You are on page 1of 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
Batuk merupakan gejala yang paling sering membawa anak datang berobat ke
dokter umum dan batuk yang berkepanjangan merupakan masalah yang sering dirujuk
ke dokter spesialis anak dan spesialis paru. Batuk juga menyebabkan kecemasan pada
orang tua dan pengobatan yang tidak tepat untuk batuk berhubungan dengan eIek
samping yang berat.
1

Beberapa pertentangan di dunia medis salah satunya adalah menentukan
penatalaksanaan paling eIektiI dan paling aman untuk batuk pada anak. Ditemukan
lebih dari 800 obat untuk pengobatan batuk dan pilek pada anak, yang kebanyakan
dari obat-obat tersebut merupakan kombinasi dari beberapa jenis obat yang digunakan
untuk gejala yang sama. Obat-obatan ini termasuk antihistamin, dekongestan, antitusiI,
supresan batuk dan antipiretik atau analgesik.
2

Pengobatan batuk dan pilek pada anak merupakan pengobatan yang sering
digunakan oleh masyarakat, walaupun bukti menunjukan tidak eIektiInya pengobatan
batuk sebagai sebuah gejala. Etiologi dari batuk pada anak memiliki spektrum
penyakit respirasi yang luas dan yang terpenting adalah menemukan dan mengobati
penyebab batuk tersebut.
3











2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DeIinisi
Batuk merupakan manuver ekspulsiI paksa, biasanya melawan glotis yang
tertutup dan berhubungan dengan suara yang khas.
3

II. PatoIisiologi
ReIleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut
saraI aIeren, pusat batuk, susunan saraI eIeren dan eIektor. Batuk bermula dari suatu
rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraI non mielin halus yang
terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga
toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor
akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar
reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor
bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial
dan diaIragma.
4

Serabut aIeren terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga
melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari
sinus paranasalis, nervus glosoIaringeus menyalurkan rangsang dari Iaring dan nervus
Irenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diaIragma.
Serabut aIeren membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula
oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh
serabut-serabut eIeren n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus,
n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke eIektor. EIektor ini terdiri dari otot-
otot laring, trakea, brrmkus, diaIragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah
eIektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.
4

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga Iase, yaitu Iase
inspirasi, Iase kompresi dan Iase ekspirasi (literatur lain membagi Iase batuk menjadi
4 Iase yaitu Iase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula
dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam
paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba
3
dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
4

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar
udara, pada saat ini glotis secara reIleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi
sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas
residu Iungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar
antara 50 dari tidal volume sampai 50 dari kapasitas vital. Ada dua manIaat utama
dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat
Iase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih
kuat. ManIaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang
tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
4
Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis
selama Iase inspirasi, kompresi dan ekspirasi.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah Iase kompresi dimana glotis akan
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan
meningkat sampai 50-100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan
tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai
100 lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga
dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
4

Kemudian, secara aktiI glotis akan terbuka dan berlangsunglah Iase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang
maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang
4
kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat
mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada Iase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80.
4

Batuk pada anak-anak bisa berupa reIleks Iisiologis yang normal atau karena
penyakit yang mendasari. Pada anak-anak yang sehat mungkin normal tanpa adanya
penyakit dapat ditemukan batuk sepuluh kali dalam sehari.
4

III. KlasiIikasi
Batuk pada anak dapat diklasiIikasikan dalam beberapa cara yaitu etiologi,
waktu dan karkteristik. Sebagai alasan praktis pedoman dibuat berdasarkan kualitas
dan durasi batuk.
1,3

Pembagian batuk berdasarkan durasi :
1. Batuk akut
Batuk akut adalah batuk dengan durasi kurang dari 14 hari. Pada pedoman
yang lain disebutkan bahwa batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari
3 minggu.
1,3

2. Batuk kronik
Tidak diketahui kenapa stimulus primer batuk kronik pada anak identik
dengan batuk akut. Lebih jauh tidak diketahui mengapa pada batuk yang
berhubungan dengan InIeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang disebabkan
oleh virus yang membaik pada sebagian besar anak akan menetap pada sebagian
kecil anak lain. Hal ini diperkirakan karena mikroba penyebab spesiIik dan Iaktor
penjamu memegang peranan.
1

Tidak ada penelitian yang mendeIinisikan batuk kronik secara jelas. Batuk
yang berhubungan dengan ispa membaik dalam waktu 1-3 minggu pada 90 anak.
Jadi secara logika batuk kronik dideIinisikan sebagai batuk lebih dari 4 minggu.
Publikasi mengenai batuk kronik bervariasi antara 3-12 minggu.
1

3. Batuk rekuren
Batuk rekuren adalah batuk yang berulang dengan episode batuk lebih dari 1
kali pertahun tanpa pilek dan membaik dalam 7-14 hari. Jika periode resolusi lebih
pendek maka akan sulit membedakan dengan batuk kronis persisten.
3

Pembagian batuk berdasarkan kualitas :
1. Batuk berdahak
Batuk berdahak pada anak jika terdapat sekresi mukus yang maningkat dari
saluran napas. Anak kecil jarang dapat mengeluarkan dahak walaupun sekresi dari
5
saluran napas banyak berbeda dengan orang dewasa.
1

2. Batuk kering
Batuk kering adalah batuk yang hanya terdapat sekresi minimal dari saluran
napas. Tidak boleh diasumsikan batuk kering tidak terdapat sekresi sama sekali
dari dari saluran napas. Kualitas batuk pada anak dengan batuk kering harus ditijau
kembali karena batuk kering dapat menjadi batuk berdahak pada anak.
1,5

IV. Pendekatan batuk pada anak
Batuk akut pada anak biasanya disebabkan oleh inIeksi saluran pernapasan
atas yang disebabkan oleh virus dapat juga berhubungan dengan bronkitis pada anak
tetapi dapat juga timbul akibat inIeksi saluran pernapasan bawah, rinitis alergi, benda
asing yang terhirup atau tanda pertama dari gangguan kronik. InIeksi saluran
pernapasan atas dengan maniIestasi sebagai batuk pada anak usia sekolah biasanya
muncul 7-10 kali pertahun.
3

Studi prospektiI dari batuk akut pada anak yang sering dijumpai pada praktek
umum 50 sembuh dalam 10 hari, 90 sembuh dalam waktu 2 minggu, jadi masih
sekitar 10 mempunyai masalah pada minggu ketiga dan keempat.
3

Tidak adanya demam, takipnea dan tanda-tanda wheezing dan ronki dapat
digunakan memprediksikan komplikasi pada anak dengan batuk di pelayanan primer.
Pada studi kohort dengan melibatkan 222 anak berumur 0-4 tahun di pelayanan
primer yang datang dengan keluhan batuk akut, adanya demam, takipnea, dan tanda-
tanda wheezing dan ronki berhubungan dengan peningkatan berkembangnya
komplikasi.
3

Tabel 1. Pertanyaan yang harus diajukan untuk menuju pada diagnosis yang spesiIik
pada batuk akut
3

Pertanyaan Ciri Diagnosis yang mendekati
Apakah ini inIeksi
saluran pernapasan atas
akut?
Gejala pilek Pilek dan batuk sederhana
menunjukan adanya
trakeatitis dan atau
bronkitis
Apakah ini sindrom
croup?
Adanya stridor dengan
batuk seperti anjing
menyalak. Pada gejala
yang ringan,batuk seperti
Croup virus
Croup spasmodik rekuren
Trakeatitis bakterial
6
anjing menyalak hanya
gejala ini yang ada.
Apakah ada gejala yang
menunjukan penyakit
pada saluran napas
bawah?
Takipnea, distress
pernapasan dengan
peningkatan usaha untuk
bernapas, wheezing, ronki
dan demam
Pneumonia
Bronkiolitis
Asma
Apakah ada tanda yang
menunjukan polinosis
akut atau rinitis alergi?
Batuk dengan gejala-gejala
lain dari rinitis alergi
seperti bersin-bersin,
hanya timbul pada saat
cuaca tertentu
Rinitis alergi
Apakah ada yang
menunjukan bahwa hal
ini merupakan presentasi
dari kelainan respirasi
kronik?
Gagal tumbuh, jari tabuh,
hiperinIlasi dada,
deIormitas pada dada,
tanda-tanda atopi
Lihat pada bagian batuk
kronik
Catatan :
O Frekuensi pernapasan bervariasi tergantung dari umur dan takipnea dideIinisikan
sebagai Irekuensi napas ~60x/menit pada anak berumur 2 tahun, ~50x/menit
pada anak berumur pada 2-12 bulan, dan ~40x/menit pada anak berumur ~1
tahun.
O Trakeatitis bakterial merupakan penyakit yang jarang tetapi mengancam nyawa
dengan anak memiliki temperatur yang tinggi dan obstruksi yang progresiI dari
saluran napas atas. Batuk yang seperti sindrom croup membedakannya dengan
epiglotitis.
O Pneumonia dapat dicurigai bila terdapat batuk, demam, dan tanda adanya distres
pernapasan walaupun tidak ditemukan wheezing dan ronki
O Bronkiolitis dapat dicurigai bila pada balita dengan batuk berhubungan dengan
krepitasi atau dengan atau tanpa wheezing yang dapat didengar.
O Asma dicurigai bila batuk dengan wheezing


7
Tabel 2. Indikasi untuk melakukan radiograIi dada pada anak dengan batuk akut
3

Indikasi Ciri Diagnosis yang mendekati
Tidak yakin mengenai
diagnosis pneumonia
Deman dengan
takipnea dengan tidak
adanya wheezing dan
stridor
Tanda-tanda lokal
pada dada
Demam tinggi yang
persisten
Batuk dan demam
yang persisten dalam
4-5 hari
Pneumonia
Catatan :
RadiograIi dada tidak
selalu diindikasikan
Kemungkinan terdapat benda
asing yang terhirup
Batuk dengan onset
yang tiba-tiba atau
adanya wheezing yang
asimetris atau
hiperinIlasi
Terhirup benda asing
RadiograIi yang normal
tidak menyingkirkan
benda asing
Bronkoskopi merupakan
modalitas diagnostik yang
penting
Gejala klinis yang tidak biasa Batuk menjadi
semakin progresiI
dalam 2-3 minggu
Deman rekuren setelah
resolusi awal
Pneumonia
Tuberkulosis
Kolaps lobus paru
Terhirup benda asing
Apakah ada hemoptisis? Pneumonia akut
Kelainan paru kronis
Terhirup benda asing
Tuberkulosis
Haemosiderosis paru
Tumor
MalIormasi arteri vena
Tanda-tanda yang Gagal tumbuh Lihat batuk kronik
8
menunjukan kelainan paru
kronis
Jari tabuh
OverinIlasi paru
DeIormitas dada
Catatan :
O Tanda-tanda lokal dada seperti perkusi yang redup, berkurangnya aliran udara
yang masuk, ronki dan suara dasar bronkial
Ketika seorang anak datang ke Iasilitas kesehatan dengan keluhan batuk atau
kesulitan bernapas maka hal-hal yang harus dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan
Iisik dan bila perlu pemeriksaan penunjang.
6

1. Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan antara lain
6
:
O Berapa umur anak?
Ini penting untuk diketahui. Jika umur anak 0-8 minggu, gejala klinis
dari pneumonia, meningitis dan sepsis dapat termasuk gejala respiratori
tetapi gejala juga dapat lebih samar. Penilaian klinis lebih jauh sedikit
berbeda antara anak dan bayi. Pada anak yang lebih tua Irekuensi napas
berbeda dengan anak yang lebih muda.
6

O Apakah anak memiliki batuk, jika ya berapa lama?
Jika anak batuk lebih dari 21 hari maka batuk tersebut dikatakan batuk
kronik. Untuk itu tanyakan pertanyaan lanjutan yaitu
6
:
a. Apkah batuk tersebut berlangsung pada malam hari?
b. Apakah batuk semakin memberat dan berakhir dengan muntah?
c. Apakah terdapat demam berkepanjangan?
d. Apakah ada kontak dengan orang yang meiliki apusan sputum dengan
bakteri tahan asam positiI atau pertusis?
e. Apakah ada sejarah serangan wheezing atau pada keluarga terdapat
sejarah alergi atau asma?
I. Apakah anak sebelumnya ada tersedak sesuatu atau meghirup sebuah
objek?
g. Apakah anak sepertinya atau diketahui terinIeksi HIV?
O Apakah anak demam, jika ya berapa lama?
Penyakit lain dapat menyebabkan demam terutama pada anak dengan
demam lebih dari 5 hari dan pada daerah dengan endemis malaria. Pada
9
anak dengan demam tanyakan pertanyaan berikut
6
:
a. Berapa lama demam?
b. Apakah terdapat riwayat lesi kulit?
c. Apakah terdapat nyeri pada leher atau leher kaku?
d. Apakah terdapat sakit kepala?
e. Apakah nyeri pada saat buang air kecil?
I. Apakah terdapat nyeri telinga?
O Apakah anak makan dengan normal?
Pada anak dengan umur antara 0-8 minggu tidak dapat makan berarti
naka hanya mimum setengah dari saat sebelum sakit. Jika anak tidak
dapat minum sama sekali merupakan tanda bahaya. Pada anak yang
berumur 2-59 bulan harus ditanyakan apakah anak tidak mau makan sama
sekali atau terlalu lemah untuk makan atau minum atau muntah setelah
makan.
6

O Apakah anak kejang?
Kejang dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti malaria serebral
atau meningitis atau dapat mengikuti paroksisimal dari batuk yang
disababkan oleh pertusis, oleh karena itu harus diperhatikan. Deskripsi
dari bagaimana kejang mulai penting seperti apakah kejang tersebut
pertama kali sepanjang perjalanan penyakit tersebut.
6

2. Pemeriksaan Iisik
O Hitung Irekuensi napas dalam waktu 1 menit
Lepas baju anak kemudian lihat gerakan napas di perut ataupun di dada
dan hitung Irekuensi napas anak. Jika anak menangis biarkan ibunya
menenangkan sebelum menghitung Irekuensi napas.
6

Tabel 3. Frekuensi napas anak
7
:
Umur Frekuensi napas dalam 1 menit
2 bulan _ 60 kali
2-11 bulan _ 50 kali
1-5 tahun _ 40 kali
~ 5 tahun _ 30 kali
Hitung Irekuensi napas dalam waktu 1 menit. Bayi biasanya berhenti
bernapas dalam waktu beberapa detik kemudian diikuti pernapasan yang
10
sangat cepat. Untuk menentukan bayi memiliki napas cepat dapat
digunakan cara ini
6
:
a. Jika Irekuensi napas kurang dari 60 kali permenit, bayi tidak bernapas
cepat
b. Jika bayi bernapas 60 kali atau lebih: tunggu dan hitung ulang
Irekuensi napas
c. Jika hitungan kedua 60 kali atau lebih maka bayi memiliki napas
cepat
d. Jika hitungan kedua napas kurang dari 60 kali permenit maka bayi
tidak bernapas cepat
O Lihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah
Lihat ada retraksi ketika inspirasi. Anak terdapat tarikan dinding dada
bagian bawah bila dinding dada bagian bawah masuk kedalam ketika
inspirasi. Tarikan dinding dada bagian bawah terjadi ketika dibutuhkan
usaha yang lebih besar untuk bernapas dibandingkan saat normal. Hati-
hati dalam melihat tarikan dinding dada bagian bawah pada bayi karena
tarikan dinding dada bagian bawah yang ringan pada bayi merupakan hal
yang normal disebabkan dinding dada masih lembut. Bila hanya jaringan
lunak antar iga atau di atas klavikula yang tertarik pada saat anak
bernapas tidak menunjukan tarikan dinding dada bagian bawah.
Bagaimanapun tarikan dinding dada bagian bawah berat merupakan tanda
pneumonia.
6

O Lihat dan dengar adanya stridor
Stridor merupakan suara yang keras yang timbul ketika anak inspirasi. Hal
ini dapat sulit didengar oleh karena itu harus didengar dengan
mendekatkan telinga dekat dengan mulut anak. Stridor disebabkan oleh
inIlamasi dari laring, trakea atau epiglotis dan ini merupakan karakteristik
utama dari croup. Biasanya anak yang tidak sakit berat dapat terdengar
stridor ketika anak menangis oelh karena itu pastikan mendengar stridor
ketika anak tenang. Penyebab utama dari stridor adalah croup, diIteri,
benda asing, dan trauma pada saluran napas atas. Trakeaitis bakteri dan
epiglotitis akut jarang terjadi di negara berkembang. Pada anak dengan
penyakit kronis, abses tuberkulosis dapat menyebabkan tekanan di saluran
11
napas atas anak dan dapat menyebabkan terjadinya stridor.
6

Jika terdapat stridor tanyakan hal berikut
6
:
a. Apakah ada riwayat campak?
b. Riwayat inIeksi saluran napas atas sebelumnya
c. Riwayat tersedak atau gejala yang terjadi tiba-tiba
d. Riwayat trauma
O Lihat dan dengar adanya wheezing
Gejala klinis yang berhubungan dengan wheezing dalah ekspirasi
memanjang dan dan usaha yang lebih besar ketika ekspirasi. Wheezing
terjadi ketika aliran udara dari paru terhambat oleh penyempitan dari
saluran napas yang disebabkan oleh inIeksi seperti bronkiolitis atau
pneumonia, atau respon alergi. Pada 2 tahun pertama kehidupan,
wheezing disebabkan oleh inIeksi virus akut seperti bronkiolitis atau
batuk pilek. Setelah 2 tahun pertama wheezing disebabkan oleh asma.
Kadang-kadang anak dengan pneumonia terdapat wheezing. Penting
untuk mempertimbangkan pneumonia sebagai diagnosis terutama pada 2
tahun pertama kehidupan. Pada anak yang memiliki sakit kronis, abses
tuberkel yang menyebabkan tekanan pada saluran napas dapat
menyebabkan adanya wheezing. Jika periode wheezing lebih dari satu kali
dalam 12 bulan hal itu dapat disebabkan oleh asama.
6

Jika terdapat wheezing tanyakan pertanyaan berikut
6
:
a. Apakah terdapat riwayat keluarga sama?
b. Apakah pernah ada episode wheezing sebelumnya?
c. Apakah wheezing berepon terhadap bronkodilator?
d. Apakah pernah diagnosis asma atau mendapat terapi jangka panjang
untuk asma?
O Apakah kepala mengangguk?
Anggukan kepala yang timbul saat anak inspirasi meunjukan distres
pernapasan yang berat.
6

O Lihat dan dengar adanya grunting pada anak umur 0-8 minggu
Grunting merupakan suara kasar yang timbul ketika awal ekspirasi
ketika anak sulit untuk bernapas.
6

O Apakah ada pernapasan cuping hidung?
12
Napas cuping hidung adalah ketika bernapas sisi dari nostril
mengembang keluar.
6

O Apakah adanya sianosis sentral?
Lidah harus diperiksa jika terlihat biru maka ini mengunjukan bahwa
level oksigen di jaringan sangat rendah dan menunjukan anak sakit berat
dan memerlukan tindakan yang segera.
6

O Apakah ada demam?
Periksa suhu anak jika suhu rektal _ 38o C maka demam jika 35,5o
C merupakan hipotermia. Hipotermia merupakan tanda penting untuk bayi.
Hal ini mengindikasikan kondisi yang serius.
6

O Apakah anak tidur abnormal dan sulit untuk bangun?
Anak terlihat letargik sepanjang waktu pada waktu seharusnya anak
bangun dan terjaga. Pada anak yang terlihat letargik memerlukan
penanganan yang segera di rumah sakit.
6

O Berapa berat badan anak?
Berat badan diperlukan untu meghitung dosis obat yang sesuai dan
menilai adanya gagal tumbuh pada anak karena penyakit kronis.
6

O Apakah anak memiliki anemia berat?
Periksa adanya konjungtiva dan palmaar anemis yang dapat
disebabkan oleh kondisi lain seperti malaria atau adanya gagal jantung.
6

O Apakah anak malnutrisi berat?
Lihat adanya marasmus dan kwasiokor. Marasmus terlihat bahwa nak
hanya seperti tulang berbalut kulit dan pengukurna antopometri berat
badan dinbanding tinggi badan -3SD. Kwasiokor terlihat adanya edema
menyeluruh di badan.
6

O Pemeriksaan tambahan menggunakan stetoskop?
Dengarkan dengan stetoskop adanya
6
:
a. Penurunan suara napas
b. Suara napas bronkial
c. Ronki
d. Plerural rub
e. Wheezing

13
V. DiIerensial diagnosis batuk akut
1. ISPA (inIeksi saluran pernapasan akut)
InIeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk yang sering terjadi
pada anak. Ada 2 pembagian ISPA yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. Yang
termasuk ISPA atas antara lain Iaringitis, sinusitis, epiglotitis, laringotrakeitis,
dan .ommon .old, sedangkan ISPA bawah antara lain bronchitis akut dan
pneumonia. Virus berperan penting dalam patogenesis terjadinya ISPA atas.
7

Faringitis adalah peradangan pada Iaring, hipoIaring, uvula, dan tonsil
yang disebabkan inIeksi virus dan atau bakteri. Faringitis umumnya
disebabkan oleh virus dan Strepto.o..us .emolyti.us group A. Sinusitis
adalah peradangan pada sinus paranasal umumnya merupakan komplikasi
inIeksi bakteri Strepto.o..us pneumoniae, Haemopillus influen:ae,
Moraxella .atarralis) terhadap ISPA atas karena inIeksi virus. Common .old
merupakan sindroma inIluenza yang ringan dan selflimited. Sebagian
penderita .ommon .old mengalami komplikasi bakteri pada sinus paranasal
dan telinga tengah. Penyebab tersering .ommon .old adalah Rinovirus.
7

Gejala Iaringitis bacterial terdiri dari nyeri tenggorokan, demam, sakit
kepala, dan gejala gastrointestinal. Faring berwarna merah, tonsil membesar,
dan tertutup oleh eksudat yang berwarna kuning kemerahan, bisa terdapat
petekie dan lesi dougnut pada palatum molle dan Iaring posterior, uvula
bengkak, dan berbintik-bintik, berwarna merah, kelenjar cervikalis anterior
membengkak dan nyeri tekan. Faringitis viral umumnya memberikan gejala
pilek, batuk, dan diare.
7

Gejala .ommon .old hampir sama dengan Iaringitis. Pada yang ringan
gejala demam tidak timbul. Gejala yang dapt timbul adalah batuk, pilek, dan
hidung tersumbat.
7

Sinusitis dapat menunjukkan gejala hidung tersumbat, cairan hidung
berwarna kuning-hijau (unilateral atau bilateral), demam, batuk kronik
berulang, halitosis, menurunnya penciuman, dan oedem periorbital. Bisa
didapatkan nyeri kepala dan nyeri di daerah muka yang menjalar ke geraham
atas. Pemeriksaan Iisik didapatkan pembengkakan mukosa hidung yang
kemerahan disertai dengan cairan hidung yang berwarna kuning-hijau. Nyeri
tekan di lokasi sinus maksilaris dan Irontalis. Dengan spatel lidah kadang
14
dapat dilihat post-nasal drip di dinding belakang Iaring. Dapat ditemukan
adanya deviasi septum atau polip hidung sebagai Iaktor predisposisi atau eIusi
cairan di telinga tengah.
7

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis Iaringitis
7
:
O Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis
O Kultur swab tenggorokan, dapat ditemukan kuman Strepto.o..us .
emolyti.us group A.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis sinusitis
7
:
O Transiluminasi
O Pada Ioto Rontgen adalah cara diagnostik yang dipakai hingga saat ini. Foto
baku untuk diagnostik sinusitis :
1. Waters (occipitomental) untuk melihat sinus Irontalis dan maksilaris
2. Caldwell (posterio-anterior) untuk melihat sinus Irontalis dan
ethmoidalis
3. Lateral untuk melihat sinus sphenoid dan adenoid
Kriteria adanya sinusitis (maksilaris), jika ditemukan air-Iluid level,
gambaran opaque, penebalan mukosa ~50.
O CT-scan, indikasi :
1. Persiapan operasi karena pengobatan dengan antibiotik gagal
2. Memastikan diagnosa yang sudah ditegakkan dengan Ioto Rontgen
normal tapi gejala masih ada
3. Evaluasi adanya kemungkinan penyebaran inIeksi ke orbita
O MRI, jika ada dugaan keganasan, inIeksi jamur, atau penyebaran
intrakranial.
Tujuan terapi Iaringitis yang disebabkan oleh kuman Strepto.o..us .
emolyti.us group A.adalah untuk mengurangi lama dan keparahan gejala.
Mencegah komplikasi lokal dan mencegah terjadinya demam rheumatik akut
dan glomeruloneIritis akut.
7

Terapi Iaringitis dan .ommon .old umumnya
7
:
O Analgetik-antipiretik : asetaminoIen 10-15 mg/kgBB/kali, diberikan 4-6
kali/hari atau ibuproIen 10 mg/kgBB/kali, diberikan 3-4 kali/hari
15
O Dekongestan / agonis --adrenergik : pseudoeIedrin
1. 2 thn : 4 mg/kbBB;/hari, dibagi 2-4 kali/hari
2. 2-5 thn : 15 mg/kali, diberikan 3-4 kali/hari, tidak melebihi 60 mg/hari
3. 6-12 thn : 30 mg/hari, diberikan 3-4 kali/hari, tidak melebihi 120
mg/hari
O Steroid : dekametason 0,5-2 mg/kgBB/hari, diberikan 3-4 kali/hari
Faringitis pada keadaan tertentu (detritus pada tonsil, KGB leher
membesar, leukositosis) memrlukan terapi antibiotik. Antibiotik lini pertama
amoksisilin 50 mg/kgBB/hari, diberikan 3 kali sehari. Jika alergi penisilin
dapat diberikan eritromisin 20-40 mg/kgBB/hari, diberikan 4 kali sehari
selama 10 hari. Pada pasien deIisiensi imun dapat diberikan asiklovir 6
mg/kg/hari, diberikan 4 kali sehari selama 5-10 hari.
7

Terapi utama sinusitis adalah antibiotik. Antibiotik lini pertama
amoksisilin 50 mg/kgBB/hari, diberikan 3 kali sehari. Jika alergi penisilin
dapat diberikan eritromisin 20-40 mg/kgBB/hari, diberikan 4 kali sehari
selama 10 hari. Setelah pemberian antibiotik yang tepat, bila sinusitis masih
menetap atau rekuren, konsul THT untuk pertimbangan dilakukan tindakan
pembedahan.
7

2. Pneumonia
Pneumonia biasa disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar
episode yang serius disebabkan oleh bakteri. Pneumonia dibagi menjadi
pneumonia ringan dan berat dalam derajat keparahan.
8

Pneumonia ringan di diagnosis bila terdapat batuk atau kesulitan
bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Untuk tatalaksana pneumonia
ringan adalah rawat jalan dan dinerikan antibiotik kotrimoksasol (4 mg
Trimetoprim/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksisilin (25
mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama
5 hari.
8

Pneumonia berat didagnosis jika terdapat batuk atau kesulitan bernapas
ditambah minimal salah satu dari hal berikut
8
:
O Kepala teranguk-angguk
O Pernapasan cuping hidung
O Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
16
O Foto dada menunjukan gambaran pneumonia (inIiltrat luas, konsolidasi
dan lain-lain).
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut
8
:
O Napas cepat
O Suara merintih (grunting) pada bayi muda
O Pada aukultasi terdengar ronki, suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial.
Dalam keadaan sangat berat dapat diumpai
8
:
O Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
O Kejang, letargis atau tidak sadar
O Sianosis
O Distres pernapasan berat
Terapi untuk pneumonia berat yaitu
8
:
O Beri ampisilin atau amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
O Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan
yang berat maka ditambahkan kloramIenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau
IV setiap 8 jam).
O Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramIenikol atau ampisilin-gentamisin.
O Sebagai alternatiI berikan seItriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
O Berikan oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
O Gunakan nasal prongs, kateter nasal atau kateter nasoIaringeal
O Bila anak disertai demam (_ 39o C) yang tampaknya menyebabkan distres
berikan parasetamol
O Bila ditemukan adanya wheezing beri bronkodilator kerja cepat
O Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan
17
O Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan
3. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah inIeksi saluran respiratorik bawah yang disebabkan
oleh virus yang biasanya lebih berat pada bayi muda, terjadi epidemik setiap
tahun dan ditandai dengan onstruksi saluran napas dan wheezing. Penyebab
paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus. InIeksi bakteri sekunder bisa
terjadi. Penatalaksanaan bronkiolitis yang disertai dengan napas cepat atau
tanda lain distres pernapasan sama dengan pneumonia. Episode wheezing bisa
terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis namun akhirnya akan
berhenti.
8

Diagnosis bronkiolitis dengan
8
:
O Wheezing yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja
cepat
O Ekpirasi memanjang
O HiperinIlasi dinding dada dengan hipersonor pada perkusi
O Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
O Ronki pada auskultasi dada
O Sulit makan, menyusu atau minum
Penatalaksanaan untuk anak denganbronkiolitis yaitu
8
:
O Apabila terdapat napas cepat saja pasien dapat rawat jalan dan diberikan
kotrimoksazol (4 mg Trimetoprim/kgBB/kali) 2 kali sehari atau
amoksisilin 25 mg/kgBB/kali), 2 kali sehari selama 3 hari
O Apabila terdapat tanda distres pernapasan tanpa sianosis tetrapi anak
masih dapat minum rawat anak dirumah sakit dan beri ampisilin atau
amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus
dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari) untuk 3
hari berikutnya.
O Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan
yang berat maka ditambahakan kloramIenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau
IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik dilanjutkan perotral 4 kali
sehari sampai total 10 hari.
18
O Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramIenikol atau ampisislin-
gentamisin
O Sebagai alternatiI berikan seItriakson (80-100 mg/kgBB/kali IM atau IV
sekali sehari)
O Beri oksigen pada semua naka dengan wheezing dan distres pernapasan
berat
O Teruskan terapi oksigen sampai hipoksia menghilang
O Bila anak disertai demam (_ 39o C) yang tampaknya menyebabkan distres
berikan parasetamol
O Pastikan anak yang dirawat dirumah sakit mendapatkan cairan rumatan.
4. Asma
Asma adalah keadaan inIlamasi kronik dengan penyempitan saluran
pernapasan yang reversibel. Tanda karakteristik adalah episode wheezing
berulang sering disertai batuk yang menunjukan respon terhadap obat
bronkodilator dan anti inIlamasi. Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda
pneumonia.
8

Diagnosis asma dapat dengan
8
:
O Episode batuk atau wheezing berulang
O HiperinIlasi dada
O Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
O Ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat didengar
O Respon baik terhada bronkodilator
Bila diagnosis tidak pasti beri satu dosis bronkodilator kerja cepat.
Anak dengan asma biasanya membaik dengan cepat, terlihat penurunan
Irekuensi pernapasan dan tarikan dinding dada dan berkurangnya distres
pernapasan. Pada serangan berat anak mungkin memerlukan beberapa dosis
inhalasi.
8

Penatalaksanaan anak dengan asma yaitu
8
:
O Anak dengan episode pertama wheezing tanpa distres pernapasan bisa
dirawat dirumah hanya dengan terapi penunjang tanpa obat bronkodilator.
O Anak dengan distres pernapasan atau mengalami wheezing berulang beri
bronkodilator kerja cepat
19
O Berikan oksigen pada semua anak dengan asma yang terlihat sianosis atau
mengalami kesulitan bernapas yang mengganggu berbicara,makan atau
menyusui
O Ketika anak jelas membaik untuk bisa dipulangkan, bila tidak tersedia tau
tidak mampu memberi salbutamol hirup berikan salbutamol oral. Dosis
salbutamol oral 0,05-0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8jam
O Jika anak mengalami serangan wheezing akut berikan kortikosteroid
sistemik metilprednisolon 0,3 mg/kgBB/kali tiga kali sehari pemeberian
oral atau deksametason 0,3 mg/kgBB/kali IV atau oral tiga kali pemberian
selama 3-5 hari.
O Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri
aminoIilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit.
Bila 8 jam sebelumnya telah mendapatkan aminoIilin berikan dosis
aminoIilin, beri dosis setengahnya diikuti dosis rumatan 0,5-1
mg/kgBB/jam
O Hentikan pemberian aminoIilin jika anak mulai muntah, denyut
nadi~180x/menit, sakit kepala, hipotensi atau kejang
O Antibiotik tidak diberikan secara rutin. Antibiotik diindikasikan bila
terdapat tanda inIeksi bakteri
O Beri anak cairan rumatan
Bronkodilator kerja cepat yaitu8 :
O Salbutamol nebulisasi
Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal
6-10 L/menit. Dosis salbutamol adalah 2,5 mg/kali nebulisasi dapat
diberikan setiap 4 jam kemudian dikurangi sampai 6-8 jam bila kondisi
anak membaik.
O Salbutamol MDI dengan alat spacer
Dengan spacer diperlukan 3-4 puII salbutamol dan anak harus
bernapas dari alat selama 30 detik.
O EpineIrin subkutan
Jika kedua cara pemberian salbutamol tidak tersedia berikan suntikan
epineIrin (adrenalin) subkutan dosis 0,01 ml/kgBB dalam larutan 1:1000
(dosis maksimum 0,3 ml). jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit ulangi
20
dosis dua kali lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal
diberikan steroid dan aminoIilin.
5. Croup
Croup (laringotrakeobronkitis viral) menyebabkan obstruksi atau
penyumbatan saluran respiratorik atas, jika berat, dapat mengancam jiwa.
Paling berat terjadi pada masa bayi. Dibawah ini dibahas croup yang
disebabkan berbagai virus respiratorik.
8

Diagnosis croup yaitu
8
:
O Croup ringan
4 Demam
4 Suara serak
4 Batuk menggonggong
4 Stridor yang hanya terdengar jika anak gelisah
O Croup berat
4 Stridor terdengar walaupun anak tenang
4 Napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Tata laksana untuk croup ringan dapat ditangani dengan di rumah
dengan perawatan penunjang, meliputi pemberian cairan oral, pemberian ASI
atau pemberian makanan yang sesuai. Anak dengan croup berat harus dirawat
di rumah sakit untuk perawatan sebagai berikut
8
:
O Steroid
Beri dosis tunggal deksametason (0,6 mg/kgBB IM/oral) atau jenis
steroid lain lain dengan dosis yang sesuai, dapat diulang dalam 6-24 jam.
O EpineIrin
Beri 2 ml adrenalin 1/1000 ditambahkan ke dalam 2-3 ml garam
normal, diberikan dengan nebulizer selama 20 menit.
Pada anak dengan croup berat yang memburuk, dipertimbangkan
pemberian
8
:
O Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
respiratorik. Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan trakeostomi (atau
intubasi) daripada pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau
21
kateter hidung atau kateter nasoIaring dapat membuat anak tidak nyaman
dan mencetuskan obstruksi saluran respiratorik. Walaupun demikian,
oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi saluran respiratorik
dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
O Intubasi
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat dan anak gelisah,
lakukan intubasi sedini mungkin.
O Hindari manipulasi yang berlebihan yang dapat memperberat obstruksi
(misalnya pemasangan inIus yang tidak perlu)
O Jika anak demam (_ 39o C) yang tampaknya menyebabkan distres berikan
parasetamol
O Pemberian ASI dan makanan cair
6. Aspirasi benda asing
Kacang-kacangan, biji-bijian atau benda kecil lainnya dapat terhirup
anak dan paling sering terjadi pada anak umur 4 tahun. Benda asing
biasanya tersangkut pada bronkus (paling sering pada paru kanan) dan dapat
menyebabkan kolaps atau konsolidasi pada bagian distal lokasi penyumbatan.
Gejala awal yang tersering adalah tersedak yang dapat diikuti dengan interval
bebas gejala dalam beberapa hari atau minggu kemudian sebelum anak
menunjukan gejala wheezing menetap , batuk atau pneumonia yang tidak
berespon terhadap terapi. Benda tajam kecil dapat tersangkut di laring dan
menyebabkan stridor atau wheezing. Pada kasus yang jarang benda berukuran
besar dapat tersangkut pada laring dan menyebabkan kematian mendadak
akibat sumbatan, kecuali segera dilakukan trakeostomi.
8

VI. DiIerensial diagnosis batuk kronik pada anak
1. Tuberkulosis
Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI
merekomendasiskan diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
9



22
Catatan:
O Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
O Jika dijumpai skroIuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
O Berat badan dinilai saat datang.
O Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas -

Laporan
keluarga (BTA
negatiI atau
tidak jelas)
BTA()
Uji Tuberkulin

NegatiI - - PositiI (_ 10 mm
atau _ 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan /
Status Gizi
- BB/TB
90 atau
BB/U 80

Klinis gizi
buruk
atau BB/TB
70
atau BB/U
60
-
Demam tanpa
sebab yang jelas
- _ 2 minggu - -
Batuk - _ 3 minggu - -
Pembesaran
kelenjar koli,
aksila, inguinal
- _ 1 cm, jumlah
~ 1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang / sendi
panggul, lutut,
Ialang
- Ada
pembengkakan
- -
Foto Thorak Normal/kelainan
tidak jelas
Gambaran
sugestiI TB
- -
23
O Gambaran sugestiI TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa inIiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsiIikasi dengan
inIiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor
karena diperlakukan secara khusus.
O Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
O Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (_ 7 hari)
harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat
diagnostik.
O Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor _ 6, (skor maksimal 13).
O Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau eIusi pleura pada Ioto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien
harus di rawat inap di RS.
Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan
adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan
300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5cc. sedian dalam bentuk sirup biasanya
tidak stabi, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. Konsentrasi puncak di
dalam darah, sputum, dan CSS dapat dicapai dalam 1-2 jam dan menetap selama
paling sedikit 6-8 jam. Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi di hati. Anak-
anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa, sehingga
memerlukan dosis mg/KgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa. Isoniazid pada
air susu ibu (ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah
plasenta, tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan.
9

RiIampisin bersiIat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak
dapat dibunuh oleh isoniazid. RiIampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, riIampisin diberikan dalam bentuk oral
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali
pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid , dosis riIampisin
24
tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.
Distribusinya sama dengan isoniazid.
9
Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada
jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel suasana
asam, dan diabsorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral
sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar
serum puncak 45 g/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada Iase
intensiI karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam., yang
timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid
aman pada anak. Kira-kira 10 orang dewasa yang diberikan pirazinamid
mengalami eIek samping berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia,
tetapi pada anak maniIestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. EIek
samping lainnya adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna.
Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam
bentuk tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan diberikan
bersamaan makanan.
9
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya
pada mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersiIat
bakterisid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25
gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. etambutol
ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan
dosis satu tau dua kali sehari , tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian
juga pada keadaan meningitis.
9

Streptomisin bersiIat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak eIektiI untuk
membunuh kuman intraseluler. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan TB tetapi penggunaannya penting penting pada pengobatan Iase
intensiI meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin diberikan secara
intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gr/hari dan kadar
puncak 40-50 g/ml dalam waktu 1-2 jam.
9

25
ama Obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal
(mg/hari)
Efek Samping
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis periIer, hipersensitivitas
Rifampisin`
`
10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan
berkurang, buta warna merah-hijau,
penyempitan lapang pandang,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, neIrotoksik
` Bila isoniazid dikombinasikan dengan riIampisin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** RiIampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas riIampisin. RiIampisin diabsorpsi dengan
baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum
makan.
2. Pertusis
Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi
imunisasi. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya
disertai batuk dan cairan keluar dari hidung yang secara klinis sulit dibedakan
dari batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2, timbul batuk paroksismal yang
dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut sampai 3 bulan atau
lebih. Anak inIeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terjadinya
penyakit.
8

Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna
8
:
O Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai
muntah
26
O Perdarahan subkonjungtiva
O Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis
O Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti
oleh berhentinya napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk
O Periksa anak untuk tanda pneumonia atau tanyakan tentang kejang
Kasus ringan pada anak-anak _ 6 bulan dilakukan secara rawat jalan
dengan perawatan penunjang. Umur 6 bulan dirawat di rumah sakit,
demikian juga pada anak dengan pneumonia, kejang dehidrasi, gizi buruk,
henti napas lama atau kebiruan setelah batuk.
8

Berikan eritromisin oral (12,5 kgBB/kali 4 kali sehari) selama 10 hari
atau jenis makrolid lainnya. Hal ini tidak akan memperpendek lamanya sakit
tetapi akan menurunkan periode inIeksius.
8

Berikan oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti
napas atau batuk paroksismal berat. Gunakan nasal prongs, jangan kateter
nasoIaringeal atau kateter nasal karena akan memicu batuk. Selalu upayakan
agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak terhambat aliran oksigen.
Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala diatas tidak ada lagi.
Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih
rendah dari posisi telungkup atau miring untuk mencegah aspirasi muntahan
dan membantu pengeluaran sekret. Bila anak mengalami episode sianotik, isap
lendir dari hidung dan tenggorokan dengan lembut dan hati-hati. Bila apnu
segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual atau pompa
ventilasi dan berikan oksigen.
8

Hindarkan sejauh mungkin tindakan yang dapat merangsang terjadinya
batuk seperti pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan tenggorokan dan
penggunakan NGT. Jangan memberi penekan batuk, obat sedatiI, mukolitik
atau antihistamin. Obat antitusiI dapat diberikan jika batuk sangat membantu.
Jika anak demam yang dianggap menyebabkan distress berikan parasetamol.
8






27
DAFTAR PUSTAKA

1. Chang AB, Landau LI, Asperen PPV, et al. Coug in Cildren. Definitions
and Clini.al Evaluation Position Statement of Te Tora.i. So.iety of
Australia and New Zealand. MJA 2006; 184(8): 398-403.
2. Hyland. Treatment Options for Managing Coug and Cold in Cildren. Retail
Clinician 2008; 1: 45-57.
3. Shields MD, Bush A, Everard ML, et al. Re.omendations for Assessment and
Management of Coug in Cildren. Thorax 2008; 63: iii1-iii15.
4. McCool FD. lobal Pysiology and Patopysiology of Coug . ACCP
Eviden.eased Clini.al Prati.e uidelines. Chest 2006; 129: 48S-23S.
5. Chang AB. Coug. Are Cildren Really Different to Adults ?. Cough 2005; 1:
7-22.
6. Enarson P, Enarson D, Gie R. Management of Te Cild Wit Coug or
Diffi.ult reating A uide for Low In.ome Country 2
nd
Ed. Paris :
International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases. 2005.
7. Hoetama S. Infeksi Saluran Pernapasan Atas. Semarang : RSUD dr. Karyadi.
2006.
8. WHO. Pedoman Pelayanan Keseatan Anak di Ruma Sakit Rufukan Tingkat
Pertama di Kabupaten atau Kota. Jakarta : WHO Indonesia. 2008.
9. Rahayoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak Edisi Ke2. Jakarta : UKK Respirologi PP Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2007.

You might also like