You are on page 1of 13

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA Simon Sani kleden, Skep,

Ns Pengertian

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Wilson, F. S and Thompson, J.M, 1990). Menurut Sylvia Anderson (1995) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. Sampai saat ini penyebab asma belum diketahui, hanya faktor pencetus asma yang dikenal (Mansjoer, dkk. 2000). Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi 1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik) 2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik) 3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed) Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : 1. Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. 2. Infeksi saluran nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991). 3. Tekanan jiwa

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). 4. Olah raga / kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. 5. Obat-obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. 6. Polusi udara Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam. 7. Lingkungan kerja Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991). I. Patofisiologi Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag. Selanjutnya akan merangsang pembentukan Ig E. Ig E yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut

1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan/faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Berdasarkan hal tersebut di atas penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus. Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale. 2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik) Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas. 3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed) Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

Secara singkat patofisiologi/patogenesis asma sampai menimbullkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut :
Ekstrinsik (atopik) Intrinsik

Alergen

Infeksi, latihan fisik, rokok, stres psikologis, aspirin

Sensitisasi mukosa bronkial oleh Ig E

Respon parasimpatis

Respon simpatis

Stimulasi saraf aferen oleh stimulus kimia Pelepasan asetilkolin dalam jumlah banyak

Stimulus alfa adrenergik Sel mast melepaskan mediator kimia

Ig E menempel pada sel mast cabang trakeobronkial

Refleks bronkokonstriksi

Pelepasan mediator kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglansdin

Respon dinding bronkial : vasodilatasi dengan edema, kontraksi otot halus Respon umum : Sesak napas, batuk, wheezing, ekspirasi memanjang, eosinofilia, retraksi dinding dada, tidak mampu melakukan aktivitas, keringat banyak, sputum purulen kental, ekspansi paru menurun

Tidak efektif pola napas

Tidak toleransi terhadap aktivitas

Tidak efektif bersihan jalan napas Resiko tinggi infeksi

Kecemasan meningkat

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

II. Penggolongan derajat asma


Parameter klinis Frekuensi serangan Intensitas serangan Di antara serangan Asma ringan Asma sedang Tidak > 1 kali per Batuk dan wheezing > 1 minggu kali per minggu Ringan Lebih berat Tanpa gejala Sering ada gejala, masih bisa toleransi terhadap aktivitas Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Serig terbangun pada malam hari karena batuk dan wheezing Pemeriksaan fisik Tidak hiperventilasi, Hiperinflasi pada di luar serangan Ro. Normal, obstruksi Rontgenogram, volume jalan napas minimal paru meningkat
Dimodifikasi dari Wilson dan Thompson, (1990) dan Mansjoer, dkk (2000).

Asma berat Wheezing setiap hari Berat Gejala malan siang dan

Sangat terganggu, tidak toleransi terhadap aktivitas Kelainan bentuk dada akibat hiperinflasi yang kronis

III. Penilaian derajat serangan asma


Parameter Aktivitas Bicara Posisi Kesadaran Sianosis Mengi Sesak napas Otot bantu napas Retraksi Laju napas Laju nadi Pulsus paradoksus PEFR atau FEV1 Pra bronkodilator Pasca bronkodilator Ringan Berjalan,bayi menangis keras Kalimat Bisa berbaring Mungkin teragatasi Tidak ada Sedang, sering hanya pada Minimal Biasanya tidak Dangkal,retraksi interkostal Meningkat Normal Tidak ada < 10 mmHg Sedang Berbicara Bayi;tangis pendek & lemah Penggal kalimat Lebih suka duduk Biasanya teragitasi Tidak ada Nyaring,sepanjang ekspirasi+inspirasi Sedang Biasanya ya Sedang ditambahretraksi suprastemal Meningkat Takikardia Ada 10-20 mmHg Berat Istirahat Bayi berhenti makan Kata-kata Duduk bertopang lengan Biasanya teragitasi Ada Sangat terdengar steteskop Berat Ya nyaring tanpa Ancaman henti napas

Kebingungan Sulit/tidak terdengar Gerakan paradokstorako abdominal Dangkal/hilang Menurun Bradikardia Tidak ada tanda kelelahan otot napas

Dalam,ditambah napas cuping hidung Meningkat Takikardia Ada > 20 mmHg

0% 0%

6 8

0-60% 0-80% 91-95% > 60 mmHg

4 6

< 40

SaO2 (%) PaO2

> 95 % Normal (biasanya

< 60 % respons < 2 jam < 90 % < 60 mmHg

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns


tidak perlu diperiksa) < 45 mmHg

PaCO2

< 45 mmHg

> 45 mmHg

Dimodifikasi dari Wilson dan Thompson, (1990) dan Mansjoer, dkk (2000).

IV. Studi diagnostik dan hasil 1. Tes fungsi paru. 2. Analisa gas darah (AGD). PaO2 normal atau sedikit menurun (<60 mmHg), HCO3 normal atau menurun. 3. Jumlah sel darah. Eosinofil meningkat akibat respon alergi 4. X- ray dada. Biasanya bersih, hiperinflasi sekunder terhadap terperangkapnya udara. 5. EKG. Bisa terjadi sinus takikardi pada episode akut, gelombang P meningkat. V. Penatalaksanaan Medis 1. Manajemen umum Oksigenasi melalui nasal kanul atau masker, volume-cycled ventilator, fisioterapi dada (postural drainage dengan perkusi dada tiap 2-4 jam). 2. Terapi obat : bronkodilator, kortikosteroid 3. Terapi cairan dan elektrolit VI. Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Riwayat Diketahui keluarga atau individu riwayat alergi, sering mendapat serangan asma, riwayat masuk rumah sakit. 2. Pengobatan yang diperoleh sekarang. Pengkajian tentang penggunaan obat untuk pernapasan terutama sebelum masuk rumah sakit. 3. Pengkajian fisik Sistem Pernafasan a. b. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan inspirasi, pemanjangan ekspirasi bahu waktu bernafas). Pernafasan cuping hidung, adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop, batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif. c. Faal paru terdapat penurunan FEV1.

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns Sistem Kardiovaskuler a.Takikardia > 130 X/menit, tensi meningkat b. pada waktu inspirasi). c.Sianosis, diaforesis, dehidrasi Psikologis a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah. b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian. c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness. Sosial a. b. c. d. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain. Gangguan berkomunikasi Inappropiate dress Hostility toward others

Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg

B. Diagnosa keperawatan dan data pendukung 1. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru dan cemas yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, takipnea, nampak sesak napas, inspirasi lebih pendek, menggunakan otot bantuk, takikardi, retraksi dinding dada. 2. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus/sekret kental dan bronkospasme yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, wheezing ekspirasi/inspirasi, ronki, batuk (sering tidak efektif), dyspnea, PaO2 <60 mmHg, PaCO2 > 40 mmHg, pH < 7,35 3. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan ketidakseimbangan antara suplay oksigen dan kebutuhan yang ditandai dengan mengeluh lemah, dan sesak napas, takikardi, takipnea, dan tidak mampu melakukan aktivitas harian. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terapi steroid dan tidak efektif bersihan jalan napas yang ditandai dengan mengeluh sulit bernapas, sputum tebal dan kental, minum obat kortikosteroid.

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

5. Cemas berhubungan dengan takut mati lemas yang ditandai dengan mengatakan tegang, apprehension, dan napas pendek, berkeringat banyak, dilatasi pupil, takipnea dan ekspansi paru menurun.

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns C. Perencanaan keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ekspansi paru menurun dan cemas Tujuan dan kriteria hasil Pasien akan mempertahankan pola napas yang efektif dengan kriteria tidak lelah atau dyspnea, bunyi napas bersih, kapasitas vital normal Perencanaan Keperawatan Intervensi 1. Observasi perubahan pada RR dan dalamnya 2. Observasi pola napas seperti mengeluh napas pendek, napas lewat bibir, menggunakan otot bantu pernapasan 3. Observasi tingkat kesadaran 4. Monitor AGD 5. 6. 7. Atur pemberian oksigen Kaji respon emosional Atur pemberian bronkodilator sesuai advis Rasional Menentukan adekuatnya pola napas Identifikasi meningkatnya kerja pernapasan

10

8.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. produk mukus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif.

Jalan napas pasien akan 1. paten dengan kriteria hasil bunyi napas bersih, 2. bernapas tanpa ada 3. sumbatan, analisa gas darah dalam batas normal, RR 12 20 X/menit. 4.

Berikan posisi duduk (Fowler) 9. Anjurkan untuk meniup botol atau insentif spirometer 10. Bantu pasien untuk teknik relaksasi Auskultasi bunyi napas Kaji karakteristik secret Beri posisi untuk pernapasan yang optimal yaitu kepala tempat tidur ditinggikan 35-45 0 Bantu pasien batuk sesuai kebutuhan

Mungkin indikasi hipoksia Menentukan keseimbangan asam basa dan kebutuhan oksigen Meningkatkan pertukaran gas dan mengurangi kerja napas Respon emosional menyebabkan hiperventilasi Bronkodilator meningkatkan diameter jalan napas sehingga mengurangi kerja pernapasan Mengoptimalkan kontraksi diafragma Memfasilitasi pernapasan yang dalam Menghilangkan cemas dan mengurangi kerja pernapasan Menetukan adekuatnya pertukran gas dan luasnya obstruksi akibat mucus. Infeksi ditandai dengan secret tebal dan kekuningan Sekresi bergerak sesuai gaya gravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraksi Mengeluarkan sekret untuk meningkatkan patensi jalan napas Fisioterapi membantu merontokan secret untuk dikeluarkan. Mengurangi perdangan Memfaslitasi pergerakan secret Mengencerkan sekret Menentukan tepatnya toleransi pasien

5. Lakukan fisioterapi napas (PVD) 6. Beri kortikoseteroid sesuai order


7. Tidak beri bronkodilator sesuai order

8. Berikan cairan per oral 1,5 2 L per hari tolerasni Pasien akan melakukan 1. Observasi respon terhadapa aktivitas

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns


terhadap aktivitas b. d. Kelelahan, dan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen Resiko tinggi infeksi b.d. terapi steroid dan tidak efektif bersihan jalan napas aktivitas harian dengan kriteria mampu mendemonstrasikan melakukan kegiatan harian tanpa sesak atau kelelahan Tidak terjadi infeksi pada paru dengan criteria pasien tidak demam, hitungan sel darah putih atau leukosit normal 2. Rencanakan periode istirahat diantara kegiatan 3. anjurkan pasien untuk menggunakan pernapasan yang adaptif selama beraktivitas 4. Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya. 5. Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah dijangkau 1 Monitor leukosit dan albumin 2 Kaji status nutrisi 3 Monitor fungsi paru 4 Monitor suhu tubuh 5 Kaji mulut dan mukosa mulut terhadap adanya iritasi 6 Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan napas dalam 7 Bantu pasien menggunakan nebulizer 8 Atur antibiotika sesuai order 9 Cemas b.d takut mati lemas Pasien akan hilang rasa cemasnya atau berkurang dengan kriteria melaporkan cemas berkurang atau hilang, pengetahuan tentang penanganan saat serangan asma Anjurkan nutrisi yang optimal Mengurangi kelelakan Mengurangi kerja pernapasan

11

Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan Memudahkan pasien dalam penggunaan dan mengurangi kebutuhan oksigen Indikasi adekuatnya sistem pertahana tubuh Nutrisi yang cukup mendukung sistem pertahanan tubuh Indikasi meluasnya penyakit paru Demam indikasi infeksi aktual Deteksi infeksi sekunder akibat kortikosterid Mempertahankan jalan napas yang bersih, mencegah atelektasis Mempertahankan jalan napas yang bersih Mencegah atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme Nutrisi meningkat akan mendukung fungsi sistem pertahana tubuh Petunjuk intervensi yang terapeutik Bisa menghilangkan cemas, membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat ke depan Pengetahuan meningkat akana mengurangi kecemasan Mengurangi kecemasan atau ketakutan Membantu fase pemulihan Bisa membantu mengurani cemas

1. Kaji tingkat cemas pasien (ringan, sedang, berat, panik) 2. Bantu pasien menggunakan koping yang efektif 3. Berikan informasi yang adekuat tentang asma dan semua prosedur 4. Tetap di samping pasien selama fase akut asma 5. Pertahanakan periode istirahat 6. Batasi pengunjung bila perlu

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

12

Respiratory Disorders ; Simon Sani kleden, Skep, Ns

13

Evaluasi
Hasil Yang Diharapkan Pola Napas Pasien efektif Jalan Napas bersih / patent Data Pendukung Kapasitas Vital Optimum termasuk : FEC1, TLC dan RV, Bunyi Napas bersih, Serum Ig E normal. Bunyi napas bersih, bernapas tanpa obstruksi,

ABGs dalam batas normal. Aktivitas dilakukan secara bebas Pasien dapat melakukan aktvitas sehari hari tanpa tanpa sesak dan lemah Tidak ada infeksi Kecemasan Pasien berkurang Pengetahuan Pasein ditingkatkan mengeluh sesak ataupun lemah Tidak ada demam, WBC dalam batas normal Pasien mengatakan kecemasannya berkurang. Pasien dapat menjelaskan tentang penyakit,

pengobatan dan perawatan di rumah. Pendidikan Pasien Jelaskan pada pasien tentang obat-obatan seperti bromkodilator dan kortikosteroid, termasuk dosis, waktu pemberian dan efek samping. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit asma, gejala awal, dan kapan harus mendapat pertolongan medis. Ajarkan dan jelaskan pada pasien dan keluarga tentang faktor-faktor pencetus terjadinya asma. Ajarkan pada pasien teknik napas dalam posisi yang tepat saat terjadi serangan asma. Ajarkan pasien dan keluarga teknik batuk yang efektif Ajarkan pentingnya mengkonsumsi air dalam jumlah banyak. Ajarkan pasien teknik relaksasi Jelaskan pasien tentang pentingnya vaksin influensa dan pneumokokus pneumonia. Jelaskan pada pasien untuk menghindari orang-orang dengan penyakit infeksi terutama infeksi pernapasan.

You might also like