You are on page 1of 16

Penggunaan Sensor Warna RGB dalam Kolorimeter untuk Pengukuran Klinis Glukosa Darah yang Lebih Baik 1 A.

Sivanantha Raja, 2 K. Sankaranarayanan 1 Alagappa Chettiar Fakultas Teknik dan Teknologi, Karaikudi - 630 004, India. sivanantharaja@yahoo.com 2 VLBJanakiammal College of Engineering dan Teknologi, Coimbatore - 641 042, India. kkd_sankar@yahoo.com Abstrak Prinsip pengukuran glukosa darah dengan alat kolorimeter adalah melakukan pengukuran glukosa dalam plasma sampel darah yang diambil dari pembuluh vena. Karena itu, metode ini melibatkan suatu reaksi kimia yang diaktifkan oleh senyawa enzim, yakni Glukosa Oksidase. Sebagian besar kolorimeter yang digunakan untuk pengukuran glukosa di laboratorium klinis saat ini berrespon baik pada 100 - 400 mg/dl. Pada pemakaian alat glukometer (SMBG=Self Monitoring Blood Glucometers), setetes darah mula-mula ditempatkan pada jendela kecil dalam strip uji yang kemudian glukosa dalam darah tersebut akan bertindak sebagai indikator dalam reaksi kimia dengan menghasilkan perubahan warna. Perubahan warna itu akan terdeteksi oleh reflektansi meter dan dan akan ditampilkan sebagai nilai kadar glukosa. Tampilan yang baik juga akan ditunjukkan pada kisaran konsentrasi 60 - 400 mg/dl. Akan tetapi, lebih jauh lagi, ada suatu persyaratan khusus dalam pemakaian alat ini yang harus sangat diperhatikan oleh penggunanya. Makalah ini bertujuan untuk menggabungkan teknologi Kolorimeter dan SMBG serta instrumen klinis dalam memvisualisasikan data pada komputer, sehingga nantinya dapat diperoleh hasil diagnosis yang lebih baik. Adapun caranya adalah dengan meningkatkan kinerja kolorimeter yang telah beredar sebelumnya (kolorimeter lama), dengan bantuan sensor warna RGB dan Mikrokontroler yang kemudian dihubungkan dengan komputer untuk membuat pengukuran klinis lebih mudah. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa kolorimeter yang dimodifikasi ini (kolorimeter modifikasi) dapat melakukan pekerjaan lebih baik daripada kolorimeter sebelumnya (kolorimeter lama).

Kata Kunci: Instrumen klinis, pengukuran glukosa darah, Kolorimeter, Sensor Warna, pengukuran warna, warna dan kejenuhan (saturasi).

1. Pendahuluan

Tes kimia darah dilakukan di Laboratorium Klinik untuk membantu dokter untuk membuat prognosis. Sebelumnya, tidak jarang timbul kesalahan dalam pengukuran konsentrasi Komponen Kimiawis Darah yang membuat para Dokter salah mendiagnosis sehingga akibat buruk menimpa pasien. Dalam kasus pasien diabetes, memperkirakan kadar gula darah mereka penting untuk menghindari hipoglikemia dan hiperglikemia- Gula darah terendah dan tertinggi. pengontrolan gula darah pasien diabetes sangat diprioritaskan. Biasanya, alat pemantau glukosa diri (SMBG (Self Monitoring Glukosa Darah) -meter) digunakan untuk mengukur kadar gula pasien. Pada SMBG, setetes darah ditempatkan pada jendela kecil dalam strip uji. Glukosa darah bertindak sebagai pereaksi dalam reaksi kimia yang menghasilkan warna perubahan. Konsentrasi warna diukur dengan perefleksian oleh spektrometer. Suatu fungsi matematis yang tersimpan dalam prosesor sentral analisis ini digunakan untuk mengkonversi pengukuran konsentrasi zat warna ke dalam konsentrasi analit. Fungsi matematika ini lah sebagai parameter yang diukur selama kaliberasi. Standar terpenting (Gold Standard) tes darah glukosa dilakukan dalam metode kolorimeter sebagai metode oksidase glukosa di tiap laboratorium klinik. Senyawa kompleks yang muncul dalam serum darah nanti akan menimbulkan perubahan warna saat proses reaksi dengan reagen. Kolorimeter mengukur konsentrasi substansi darah berdasarkan jumlah penyerapan sinar monokromatik dalam larutan. Konsentrasi glukosa darah yang belum diketahui melalui pengujian ini akan diestimasi melalui pembandingan nilai absorbansinya

yang terukur dalam kolorimeter dengan suatu nilai absorbansi yang telah diketahui untuk konsentrasi larutan glukosa. SMBG-meter bekerja baik hanya dalam kisaran 60-400 mg/dl glukosa Darah berbagai. [3,4,5]. Alat ini perlu dikalibrasi sekali dalam sebulan atau kapanpun bila ada pengukuran glukosa baru dengan dry slide. Bagaimanapun, hal terpenting dalam uji untuk glukosa darah ini adalah pengukurannya harus dengan kolorimeter. Kesalahan antara 5 - 20% tidak jarang terjadi dalam pengukuran dengan kolorimeter karena pengukurannya sangat memerlukan sumber monokromatik yang tinggi [9,10]. Maka dari itu, Bandwidth spektral filter digunakan untuk menangani ini dan pengoperasionaliasian panjang gelombang detektor foto juga di belakang ketidaktepatan dalam hasil. Kolorimeter juga menunjukkan potensinya dalam mengukur kompleksitas, terutama dalam larutan reagen non-linier. Sebagai contoh, hanya dengan memakai jumlah glukosa konsentrasi 400 mg/dl, reagen dapat bereaksi menimbulkan linearitas perubahan warna. Kesalahan fatal dalam pengukuran Glukosa Darah di tingkat tinggi Glukosa yaitu, Hiperglikemia dan rendah Glukosa yaitu tingkat, Hipoglikemia dapat mengakibatkan abadi komplikasi seperti Jantung, otak, stroke, kebutaan, dan kegagalan ginjal, dll [11]. Oleh karena itu kesalahan harus diminimalkan dalam Klinis Peralatan laboratorium. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengemabngkan potensi Kolorimeter dengan menggunakan sensor RGB Warna yang dihubungkan ke komputer [12]. Estimasi konsentrasi analit sudah harus dilakukan saat SMBG-meter menggunakan data RGB diterima dari sensor warna setelah absorbansi. Data RGB akan dikonversi ke dalam bentuk rona setara dan kejenuhan yang sesuai dan diimplementasikan ke dalam Diagram Kromatisitas[13 - 16]. Dari kejenuhan warna, konsentrasi glukosa darah dapat diperkirakan. Metode ini memiliki keunggulan dalam dua hal. Pertama, dalam sumber monokromatik non-syarat dan yang kedua dalam otomatisasi alat klinis. 2.Teori Dasar Teori-teori dari kolorimeter yang pernah ada (kolorimeter lama) dan kolorimeter yang dimodifikasi (kolorimeter modifikasi) dibahas di bawah ini. 2.1 Kolorimeter Lama Instrumen yang digunakan untuk mengukur konsentrasi glukosa darah bukanlah kolorimeter namun Alat Penyerap, karena alat tersebut dapat mengukur jumlah sinar yang diserap oleh konsentrasi warna dalam larutan (Gambar 1).

Gambar. 1: Kolorimeter Lama Konsentrasi warna dalam glukosa darah warna pada uji ini dilakukan secara elektronis dengan mendeteksi intensitas warna sinar yang melewati sampel dimana sampel mengandung produk-produk reaksi serum dan reagen sebagai bentuk aplikasi Hukum BeerLambert. Sampel urin kuning, misalnya, dilewatkan pada cahaya kuning kemudian urin menyerap warna biru dan hijau. Untuk alasan ini, dan untuk memperoleh kemurnian dalam pengukuran, filter warna optik akhirnya digunakan untuk memilih persebaran panjang gelombang yang sempit (Bandwidth) dari cahaya yang bersinar pada fotodetektor. Larutan glukosa standar yang digunakan untuk eksperimen dan reagen yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi glukosa adalah dari AUTOSPAN. Parameter uji dasar dari reagen ini tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1: Parameter Uji Setelah pengaturan kondisi awal pada kolorimeter, 10L larutan glukosa standar dengan konsentrasi 100 mg/dl (CStandar) ditambahkan ke dalam 1mL larutan reagen kosong pada tabung tes dan disimpan di dalam inkubator pada suhu 37 C. Setelah 10 menit, warna ungu yang terbentuk sudah siap untuk dikembangkan dalam pengujian. Tabung tes ini dimasukkan

ke dalam Kolorimeter dan sumber sinar monokromatik dengan panjang gelombang 520nm dilewatkan dalam pengujian tersebut. Absorbansi yang ditampilkan pada layar kolorimeter adalah sebagai Astandar nya. Kemudian, 10l dari glukosa darah yang tidak diketahui konsentrasinya, Cunknown,dimasukkan ke dalam 1mL reagen blangko dan disimpan pada 37 C selama 10 menit. Absorbansi yang diuji dengan menggunakan kolorimeter ini dicatat sebagai AUnknown. Lalu disubstitusi ke dalam persamaan (1) untuk mengetahui konsentrasi glukosa darah yang belum diketahui (Cunknown).

(1)

2.2 SMBG (Self Monitoring Blood Glucose) Teknologi lempeng kering (dry slide) multi-lapisan lapis tipis diadopsi di sebagian besar glukometer. Sebuah lapisan/lempeng kolorimeter (Gambar 2) terdiri dari beberapa lapisan terbungkus di atas plastik transparan.

Gambar 2: Kolorimeter Lemepeng Kering Sampel diaplikasikan di atas atau disebar di atas lapisan lempeng. Hal ini memastikan agar dispersi seragam. Ia juga merupakan mikrofilter, yang berfungsi menyeleksi materi partikulat kecil dan molekul besar, seperti protein. Di dalamnya ini juga berisi reaktan

putih terdifusi yang berperan sebagai medium refleksi selama kolorimetri dibuat melalui dukungan transparan. Berbagai lapisan dasar memiliki fungsi yang berbeda. Lapisan-lapisan tersebut tergolong dalam jenis lapisan reaksi yang biasanya berisi katalis enzim dan lapisan yang akan berwarna saat telah mencapai titik kesetimbangan dengan konsentrasi analit. Kepadatan warna diukur dengan reflektor spektrometer. Lapisan lainnya mungkin tergolong barrier fisik seperti membran semipermeabel dan termasuk jenis lapisan yang berpotensi dapat mengubah secara kimia campuran endogen. Dengan demikian, gangguan dapat diminimalkan. Untuk setiap tes fungsi matematika disimpan dalam prosesor pusat analisa itu. Hal ini digunakan untuk mengkonversi kepadatan pewarna diukur dalam konsentrasi analit. Bentuk persamaan fungsinya berupa polinomial pangkat tiga. Terdapat 3 koefisien yang dapat ditentukan selama kaliberasi. 2.3 Usulan Kolorimeter Kekurangan dalam kolorimeter lama adalah adanya persyaratan untuk membutuhkan sumber sinar monokromatik yang sangat tinggi akan tetapi itu masih belum mampu untuk beroperasi di wilayah non-linear pada pengujian tersebut. Keduanya dapat dihilangkan jika warna uji langsung digunakan untuk mengukur glukosa yang memakai teknik pengukuran warna selain memakai prinsip pengukuran dengan absorbansi. Visualisasi dari kolorimeter dapat diketahui dengan komputerisasi otomatis, seperti dalam SMBG. Dalam rangka mengakomodasi teknik ini, kolorimeter yang ada dimodifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3: Kolorimeter Modifikasi Filter dilepas dan karenanya sumber monokromatik tereliminasi. Di tempat Photodiode, suatu sensor warna Agilent HDJD-S722-QR999 sensor warna RGB seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut, berfungsi untuk mendeteksi adanya warna tertentu dan mengidentifikasi koordinat persisnya melalui spektrum penuh warna. Sensor warna Agilent mengkonversi sinar berwarna menjadi tegangan output RGB yang proporsional. Tegangan output setiap saluran (R, G, dan B) meningkat linear seiring dengan peningkatan intensitas cahaya.

Gambar 4. RGB Color Sensor - Agilent HDJD-S722-QR999 Tegangan output RGB ini terhubung ke Mikrokontroler PIC 18725 yang mengubah tegangan analog tersebut menjadi tiga data digital 8-bit. Data 24-bit RGB ini dihubungkan dengan komputer melalui serial port 9-pin. Data yang sudah terekam di komputer akan diproses sesuai dengan teknik pengukuran warna untuk menampilkan konsentrasi Glukosa. 3. Teknik Pengukuran Warna Dari tiga data RGB variabel, rona warna dan kejenuhannya dapat diperoleh dengan menggunakan diagram Kromatisitas. Karena pengujian warna bersifat bebas konstan dengan konsentrasi glukosa, kejenuhan saja sudah cukup digunakan untuk membandingkan konsentrasi warna dengan konsentrasi glukosa. Pada kejenuhan, kemurnian sangat diperhatikan. 3.1 Diagram Kromatisitas CIE 1931 Suatu diagram yang sesuai untuk pengukuran warna ini adalah Kromatisitas Tapal Kuda (Horse Shoe shaped Chromaticity) [13, 14]. Posisi dari warna-wana, yakni dari biru (400nm) pada ujung satu dan merah (700nm) pada ujung lainnya, ditunjukkan pada kurva. Setiap titik yang sebenarnya tidak pada kurva garis padat, tetapi lokasinya masih di dalam daerah tertutup kurva. Mereka tidak mewakili spektrum murni, tetapi sebagai spektrum campuran warna. Misalnya terdapat campuran berwarna putih, ia terletak di dalam daerah

ini, khususnya pada titik C (Gambar 5). Warna yang paling intens, misalnya, warna merah, hijau, dan biru, dalam rona yang terdalam dapat diperoleh di tepi luar diagram. Warna yang lebih sering muncul, misalnya merah muda, hijau muda, biru pucat, akan muncul ketika ia bergerak menuju pusat. Akhirnya di titik pusat akan bertemu dengan warna putih (titik C).

Gambar. 5: Diagram CIE 1931 Kromatisitas Istilah rona sering dikaitkan dengan panjang gelombang dominan. Dengan demikian, rona mewakili warna dasar yang nampak saat penjenuhan mengukur warna. Kemungkinan hal ini dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan warna pada basisnya dari jarak iluminasi titik C. Nilai kromatisitas hanya tergantung pada panjang gelombang dominan dan kejenuhan (saturation), serta tidak tergantung pada jumlah energi cahaya. Misalnya, warna cokelat tidak nampak pada diagram dikarenakan warna cokelat memiliki pencahayaan oranye-merah yang rendah. Suatu standar sinar putih (biasanya disebut iluminan C) terletak dekat (tetapi tidak pada) x = y = z = 1 / 3. Jika dua warna diwakili oleh titik C1 dan C2, campuran aditifnya adalah titik C3, yang berada di suatu lokasi koordinat pada garis C1C2. Warna komplementer adalah warna-warna yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan sinar putih. Jika sebuah garis ditarik dari titik putih melalui titik warna spesifik, akan terlihat perpotongan garis dengan lokus spektral yang mendefinisikan panjang gelombang dominan.

Jika baris melintasi warna ungu, panjang gelombang dominan tidak dapat didefinisikan, dan warna yang seperti ini disebut non-spektral. Memang, tidak ada warna magenta dalam pelangi. 3.2 Konversi Data RGB ke Warna dan Kejenuhan Konversi RGB ke XYZ membentuk transformasi matriks sederhana [16]. Koordinat kromatisitas x, y, dan z diperoleh dari nilai Tristimulus X, Y, dan Z.

Maka dari itu, konversi data RGB menjadi koordinat kromatisitas ekuivalennya dapat silakukan menggunakan dua persamaan di atas. Koordinat kromatisitas yang diadopsi (dirangkum) dari International Commission on Illumination untuk variasi spektrum warna, dinyatakan pada tabel 2.

Kemiringan garis memberikan nilai rona dan kemiringan warna terhadap titik iluminan C dalam CIE 1931 Color Space, dapat dihitung menggunakan persamaan (4) bila koordinat x, y, dan z kromatisitas, diketahui. Kemiringan=(yputih-y) / (xputih-x) (4)

Dimana xputih=yputih=1/3. Dari sini, rona dapat diukur. Hal ini sangat besar kemungkinannya untuk bisa mendeteksi kejenuhan suatu warna pada suatu basis yang diukur dari titik C. 3.3 Model Matematika Untuk mengukur konsentrasi glukosa darah menggunakan data RGB, nilai kejenuhan warna (x) yang diperoleh untuk konsentrasi-konsentrasi standar glukosa (y) masuk ke dalam suatu persamaan polinomial untuk mth dan dari persamaan ini akan diperoleh karakteristik pola reagen yang digunakan dalam pengukuran glukosa darah. Secara umum urutan apapun yang menggunakan variabel 'm', akan memiliki persamaan polinomial seperti ini: (5) dari persamaan di atas, (m+1) persamaan simultan akan diturunkan. Dalam menyelesaikan persamaan (m+1) (dengan menggunakan hukum Cramel), nilai dari am hingga a0 yang belum diketahui, dapat dicari. Persamaan (1) yang digunakan terhadap kolorimeter hanya cocok untuk respon linear; sedangkan persamaan polinomial ini (5) juga cocok untuk respon non-linear. Persamaan polinomial ini merupakan persamaan karakteristik dari reagen yang digunakan dalam pengukuran glukosa darah. Setelah persamaan polinomial ini terselesaikan, nilai kejenuhan / saturasi (x) dari suatu glukosa yang belum teridentifikasi dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (5) serta nilai konsentrasi glukosa yang belum teridentifikasi (y) pun dapat diperkirakan. 4. Eksperimen dan Hasil Kolorimeter yang dimodifikasi (kolorimeter modifikasi) telah didesain sedemikian rupa dan dengan kemampuan yang telah teruji di laboratorium dapat menyaingi kemampuan kolorimeter yang pernah ada. Larutan standar glukosa digunakan untuk menginduksi eksperimen dalam laboratorium. Larutan standar glukosa dengan rentang konsentrasi antara 50 mg/dl hingga 800 mg/dl diambil dan diuji dengan 12 macam tes di tiap kategorinya. Ratarata hasil yang didapat menunjukkan bahwa dalam eksperimen pembandingan antara kolorimeter lama dengan kolorimeter baru dengan suatu sensor warna, dinyatakan pada tabel 3. Pada tabel tersebut dipaparkan mengenai karakteristik reagen yang digunakan pada pengukuran kosnsentrasi glukosa darah.

Grafik pada gambar 6 menunjukkan renspon konsentrasi glukosa terhadap absorbansi yang terukur pada kolorimeter; serta antara konsentrasi glukosa dengan kemurnian warna yang terukur oleh data RGB oleh kolorimeter modifikasi. Rona pada uji ini menunjukkan karakter yang konstan pada semua konsentrasi glukosa.

Gambar 6 : Kurva respon reagen yang digunakan dalam pengukuran glukosa

Grafik ini secara gamblang menunjukkan ketidaklinearan respon reagen yang digunakan dalam pengukuran glukosa. Ketidaklinearan ini terjadi pada pengukuran absorbansi dan kejenuhan glukosa di kisaran kadar 400mg/dl. Pada hasil yang ditunjukkan oleh SMBG, konsentrasi glukosa (y) bila dibandingkan dengan data kejenuhan (x) di tabel 2, memiliki kesesuaian dengan hasil apabila dihitung dengan persamaan polinomial berpangkat 6. Persamaan ini digunakan untuk mengukur secara akurat glukosa darah yang menggunakan sensor warna kolorimeter. Persamaan untuk tabel 2 adalah:

Dengan nilai koefisien relative (r)= 0,99969. Persamaan ini (6) mencirikan bahwa sifat dari reagen yang digunakan dalam pengukuran kadar glukosa dan nilai koefosien korelasi persamaan (regresi) yang digunakan adalah 0,99969; nilai r yang sangat akurat. Prosedur ini dapat diulang kapanpun reagen diubah atau kapanpun kaliberasi dibutuhkan untuk preparasi instrument. Saat suatu persamaan polinom seperti ini telah diperhitungkan, maka konsentrasi glukosa darah yang belum diketahui apat diestimasi dengan data RGB dan data kejenuhan pun (x) dapat disubstitusikan pada persamaan tersebut (6). Hal ini lebih mudah dilakukan secara komputerisasi. Dalam hal memperkirakan presentase error pada suatu pengukuran konsentrasi glukosa pada kedua alat, yakni pada kolorimeter lama dengan kolorimeter modifikasi, perlu dilakukan suatu eksperimen awal sederhana, yakni dengan menggunakan larutan standar glukosa yang dikalkulasi dengan persamaan (1) dan (6). Dari sini, diperolehlah data sebagai berikut (Gambar 7):

Gambar 7. Perbandingan galat pada pengukuran glukosa

Gambar (7) di atas menunjukkan sutu grafik yang semakin naik pada pengukuran galat (kesalahan/ error) apabila digunakan alat kolorimeter lama; hal ini juga demikian pada uji wilayah non-linear. Apabila digunakan kolorimeter modifikasi, kesalahan / galat/error menjadi sangat minimal, kurang dari 10%. 5. Tentang Software Software yang digunakan dalam pengukuran warna ini dikembangkan dalam bentuk Visual Basic oleh pembuatnya. Software ini dapat memvisualisasikan data RGB seperti mengenai kemurnian ekuivalennya atau kejenuhan warnanya dan panjang gelombag dominan dari warna-warnanya (seperti yang dijelaskan pada Chapter 3.1, yang menggunakan diagram kromatisitas CIE 1931). Dengan menge-klik Check for a color pada halaman software, data RGB yang secara otomatis langsung ditampilkan pada layar LCD kolorimeter modifikasi, dapat dipilih.

Gambar 8. Entry data RGB Saat kotak OK dipilih, software akan menampilkan data panjang gelombang ekuivalen warna RGB an data kemurnian, seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.

Gambar 9. Data anjang gelombang dan Kemurnian oleh RGB Data tersebut lalu disimpan pada halaman kerja MS Excel dan grafik antara konsentrasi glukosa (mg/dl) dengan kemurnian warna, secara otomatis bisa diatur kemudian. Saat grafik ter-plot, dengan menggunakan opsi Add trend line pada halaman Excel, persamaan polinimial (6) berpangkat 6 beserta nilai koefisien relasi (r), dapat ditentukan. Persamaan polinimial ini digunakan pada pengukuran selanjutnya. 6. Kesimpulan Photo detector yang digunakan dalam kolorimeter ini selain memiliki fungsionalitas performa yang baik terhadap keefisienan terhadap panjang gelombang 520 nm (hijau), juga digunakan terhadap warna merah muda atau ungu. Akan tetapi, fungsi ini tidak memiliki restriksi warna. Terlebih lagi, fungsi ini hanya dapat bekerja optimal pada sumber monokromatis yang tinggi dan pada keadaan bobot jenis suatu warna tidak linear . Hambatan yang dihadapi pada penggunaan khusus lempeng kering SMBG yaitu pada metodenya. Lempeng kering yang biasanya memang digunakan untuk 1 alat glukometer tidak dapat digunakan dengan glukometer yang lain dikarenakan data yang terekam pada lempeng kering tersebut tersimpan pada glukometernya yang ketika itu dikomplemenkan dengan lempeng kering. Artinya, bila lempeng kering yang telah berisi suatu data pada glukometer sebelumnya dikomplemenkan dengan glukometer berbeda, akan tidak berfungsi. Maka dari itu, dengan menggunakan kolorimeter modifikasi, kaliberasi data tersebut dapat dilakukan kapanpun pada laboratorium klinik oleh teknisi sehingga dengan begitu data yang terekam pada lempeng kering dapat dipindahkan ke dalam komputer. Selain itu, segala jenis

reagen juga dapat digunakan berulang setelah kaliberasi. Adapun untuk software mengenai ini juga telah dikembangkan oleh author nya. 7. Proyek ke Depan Karena metode ini tergolong baru, maka untuk penggunaan atau aplikasi ke depannya, software dapat dikembangkan untuk selalu menjadi lebih baik sehingga segala proses untuk penelitian dan pendeteksian seperti dijabarkan di atas dapat dilakukan secara otomatis. Komponen pada kolorimeter modifikasi ini pun tidak selamanya dapat mendukung kinerja pendeteksian, sehingga perlu diadakan pembaruan di segi komponennya. Software baru mungkin dapat dikembangkan untuk dapat memproses data-data RGB yang berasal dari kolorimeter modifikasi agar dapat tampil di layar komputer. Penelitian ini pun hanya bisa diaplikasikan baru pada larutan standar glukosa. Untuk ke depannya, diharapkan metode atau alat ini dapat dikembangkan oleh laboratorium klinik sebagai pendeteksi glukosa darah pasien diabetes yang sesungguhnya dan kinerja (hasil pengukuran) kolorimeter modifikasi ini dapat dibandingkan dengan hasil atau data dari pengukuran dengan kolorimeter lama dan atau glukometer.

You might also like