You are on page 1of 30

1

Topik Penelitian :

MODEL PENINGKATAN SISTEM PELAYANAN TRANSPORTASI
PADA RUAS JALAN DR SETIABUDI DAN TERMINAL LEDENG
DI KOTA BANDUNG


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dalam sistem transportasi Perkotaan di Wilayah Bandung Raya, ruas
Jalan Dr Setiabudi merupakan bagian dari koridor utara yang berfungsi sebagai
jalur penghubung utama kota Bandung dengan kota-kota satelit di wilayah utara,
yang memiliki peranan strategis bagi pengembangan wilayah Metropolitan
Bandung raya 2025
Ditinjau dari aktifitas regional, jalan Dr Setiabudi terletak dalam Wilayah
Pengembangan Utara yang sangat berpotensi bagi pendistribusian perkembangan
kota-kota kecil di kawasan sekitarnya, serta berpotensi sebagai jalur lintasan
alternatif menuju pusat pengembangan utama (DKI Jakarta). Jalan Setiabudi juga
berperan sebagai jalur alternatif ke kawasan kota Madya Cimahi yang sedang
mengalami pertumbuhan penduduk, industri dan perdagangan.
Ditinjau dari karakteristik lalu lintas, jalan Setiabudi sebagai jalan kolektor
primer merupakan jaringan jalan yang melayani angkutan pengumpul dari jalan
lokal ke jalan arteri dengan ciri-ciri perjalanan sedang. Dengan demikian jalan ini
mempunyai fungsi mobilitas, sekaligus melayani akses ke lahan-lahan sekitarnya
(UU No.34/2004). Selain itu jalan Setiabudi juga berfungsi secara menerus
menghubungkan antar kota dari orde ke satu dengan orde-orde kota yang lebih
kecil (PPRI No. 26/1985). Kota-kota yang terletak di bagian utara Bandung itu
antara lain adalah Lembang, Subang, Pamanukan dan Indramayu sebagai wilayah
pariwisata, sentra pertanian /perkebunan, dan sebagai koridor jalur alternatif ke
kota-kota propinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah
Berdasarkan karakteristik lalu-lintas, pada ruas jalan Setiabudi ada 3
macam jenis lalu lintas, yaitu lalu-lintas lokal, lalu-lintas regional dan menerus.
Bercampurnya ketiga jenis lalu-lintas tersebut menyebabkan volume lalu-lintas
2
yang cukup besar pada ruas jalan Setiabudi. Selain itu, telah terjadinya
perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya pegerakan masyarakat,
terutama pada periode pagi, siang dan sore hari, serta meningkatnya jumlah
kepemilikan Kendaraan dan berubahnya pola penggunaan lahan yang cukup pesat.
Adanya terminal Ledeng type B ditepi ruas jalan Dr Setiabudhi tanpa memiliki
jalan akses dari dan ke terminal, berakibat pula terhadap terganggunya kelancaran
arus lalu lintas menerus di jalan Setiabudi.
Sebaliknya, tingginya volume kendaraan di ruas jalan Dr Setiabudhi sebagai jalan
kolektor primer, turut pula mempengaruhi terhambatnya kelancaran kendaraan
angkutan umum yang hendak masuk dan keluar terminal Ledeng, yang secara
keseluruhan berdampak pula pada beban biaya tinggi yang harus dipikul oleh para
operator kendaraan angkutan umum yang bersangkutan.
Pentingnya peranan ruas Jalan Dr Setiabudi ini dalam kaitannya dengan
konstelasi regional, membawa konsekuensi terhadap memusatnya pergerakan ke
Kota Bandung. Akibatnya terjadi akumulasi beban arus lalu lintas, antara lain
terjadinya penumpukan kendaraan, kemacetan lalu lintas dan antrian kendaraan,
terjadi tundaan waktu perjalanan ( delay ), serta menurunnya tingkat pelayanan
jalan Setiabudi sebagai jalan utama di koridor utara, sehingga berpengaruh besar
terhadap kelancaran pola aliran pergerakan orang dan barang dari dan ke kota
Bandung. Dengan demikian maka jalan Dr Setiabudi memiliki peranan penting
bagi wilayah pengembangan Metropolitan Bandung Raya 2025 dan pelayanan
lalu lintas regional yang perlu dibenahi
Berdasarkan hasil studi RUDS, BMA tahun 1990 (Juli 1990, ringkasan: 31:31)

Ruas jalan Dr Setiabudi perlu ditingkatkan kapasitas pelayanannya sebagai jalan
Kolektor, yang berfungsi untuk melayani lalu lintas di kawasan koridor utara.
Dengan demikian, jalan Setiabudi dapat mendorong mempercepat pertumbuhan
sosial ekonomi masyarakat di kawasan wilayah Kabupaten Bandung,
Kabupaten Subang dan Kota Administrasi Cimahi.

Terhadap fenomena permasalahan lalu lintas di kawasan koridor utara kota
Bandung ini, hingga sekarang belum menunjukkan indikasi nyata adanya program
penanganan yang konfrehensif, terpadu dan sistemik, baik oleh pemerintahan kota
Bandung dan instansi yang terkait, seperti Bapeda, Dinas Perhubungan dan Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga kota Bandung.
3
Berdasarkan uraian tersebut maka studi ini sangat diperlukan, antara lain untuk
pengembangan sistem pelayanan moda transportasi pada ruas jalan DR Setiabudi
dan Terminal Ledeng pada tahun 2025 berdasarkan karakteristik kebutuhan moda
transportasi di kawasan koridor utara kota Bandung.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dirumuskan permasalahan
penelitian pada studi ini, antara lain yaitu
1) Bagaimanakah Kinerja faktual Pelayanan ruas jalan Dr Setiabudi dan Kinerja
pelayanan simpang ( bersinyal/tak bersinyal ) di sepanjang ruas jalan Dr
Setiabudi Bandung.
2) Bagaimanakah Kinerja faktual Pelayanan Terminal Ledeng, karakteristik
pelayanan penumpang antar moda, serta kelengkapan sarana dan prasarana
Terminal
3) Bagaimanakah Pola pergerakan arus lalu lintas dan karakteristik akses
pelayanan jaringan jalan keluar-masuk Ruas jalan Dr Setiabudi di koridor
utara kota Bandung
4) Bagaimanakah model sistem pelayanan transportasi pada ruas jalan DR
Setiabudi dalam sistem pengembangan Infrastruktur Transportaais Bandung
Raya tahun 2025 berdasarkan karakteristik kebutuhan moda, karakteristik
mobilitas masyarakat, dan tata ruang RT-RW (constrain) secara terpadu

3. Maksud dan Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka studi ini
secara umum dimaksudkan antara lain untuk mengungkapkan kondisi faktual
tentang :
1) Kinerja pelayanan ruas jalan Dr Setiabudi dan Kinerja pelayanan simpang
bersinyal dan tak bersinyal di sepanjang ruas jalan Dr Setiabudi Bandung.
2) Kinerja pelayanan Terminal Ledeng, karakteristik pelayanan penumpang antar
moda, serta kelengkapan sarana dan prasarana Terminal \
3) Karakteristik pola pergerakan arus lalu lintas dan karakteristik pelayanan
jaringan jalan yang keluar-masuk Ruas jalan Dr Setiabudi di koridor utara kota
Bandung
4
4) Suatu pilihan Pemodelan sistem pelayanan transportasi ruas jalan DR
Setiabudi dalam sistem pengembangan Infrastruktur Transportaais Bandung
Raya tahun 2025 berdasarkan karakteristik kebutuhan moda, karakteristik
mobilitas masyaraka, tata ruang RT-RW dan kondisi faktual (constrain)
secara bersama-sama

Dan secara khusus studi ini bertujuan untuk mengungkapkan indikator-indikator
permasalahan rendahnya tingkat pelayanan lalu lintas di jalan Dr Setiabudi, dan
merekomendasi suatu model sistem penataan pelayanan lalu lintas terpadu di
kawasan koridor utara kota Bandung dalam sistim pengembangan infrastruktur
bidang transportasi Bandung Raya tahun 2025.

4. Manfaat Penelitian
Diharapkan temuan dari hasil studi ini dapat bermanfaat dalam penetapan
kebijakan strategis, khususnya bagi program pengembangan dan pembangunan
Infrastruktur bidang transportasi di kawasan Bandung Raya. Tahun 2025 , antara
lain :
1) Data faktual hasil studi dapat dipergunakan oleh Pemerintah Daerah, para
praktisi dan Akademisi untuk pengembangan sistem pelayanan moda
transportasi secara terpadu di kawasan koridor utara kota Bandung.
2) Pemodelan sistem pelayanan moda transsportasi hasil studi dapat dijadikan
sebagai kajian dan pertimbangan oleh pejabat yang terkait, khususnya Bapeda
dan Dinas PU Binamarga Kota Bandung dalam menetapkan kebijakan dan
strategi pembangunan bidang transportasi di kawasan koridor utara kota
Bandung.









5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Jalan
1). Kapasitas Jalan; Kapasitas sangat berpengaruh terhadap volume kendaraan
melalui hubungan fundamental antara arus kendaraan, volume, kecepatan
dan konsentrasi ((Morlok, 1988: 200). Kapasitas menurut IHCM (1997)
adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat ditampung pada
ruas jalan selama kondisi tertentu dalam satuan massa penumpang
(smp/jam). Faktor-faktor yang berpengaruh adalah kondisi geometrik,
kondisi lalu lintas dan faktor kondisi lingkungan yang dinyatakan dalam
jumlah penduduk kota. Untuk menghitung besarnya kapasitas jalan (
Capasity ) dapat digunakan rumus C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
2). Kecepatan Perjalanan; Faktor yang berpengaruh dalam kecepatan
perjalanan adalah volume lalu lintas, komposisi kendaraan, geometrik jalan,
dan faktor lingkungan. Kecepatan perjalanan suatu ruas jalan adalah
kecepatan rata-rata yang ditempuh kendaraan selama melalui ruas jalan
tersebut.
3). Arus lalu Lintas dan Waktu Tempuh
Menurut Robert J Kodoatie (2003:390) penambahan kendaraan tertentu
pada saat arus rendah akan menyebabkan perubahan waktu tempuh yang
kecil jika dibandingkan dengan penambahan arus lalu lintas pada saat arus
tinggi. Pada saat arus lalu lintas mendekati kapasitas jalan, waktu tempuh
akan meningkat dengan pesat. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas,
maka mulai terjadi kemacetan. Kemacetan ini akan terjadi apabila arus lalu
lintas yang melintas pada suatu ruas jalan tertentu sangat besar, sehingga
jarak antar kendaraan menjadi sangat dekat dan akhirnya arus lalu lintas
menjadi terganggu, mulai terjadi tundaan bahkan sampai berhenti sama
sekali
4) Rasio Volume per Kapasitas (Volume Capacity Ratio/VCR)
Rasio volume per kapasitas (VCR) adalah perbandingan antara volume yang
melintas dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu.
6
5). Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Tingkat pelayanan jalan (level of service) diperoleh dari perhitungan
rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan (Volume Capacity
Ratio/VCR). Berdasarkan Morlok (1991:212) tingkat pelayanan jalan
ditentukan dalam skala interval yang terdiri atas 6 tingkatan yaitu
A,B,C,D,E, dan F, dimana A merupakan tingkatan yang paling tinggi.
Semakin tinggi volume lalu lintas pada ruas jalan, maka tingkat pelayanan
jalannya semakin menurun. lampiran 1
2.2 Kinerja Simpang
Manual Kapasistas Jalan Indonesia ( MKJI 1997) membedakan simpang
bersinyal ( traffic signal) dan simpang tak bersinyal ( non traffic signal).
Simpang tak bersinyal dikendalikan oleh aturan dasar lalu-lintas Indonesia yang
memberi jalan pada kendaraan dari sebelah kiri, sedangkan pada simpang
bersinyal dikendalikan oleh traffic light . Metoda ini berasumsi bahwa simpang
jalan tegak lurus pada alinyemen datar, dihitung dengan pendekatan empiris
tidak berdasarkan metode pengambilan celah.
1). Simpang tak bersinyal
Menurut MKJI 1997 parameter kinerja pelayanan simpang ditentukan
oleh besaran nilai kapasitas (C), derajat kejenuhan ( DS) , tundaan ( D) dan
peluang antrian (QP).
Rumus: C = C
O
F
W
F
M
F
CS
F
RSU
F
LT
F
RT
F
MI
( smp/jam)
DS = Q / C
Dimana : Q = Volume total lalu lintas simpang ( Smp/jam) , Q
SMP
= Q
SIMPANG
F
SMP
;
F
SMP
= (emp LV LV% + empHV HV% + emp MC MC%)/100

D = DT + DG,
Dimana
DT = tundaan pada simpang jalan minor (DT
MI
) dan jalan utama (DT
MA
);
DG = tundaan geometrik

DG = (1DS) [P
T
6 + (1P
T
)3] + (DS 4) DS < 1,0;
DT = 1,0504/ ( 0,2742 0,2042 * DS ( 1 DS).2 DS > 0,6 ;
DT = 2 + 8,2078.DS.- ( 1 DS) .2 DS < 0,6
7
Hubungan empires antara peluang antrian dan derajat kejenuhan dapat
dihitung dengan pendekatan
QP% = 9,02 . DS + 20,66 . DS
2
+ 10,49 . DS
3
,
QP% = 47,71 . DS - 24,68 . DS
2
+ 56,47 . DS
3
2). Simpang Bersinyal ( traffic signal)
Parameter kinerja pelayanan simpang bersinyal juga ditentukan oleh
Kapasitas ( C), derajat kejenuhan ( DS), tundaan (D) dan besaran nilai
peluang antrian (QP).
Rumus :
C = S x g/c, dimana C = kapasitas (smp/jam), S = Arus jenuh (smp/jam
hijau),
g = waktu hijau (det) dan c = Waktu siklus (det)
DS = Q/C . Kreteria tingkat pelayanan ditunjukkan pada lampiran 3.
Panjang Antrian ( NL) suatu pendekat dihitung rumus:
W
NQ QL
20
max =
NQ = NQ1 + NQ2 ;
(


+ + =
C
DS x
DS DS x C x NQ
) 5 , 0 ( 8
) 1 ( ) 1 ( 25 , 0 1
2


3600 1
1
2
Q
x
DS x GR
GR
x c NQ


=
Dimana NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah
GR = Rasio hijau, Q = Volume lalu lintas, c = waktu siklus (det)

Tundaan (D) dihitung sebagai indikator tingkat pelayanan simpang secara
keseluruhan sebagai tundaan rata-rata suatu pendekat. D = DT + DG,
sedangkan Tundaan suatu simpang diperoleh sebagai (Q x D) / Qtotal
Menurut Akcelik (1988),
C
x NQ
A x c DT
3600 1
+ = ;
) 1 (
) 1 ( 5 , 0
2
DS x GR
GR x
A


=
DG
i
= (1 Psv) x P
T
x 6 + (Psv x 4

Kreteria tingkat pelayanan waktu tunda (delay).lampiran 2

8
Untuk menghitung jumlah kendaraan terhenti tiap pendekat dihitung dengan
rumus :
NS = 3600 9 , 0 x
c x Q
NQ
x ; dan Nsv = Q x NS, NS
total
= N
SV
/ Q
total

2.3 Kinerja pelayanan Terminal
Dalam suatu terminal ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu penumpang,
kendaraan, dan pengelola terminal.. Menurut fungsinya, terminal sebagai Traffik
concentration, Processin, Clasification and sorting, Loading and unloading,
Storage, Traffic interchange dan Sevice availability, maintenance, sevicing, and
emergency.
Menurut Iskandar Abubakar (1995:75) pada terminal penumpang perlu
diperhatikan faktor jumlah kedatangan kendaraan per satuan waktu, lama tiap
kendaraan berada di terminal dan ditersedianya fasilitas pelayanan yang
memadai. Ada tiga macam type terminal, yaitu type A, B dan type C. Terminal
harus dapat menjamin kelancaran kedatangan/ keberangkatan kendaraan yang
teratur, tersedianya sarana/fasilitas yang diperlukan, kenyamanan dan waktu
menunggu yang tidak terlalu lama. Lampiran 3
Parameter kinerja terminal dapat dianalisis menurut klasifikasi dan fungsi,
fluktuasi dan akumulasi kedatangan/keberangkatan kendaraan, serta paramater
antrian yang meliputi waktu pelayanan, jumlah dan lama waktu kendaraan
dalam sistem pelayanan, panjang antrian, serta kapasitas pelayanan terminal.
1) Antrian Kendaraan
Teori antrian merupakan metoda untuk membuat model arus lalu
lintas stokastik dalam transportasi. Teori antrian memberikan informasi pada
proses perencanaan dan analisis tempat menunggu. Ada 4 (empat)
karakteristik antrian yang perlu diperhatikan, yaitu distribusi kedatangan
(headway), distribusi keberangkatan, jumlah saluran pelayanan, serta disiplin
antrian urutan pelayanan.
Menurut Wohl (1967) ada dua sistim antrian, yaitu sistim antrian stasiun
tunggal (single station) dan antrian stasiun berganda (multiple station).
Untuk stasiun tunggal distribusi kedatangan dan keberangkatan kendaraan
didasarkan pada prinsip disiplin antrian FIFO (first in first out), sedangkan
9
stasiun berganda (multiple station) didasarkan pada disiplin antrian FVFS
(first vacant first served). Pada disiplin antrian FIFO, lalu lintas datang
pertama memasuki tempat pelayanan lebih dahulu dan keluar lebih dahulu
pula; Sedangkan disiplin antrian FVFS satuan dalam antrian diarahkan
memasuki tempat pelayanan yang pertama kosong. Berikut unsur-unsur
antrian kendaraan di dalam terminal yang diperlu dihitung :
Tabel 1 : Unsur antrian Kendaraan yang dihitung

No
Unsur Antrian Kendaraan yang dihitung
Disiplin Antrian FIFO Disiplin Antrian FVFS
1 Jumlah rata-rata kendaraan di dalam
sistem ( n )
Probabilitas nol kendaraan di dalam
sistem, p( 0 )
2
Panjang antrian rata-rata ( q )
Jumlah rata-rata kendaraan di dalam
system ( n )
3
Waktu rata-rata di dalam system( d ) Panjang antrian rata-rata ( q )
4 Waktu menunggu rata-rata di dalam
antrian ( w )
Waktu rata-rata di dalam system
( d )
5 Probabilitas waktu dalam antrian
p( w s t )
Waktu rata-rata di dalam antrian ( w )

2) Kapasitas Terminal
Pada dasarnya terdapat dua konsep kapasitas terminal, dimana
kapasitas ialah suatu ukuran dari volume yang melalui terminal atau
sebagian dari terminal (Morlok:1985). Konsep pertama, kemungkinan arus
lalu lintas maksimum yang melalui terminal akan terjadi apabila selalu
terdapat suatu satuan lalu lintas yang menunggu memasuki tempat pelayanan
segera setelah tempat tersebut tersedia. Konsep kedua, yaitu volume
maksimum yang masih dapat ditampung dengan waktu menunggu atau
kelambatan yang masih dapat ditolerir. Dengan menentukan waktu
menunggu rata-rata maksimum yang dapat ditolerir, maka kurva waktu vs
volume dengan waktu pelayanan konstan dan pola kedatangan untuk
headway waktu yang berbeda dari K Morlok (1988:286) dapat
dipergunakan.

10
2.4 Biaya perjalan kendaraan.
Biaya tambahan perjalanan diakibatkan karena adanya tambahan waktu
oleh tundaan lalu lintas dan tambahan volume kendaraan yang melebihi
kapasitas (Hutauruk,1994). Nilai ekonomi kemacetan dihitung dengan konsep
keterkaitan antara kecepatan dan volume kendaraan. Volume kendaraan yang
memasuki ruas jalan akan terus meningkat sampai titik tertentu hingga
kecepatan rata-rata berkurang pada kondisi forced flows. Jika jalan telah sangat
padat untuk mempertahankan arus bebas hambatan, maka masuknya tambahan
kendaraan akan menyebabkan tundaan ( delay ). Pada keadaan marjinal, biaya
kemacetan eksternal yang diakibatkan oleh tambahan satu kendaraan adalah
tundaan pada semua kendaraan lainnya. Adapun grafik yang memperlihatkan
hubungan antara volume pergerakan dengan kecepatan tempuh dalam kondisi
normal dan macet (forced flow) dapat dilihat pada Gambar 1
C
B
A
D

Gambar 1: Hubungan Kecepatan dengan Arus Kendaraan ( Berry, 1997 )

Kurva di atas diinterpretasikan, bahwa meningkatnya arus lalu lintas di atas q
maka kecepatannya seperti pada titik A dan B. Jika lalu lintas mendekati
kapasitas k pada titik C, arus berada dalam kondisi stop-start dan arus lalu lintas
pada bottle neck menurun pada titik D. Kondisi ini tidak stabil karena
menurunnya arus, maka lalu lintas yang meninggalkan bottle neck meningkat
dan tidak ada hambatan. Pada kondisi ini kecepatan akan meningkat lagi pada A
(Newbery (1987) dan Hall et al. (1986).
Dengan demikian hubungan antar komponen adalah linier terdiri dari komponen
biaya operasional kendaraan dan biaya yang didasarkan atas waktu. Persamaan
dari biaya kemacetan lalu-lintas ini dihitung sebagai berikut (Hardajati, 1991):

C = Q * t * (BOK + NW)
Jumlah kendaraan yang terkena pengaruh kemacetan lalu-lintas dihitung dari
selisih volume kendaraan eksisting dan volume kendaraan hasil proyeksi.
11
Kemudian dapat pula dihitung selisih antara tambahan biaya perjalanan (biaya
kemacetan ) dengan dan tanpa adanya usaha pengelolaan lalu lintas. D = AQ *
At * (BOK +NW)
BOK = biaya operasi kendaraan
Q = selisih volume kendaraan eksisting dengan kondisi rencana dan pengelolaan lalu lintas.
At = selisih waktu tempuh kondisi eksisting dengan kondisi adanya pengelolaan lalu lintas.
2.5 Pemodelan Sistem Pelayanan Transportasi
Perencanaan/pemodelan adalah bentuk kuantitatif (model matematis)
memperkirakan besarnya kebutuhan akan infrastruktur transportasi 10-20 tahun
kedepan akibat adanya kegiatan pada tata guna lahan. Pemodelan digunakan
untuk memahami hubungan yang terjadi dalam suatu kota, yaitu tata guna
lahan/kegiatan, sistem prasarana transportasi (jaringan) dan sistem arus
lalulintas (pergerakan). Konsep perancangan dan Pemodelan yang digunakan
pada studi ini digunakan Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap
(MPTEP). Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri
submodel yang masing-masing dilakukan secara terpisah dan berurutan.
Submodel tersebut adalah aksesibilitas, bangkitan dan tarikan pergerakan,
sebaran pergerakan, pemilihan moda, pemilihan rute dan arus lalulintas dinamis.

Tabel 2 : Hubungan Sub Model saling ketergantungan ( Tamin:2000)
Konsep analitis Tergantung dari komponen:
1. Aksesibilitas
2. Bangkitan pergerakan
3. Sebaran pergerakan
4. Pemilihan moda
5. Pemilihan rute
6. Arus pada jaringan
transportasi
Tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi
Tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi
Tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi
Sistem prasarana transportasi dan arus lalulintas
Sistem prasarana transportasi dan arus lalulintas
Sistem prasarana transportasi dan arus lalulintas


Aksesibilitas (konsep 1) bukan merupakan bagian integral dari keseluruhan
sistem tetapi dapat juga digunakan sebagai proses utama dalam kajian
transportasi. Konsep ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan
mengevaluasi alternatif perencanaan transportasi yang diusulkan. Dalam hal ini
arus lalulintas pada jaringan jalan (konsep 6) adalah konsep yang termasuk pada
beberapa tahapan yang berbeda. Konsep 2 hingga konsep 5 merupakan bagian
utama dari pemodelan dan harus dilakukan secara berurutan. Urutan tersebut
12
G-MS
D
A
G
MS
D
A
G
D-MS
A
G
MS
D
A
JENIS I JENIS
III
JENIS
IV
JENIS II
G=bangkitan pergerakan ; D=sebaran pergerakan ;
MS=pemilihan moda ; A=pemilihan rute
Empat variasi
urutan konsep
utama
(sumber: Black,
1981 dalam)
)Tamin, 200;59
beragam, yang penggunaannya sangat tergantung pada kondisi di lapangan,
ketersediaan data (kuantitas dan kualitas), waktu perencanaan. Beberapa
alternatif urutan pemodelan digambarkan sebagai berikut ( Gambar 2 dan 3):












A. Model Bangkitan Pergerakan, digunakan untuk menghasilkan model
hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah
pergerakan yang menuju ke suatu zona atau jumlah pergerakan yang
meninggalkan suatu zona (trip end). Bangkitan pergerakan dianalisis
terpisah dengan tarikan pergerakan, sehingga setepat mungkin dapat
diperkiraan pergerakaan yang akan terjadi pada masa mendatang.
B. Model Sebaran Pergerakan, untuk menunjukkan bentuk arus pergerakan
(kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona
tujuan selama periode waktu tertentu. Matriks pergerakan asal-tujuan (MAT)
digunakan untuk menggambarkan pola pergerakan tersebut. Pola pergerakan
dapat dihasilkan jika suatu MAT dibebankan ke suatu sistem jaringan
transportasi. Dengan mempelajari pergerakan yang terjadi dapat
diidentifikasi permasalahan yang timbul, sehingga beberapa solusi segera
dapat dihasilkan. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai
kebutuhan akan pergerakan, sehingga MAT memegang peranan yang sangat
penting dalam berbagai kajian perencanaan dan manajemen transportasi.
C. Model Pemilihan Moda, digunakan untuk meramalkan proporsi orang yang
akan menggunakan setiap moda, yaitu setelah dilakukan proses kalibrasi
13
Data Perencanaan
MODEL BANGKITAN
PERGERAKAN
Pemodelan
Zona
Asal dan Tujuan
MODEL SEBARAN
PERGERAKAN
Total matriks
asal-tujuan
MODEL
PEMILIHAN MODA
MAT penumpang
angkutan
pribadi
MODEL
PEMILIHAN RUTE
Survei
inventarisa
si jaringan
Jaringan
transportasi
Biaya
perjalanan
MAT penumpang
angkutan umum
Arus pada
jaringan
Survei perjalanan pada
masa sekarang
Gambar 3 : Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (MPTEP)
(sumber : IHT dan DTp, 1987 dalam Tamin, 2000;61)
dengan menggunakan peubah bebas (atribut) yang mempengaruhi pemilihan
moda untuk masa mendatang. Model ini mempertimbangkan pergerakan
lebih dari satu moda (multimoda) yang dipengaruhi oleh kondisi geografis
D. Model Pemilihan Rute. Pada sistem digunakan perinsip keseimbangan
jaringan jalan, yaitu meminimalkan biaya perjalanan dengan memilih
beberapa rute alternatif yang kemudian berakhir pada suatu pola rute yang
stabil, tidak dapat lagi mencari rute terbaik untuk mencapai zona tujuannya..
Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (MPTEP) sangat kompleks,
membutuhkan banyak data dan waktu yang lama dalam proses pengembangan
dan pengkalibrasiannya. Akan tetapi, model ini dapat disederhanakan memenuhi
kebutuhan perencanaan transportasi di daerah.






















14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


Pada studi ini digunakan beberapa metode disesuaikan dengan karakteristik data dan
tujuan dari masing-masing tahapan penelitian., yaitu Metode deskriptif analitik dan
metode statistik Inferensi.
Metode Deskriptif analitik dengan pendekatan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (
MKJI 1997) digunakan untuk mengklarifikasi dan menganalisis data tentang kinerja
pelayanan ruas jalan Setiabudi dan simpang bersinyal/tak bersinyal, serta pendekatan
disiplin antrian FIFO ( First in first out) dari Wohl ( 1967). untuk analisis kinerja
Terminal Ledeng ; Sedangkan Statistik Inferensi dengan pendekatan Disagregat
dan Stokastik digunakan pada pada studi pemodelan sistem pelayanan transportasi
untuk mengkaji prilaku sosial ( social behavior) dan memodelkannya ke dalam suatu
bentuk elemen yang dapat diukur untuk memperkirakan, meramalkan, dan menguji
sebuah asumsi dan mengalisa faktor penentu ( Fidel Miro:2002), dimana obyek yang
diteliti bersifat nyata dan alami serta mengandung elemen yang tidak bisa ditentukan
atau dikendalikan dan bersifat relatif.
Oleh sebab itu, dengan pendekatan yang dipilih maka data yang diperlukan dapat
dikumpulkan serta diuji melalui proses kalibrasi., dan dapat dianalisis baik pada tahap
pengumpulan dan pengujian ( validasi) serta memodelkannya kedalam bentuk terukur
yang bersifat kualitatif. Adapun proses dan analisis pemodelan rancangan transportasi
dengan model empat tahap ditujukan pada gambar 5 Diagram alur pikir dibawah ini


15

































Gambar 4 : Diagram Alur Pikir Penelitian

Pertumbuhan dan Perkembangan Regional
Kawasan utara Kota Bandung
Peranan Jalan Setiabudi dalam Konstilasi Regional
koridor utara kota Bandung
Pertumbuhan Kawasan
Utara sebagai jalur
lintasan alternatif ke pusat
Perkembangan utama
Strategi Pengembangan
dan Pertumbuhan
Tata Ruang RTRW
Bandung Raya 2025
Fungsi dan Peranan
Jalan Setiabudi sebagai jalan
Kolektor Primer di kawasan
Utara Bandung

Masalah kepadatan lalu lintas dan Tingkat Pelayanan
Jalan Dr Setiabudi dan Terminal Ledeng Bandung
Bandung
PEMODELAN SISTEM
PELAYANAN
TRANSPORTASI
Model
Bangkitan
Pergerakan
Analisa Dampak Biaya
Perjalanan terhadap Biaya
Operasional Kendaraan
(Tanpa Intervensi Pengelolaan
LL)
Model
Sebaran
Pergerakan
Model
Pemilihan
Moda
Kinerja Pelayanan
Terminal Ledeng
dan
Ruas Jalan Setiabudi
ANALISIS RANCANGAN PEMODELAN SISTEM
PELRLAYANAN TRANSPORTASI DI BANDUNG UTARA
Adanya Penataan Sistem Transportasi
untuk meningkatkan Kinerja Pelayanan
Terminal Ledeng dan Jalan Setiabudi
Model
Pemilihan
Rute


Adanya Perencanaan Infrastruktur
Transportasi dalam sistem Pengembangan
Tata Ruang Bandung Raya 2025

HASIL STUDI DAN REKOMENDASI
16

3.1. Lokasi wilayah studi
Jalan Dr Setiabudi merupakan jalan Kolektor primer sebagai bagian dari jalan koridor
utara kota Bandung dari kawasan Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung dan
Kotamadya Cimahi. Untuk memperjelas lokasi wilayah studi (study area).
ditunjukkan pada gambar 1




Gambar 5 : Lokasi Wilayah Studi Jalan Dr Setiabudi dan Terminal Ledeng

17

Gambar 6 :
Lokasi Wilayah Studi Jalan Dr Setiabudi dan Terminal Ledeng
K
E

B
A
N
D
U
N
G
K
E

L
E
M
B
A
N
G

-

S
U
B
A
N
G
K
E

C
I
S
A
R
U
A

-

K
A
B
.

B
A
N
D
U
N
G
18


3.2. Kondisi wilayah studi ( Existing)
1) Kondisi terminal Ledeng
Terminal Ledeng diklasifikasikan sebagai terminal type B, berfungsi sebagai
tempat transit bagi kendaraan angkutan umum (Angkot) di kota Bandung dan
kendaraan angkutan umum antar-wilayah dari dan ke Kabupaten Bandung,
Kotamadya Cimahi dan Kabupaten Subang. Terminal Ledeng melayani 917 unit
kendaraan dari 6 trayek yang wajib masuk terminal, dan 3 trayek tidak wajib
masuk terminal karena kapasitas daya tampung terminal tidak mencukupi.

Tabel 3
Pelayanan Trayek Angkutan umum di Terminal Ledeng

No

Trayek Kendaraan Umum
Jumlah Armada
Keterangan
Wajib Masuk
Terminal
Tidak masuk
terminal
01 Ledeng-Subang-Pamanukan 260 --- L.300/AKDP
02 Ciroyom-Ledeng-Lembang 30 --- L.300/AKDP
03 Ledeng-Leuwipanjang 17 --- Bis DAMRI
04 Ledeng-Cicaheum 240 --- Minibus
05 Ledeng-Margahayu Raya 125 --- Minibus
06 Ledeng-Abdul Muis 245 --- Minibus
07 Ledeng Cimahi -- 30 Colt Mini
08 Ledeng Cisarua -- 50 L.300/AKDP
09 Stasiun Hall Lembang -- 250 L.300/AKDP
I. Jumlah Armada 917 350

Untuk tiga trayek yang tidak masuk terminal, masing-masing menggunakan
ujung jalan Sersan Bajuri dan di ujung jalan Gegerkalong sebagai titik akhir
menurunkan/ menaikkan penumpang.
Untuk keperluan pelayanan angkutan umum, terminal Ledeng hanya menempati
lahan seluas 2300 m
2
dengan fasilitas sebagai berikut:
a) Bangunan kantor/menara pengawas, ukuran 4x4 meter 2 lantai
b) Kios, kantin, wartel disepanjang sisi Selatan dan sisi Timur Terminal
c) Jalur antrian pemberangkatan ( ada 6 lajur) dan 4 lajur lintasan
d) Kamar kecil/toilet dan 2 buah Pos keamanan
Dari pengamatan di lapangan diperoleh permasalahan pelayanan terminal Ledeng,
antara lain dideskripsikan sebagai berikut :
19
a) Panjangnya Antrian kendaraan pada lajur lintasan/ antrian di dalam terminal,
sehingga setiap kendaraan memerlukan waktu menunggu yang cukup lama
untuk memperoleh giliran waktu pemberangkatan.
b) Terjadi kepadatan kendaraan umum di dalam terminal yang mengindikasikan
kapasitas terminal tidak memenuhi kebutuhan jumlah armada angkutan umum
yang harus dilayani
c) Terjadi kemacetan arus lalu lintas pada ruas jalan Dr Setiabudi di depan
terminal yang diakibatkan oleh Kendaraan penumpang yang hendak
masuk/keluar termina
d) Sarana dan fasilitas pendukung terminal belum yang memadai sebagai
terminal type B di pulau Jawa..
2). Kondisi ruas jalan Dr. Setiabudi
Secara umum jaringan jalan di kawasan Bandung utara memiliki pola spinal
(tulang daun) dengan ruas jalan Dr. Setiabudi sebagai jalan utama. Jaringan
pembentuk ruas jalan tersebut adalah jalan Kolektor primer Sukajadi dan
Cipaganti, Kolektor sekunder Gegerkalong Hilir, Lokal maupun gang-gang kecil.
Pola jaringan jalan tersebut menyebabkan ruas jalan Setiabudi menampung arus
laluintas dari daerah-daerah sekiratnya, serta lalulintas regional dan menerus.
Sedangkan pola jaringa jalan yang ada di jalan Dr. Setiabudi membentuk pola
grid, terdiri dari jalan-jalan lokal antar kawasan. Sebagai jalan kolektor primer
yang menghubungkan Kota Bandung dengan kota-kota kecil disekitarnya dan juga
sebagai jaringan jalan regional yang memiliki pola spinal, telah menjadikan
daerah-daerah disisi-sisi jalan tersebut menjadi ruang yang paling strategis untuk
melakukan kegiatan produktif / industri dan perdagangan serta menjadi tempat
pemberhentian angkutan umum ( Shelter )
Berdasarkan RDTRK Bojonegara dan Cibeunying, jalan Dr. Setiabudi memiliki
akses langsung ke jalur regional yang menghubungkan Kota Bandung arah barat
dan utara, sehingga mendorong berkembangnya aktivitas kegiatan yang disertai
perubahan guna lahan mengikuti pola jaringan jalan yang ada, antara lain
perubahan fungsi fisik bangunan dari perumahan menjadi fungsi komersial,
meningkatnya jumlah perkantoran dan pusat perdagangan, bertambahnya pusat
toko swalayan. Sesuai dengan fungsinya ( jalan kolektor primer) maka Jalan Dr
Setiabudi telah menjadi jalan penghubung utama ke daerah pertanian dan daerah
pariwisata di wilayah utara Bandung. Keadaan ini telah mengakibatkan terjadinya
20
kepadatan lalulintas, kemacetan dan antrian kendaraan, tertundanya waktu
perjalanan (delay) dan rendahnya tingkat pelayanan jalan.
Berdasarkan klasifikasi fisik jalan Setiabudi termasuk kategori jalan kelas
II dengan dimensi geometris dua jalur dan komposisi lalu-lintas yang bercampur
antara kendaraan cepat dan lambat

Tabel 4 :
Kondisi Jaringan jalan di kawasan jalan Setiabudi

No Kondisi Fisik Jalan Jalan Setiabudi
1 Panjang Jalan (km) 6,8
2 Jumlah Persimpangan
- Jenis Y
- Jenis T
- Gang
9 (2 arteri sekunder, 1 kolektor) ,
6 ( lokal)
28 (lokal)
19
3 Lebar Perkerasan (m) 9 meter
4
Lebar bahu Jalan (m)
(tidak diperkeras)
0
6 Jumlah lajur 3
7 Trotoar Sebagian, tidak merata

Sumber : Hasil Survei Lapangan, 2005

3.3. Teknik Pengumpulan
Dalam pengumpulan data diperlukan ada 2 macam data, yaitu data Sekunder dan data
Primer, masing-masing diperlukan untuk studi analisis kinerja ruas jalan dan terminal
serta data untuk studi pemodelan sistem pelayanan transportasi.
1). Data untuk analisis kinerja ruas jalan dan terminal
Untuk maksud ini Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi pada intansi yang
terkait, antara lain dari Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat dan Dinas
Perhubungan Kabupaten/Kota Bandung, Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Barat dan
Dinas Kabupaten/Kota Bandung, Bappeda Propinsi Jawa Barat, Bappeda Kab/Kota
Bandung, dan DTK Kab/kota; Sedangkan data primer diperoleh dengan metode
survai menggunakan cara manual, counter, cara digital (Camera Vidio) dan
Wawancara dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, hari dan jam puncak
( peak day and peak hour). Deskripsi pelaksanaan metode survai dijelaskan pada
tabel di bawah ini.

21
Tabel 5 : Survai data primer untuk lalu lintas


No

Jenis Survai

Spesifikasi data

Metode Survai

1.

Survei kedatangan dan
berangkatan angkutan
umum di terminal Ledeng

Jumlah dan waktu kedatangan/
keberangkatan kendaraan angkutan
umum untuk masing-masing trayek

Populasi Cara
manual/ Camera
Vedio
2. Survei antrian dan tundaan
kendaraan angkutan umum
di terminal
Panjang antrian dan waktu tunda
kendaraan umum pada lajur antrian
masuk terminal
Metode Sampel,
Camera Vedio
3 Survei antrian dan tundaan
pada lajur lalu lintas
menerus di luar terminal
Panjang antrian dan waktu tunda
kendaraan dalam antrian arus lalu lintas
menerus di depan terminal
Metode Sample
dengan
Camera Vedio
4 Survei jumlah dan waktu
kedatangan kendaraan
umum di terminal
Jumlah kedatangan kendaraan umum
pada lajur antrian masuk terminal per-
5 menitan
Populasi, Cara
manual, Camera
Vedio
5. Survei Volume dan
spesifikasi Lalu lintas pada
ruas jalan Setiabudi
Jumlah tiap jenis kendaraan/15 menitan
selama priode pengamatan
Traffic counting,
manual/ counter
6 Survei waktu tempuh dan
kecepatan sesaat pada ruas
jalan Setiabudi
Rata-rata Kecepatan sesaat dan rata-
rata waktu tempuh pada tiap ruas jalan
di sepanjang jalan Setiabudi

Cara manual,
spot speed
7 Survei pergerakan dan
volume kendaraan pada
mulut simpang di ruas jalan
Setiabudi
Jumlah pergerakan tiap jenis kendaraan
yang keluar-masuk mulut Simpang di
sepanjang ruas jalan Setiabudi per- 15
menitan

Cara manual,
Camera Vedio
8 Survei Tundaan dan antrian
kendaraan pada Simpang
Lama waktu tunda pada mulut simpang
dan pada garis stop serta panjang
antrian kendaraan

Camera Vedio
9. Survei titik simpul konflik
lalu lintas dan prilaku
pengemudi pada ruas jalan
Dr Setiabudi
Volume kendaraan, panjang antrian,
dan waktu tunda perjalanan tiap lokasi
titik konflik lalu lintas

Traffic counting,
Camera Vedio
10 Survei asal dan tujuan
perjalanan
Jumlah asal dan tujuan kendaraan
melakukan perjalanan di kawasan
koridor Bandung utara
Camera Vedio,
wawancara

2). Data untuk Pemodelan system pelayanan transportasi
Secara umum data digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yakni: data untuk pemodelan
transportasi dan data untuk meramalkan pola pengembangan sistem jaringan
transportasi di masa yang akan datang.
(1) Data Sosio-ekonomi, meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, jumlah dan
penyebaran tenaga kerja, PDRB, output (produksi) dan data terkait lainnya.
(2) Data tata ruang, meliputi data penggunaan lahan per jenis kegiatan, pola
penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan ruang dan pola kegiatannya.
(3) Data lalulintas, meliputi karakteristik perjalanan, kecepatan, volume lalulintas,
hambatan lalulintas, kecelakaan, asal-tujuan perjalanan dan rute pelayanan utama.
(4) Data Jaringan jalan, baik ruas maupun simpul pada jaringan jalan serta identifikasi
kondisi simpul transfer antara moda lain dengan jaringan jalan.
22
Sedangkan data yang diperlukan untuk meramalkan pola pengembangan sistem
jaringan jalan di Kota Bandung di masa datang, antara lain terdiri dari:
(1) Dokumen perencanaan dan rencana pengembangan tata ruang wilayah (RTRW),
khususnya besaran-besaran teknis yang dapat digunakan untuk meprediksi
kebutuhan perjalanan, sarana dan prasarana jalan.
(2) Dokumen peraturan-peraturan dan studi lain yang terkait.
(3) Konsep dan besaran teknis dari sejumlah rencana pengembangan sistem jaringan
transportasi dari beberapa sumber untuk pengembangan alternatif skenario.
Adapun jenis data, sumber data dan kegunaanny dalam studi Pemodelan system
pelaynanan transportasi tersebut ditunjukkan pada table di bawah ini.

Tabel 6
Kebutuhan, Sumber dan Kegunaan Data
No Jenis Data Sumber Data Kegunaan Data

1

Sosio-ekonomi
1.a Populasi dan Employment
1.b ekonomi (PDRB, produksi, dll)
1.c Fisik dan administrasi

- Kota Bandung Dalam
Angka (BPS)
- Data per wilayah
- BAPEDA Kota Bandung

- Identifikasi potensi dan kendala
pengembangan wilayah
- Kalibrasi model sistem zona dan
permintaan perjalanan

2

Dokumen terkait
2.a RTRWN/P/K
2.b Dokumen peraturan terkait
2.c Sistem jaringan transportasi
(Nasional/Wilayah/Lokal)
2.d Studi-studi terkait

- BAPEDA Kota Bandung
- Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota
Bandung
- DLLAJ Kota Bandung
- Identifikasi rencana pengembangan.
- Identifikasi kordinasi antar moda.
- Identifikasi program yang telah
dilakukan agar disinkronkan.
- Identifikasi pola kegiatan
mendatang
- Prediksi kebutuhan perjalanan dan
kebutuhan jaringan prasarana
transportasi
3 Database jaringan jalan
3.a Kondisi fisik ruas jalan
3.b Lalulintas ruas jalan
3.c Hirarki jalan
- Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota
Bandung
- IRMS dan URMS
- Identifikasi dan prediksi masalah
serta alternatif solusi
- Penyusunan data base model
jaringan jalan
4 Data jaringan dan operasi transportasi
4.a Permintaan perjalanan: pola, besar,
pertumbuhan
4.b Karakteristik lalulintas jaringan: waktu,
kapasitas, kecepatan dll
4.c. Kondisi jaringan jalan : visual, benkelman
beam dan roughness
4.d. Survei Lalulintas : volume lalulintas,
komposisi kendaraan
- BAPEDA Kota Bandung
- Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota
Bandung
- DLLAJ Kota Bandung
- Survei primer

- Identifikasi dan prediksi masalah
- Penyusunan data base model
jaringan jalan dan simpul
transportasi pendukungnya
5 Simpul transportasi dan titik transfer antara
moda lainnya dengan jaringan jalan:
5.a Lokasi dan kondisi fisik
5.b Operacional
- BAPPEDA Kota Bandung
- Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota
Bandung
- DLLAJ Kota Bandung.

- Identifikasi lokasi simpul
- Identifikasi kondisi
- Identifikasi pengembangan
6 Usulan pengembangan sistem transportasi:
6.a Lokasi dan jenis usulan
6.b Konteks usulan
- Wawancara
- Studi terdahulu
- Masukan model simulasi skenario
pengembangan jaringan
- Prediksi pola jaringan transportasi

7 Kriteria pengembangan jaringan transportasi:
7.a Variabel indikator kinerja
7.b Nilai variable
- TATRANAS, rencana
jaringan transportasi
- Dokumen kebijakan
instansi terkait
- Wawancara
- Masukan analisis penilaian kinerja
alternatif jaringan
- Penyusunan rekomendasi

23
Selanjutnya proses pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan dilakukan tahapan
seperti yang ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini .


































Gambar 7 : Bagan Alir proses analisis data pemodelan tranportasi
PERSIAPAN

I
I
I
.

P
e
r
s
i
a
p
a
n

Persiapan dan
Penanganan Survei
- Diskusi dan
Pengarahan
- Mobilisasi Alat
Survei
- Penentuan Titik
Survei
- Persiapan Form
Survei
Pengenalan
Wilayah Studi
Rencn Pengembangan
Aproach Institutional
Sistem Lalulintas
Sarana dan Prasarana
Transportasi
Tata guna lahan dan
Lingkungan
Sosio - Ekonomi
Identifikasi Peraturan
dan Studi Terdahulu
RTRWN
RTRWP
Undang-undang
yang Berlaku
IRMS
Studi yang terkait
lainnya

I
I
.

P
e
n
g
o
l
a
h
a
n

D
a
t
a

Survei Lapangan
- Link Traffic Count
- Turning Movement Count
- Cordon & Screen Line
Survei
- Stage, Phase & Cycle Time
Survei
- Network Inventory
- Road Side/Home
Interview

Wawancara Instansi terkait :
- BAPEDA Kota Bandung
- Dinas Tata Kota dan
Pertamanan Kota Bandung
- Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Bandung
- Dishub Kota Bandung
- Dinas Kewilayahan lainnya
Survei Wawancara
- Kondisi Tata Ruang Eksisting
- Kondisi Sosio Ekonomi di Masing-
masing wilayah tata ruang
- Dokumen-dokumen terkait:
RTRWN, TATRANAS, RTRWP,
TATRAWIL dsb
- Peraturan terkait termasuk Perda
- Studi pengemb. kewilayahan
Survei Sekunder
Analisis RUJTJK Kota Bandung
- Analisis ruang kegiatan mengkonsider UU LH, UU No 20/1992 ttg
Hankam dan UU No 24/1992 ttg Penataan Tata Ruang.
- Penyusunan simpul dengan memperhatikan keterkaitan antara
simpul moda jalan dengan lain.
- Penyusunan ruang lalulintas untuk menghubungkan ruang
kegiatan dan simpul yang telah disusun.

Analisis Tata Ruang
- Kondisi Geografis serta sebaran
sumber daya alam mineral, non
mineral kehutanan dan
pertanian
- Profil kependudukan
- Profil struktur ekonomi wilayah
- Kebijaksanaan yang bersifat
spasial dan sektoral

Prediksi Permintaan
Perjalanan
- Rencana usulan
peningkatan fungsi dan
peran pada ruang lalulintas
darat
- Rencana usulan
pengembangan jaringan
- Rencana Penetapan Trayek

Rencana Lokasi dan
Kebutuhan Titik Simpul
Rencana lokasi dan
kebutuhan titik simpul
berikut tipenya serta
lokasinya di dalam wilayah
dengan memperhatikan
persyaratan kriteria
penetapan titik simpul.

Finalisasi Studi
- Pembuatan Resume Studi

I
.

A
n
a
l
i
s
i
s

24
3.4. Teknik Analisis Data
1) Analisis Kinerja pelayanan Terminal
Untuk mencapai tujuan studi digunakan metode analisis matematis terhadap
beberapa jenis data yang diperoleh, yaitu uji kesesuaian distribusi Poisson dengan
metoda chi-kuadrat ( chi square) dan analisis waktu pelayanan ekponensial pada
disiplin antrian FIFO ( First in first out) dari Wohl ( 1967). Perhitungan parameter
kinerja terminal dilakukan dengan tahapan seperti diagram alir si bawah ini.

Data dan
tiap lajur


Pengujian
Kesesuaian Distribusi


Perhitungan Parameter Perhitungan
s , n , q , d , dan w Antrian aktual
Dengan teori antrian (pembanding)

Kapasitas lajur



Evaluasi

Gambar 8 : Diagram alir tahapan Perhitungan kapasitas Lajur




Input Hitung kembali
Data setiap Lajur Parameter sistem antrian
dengan s = 1/ ) 5 menit


Hitung Volume semua lajur
Dengan mempergunakan perbandingan
Perbandingan volume antar lajur Tetapkan Lajur Potensial
Pada saat lajur potensial bekerja
sesuai kapasitas



Kapasitas Terminal ( per jam) = Jumlah volume lajur


Gambar 9 : Diagram alir Tahapan Perhitungan Kapasitas Terminal
25

2) Perhitungan Tingkat pelayanan Ruas Jalan
Kinerja ruas jalan Setiabudi dihitung dengan menggunakan metoda Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI 1997 ), yaitu Kapasitas, tingkat pelayanan ( level of service ),
derajat kejenuhan ( DS ) antrian dan waktu Tundaan ( delay )
3) Kinerja Simpang tak bersinyal ( Non traffic Signal)
Parameter kinerja Simpang terdiri dari Kapasitas, derajat jenuh ( DS) dan tingkat
pelayanan Simpang ( level of service) , perhitungan Tundaan ( delay ) dan peluang
terjadinya antrian pada Simpang dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menghitung Kapasitas ( C ) dengan mempertimbangkan faktor penyesuaian.
C = C
O
F
W
F
M
F
CS
F
RSU
F
LT
F
RT
F
MI
( smp/jam)
Menghitung Derajat Kejenuhan, dihitung sebagai DS = Q / C
Menghitung Tundaan lalu
- DT
MA
= 1,05034 / (0,346 0,246 . DS) (1 - DS) . 1,8
- DT
MI
= ( Q
TOT
x DT
I
- Q
MA
x DT
MA
) / Q
MI

- DT = 2 + 8,2078.DS.- ( 1 DS) .2
DT = 1,0504/ ( 0,2742 0,2042 * DS ( 1 DS).2
Menghitung Peluang Antrian ( QP)
QP% = 9,02 . DS + 20,66 . DS
2
+ 10,49 . DS
3
, dan
QP% = 47,71 . DS - 24,68 . DS
2
+ 56,47 . DS
3
4) Kinerja pelayanan Simpang bersinyal ( Traffic signal )
Kinerja simpang bersinyal dapat diperoleh dari hasil perhitungan tiap elemen
Simpang dengan mengikuti langkah-langkah pada diagram alir di bawah ini.











Gambar 10 : Diagram alir analisis kinerja Simpang bersinyal (Sumber : MKJI 1997)
PERUBAHAN
Penentuan waktu sinyal, fase
sinyal, lebar pendekat, aturan
membelok dsb.
DATA MASUKAN
- Geometrik dan kondisi lingkungan
- Pengaturan lalu lintas dan Volume Lalu lintas
PENENTUAN FASE SINYAL
- Tipe pendekat dan lebar efektif
- Arus jenuh dasar dan rasio arus jenuh
- Faktor penyesuaian, waktu hijau dan waktu siklus
PENGGUNAAN SINYAL
- Penentuan fase sinyal, Waktu Hiijau dan siklus

PERHITUNGAN KAPASITAS dan DS
ANALISIS PERILAKU LALU LINTAS
Panjang Antrian dan Tundaan (Delay )

26
5) Pemodelan sistem pelayanan transportasi
Pada pemodelan sistim pelayanan transportasi ruas jalan DR Setiabudi ini digunakan
Statistik Inferensi dengan pendekatan Disagregat dan Stokastik Dalam hal ini
digunakan Model perencanaan Empat tahap yang merupakan gabungan dari beberapa
sub model dengan metoda sebagai berikut.
:Tabel 7
Metoda analisis Pemodel yang digunakan

No

Sub Model
Perencanaan Empat Tahap

Metoda analisis yang digunakan


1


Sub Model Bangkitan dan tarikan pergerakan

Metoda Analisis berbasis zona, meliputi :
- Kecukupan data
- Uji Korelasi
- Uji Linieritas
- Uji Kesesuaian


2



Sub model sebaran pergerakan lalulintas


Metoda analisis linier berganda, yaitu
menggabungkan :
o metoda analogi faktor pertumbuhan)
o Metoda sintesis formula perjalanan antar
zona
o Metoda analisis regresi linier
dan program linier

3

Sub model Pemilihan Moda transportasi


Untuk menentukan pilihan moda, digunakan
Model BINDER dan model PROBIT.



4




Sub model Pemilihan route lalu lintas


Pemodelan pemilihan route sangat
bergantung dari hasil 3 tahapan
pemodelanterdahulu ( bangkitan-tarikan,
sebaran perjalanan, pemilihan moda)
Pemodelan dilakukan dengan mengunakan
multi model, yaitu :
- model stokastik
- model keseimbangan Wardrop
Masing-masing pada pendekatan dan asumi
yang berbeda



Oleh sebab itu, dengan pendekatan yang dipilih maka data yang diperlukan dapat
dikumpulkan serta diuji melalui proses kalibrasi., dan dapat dianalisis baik pada tahap
pengumpulan dan pengujian ( validasi) serta memodelkannya kedalam bentuk terukur
yang bersifat kualitatif. Adapun proses kalibrasi dan analisis variabel pemodelan
rancangan transportasi dengan model empat tahap masing-masing ditunjukan pada
Diagram alur pikir dibawah ini
27
.






















Gambar 11: Proses Kalibrasi dan analisis variabel Pemodelan

Selanjutnya dilakukan analisis pemodelan transportasi empat tahap dengan mempertimbangkan
berbagai faktor pengaruh dalam interaksi transportasi dan gabungan dari beberapa analisis sub-
model secara berurutan, yaitu :
Sub model bangkitan perjalanan
Sub model sebaran perjalanan
Sub model pemilihan moda
Sub model pemilihan rute
yakni seperti yang disajikan pada diagram alir di bawah ini.




R
e
v
i
e
w

Jaringan jalan
Sosio-ekonomi
dan kependudukan
Tata ruang wilayah
KONDISI EKSISTING
Model jaringan
transportasi
Model sistem zona
Model permintaan
perjalanan
KALIBRASI MODEL
RENCANA DAN
KEBIJAKAN
Rencana tata ruang
(Prop., Kab/Kota)
TATRANAS, OTDA,
RENCANA JARINGAN
TRANSPORTASI, dll
Pola tata ruang
masa datang
Konsep pengembangan
jaringan transportasi
KONSEP DAN
PENGEMBANGAN
Prediksi permintaan
perjalanan masa datang
PREDIKSI
(FORECASTING)
S
p
e
s
i
f
i
k
a
s
i

v
a
r
i
a
b
e
l


Alternatif pengembangan
jaringan transportasi
SIMULASI KINERJA
JARINGAN
Indikator lalulintas
Indikator ekonomi
EVALUASI/ANALISIS
KINERJA
Efisiensi kinerja
Efektifitas kinerja
REKOMENDASI
STUDI
Prioritas program
Kebijakan pendukung
28



















Gambar12 : Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap
Selanjutnya dilakukan analisis indikator ekonomi dalam konteks efisiensi dan efektifitas kinerja sistem
jaringan jalan yang diusulkan. Juga analisis idealisasi sistem jaringan jalan Berdasarkan Undang-
undang serta peraturan yang berlaku, serta kajian akademis fungsi jaringan jalan sebagai berikut.













Gambar 13 : Proses analisis sistem jaringan jalan dan kelembaga
Data jaringan
jalan
Data sistem zona
wilayah studi Model bangkitan
perjalanan
Model sebaran
perjalanan
Model pemilihan
moda perjalanan
Model pemilihan
rute perjalanan
Karakteristik populasi
dan tata ruang zona
Produksi perjalanan
(trip ends) per zona
Biaya perjalanan antar
zona (aksesibilitas)
MAT antar zona
Karakteristik moda
Karakteristik pelaku
perjalanan
MAT setiap moda
Karakteristik
rute/ruas
Indikator lalulintas
SISTEM
LALULINTAS
- UU No 20/1992 Pertahanan dan
Keamanan Negara
- UU No 24/1992 Penataan Tata
Ruang
- UU Lingkungan Hidup
- RTRWN
- RTRW Pulau
- RTRNP
- RTRW Kota dan revisinya
Dasar Pemikiran
Dasar Pertimbangan
SISTEM
KEGIATAN
SISTEM
KELEMBAGAAN
- UU No. 14/1992 tentang
Lalulintas dan Angkutan
Jalan dan revisinya
- PP No. 41/1993 tentang
Angkutan Jalan
- PP No. 43/1993 tentang
Prasarana dan Lalulintas
Jalan
- UU No. 38/2004 tentang
Jalan
- TATRANAS
- TATRAWIL/PROP
- TATRALOK
- UU No. 32/2004 Pemerintahan
Daerah
- UU No. 25/2000 tentang
Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah
- PP No. 25/2000 tentang
kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Kabupaten
Sebagai Daerah Otonom
- Kepmendagri No. 55/2000
tentang Penetapan Status Jalan
Penetapan Peran
dan Fungsi Status Jalan
29




MODEL PENINGKATAN
SISTEM PELAYANAN TRANSPORTASI
PADA RUAS JALAN DR SETIABUDI DAN TERMINAL LEDENG
DI KOTA BANDUNG







Tugas Perkuliahaan Metodologi Penelitian

Dosen :
Prof. Dr. Ir. Supriharyono M.Sc

Dikerjakan oleh : Supratman Agus






PROGRAM DOKTOR TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2 0 0 8
30

DAFTAR PUSTAKA



Berman,Wayne,1992. Transportation SystemManagement, Washington D.C.
Blank , Leland T, 1989, Engineering Economy, McGraw-Hill
Clarkson H.Oglesby, R.Gary Hicks; 1975; Highway Engineering; John Wiley & Sons,
Fourth Edition
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga; 1997; Manual
Kapasitas Jalan Indonesia ; Jakarta
De Garmo, E.Paul dkk,1997, Engineering Economy, Prentice Hall
Edward K. Morlok. 1988, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi,
Erlangga, Jakarta
Fujita, Masahita, 1990. Urban Economic Theory: Land Use and City Size. Cambridge
University Press.
F.D Hobbs; Suprapto TM; 1995; Perencanaan dan Teknik Lalu lintas; Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, Edisi kedua
Nachmias, David and Nachmias, Chava, 1987. Research Methods in The Social
Sciences. St. Martins Press, Inc. United States of America.
Nash, Chris et al. 1997. Recent Developments in Transport Economics. Ashgate
Publishing Limited, England.
OFlaherty, CAO, 1997. Transport Planning and Traffic Engineering. John Wiley &
Sons, America.
Richardson, Harry W. 1978. Urban Economics. The Dryden Press, Illinois.
Robert J.Kodoatie; 2003, Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Fajar,
Yogyakarta
Rosenbloom, Sandra, 1992. Peak-Period Traffic Congestion: A State-of-The-Art
Analysis and Evaluation of Effective Solutions.
Supratman Agus; 2004 ; Kajian Terpadu Kinerja pelayanan ruas jalan Setiabudi di
Kota Bandung; Jurusan Teknik Sipil UPI
The Institute of Highways and Transportation,1997. Transport in The Urban
Environment. United Kingdom.
The Royal Commission on Environmental Pollutions Report, 1995. Transport and
The Environment. Oxford University Press.

You might also like