You are on page 1of 3

- Sejarah Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia -

1. Sebelum Kemerdekaan
Sebelum kemerdekaan, hukum Agraria di Indonesia bersumber pada hukum adat yang berkonsepsi komunalistik religius, ada yang bersumber pada hukum Perdata Barat yang bersifat individualistik-liberal sebagai akibat dari hukum yang di bawah oleh bangsa kolonial ke Indonesia. Selain itu ada pula yang berasal dari berbagai bekas peraturan pemerintahan swapraja yang umumnya berkonsepsi feodal. Hampir seluruhnya terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajahan dalam melaksanakan politik agrarianya yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870. Hal itu menyebabkan hukum agraria bersifat Dualisme , karena selain berlakunya hukum perdata barat yang diberlakukan bagi golongan Eropa dan Timur asing Tionghoa (hanya mengenai hukum kekayaan dan hukum waris testamentair), juga berlaku hukum adat yang sebagian besar tidak tertulis yang diberlakukan bagi golongan Pribumi (Indonesia Asli). Sehingga adapun hubungan-hubungan hukum antara orang Indonesia Asli dengan orangorang bukan Indonesia Asli diselesaikan dengan menggunakan hukum Antar Golongan (HAG).

2. Sejak Merdeka sampai Berlakunya UUPA


Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dirasa bahwa hukum Agraria lama tidak dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia, sebab selain berlakunya hukum adat di masyarakat, berlaku juga hukum Peradata Barat yang bersifat diskriminasi terhadap masyarakat Indonesia Asli, yaitu hukum Perdata Barat ini hanya berlaku bagi golongan Eropa dan Timur asing Tionghoa dan tidak dapat memberikan jawaban bagi semua permasalahan yang berkaitan dengan pertanahan. Sehingga hal ini yang mendorong lahirnya RUU tentang hukum agraria yang kemudian pada tanggal 24 September 1960 disahkan oleh Presiden Soekarno atas persetujuan dari

DPR Gotong-royong menjadi UU no.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sejak berlakunya UUPA terjadi perubahan yang Fundamental pada hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan . Perubahan ini bersifat Fundamental karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasarinya , maupun isinya, yang dinyatakan dalam bagian Berpendapat UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman. Namun hal yang paling mendasar adalah tujuan dari pembentukan UUPA tersebut adalah mewujudkan apa yang digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 , bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya , yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal, seperti yang dinyatakan dalam bagian Berpendapat serta Penjelasan Umum, UUPA berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah , sebagai hukum aslinya masyarakat Indonesia. Pada hakikatnya adalah dalam rangka melaksanakan Pembangunan Nasional untuk mengisi kemerdekaan yang diproklamasikan agar terwujud masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila sebagai sumber Falsafah hidup bangsa Indonesia.

3. Sejak Berlakunya UUPA sampai Reformasi


Sejak berlakunya UUPA , telah membawa dampak yang baik yaitu dengan dicabutnya dan dihapusnya secara tegas peraturan-peraturan yanga tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, dengan tujuan yaitu mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum tersebut, yaitu dicabutnya Pasal 51 Indische Staatsregeling (IS), penghapusan Pernyataan-pernyataan Domein, serta penghapusan Peraturan Hak Agrarisch Eigendom, yang merupakan hasil produk-produk hukum buatan bangsa kolonial. Namun dalam memasuki pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto,telah terjadi begitu banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat, dalam hal ini menimbulkan hubungan yang menguntungkan antara para pemilik modal (investor) dengan penguasa (pemerintah).

Pada periode Orde Baru kebijakan pertanahan lebih diarahkan untuk mendukung kebijakan makro ekonomi. Kebijakan pertanahan lebih merupakan bagian dari pembangunan, tidak sebagai dasar pembangunan. Kebijakan pertanahan lebih ditujukan untuk memfasilitasi kebutuhan pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam. Yang tadinya bersumber pada sektor pertanian maka orientasinya kemudian menjadi industrialisasi dengan menekankan kebutuhan ekonomi berbasis pada investasi asing dan juga eksploitasi SDA (sektor ekstraktif). Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 dianggap oleh sejumlah pengamat sebagai suatu produk hukum yang paling pro pada rakyat kecil atau petani. Dengan lahirnya masa Reformasi berarti menandakan bahwa Pemerintahan orde baru telah berakhir, dan menjadi harapan bahwa hal ini dapat menjadi awal langkah dalam mengkikis habis akibat-akibat kebijakan dan praktik-praktik orde baru yang tidak pro pada masyarakat, terutama kaum petani.

4. Sejak Masa Reformasi sampai Sekarang


Hingga saat ini apa yang diharapkan masyarakat yang tertuang dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) belum terealisasi sepenuhnya dengan baik. Namun dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan baru yang berkaitan dengan kehidupan hukum agraria di Indonesia menjadi bukti bahwa pemerintah berusaha untuk merealisasikan apa yang tertuang dalam UUPA sehingga mejamin dan melindungi kepentingan masyarakat terutama masyarakat miskin dan pengadaan lahan bagi para petani, agar terwujud seperti apa yang telah tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

You might also like