You are on page 1of 27

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PERCEPATAN

PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

Bahan Rembug Nasional


Depdiknas Tahun 2007

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN MASYARAKAT
8 - 11 April 2007

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keaksaraan saat ini menjadi hal penting bagi dunia, ini terbukti
dengan fokus laporan dari UNESCO pada tahun 2006, yaitu ”EFA
Global Monitoring Report, Literacy for Life”. Laporan tersebut
menekankan adanya keseriusan dari berbagai negara untuk
menjadikan keaksaraan sebagai pusat perhatian kebijakan di hampir
seluruh dunia. Keaksaraan adalah menjadi core programe, Education
for All, bahkan dalam dekade keaksaraan bangsa-bangsa di seluruh
dunia dinyatakan bahwa ”Keaksaraan merupakan jantung pendidikan
untuk semua dan melek aksara memberikan lingkungan yang
kondusif terhadap pencapaian tujuan-tujuan pengentasan
kemiskinan, pengurangan angka kematian bayi, menahan angka
pertumbuhan penduduk, pencapaian kesetaraan gender, menjamin
kelangsungan pembangunan, perdamaian dan demokrasi” (EFA
Global Monitoring Report, Unesco, 2006).
Menurut laporan Unesco tahun 2006 masalah buta aksara adalah
menjadi persoalan yang terjadi hampir di semua negara atau di 203
negara yang dilaporkan oleh Unesco. Kebutaaksaraan juga sangat
terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan
ketidakberdayaan masyarakat. Atas dasar itu, UNESCO, UNICEF,
WHO, World Bank, dan badan-badan internasional lain menjadi
sangat gencar mengkampanyekan dan mensosialisasikan akan
pentingnya pemberantasan buta aksara di seluruh dunia. Negara-
negara yang tergabung dalam forum Dakar-Senegal misalnya, pada
tahun 2000 telah menetapkan satu point penting akan masalah
kebutaaksaraan ini, bahkan sampai pada target kuantitatif, yakni
pengurangan sebesar 50% tingkat buta aksara orang dewasa pada
tahun 2015. Sementara tekad pemerintah sekarang, yakni
menetapkan kebijakan pengurangan penduduk buta aksara 15 tahun

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 2


ke atas hingga tinggal 5% pada tahun 2009 yang saat ini mencapai
12,8 juta orang (8,07%).
Dalam laporan Pengawasan Global PUS 2006 dijelaskan bahwa
keaksaraan mencakup berbagai hal: keaksaraan adalah hak yang
masih terabaikan di hampir 1/5 populasi orang dewasa di seluruh
dunia, keaksaraan sangat penting bagi pengembangan dan
peningkatan aspek ekonomi, politik dan sosial, khususnya dalam
masyarakat terpelajar, keaksaraan merupakan kunci untuk
meningkatkan kemampuan manusia dengan manfaat yang lebih luas,
termasuk berfikir kritis, perbaikan kesehatan, keluargaberencana,
pencegahan HIV/AIDS, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan,
dan hak-hak kewarganegaraan
UNDP menjadikan angka melek aksara menjadi satu indikator dari
variabel pendidikan untuk menentukan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) suatu negara, di samping rata-rata lama pendidikan,
dan variabel lain seperti: rata-rata usia harapan hidup (indeks
kesehatan), dan pengeluaran keluarga. Indikator keaksaraan
penduduk ini menjadi penting, baik secara statistik maupun secara
praksis sehingga sangat mempengaruhi IPM suatu negara. Oleh
karena itu, apabila dilihat dari perspektif nasional maka
pemberantasan buta aksara mempunyai nilai yang sangat strategis
disamping indikator-indikator yang telah disebutkan di atas.
Berdasarkan laporan UNDP tahun 2006, peringkat HDI Indonesia
berada pada posisi 108 dari 177 negara. Sementara peringkat HDI
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia pada
tahun-tahun sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.
Perbandingan HDI Indonesia dengan Negara lain

Tahun
Negara 1995 2000 2002 2003 2004 2006
Thailand 58 76 70 74 76 74
Malaysia 59 61 59 58 59 61
Philipina 100 77 77 85 83 84
Indonesi 104 109 110 112 111 108

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 3


a
China 111 99 96 104 94 81
Vietnam 120 108 109 109 112 109

Sumber: UNDP HDI Rank (1995, 2000, 2002, 2003, 2004, dan 2006)

Dari tabel di atas, dapat terlihat betapa posisi Indonesia tidak jauh
berubah sejak tahun 1995, bahkan antara tahun 2003,2004, dan
2006 tidak mengalami perubahan peringkat, bila di lihat dari jumlah
negara yang di survei. Indonesia berada diperingkat 112 dari 175
negara (2003) dan 111 dari 177 negara (2004) serta 108 dari 177
negara (2006)

B. Hasil Pemberantasan Buta Aksara dan Disparitas Gender


Ditinjau dari sejarah Pemberantasan Buta Aksara (PBA), upaya
pemberantasan buta huruf di Indonesia sudah dimulai sebelum
kemerdekaan atau semasa perang kemerdekaan. Pada waktu itu para
pejuang di samping bergerilya, juga memberikan pelajaran membaca
dan menulis kepada rekan pejuang lainnya yang masih buta aksara
dan kepada masyarakat luas. Setelah kemerdekaan ada program
pemberantasan buta aksara yang diselnggarakan melalui kursus-
kursus PBH, yang lazim disebut “Kursus ABC”.
Kemudian pada tahun 1964 dilakukan Pemberantasan Buta Huruf (PBH)
secara tradisional dan tahun 1965 Indonesia menyatakan bebas buta
huruf, akan tetapi berdasarkan sensus tahun 1970 ternyata jumlah buta
huruf masih mencapai 31 %. Oleh karena itu, mulai permulaan dekade
tahun 70-an, dirintis program pemberantasan buta huruf gaya baru yang
dikenal dengan Kejar Paket A, dan pada tahun 1995 mulai dikembangkan
program Keaksaraan Fungsional (KF) yang sekarang ini menurut UU
Nomor 20 tahun 2003 diistilahkan dengan Pendidikan Keaksaraan.
Perkembangan dan hasil program pemberantasan buta aksara dan
disparitas gender periode tahun 1971-2006 dapat dilihat pada tabel
berikut:

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 4


Tabel 2.
Hasil Pemberantasan Buta Aksara dan Disparitas Gender

PERSENTASE (%)
JUMLAH JUMLAH BUTA
DISPARITAS
TAHUN PENDUDUK AKSARA (DALAM
GENDER (%)
(DALAM JUTAAN) JUTAAN) L P L+P

1971 119,2 46,49 28 50 39 22

1980 147,6 45,76 22 40 31 18

1990 179,4 37,67 15 27 21 12

1993 183,2 32,50 10 20 15 10

2000 205,6 18,18 9,8 19,4 14,6 9,6

2003 213,6 15,41 6,5 13,9 10,2 7,4

2005 215,2 14,89 6,26 12,85 9,55 6,59

2006* 218,7 12,88 5,40 10,73 8,07 5,33

Sumber: BPS, 2006


*Data 2006 adalah data proyeksi BPS

Dari data tersebut nampak pula ada perkembangan yang sangat


signifikan dalam menurunkan disparitas gender, yaitu dari 22 % pada
tahun 1971 menjadi tinggal 5,33 % pada tahun 2006. Namun
demikian disparitas gender tersebut perlu terus diperkecil sejalan
dengan menurunnya jumlah buta aksara secara nasional. Oleh
karena itu dalam Pemberantasan Buta Aksara ada 2 prioritas yang
dikerjakan, yaitu: 1) menurunkan jumlah buta aksara hingga tinggal
50% pada tahun 2009 dan menurunkan disparitas gender menjadi
3,65 % pada tahun 2009.
Disparitas gender tersebut terjadi karena selama ini peran antara
perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan banyak
ketimpangan yang cenderung merugikan dan atau membatasi ruang
gerak kaum perempuan. Mengingat sasaran program Pendidikan
Keaksaraan Fungsional sebagian besar (67,8%) adalah perempuan
maka kegiatan pemberantasan, sosialisasi dan aktivitas lainnya perlu
memperhatikan isu gender ini. Jika digambarkan kaitan antara
kondisi negara berkembang, penyebab struktural buta aksara, dan
perempuan buta aksara adalah sebagai berikut:

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 5


Diagram 1.
Skema Penyebab Buta Aksara Perempuan

NEGARA
BERKEMBANG
Biasanya PROSES
ditandai oleh PENGAMBILAN
income KEPUTUSAN SKALA HASIL
KECIL (DALAM  Pendidikan
KELUARGA) tidak
Prioritas pilihan: memadai
 Tidak semua anak  Perempuan
diberikan tidak
kesempatan
KELUARGA pendidikan yang
MISKIN sama
Ditandai oleh  Kepada siapa
income (dana) pendidikan akan
yang tidak DAMPAK
cukup untuk  Perempuan
membiayai Menjadi
Buta

C. Masalah dalam Pemberantasan Buta Aksara.


Dilihat dari penurunan jumlah buta aksara sejak tahun 1971 s/d saat
ini memang sangat menggembirakan. Namun perlu diketahui bahwa
semakin sedikit jumlah buta aksara, maka semakin sulit
pemberantasan yang dilakukan, karena buta aksara yang tinggal
sedikit itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Sebagian besar ( 76 %) dari mereka berusia diatas 44 tahun
(hardrock)
b. Kebanyakan mempunyai masalah dengan penglihatannya,
terutama pada malam hari, tanpa kacamata mereka kesulitan
dalam belajar.
c. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga miskin, sehingga
waktu yang ada diperlukan untuk mencari nafkah dan mereka
keberatan meluangkan waktunya untuk belajar karena harus
mencari nafkah.
d. Mereka tersebar di berbagai pelosok yang menjadikan sulit untuk
mencari 10 orang dalam satu kelompok sangat sulit dilakukan

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 6


e. Masyarakat seperti itu tentunya sangat rendah motivasi
belajarnya, oleh karena itu apabila program belajar PBA ini tidak
bermanfaat program ini tidak akan diminatinya.
f. Komitmen Pemda belum memadai, masih banyak Pemda yang
belum memiliki anggara untuk PBA, kalaupun ada jumlah
anggarannya tidak sesuai dengan anggaran yang diperlukan agar
target nasional menurunkan jumlah buta aksara 50% pada tahun
2009 dapat tercapai.

D. Penyebab Terjadinya Buta Aksara


Adalah suatu kenyataan yang terdapat di seluruh dunia, bahwa
masyarakat yang buta aksara pada umumnya hidup dalam kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan, baik dalam bidang kesehatan, gizi,
ekonomi, maupun pembangunan pada umumnya. Keadaan
masyarakat demikian biasanya berada dalam kekurangan
pengetahuan dan pengertian, serta tidak dapat memahami
kebutuhan hidup di suatu tata kehidupan modern. Ada beberapa
penyebab buta aksara diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Putus Sekolah Dasar (SD)


Kondisi ekonomi, sosiAL, geografis dan budaya masyarakat sangat
mempengaruhi usaha pemerintah untuk mensukseskan Wajar
Dikdas 9 tahun. Setiap tahun hampir kurang lebih 334.000 anak
kelas 1,2, dan 3 SD/MI putus sekolah, dikarenakan berbagai
sebab. Hal ini menjadi penyumbang terbesar, karena menurut
penelitian UNESCO, jika anak DO SD/MI terutama yang baru
menginjak kelas I-III tersebut, dalam 4-5 tahun tidak
menggunakan baca tulis hitungnya, diperkirakan mereka akan
menjadi buta aksara kembali.

2. Kondisi Geografis dan Kemampuan Wajar Dikdas.


Di lihat dari segi demografi dan geografis bagian terbesar dari
jumlah penduduk tinggal di pedesaan, sekitar 70-80% penduduk
dunia termasuk Indonesia bermukim di pedesaan. Tenaga terdidik

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 7


masih sangat kurang karena sebagian penduduk pedesaan
berpendidikan rendah. Seperlima penduduk dunia masih buta
aksara dan sebagian besar mereka tinggal di daerah pedesaan.
Begitupun yang terjadi di Indonesia yang berpenduduk sekitar 218
juta yang sebagian besar tinggal di pedesaan di hampir 17.000
pulau yang semua itu perlu ditangani. Diproyeksikan pada tahun
2000, angka penyerapan murni SD hanya sekitar 94,13% dari
populasi anak SD yang masuk sekolah. Hal ini berarti masih ada
sekitar 5,87% anak-anak yang perlu dicarikan alternatif
pendidikannya agar dapat memperoleh pendidikan minimal
setingkat SD. Sebagaimana kita tahu daya tampung SD tidak
dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia, untuk itu perlu
dicarikan alternatif untuk menangani mereka. Jika hal ini tidak
tertangani tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi
buta aksara dikemudian hari.

3. Buta Huruf Kembali

Bagi anggota masyarakat yang telah melek aksara akan tetapi


tidak memperoleh layanan atau fasilitas baca tulis dan hitung
selama 3-4 tahun, mereka akan buta aksara kembali. Disinilah
perlunya Taman Bacaan Masyarakat untuk memfasilitasi mereka
yang sudah melek aksara. Begitu juga pemberantasan buta
aksara tahap Lanjutan dan mandiri perlu diintensifkan bagi
aksarawan baru.

4. Jumlah buta aksara yang diberantas lebih kecil dari jumlah yang
ada dan Buta aksara baru.

Sering karena Pemda dan masyarakat kurang paham akan


pentingnya memberantas buta aksara, maka buta aksara tidak
menjadi prioritas dan anggaran yang disediakan juga sangat kecil
bahkan banyak Pemda yang tidak memiliki anggaran. Dampak
dari keterbatasan pemahaman tersebut dan kebijakan yang tidak
mendasar menjadi jumlah buta aksara yang diberantas jauh lebih

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 8


kecil dibanding dengan jumlah buta aksara yang ada dan buta
aksara pendatang baru. Akibatnya jumlah buta aksara tidak
pernah berkurang secara signifikan.

5. Aspek Sosiologis
Ditinjau dari segi sosiologis, sebagian besar masyarakat kita
beranggapan bahwa harkat dan martabat seseorang akan meningkat
apabila memiliki “Ijazah” yang diperoleh melalui jalur persekolahan,
dengan orientasi ingin menjadi pegawai negeri atau bekerja di
perusahaan-perusahaan atau bekerja pada sektor-sektor formal. Pada
sisi lain, program pemberantasan buta aksara yang meskipun
diintegrasikan dengan berbagai pendidikan keterampilan tidak
memberikan “Ijazah” sebagai jawaban atas anggapan tersebut di
atas. Sehingga program pemberantasan buta aksara kurang diminati
oleh masyarakat yang tergolong miskin, dalam arti tidak mampu
menyekolahkan anak pada jalur pendidikan persekolahan. Hasil
penelitian juga memberi petunjuk bahwa sebagian besar masyarakat
kita lebih menginginkan pendidikan sekolah bagi anak-anaknya,
karena program pemberantasan buta aksara sendiri tidak
memberikan ijazah yang diperlukan oleh mereka untuk meningkatkan
status sosial ekonominya.

II
KEBIJAKAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PEMBERANTASAN
BUTA AKSARA (GNP-PBA)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan untuk mencapai target


50% atau 7,7 juta pada akhir tahun 2009, pemerintah telah
mengeluarkan beberapa landasan hukum sekaligus sebagai dasar
kebijakan dalam memberantas buta aksara.
1. RPJM yang mengatakan bahwa sampai akhir tahun 2009 akan
diberantas sebanyak 50 % atau 7,7 juta dari jumlah buta aksara yang
ada pada tahun 2004 yaitu 15,4 juta orang.

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 9


2. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dan Pemberantasan
Buta Aksara.
3. Selaras dengan RPJM dan Inpres tersebut Renstra Pendidikan
Nasional 2005-2009 juga menyatakan akan menurunkan jumlah buta
aksara menjadi 7,7 juta pada akhir tahun 2009. Mengacu kepada
tekad untuk menurunkan jumlah buta aksara tersebut, maka
pemberantasan buta aksara akan berhasil apabila dilakukan melalui
cara inovatif dan terobosan-terobosan yang efektif bukan melalui
cara-cara pendekatan biasa (business as usual).
4. Keputusan bersama Mendiknas, Mendagri, dan Meneg PP tentang
Percepatan Pemberantasan Buta Akasa Perempuan.
5. Kerjasama Mendiknas dengan berbagai organisasi soasial dan
kemasyarakatan diantaranya: PKK Pusat, Muslimat NU, Aisyiyah,
Kowani, dan Wamita Islam.
6. Keputusan MENKOKESRA nomor: 22 Tahun 2006 tentang Tim
Koordinasi Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas
dan Pemberantasan Buta Aksara.
7. Keputusan Mendiknas Nomor 35 Tahun 2006 tentang Pembentukan
Tim Pelaksana Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar
Dikdas dan Pemberantasan Buta Aksara dan Pembentukan
Sekretariatnya.
8. Keputusan Dirjen PLS No.Kep-82/E/MS/2007 tentang Pembentukan
Kelompok Kerja GNP-PBA.

III. RENCANA DAN PELAKSANAAN PERCEPATAN PBA

A. Strategi: Reaching The unreached.

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 10


Untuk mencapai target yang telah ditetapkan dan untuk memberikan
percepatan layanan pendidikan keaksaraan secara bermutu
pemerintah menerapkan kebijakan reaching the unreached yang
artinya bahwa di samping memberantas buta aksara di daerah yang
mudah komunikasinya dan daerah yang warga belajarnya mudah
dikelompokan, juga untuk menjangkau daerah yang sulit untuk
dijangkau. Sedang strategi pelaksanaanya dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Daerah diprioritas
Yang dianggap sebagai daerah prioritas adalah: 1) propinsi yang
terpadat jumlah buta aksaranya. Saat ini ada 10 provinsi yang
terpadat jumlah buta aksaranya, yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Lampung, Bali dan Papua; 2) Daerah-daerah
transmigrasi, perbatasan, terisolasi dan sulit komunikasinya serta
daerah kepulauan.
2. Sistem Blok.
Yang dimaksud dengan sistem blok yaitu membertantas secara
tuntas di suatu kecamatan atau kabupaten yang terpadat buta
aksaranya kemudian secara bertahap berpindah ke kecamatan
atau kabupaten yang kurang padat jumlah buta aksaranya. Begitu
seterusnya sehingga efektivitas pemberantasan menjadi sangat
tinggi.
3. Pendekatan Vertikal (Vertical Approach)

Berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 2006, Presiden sebagai


Kepala Negara menginstruksikan kepada para Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota, Camat dan Lurah di desa-desa untuk
menggerakkan seluruh unsur masyarakat yang ada di daerah
masing- masing untuk turut serta memberantas buta aksara.
Berkat pendekatan vertikal ini maka maka semua komponen
masyarakat seperti: PNS, ABRI, Polisi, Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat dan Guru turut serta secara proaktif memberantas
buta aksara. Di samping itu pemberantasan buta aksara juga

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 11


dilakukan melalui UPT PLS khususnya dengan lima BP-PLSP, dan
dengan BPKB dan SKB serta melalui PKBM yang ada yang
jumlahnya sekitar 3000an.
4. Pendekatan Horisontal (Horizontal Approach )
Dalam pedekatan ini pemerntah melakukan kerjasama formal
dengan Perguruan tinggi, organisasi perempuan, organisasi sosial
dan organisasi kemasyarakatan yang ada seperti: KOWANI, PKK,
Aisyiah, Muslimat NU, Wanita Indonesia, Dewan Masjid Indonesia,
Karang Taruna, kelompok remaja masjid, dsb.
Kerjasama dengan organisasi peremuan dan keagamaan menjadi
sangat penting mengingat 68,7% buta aksara adalah perempuan.
5. Distribusi dana melalui Blockgrant
Untuk mempercepat proses pelaksanaan distribusi dana ditempuh
melalui 2 alur, yaitu: 1) melalui dana dekon di provinsi dan 2)
penyaluran langsung dari pemerintah pusat dan pemerintah
provinsi ke organisasi atau lembaga yang akan
menyelenggarakan dan membina Kelompok Belajar di Desa-
desa. Misalnya: organisasi perempuan (Muslimat NU, Aisyiah, PKK,
KOWANI, dsb), PKBM, organisasi Pemuda, Pesantren, dsb.
6. Penjaminan Mutu
Pendidikan Keaksaraan dilakukan dengan standar mutu tertentu,
sehingga hasilnya dapat dijamin kualitasnya. Untuk penjaminan
mutu tersebut, dilakukan dengan SKK (Standar Kompetensi
Keaksaraan) dan SPHB (Standar Penilaian Hasil Belajar). SKK
merupakan acuan materi yang perlu dicapai di setiap tingkatan
keaksaraan. Sedang SPHB merupakan standar proses penilaian,
tingkat kesulitan soal dan penilaian/scoring hasil belajar.
7. Tingkatan Keaksaraan.
Pendidikan keaksaraan dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat Dasar, Tingkat Lanjutan, dan Tingkat Mandiri. Lama
belajar untuk Tingkat Dasar (Basic) 114 jam atau setara dengan 6
bulan; lama belajar untuk Tingkat Lanjutan (functional) selama 66

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 12


jam atau setara dengan 4 bulan dan; lama belajar untuk Tingkat
Mandiri selama 36 jam atau setara dengan 2 bulan.
8. Bahan Belajar.
Penjaminan mutu terhadap bahan belajar yang digunakan
dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Penyusunan bahan
belajar yang bermutu dan terstandar dan 2) memberikan
bimbingan terhadap penulis bahan ajar agar bahan ajar ditulis
berdasarkan pada SKK, SPHB, responsif gender, dan menarik.
9. Prioritas sasaran.
Sasaran prioritasnya adalah penduduk berusia 15 - 44 tahun
setelah mereka melek aksara prioritas kedua mereka yang berusia
45 - 55 tahun.
10. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
Sampai saat ini kerjasama dengan PT yang telah mencakup 49 PT
negeri dan swasta di seluruh Indonesia, khususnya di 10 provinsi
yang terpadat buta aksaranya. Kerjasama ini awalnya dirintis
dengan Universitas Gajah Mada (UGM) melalui KKN tematik
pemberantasan Buta Aksara dan dengan Universitas Terbuka
(UT) Pemberantasan buta aksara melalui program akademik.
Dari 49 PT yang telah menjalin kerjasama melalui kegiatan KKN
Tematik, diantaranya adalah: LPM IPB Bogor, FKIP Universitas
Pakuan Bogor, LPPM Universitas Ibnu Kaldun Bogor, Fakultas
Kehutanan IPB Bogor, LPM UPI Bandung, LPPM Unisma Bekasi, LPM
Univ. Bengkulu, LPPM Univ. Tirtayasa Serang, Univ. Jend.Sudirman
Purwokerto, LPM Univ. Negeri Semarang, Univ. Muhammadiyah
Purwokerto, LPPM Univ. Negeri Sebelas Maret Solo, LPM Unesa
Surabaya, LPM Univ. Negeri Malang, LPM Univ. Muh. Malang, LMP
Univ.Jember, LPM Univ. Tanjungpura Pontianak, LPM Univ. Muh.
Palangkaraya, FKIP Univ. Mulawarman Samarinda, Univ. Negeri
Makassar, LPM Univ. Mataram, dan LPM Univ. Nusa Cendana
Kupang.

11. Mengingat data yang ada saat ini berbeda-beda, maka setiap
daerah diwajibkan untuk melkukan pendataan dari rumah-

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 13


kerumah agar data yang tersedia akurat dan terpercaya.
Pendataan dari rumah-kerumah sudah dilakukan oleh Provinsi
Banten dan Jawa Timur. Di samping itu pendataan kerjasama
Dirjen PLS dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah dilakukan
sejak 2006 melalui Susenas.

12.Mengintegrasikan program pemberantasan buta aksara dengan


program pemberantasan kemiskinan yang dikelola oleh
departemen/lembaga non departemen lain serta orgnisasi sosial
masyarakat yang peduli kemiskinan.

13.Metode Pembelajaran.

Metode pembelajaran yang digunakan bisa bervariasi sekali


sesuai dengan kondisi dan situasi dalam kelompok belajar. Sedang
penggunaan bahasa pengantarnya bisa langsung dengan bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah setempat/bahasa ibu. Bagi
warga belajar yang bahasa tutur sehari-harinya menggunakan
bahasa daerah, maka penggunaan bahasa Ibu sebagai bahasa
pengantar sangat disarankan.

14.Komunikasi, Edukasi dan Informasi


Komunikasi, Edukasi dan Informasi atau sosialisasi dimaksudkan
untuk menyebarluaskan dan menginformasikan kepada semua
anggota masyarakat baik perseorangan maupun kelompok serta
kepada berbagai penyelenggara pendidikan. Materi pokok yang
dilakukan dalam melaksanakan KEI antara lain adalah: mengenai
pentingnya kemampuan keaksaraan bagi masyarakat luas,
pentingnya pendidikan keaksaraan dalam meningkatkan HDI,
Pendidikan adalah hak azasi manusia dan dijamin oleh UUD “45
maupun UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Sosialisasi ini
dlakukan melalui pembentukan Forum Komunikasi Tutor, Forum
Konunikasi Pendidikan Keaksaraan, Road show dan MOU antara
Mendiknas dengan Gubernur, Bupati dan Ketua DPRD provinsi dan
DPRD kabupaten/kota, Siaran TV dan radio, temu karya,

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 14


workshop, media cetak, pembuatan plang PBA yang dipasang di
setiap perempatan jalan, dan pertemuan lintas sektor yang
diselenggarakan oleh Departemen atau Mitra Depdiknas dan
melalui deklarasi oleh para Bupati/Walikota di berbagai daerah.
15. Monitoring dan Evaluasi
Oleh karena monev merupakan upaya pengendalian dan
pembinaan yang terus menerus sejak tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan tindak lanjut, maka dalam prosesnya monitoring
dan evaluasi perlu dilakukan dari waktu-kewaktu yang
menyangkut keadaan warga belajar, sarana belajar, proses, dan
isi belajar. Kegiatan monitoring dan evaluasi perlu dilaksanakan
secara rutin dan teratur, sehingga setiap masalah dan hambatan
yang ditemui dalam pembinaan dan pelaksanaan program di
lapangan dapat segera dicarikan jalan pemecahannya atau
diberikan masukan-masukan dalam rangka perbaikan program.

B. Rencana Sasaran dan Anggaran PBA 2004-2009


Untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam berbagai
kebijakan tersebut di atas, maka Depdiknas telah menetapkan
rencana sasaran dan anggaran PBA tahun 2004 s/d 2009 baik yang
disiapkann oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi
maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam Tabel 3
dijelaskan rencana sasaran dan realisasi dari tahun 2004 s/d 2009,
sedang Tabel 4 menjelaskan tentang realisasi target warga belajar
yang dapat dicapai dan anggaran APBN dan APBD tahun 2004 s/d
2006, serta target anggaran yang ingin dicapai dari tahun 2007 s/d
2009.
Selanjutnya pada Tabel 5 adalah data tentang sasaran yang telah
dicapai pada tahun 2005-2006 dan target sasaran tahun 2007-2009
menurut provinsi. Tentunya untk mencapai target tersebut perlu
komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dalam memenhi MoU
yang elah dilaksanakan selama ini, tanpa hal tersebut kecil
kemungkinannya target nasional tersebut dapat dicapai.

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 15


Tabel 3.
Realisasi Pencapaian Target PBA 2004-2006 dan Proyeksi Sasaran PBA
2007-2009

PERKIRAAN SASARAN
JUMLAH
TH BA 15 TH ANGKA SASARAN TAHUN
PENDUDU TARGET TK %
N KE ATAS KEMATIAN PBA BERIKUTNY
K PBA BERHASIL
A
2 152,755,1 15,414,8 15,273,96 10.2
140,913 133,610 93,527 15,180,438
004 11 78 5 1
2 157,169,7 15,180,4 15,043,83 152,36
136,606 217,667 14,891,465 9.55
005 70 38 2 7
2 160,290,4 14,891,4 14,759,80 2,348,40 1,878,7
131,662 12,881,080 8.07
006 71 65 3 4 23
2 161,411,1 12,881,0 12,759,19 2,047,05 1,637,6
121,881 11,121,557 6.89
007 72 80 9 3 42
2 162,531,8 11,121,5 11,013,28 1,802,51 1,442,0
108,275 9,571,270 5.89
008 74 57 2 5 12
2 163,652,5 9,571,27 2,539,79 2,031,8
93,839 9,477,431 7,717.624 4.55
009 75 0 8 38

Keterangan:
1. Tingkat keberhasilan 2007-2009 sekitar 80%
2. Warga belajar Pend. Keaksaraan yang gagal diperhitungkan kembali
dalam target tahun berikutnya

Tabel 4.
Rincian Target dan Perkiraan Anggaran PBA Berdasarkan Kontribusi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Tahun 2004-2009

TARGET SASARAN BA MENURUT SUMBER ANGGARAN DAN RENCANA APBN, APBD I,


DANA APBD II
TAHU
APBD APBD
N APBD APBD LAINNY
APBN Kab/Kot LAINNYA JUMLAH APBN Kab/K JUMLAH
Prov. Prov. A
a ota
152.00 153.3 250.00 615.30
2004 60.000 -
0 00 0 0
153.00 199.2 264.00 706.29
2005 90.000 -
0 90 0 0
440.93 643.8 226.78 100.80 1.412.4 174.6 65.92 42.6 319.29
2006 36.086
0 87 5 0 02 79 7 05 7

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 16


1.210. 708.2 249.46 110.88 2.278.6 456.2 72.52 46.8 615.95
2007 40.330
000 75 3 0 18 35 0 66 1
1.270. 743.2 261.93 105.33 2.381.0 501.8 79.77 51.5 671.48
2008 38.314
500 75 6 6 47 50 2 52 8
1.206. 706.1 248.83 2.350.9 476.7 46.3 633.42
2009 94.703 75783 34.483
975 11 9 31 58 97 1

Anggaran dalam jutaan rupiah, biaya satuan warga belajar berkisar


antara Rp 325.000 s.d. Rp 362.000 per orang, meliputi biaya: (1)
identifikasi warga belajar dan calon tutor, (2) bantuan alat tulis warga
belajar, (3) administrasi kelompok belajar, (4) pengadaan alat dan
bahan praktek keterampilan, (5) honorarium tutor dan penyelenggara
program, (6) pengembangan bahan belajar tematik, dan (7)
pendampingan kelompok belajar

Tabel 5.
Pencapaian Sasaran PBA 2005-2006 dan Target Sasaran Tahun 2007-
2009 Menurut Provinsi

2007*** 2008* 2009*


No PROVINSI 2006*) 2006**) ) **) **) AKHIR 2009
% % %
3,594,32 3,504,37 443,43 624,81 1,999,
1 Jawa Timur 2 12.9 2 12.58 436,961 3 1 167 7.18
2,801,37 2,334,72 266,74 375,85 1,429,
2 Jawa Tengah 2 11.76 6 9.8 262,854 7 4 271 6
1,441,8 1,313,5 134,62 136,6 192,5 849,8
3 Jawa Barat 63 5.09 79 4.64 9 23 06 21 3
Sulawesi 735,70 13.7 82,61 116,4 455,2
4 Selatan 765,954 14.3 1 4 81,404 0 00 87 8.5
Nusa Tenggara 582,00 20.0 77,41 109,0 319,2
5 Barat 615,823 21.22 7 5 76,284 4 79 30 11
376,21 29.6 47,27 66,60 215,7
6 Papua 393,306 30.99 8 4 46,583 3 9 54 17
Nusa
Tenggara 352,45 12.8 39,13 55,13 219,6
7 Timur 370,627 13.5 7 4 38,560 1 6 31 8
357,28 13.9 44,89 63,25 204,9
8 Bali 363,964 14.21 4 5 44,235 1 2 06 8
355,47 30,63 43,16 251,4
9 Lampung 360,133 7.16 7 7.07 30,188 5 5 90 5
296,02 30,17 42,51 193,6
10 Banten 322,053 4.99 9 4.59 29,730 0 0 19 3
Kalimantan 296,11 10.3 36,85 51,92 171,0
11 Barat 313,846 11.01 8 9 36,312 0 3 33 6
Sumatera 279,32 31,66 44,62 171,8
12 Utara 291,249 3.39 2 3.25 31,205 8 1 28 2
261,42 13.1 35,95 50,66 139,3
13 DI Yogyakarta 270,174 13.57 2 3 35,432 7 5 68 7
Sumatera 161,86 18,92 26,66 97,63
14 Selatan 166,470 3.41 2 3.32 18,645 1 0 6 2
15 Nangroe 159,981 5.73 155,39 5.57 4,586 4,654 6,558 139,5 5
Aceh 7 99

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 17


2007*** 2008* 2009*
No PROVINSI 2006*) 2006**) ) **) **) AKHIR 2009
% % %
3,594,32 3,504,37 443,43 624,81 1,999,
1 Jawa Timur 2 12.9 2 12.58 436,961 3 1 167 7.18
Darussalam
Kalimantan 135,89 118,3
16 Selatan 144,414 6.1 4 5.74 5,087 5,162 7,273 72 5
Sulawesi 129,98 11,40 16,07 91,26
17 Tenggara 132,460 10.16 0 9.97 11,240 6 2 2 7
Sumatera 125,06 18,16 25,58 63,41
18 Barat 130,642 4.12 3 3.94 17,895 0 9 8 2
114,88 13,70 19,30 68,37
19 DKI Jakarta 121,020 1.77 0 1.68 13,501 1 5 3 1
11,16 66,19
20 Jambi 100,044 5.29 93,092 4.92 7,809 7,925 6 2 3.5
Kalimantan 10,28 61,95
21 Timur 93,344 4.52 86,736 4.2 7,194 7,301 7 4 3
Sulawesi 10.1 51,13
22 Barat 90,131 14.1 65,163 9 4,071 4,132 5,822 8 8
12,15 17,13 45,36
23 Riau 89,442 2.76 86,642 2.67 11,982 9 2 9 1.4
Sulawesi 11,73 47,48
24 Tengah 82,153 5.19 75,761 4.79 8,208 8,329 6 7 3
54,24
25 Bengkulu 68,453 6.31 65,965 6.08 3,403 3,454 4,866 2 5
Irian Jaya 10.7 34,98
26 Barat 50,066 11.45 47,154 8 3,534 3,586 5,053 1 8
Kalimantan 26,60
27 Tengah 48,545 3.65 44,213 3.32 5,113 5,189 7,311 0 2
Kepulauan 28,23
28 Riau 44,322 4.71 42,176 4.48 4,048 4,108 5,789 1 3
Kep. Bangka 27,07
29 Belitung 39,764 5.14 38,212 4.94 3,233 3,280 4,622 7 3.5
26,64
30 Maluku Utara 33,096 5.59 31,688 5.35 1,465 1,486 2,094 3 4.5
16,49
31 Maluku 28,865 3.5 27,385 3.32 3,162 3,208 4,521 4 2
22,00
32 Gorontalo 27,039 4.3 25,943 4.13 1,142 1,159 1,633 8 3.5
Sulawesi
33 Utara 16,200 1.01 14,000 0.87 1,270 1,289 1,817 9,624 0.6
13,571,1 12.881. 1,420,96 1,442, 2,031, 7,717,
INDONESIA 37 8.55 080 8,07 5 012 838 105 4.99
Keterangan:
*) Keadaan awal tahun 2006 Hasil Susenas BPS tahun 2006
**) Perhitungan akhir tahun 2006 setelah memperhitungkan jumlah
program tahun 2006 dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD
Kabupaten/Kota dengan asumsi tingkat keberhasilan 80 %
***) Dengan asumsi tingkat keberhasilan 80%, maka sasaran PBA
untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 masing-masing 1.420.965,
1.442.012, dan 2.031.838 org

IV. KOMITMEN DAERAH TERHADAP MoU PERCEPATAN


PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 18


A. Provinsi Yang Sudah Melaksanakan MoU
Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan pelaksanaan
Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-
PBA), Menteri Pendidikan Nasional telah melakukan kerjasama (MoU)
dengan Pemda provinsi dan kabupaten/kota serta lembaga
legeslatifnya di 26 provinsi (lihat Tabel 6).

Tabel 6.
Provinsi yang Telah Melakukan Kerjasama dengan Mendiknas

JANGKA PROPORSI
N WAKTU
PROVINSI (Pusat:Prov:Kab/
O PELAKSANAA
N Kota)
1 JAWA TIMUR 2006-2008 50:30:20
NUSA TENGGARA
2 BARAT 2006-2008 60:20:20
3 SUMATERA SELATAN 2006-2008 50:20:30
4 SULAWESI SELATAN 2007-2009 50:20:30
5 JAMBI 2006-2008 50:20:30
6 KALIMANTAN BARAT 2007-2009 80:10:10
KALIMANTAN
7 SELATAN 2006-2008 27:50:23
KALIMANTAN
8 TENGAH 2007-2009 60:20:20
9 BANGKA BELITUNG 2006-2008 50:25:25
10 JAWA BARAT 2006-2008 50:30:20
SULAWESI
11 TENGGARA 2007-2009 50:15:35
12 RIAU 2007-2008 50:30:20
13 KEPULAUAN RIAU 2007-2009 60:20:20
14 BALI 2006-2009 50:25:25
NUSA TENGGARA
15 TIMUR 2007-2009 60:20:20
16 GORONTALO 2007-2009 50:30:20
17 BANTEN 2006-2008 50:30:20
18 SUMATERA UTARA 2006-2008 50:30:20
19 SULAWESI UTARA 2006-2009 60:15:25
20 JAWA TENGAH 2007-2008 50:30:20
21 SUMATERA BARAT 2006-2009 60:20:20
22 KALIMANTAN TIMUR 2006-2009 50:30:20
23 MALUKU 2006-2009 60:20:20
24 SULAWESI TENGAH 2006-2008 60:20:20
25 PAPUA 2006-2009 50:20:30
26 LAMPUNG 2006-2008 50:30:20

Berdasarkan MoU tersebut setiap daerah perlu melakukan


penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) pendidikan keaksaraan.

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 19


Dengan penyusunan RAD tingkat Kabupaten tersebut, pelaksanaan
GNP-PBA dapat lebih terencana, terarah, berkualitas dan lebih
akuntabel.
B. Komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Dengan demikian, provinsi, kabupaten/kota yang telah melakukan
MoU tersebut perlu memahami arti pentingnya GNP-PBA, dan RAD
yang disusun sebagai dasar bagi terselenggaranya pemberantasan
buta aksara di wilayahnya. Sesuai dengan MoU tersebut pada tahun
2006 Direktorat Pendidikan Masyarakat telah melakukan
pendampingan dalam Penyusunan Analisis Situasi Kondisi serta RAD
bagi 108 Kabupaten/Kota di 9 (sembilan) provinsi yang menjadi
prioritas sasaran gerakan percepatan pemberantasan buta aksara.
Atas dasar itu, guna mempermudah para pelaksana dan stakeholders
terkait dalam menyusun Analisis Situasi Kondisi dan RAD itu.
Selanjutnya, pada Tabel 7 berikut ini disajikan jumlah anggaran di
setiap provinsi yang akan dijadikan anggaran dalam merealisasikan
rencana aksi PBA 2004-2009 di provinsi masing- masing.

Pada Tabel 7 dipaparkan tentang komitmen pemerintah pusat dan


daerah dalam memenuhi MoU yang telah dlakukan. Dari data ang
diperoleh kontribusi pemerintah daerah dalam PBA pada tahun 2007
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat 26 (78,79%)
yang telah mengalokasikan APBD I dan II untuk pemberantasan buta
aksara. Dari 26 Pemda yang telah mengalokasikan APBDnya, Pemda
yang mengalokasikan APBD tertinggi adalah Jawa tengah dengan
jumlah anggaran Rp 47.391.500.000, di samping itu masih ada 7
(21,21%) pemda yang sampai saat ini belum mengalokasikan
anggaran untuk pemberantasan buta aksara/ atau belum kami
terima informasinya. Bagi daerah yang menyediakan APBD lebih
besar dibanding APBN, hal itu terjadi karena: 1) pada petugas yang
mengusulkan sewaktu rakor PBA tidak mengusulkan sebesar itu,
atau: 2) karena jumlah buta aksara di daerah tersebut kecil sehingga
diasumsikan mampu membiayai sendiri, atau: 3) kebijakannya tidak

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 20


kami ketahui karena sewaktu meminta informasi Baik Kepala Dinas
maupun staf tidak ada yang dapat menjelaskan.

Jumlah sasaran dan anggaran yang berasal dari APBN , yaitu


1.210.000 warga belajar dengan anggaran Rp 417.142.550.000,
belum termasuk sasaran dan anggaran dekon dan anggaran yang
dikerjasamakan dengan perguruan tinggi, berbagai organisasi
perempuan dan kemasyarakatan yang berasal dari APBNP 2006 yang
jumlahnya mencapai sebesar 73.978 warga belajar dengan
anggaran sebesar Rp 26. 780.036.000,-.

Tabel 7.
REKAPITULASI JUMLAH SASARAN DAN ANGGARAN BUTA AKSARA
DARI APBN, APBD I DAN APBD II TAHUN 2007

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 21


APBN
DISTRIBUSI APBD I KE
SASARA ANGGARAN APBD KAB/KOTA APBN + APBD I + APBD II
NO PROPINSI/KAB/KOT KAB/KOTA
N (ORG) (Rp)
. A
SASARA ANGGARAN SASARA ANGGARAN SASARA ANGGARAN
N (ORG) (Rp) N (ORG) (Rp) N (ORG) (Rp)
Nangroe Aceh 1,766,560,00 4,
1 Darussalam 4,880 0 - - - - 880 1,766,560,000
6,8 5,406,23 4,5 6,795,90 13, 12,846,49
2 Riau 1,780 644,360,000 00 0,596 32 0,000 112 0,596
4 230,00 1,1 570,00 2, 981,00
3 Kepulauan Riau 500 181,000,000 60 0,000 22 0,000 082 0,000
1,867,920,00 65,0 4,556,44 6,0 3,984,49 76, 10,408,85
4 Sumatera Barat 5,160 0 92 0,000 87 1,000 339 1,000
2,128,560,00 1,0 470,00 9,0 4,192,41 15, 6,790,97
5 Sumatera Utara 5,880 0 00 0,000 30 5,000 910 5,000
2,172,000,00 3,0 1,500,00 8,8 2,705,54 17, 6,377,54
6 Sumatera Selatan 6,000 0 00 0,000 85 2,000 885 2,000
2,4 984,80 7 373,66 4, 1,901,46
7 Bangka Belitung 1,500 543,000,000 62 0,000 70 0,000 732 0,000
3,851,680,00 10, 3,851,68
8 Jambi 10,640 0 640 0,000
1,530,000,00 1 300,00 3, 1,830,00
9 Bengkulu 3,000 0 - - 00 0,000 100 0,000
20,1 7,640,69 13,4 5,093,79 50, 13,603,28
10 Lampung 17,400 868,800,000 08 0,400 05 3,600 913 4,000
2,324,000,00 1,5 700,00 7,4 3,478,00 15, 6,502,00
11 DKI Jakarta 7,000 0 00 0,000 00 0,000 900 0,000
57,104,000,0 29,6 4,360,00 54,4 11,637,31 256, 73,101,31
12 Jawa Barat 172,000 00 02 0,000 29 0,000 031 0,000
42,480,150,0 20,0 7,500,00 14,7 5,338,85 162, 55,319,00
13 Banten 127,950 00 00 0,000 70 0,000 720 0,000
61,225,300,0 299,0 47,391,50 116,5 24,829,31 599, 133,446,11
14 Jawa Tengah 184,400 00 00 0,000 00 3,100 900 3,100
58,103,000,0 17,4 5,806,68 45,7 15,174,06 238, 79,083,74
15 Jawa Timur 175,000 00 90 0,000 05 0,000 195 0,000
2,421,030,00 3,0 600,00 1,8 370,00 12, 3,391,03
16 DI Yogyakarta 7,290 0 00 0,000 50 0,000 140 0,000
4,123,930,00 6,5 5,335,64 6,5 3,769,50 24, 13,229,08
17 Bali 11,390 0 52 9,995 52 8,625 494 8,620
Sulawesi 1,448,000,00 17,9 6,281,45 6 1,088,28 22, 8,817,73
18 Tenggara 4,000 0 47 0,000 50 8,000 597 8,000
2,256,010,00 5,0 1,847,00 11, 4,103,01
19 Sulawesi Tengah 6,230 0 00 0,000 230 0,000
162,15
20 Sulawesi Utara 450 162,150,000 450 0,000
1,575,450,00 1,4 460,69 1,1 418,23 6, 2,454,38
21 Gorontalo 4,350 0 51 2,500 10 9,800 911 2,300
18,795,500,0 12,0 4,344,00 21,2 7,858,18 88, 30,997,68
22 Sulawesi Selatan 55,000 00 00 0,000 20 2,427 220 2,427
35,8 300,00 29,8 1,160,00 66, 1,832,11
23 Sulawesi Barat 1,030 372,110,000 77 0,000 51 0,000 758 0,000
10,860,000,0 12,0 4,056,00 8,8 2,994,68 50, 17,910,68
24 Kalimantan Barat 30,000 00 00 0,000 60 0,000 860 0,000
Kalimantan 1,086,000,00 1,0 359,48 1,0 359,48 5, 1,804,96
25 Tengah 3,000 0 00 0,000 00 0,000 000 0,000
2,172,000,00 7,8 4,630,72 5,0 3,140,00 18, 9,942,72
26 Kalimantan Timur 6,000 0 40 4,000 00 0,000 840 4,000
Kalimantan 9,640,550,00 4,5 1,842,57 3,1 1,427,81 34, 12,910,94
27 Selatan 26,650 0 00 4,500 00 6,200 250 0,700
36,200,000,0 30,0 7,500,00 31,3 7,840,00 161, 51,540,00
28 NTB 100,000 00 00 0,000 60 0,000 360 0,000
32,695,840,0 13,3 3,055,00 17,0 5,439,09 120, 41,189,93
29 NTT 90,320 00 00 0,000 30 8,000 650 8,000
152,04
30 Maluku 420 152,040,000 420 0,000
111,47
31 Maluku Utara 310 111,470,000 310 0,000
27,150,000,0 75, 27,150,00
32 Papua 75,000 00 000 0,000
2, 941,20
33 Irian Jaya Barat 2,600 941,200,000 600 0,000
28,188,940,0 28,188,94

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 22


C. Pendidikan Keaksaraan Tahap Lanjutan dan Mandiri
Seperti yang telah disebutkan bahwa tahapan belajar ada 3 yaitu:
Tahap Pemberantasan, Lanjutan dan Mandiri. Tujuan belajar pada
tahap pemberantasan yaitu agar warga belajar dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana yang minimum terdiri dari 7 s/d 10 kata
dan berhitung dengan operasi bilangan tambah dan kurang sampai
100. Untuk memantapkan kemampuan warga belajar maka PBA
harus dilanjutkan ke tahap/tingkat Lanjutan. Tujuan belajar pada
tahap/tingkat lanjutan adalah warga belajar dapat membaca dan
menulis kalimat sederhana yang terdiri dari minimum 10 kata dan
berhitung minimum 1000 dengan operasi tambah, kurang, bagi dna
kali.
Tahun 2005-2007 merupakan tahun pemberantasan, akan tetapi
mulai tahun 2008 kedua tahap yaitu pemberantasan dan lanjutan
akan secara serempak dilakukan, walaupun proporsinya masih
dititikberatkan pada pemberantasan. Agar warga belajar tidak bosan
dan tidak buta aksara kembali, maka di samping belajar baca, tulis
dan hitung, perlu juga belajar ketermpilan. Strategi yang ditempuh
yaitu melalui:
1) Kelompok Belajar Usaha (KBU)
Kelompok Belajar Usaha (KBU) merupakan program pembelajaran
lanjutan atau yang terintegrasi dengan program keaksaraan
fungsional, yang menyediakan dan memberikan peluang kepada
warga belajar dalam pengembangan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka peningkatan pendapatan melalui
bekerja dan berusaha. Tujuan utama program KBU ini adalah,
disamping untuk mempertahankan keaksaraan yang sudah
dimiliki warga belajar juga diharapkan mereka memiliki bekal
mata pencaharian yang tetap dan layak. Tolak ukur keberhasilan
program KBU yaitu bilamana warga belajar dapat meningkatkan
atau memperoleh hasil usaha, memiliki keterampilan yang
dikelolanya, serta dapat mengembangkan dana belajar usahanya
dan menggulirkan kepada kelompok usaha lain.
Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 23
2) Memperkuat dan memperluas kelembagaan Taman Bacaan
Masyarakat (TBM).
Warga belajar yang sudah melek aksara perlu difasilitasi dan
diberi akses dengan memperkuat TBM yang sudah ada dan
memperluas kelembagaan TBM di setiap desa yang belum
memiliki TBM tetapi ada warga belajar pendidikan keaksaraan.
Melalui TBM, warga belajar keaksaraan fungsional dapat
memperoleh kemudahan layanan bahan bacaan sehingga mereka
tidak buta huruf kembali sekaligus juga sebagai upaya untuk
memasyarakatkan gerakkan gemar belajar. Bagi daerah lokasi
program keaksaraan fngsional yang pada tahap pemberantasan
belum memiliki TBM secara bertahap akan dibentuk TBM.
Sedangkan bagi daerah yang sudah memiliki TBM perlu ditambah
jumlah koleksi bahan bacaannya melalui program pengadaan
buku untuk TBM. Dengan adanya bahan bacaan tersebut,
kemampuan keaksaraan warga belajar dan keterampilan
fungsionalnya dapat ditingkatkan.
Pengadaan bahan bacaan ini perlu disusun berdasarkan tema-
tema yang diperlukan oleh warga belajar sesuai dengan tingkat
kemampuan/keterampilan yang ingin dicapai. Pemutakhiran
bahan bacaan termasuk saling tukar bahan bacaan antar TBM
bertujuan untuk melengkapi dan memperbaharui bahan bacaan.
Selain itu pengadaan bahan bacaan baru dapat berasal dari para
donatur/masyarakat. Dengan demikian koleksi bahan bacaan yang
tersedia di TBM selalu baru, sehingga warga belajar termotivasi
untuk selalu datang ke TBM.

KESIMPULAN
1. Kondisi Buta Aksara.
a. Buta aksara yang ada merupakan bagian yang tersulit untuk
diberantas.

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 24


b. Jumlah BA pada tahun 2006 menurun cukup tajam yaitu
dari 14.891.465 orang ( 9,55 %) menjadi 12.881.080 orang
(8,07%)
c. Disparitas gender dari 6,59 % menurun menjadi 5,33 %
d. Dari sembilan provinsi terpadat pada tahun 2005/2006 tidak
termasuk Bali dan Lampung, akan tetapi pada tahun 2006
akhir kedua provinsi tersebut masuk 9 besar dengan
menggeser Kalbar dan Banten.
2. Sasaran dan Anggaran
a. Sasaran dan Anggaran Tahun 2006 dan 2007 PBA masih
ditekankan pada tahap pemberantasan, dan mulai tahun
2008 akan digarap sasaran tahap lanjutan.
b. Respon Pemda dalam bentuk sasaran warga belajar dan
anggaran sudah cukup menggembirakan yaitu 1.027.299
warga belajar dengan anggaran sebesar (Rp
247.497.539.743,-). Namun jumlah tersebut baru separuh
lebih dibanding sasaran dan anggaran APBN yang
disediakan APBN yaitu 1.210.000 warga belajar dan (Rp
417.142.550.000,- ). Di samping itu ada dana APBNP 2006
yang pelaksanaannya dilakukan pada tahun 2007 dengan
jumlah sasarannya sebesar 73.978 warga belajar dengan
anggaran sebesar Rp 26. 780.036.000,-. Dengan demikian
maka jumlah sasaran dan anggaran total pada tahun 2007
yang berasal dari APBNP 2006, APBN 2007, APBD I dan
APBD II sebanyak 2.411.277 warga belajar dengan total
anggaran sebesar Rp 691.420.125.743,-

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 25


Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 26
DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang 1
B Hasil Pemberantasan Buta Aksara dan Disparitas Gender 2
C Masalah dalam Pemberantasan Buta Aksara 4
D Penyebab Terjadinya Buta Aksara 5
II KEBIJAKAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN 7
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA (GNP-PBA)
III RENCANA DAN PELAKSANAAN PERCEPATAN PBA 8
A Strategi: Reaching The Unreached 8
B Rencana Sasaran dan Anggaran PBA 2004-2009 11
IV KOMITMEN DAERAH TERHADAP MoU PERCEPATAN 14
PEMBERANTASAN BUTA AKSARA
A Provinsi Yang Sudah Melaksanakn MoU 14
B Komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daearah 15
C Pendidikan Keaksaraan Tahap Lanjutan dan Mandiri 16
KESIMPULAN 18

Makalah: Rembug Nasional Depdiknas Tahun 2007 xxvii

You might also like