtrasi glomerulus. Respon diuretik secara cepat setelah pemberian intravena. Lama efek bervariasi 2-3 jam, waktu paruh tergantung fungsi ginjal. Ketiga obat ini mudah diserap melalui saluran cerna. (Bertram G.Katzung,1998) Efek samping Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia, dan disfungsi hati. Hampir sama dengan efek samping thiazide yang membedakan bahwa diuretik kuat mengalami hiperkalsiuria (Ca+ darah). (FKUI, 2007) Indikasi Diuretik kuat efektif dipakai untuk edema akibat gangguan jantung, hati, dan ginjal. Dipakai juga untuk edema paru akut dan hiperkalsemia akut. Jarang dipakai untuk terapi hipertensi kecuali bila penderita mengalami kelainan fungsi ginjal atau jantung. Kontraindikasi Penggunaan berlebih diuretik ini berbahaya pada penderita serosis hepatis, gagal ginjal atau gagal jantung. Pada pemakaian furosemid dan bumetanid dapat menimbulkan reaksi silang pada penderita yang sensitive terhadap sulfonamid (Bertram G.Katzung, 1998). Sediaan Asam etakrinat: tablet 25 dan 50 mg, sediaan IV berupa Na-etakrinat dosis 50 mg atau 0,5-1 mg/kgBB. Furosemid: dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat injeksi. Bumetanid: tablet 0,5-1 mg, obat ini tersedia dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV dan IM dosis awal 0,5-1 mg diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari.

3. Diuretik Hemat Kalium Farmakodinamik Spironolakton menurunkan absopsi Na+ (dan sekresi K+) dipengaruhi oleh aldosteron. Aldosteron meningkatkan K+ dengan meningkatkan aktivitas Na+. Diuretik ini tidak mempengaruhi kadar Ca+ dan kadar gula. Sedangkan triamteren dan amilorid menghambat reseptor aldosteron tetapi secara langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui saluran ion selektif pada membran tubulus. Farmakokinetik (FKUI, 2007) Spironolakton merupakan obat steroid sintetik yang bekerja antagonis kompetitif aldosteron. Sekitar 70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Mula kerja obat ini lambat memerlukan beberapa hari untuk mencapai efek terapi. Sedangkan triamteren dan amilorid diberikan secara oral dan diabsopsi di saluran cerna. Triamteren dimetabolisme di hati dan diekskresi di ginjal serta waktu paruhnya singkat sekitar 1 jam sehingga perlu diberikan lebih sering dari pada amilorid. Amilorid diekskresi utuh dalam urine. Efek diuresis biasanya mulai tampak setelah 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam. Efek samping Spironolakton: hiperkalemia bila sering diberikan dengan asupan K+ yang berlebih dan pemberian thiasid pada gangguan fungsi ginjal. Efek samping lain yang ringan dan reversibel diantaranya ginekomastia, efek samping mirip androgen dan gejala saluran cerna (FKUI, 2007). Sedangkan triamteren dan amilorid: hiperkalemia, mual, muntah, kejang kaki, pusing, dan diare. Indikasi Diuretik bermanfaat bila ada mineralokortikoid berlebih, akibat hipersekresi primer (sindrom Conn) atau sekunder, hiperaldosteronisme, hipertensi dengan odema, hipokalemi, dan intoleransi glukosa. Kontraindikasi

Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal, atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, beta blocker, AINS atau dengan suplemen kalium. Penggunaan kombinasi dengan diuretik lain yang mengurangi system rennin-angiotensin (ACE inhibitor) meningkatkan kejadian hiperkalemia dan pada penderita penyakit hati (Bertram G.Katzung,1998; FKUI, 2007). Sediaan Spironolakton dalam bentuk tablet 25,50,100 mg terdapat pula kombinasi spironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid 25 mg serta spironolakton 25 mg dan tiabulazid 2,5 mg. triamteren kapsul 100 mg, amilorid tablet 5 mg, kombinasi amilorid 5 mg dan hidroklorotiazid 50 mg (FKUI, 2007).
4. Penghambat Karbonik Anhidrase (FKUI, 2007)

Farmakodinamik Efek farmakodinamik yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada. Ginjal Di dalam sel-sel tubuli proksimal aseazolamid menghambat perubahan CO2 + H2O H2CO3, sehingga pembentukan HCO3- dan H+ dalam sel tubuli juga berkurang. Jumlah H+ untuk disekresi dan ditukarkan dengan Na+ dari lumen tubulus juga berkurang sehingga sekresi Na+ akan meningkat. Selain itu HCO3- dalam lumen yang yang tidak digabung dengan H+ akan disekresi ke urin. Hal ini mengakibatkan meningkatnya eksresi bikarbonat, natrium dan kalium melalui urin sehingga urin menjadi alkalis, sedangkan darah cenderung mengalami asidosis. Bertambahnya eksresi kalium disebabkan oleh pertukaran Na+ dengan K+ menjadi lebih aktif menggantikan pertukaran H+. Meningkatnya eksresi elektrolit menyebabkan bertambahnya eksresi air. Farmakokinetik

Asetazolamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan eksresi melaluiginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung banyak enzim ini, terutama sel korteks ginjal walaupun eritrosit mengandung banyak karbonik anhidrase. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan dieksresi dalam bentuk utuh melalui urin. Efek Samping dan Kontraindikasi Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya eksresi sitrat; kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi terhadap sulfonamid. Seperti Tiazid, obat ini dapat menyebabkan disorientasi mental pada pasien sirosis hepatis. Karena itu asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis hepatis. Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan, karena pada hewan coba, obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik. Sediaan dan Posologi Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral. Dosis asetazolamid yaitu antara 250-500 mg per kali.

Diuretik Osmotik (FKUI, 2007) Istilah diuretik osmosis biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat dieksresi oleh ginjal. Suatu zat yang dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat : 1. Difiltrasi secara bebas oleh glomerulus 2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal 3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert 4. Umumnya resisten terhadap perubahan metabolik.

Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid. Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Pada payah jantung pemberian manitol berbahaya, karena volume darah yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal. Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, akibat reaksi tranfusi, bahan toksik, atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli akut, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif. Indikasi Manitol digunakan untuk: 1. Profilaksis gagal ginjal akut 2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokular
3. Menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal

4. Pengobatan sindrom disekuilibrium pada hemodialisis. Efek samping Manitol didistribusi ke cairan ekstrasel oleh karena itu pemberian larutan manitol hipertonis akan menambah larutan manitol ekstrasel, sehingga dapat menambahkan jumlah cairan ekstrasel. Hal ini tentu berbahaya pada pasien payah jantung. Kadang-kadang manitol juga dapat menimbulkan reaksi hipersensitif. Kontraindikasi Pada penyakit ginjal dengan anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan dosis percobaan; kongesti atau edema paru yang hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi.

You might also like