Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Salah satu sistem perekonomian yang ada didunia adalah sistem
ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana kekayaan produktiI
terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk penjualan.
Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut adalah untuk mendapatkan suatu
keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktiI.
Pemilikan, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari
keuntungan tidak hanya merupakan gejala ekonomi. Semua ini ikut
menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek kehidupan
dan kebudayaan manusia. Ini sangat jelas dan motiI mencari keuntungan,
bersama-sama dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh oleh hukum
perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan
pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini.
1.2.Identifikasi Masalah
Pada masa permulaannya, kapitalisme merupakan semangat yang
sering mendapatkan penekanan adalah sebagai usaha, berani mengambil
resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai
yang memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon ) adalah
individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan
kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti
melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Sering
berdesakan didaerah yang kotor di kota-kota industri yang baru
berkembang, jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam
keadaan yang menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur
yang terdapat di daerah asalnya, dan untuk selama beberapa dekade
disisihkan sama sekali dari proses politik pekerja dieropa tak dapat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Lahirnya Ekonomi Kapitalisme
otivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi
masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara
produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah
menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang
bertolak dari analisa arxis, dapat dia katakan hanyalah mengangkat
kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke
tingkat antar negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama yang
sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang
didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan
satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi
kapitalis.
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi
sebuah topik yang menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap
sebagai sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di negara
terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein
merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori dependensinya.
Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yang
dikenalkan oleh Adam Smith. enurut Smith, pembangunan yang
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki
kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas
tenaga kerja merupakan sebuah Iungsi yang berhubungan dengan tingkat
pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan
mode produksi menjadi sektor pertanian dan manuIaktur. Konsep ini
kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan
kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda
Inti pemikiran Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi
ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan perdagangan bebas.
negara maju dan kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas
proletar.
Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak
mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari
eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan
bentukan dan alat kapitalisme negara maju.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya
hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi
untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan
barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan
individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme
tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun
bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-
perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi
sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada.
2.2.Solusi Kapitalisme atas Permasalahan Kelangkaan
Kembali ke persoalan kelangkaan. Jawaban atas permasalahan
benturan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan terbatasnya
(langkanya) sumber-sumber ekonomi yang tersedia, adalah dengan
menambah jumlah produksi barang dan jasa setinggi-tingginya agar
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat diperkecil jaraknya.
eskipun jawaban permasalahan tersebut pada akhirnya harus
berbenturan dengan tingkat permintaan konsumen, di mana tingkat
permintaan konsumen dipengaruhi oleh banyak Iaktor, sehingga tingkat
produksi secara riil bukanlah produksi sebanyak-banyaknya karena dapat
mengakibatkan ineIisiensi dan ketidakseimbangan pasar (market
disequilibrium), akan tetapi philosuIi pemecahan masalah (problem
produsen yang mampu bersaing, artinya para pemilik modal yang kuat
(kapitalis). Sehingga kebijakan pemerintah yang pro pasar adalah
kebijakan pro pemilik modal (kapitalis), dan sekarang mereka lazim
disebut dengan istilah yang lebih halus yaitu investor.
enjadikan masalah produksi barang dan jasa setinggi-tinginya
sebagai solusi ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis membuktikan
bahwa bagi Kapitalisme permasalahan ekonomi tidak terletak pada
bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, akan tetapi terkonsentrasi pada
bagaimana memproduksi barang dan jasa. aksudnya, perhatian sistem ini
dalam memecahkan permasalahan ekonomi adalah terhadap zat yang
menjadi kebutuhan manusia, bukan terhadap manusia itu sendiri atau
dengan kata lain apakah kebutuhan seorang individu itu sudah terpenuhi
atau belum bukan menjadi persoalan Sistem Ekonomi Kapitalis, justru
yang menjadi persoalan adalah produksi jalan tidak? Atau seberapa
banyak kemampuan produksi yang dapat dilakukan?
2.3.Pandangan Tentang Nilai (',:0) Barang
Pembahasan tentang nilai (value) dalam Kapitalisme merupakan
sesuatu yang sangat urgen. Karena nilai merupakan suatu sarana untuk
melihat Iaedah suatu barang dan jasa, juga untuk menentukan kemampuan
produsen dan konsumen.
Ada dua katagori pembahasan tentang nilai barang dan jasa, yaitu
pembahasan yang berkaitan dengan nilai kegunaan suatu barang bagi
individu yang kemudian disebut nilai guna (utility value), dan pembahasan
yang berkaitan dengan nilai suatu barang terhadap barang lainnya yang
disebut nilai tukar (exchange value).
Adam Smith membedakan antara nilai pemakaian (value in use)
dengan nilai penukaran (value in exchange). Namun muncul suatu
paradoks (pertentangan dalam asas), yaitu adanya barang yang tingkat
pemakaiannya tinggi seperti air dan udara, tetapi nilai tukarnya rendah
bahkan bisa jadi tidak mempunyai harga sama sekali. David Ricardo
menambahkan, bahwa bergunanya suatu barang merupakan syarat mutlak
bagi berlakunya nilai tukar. Akan tetapi Sistem Ekonomi Kapitalis pada
masa mazhab klasik ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan paradox
nilai di atas (Zimmerman: t.t.: 39-40).
Nilai Guna (&99',:0) Menurut Kapitalisme
Pembahasan kategori pertama yang disebut nilai guna (utility value)
dalam Kapitalisme diwakili oleh pandangan teori kepuasan batas atau teori
kepuasan akhir (marginal satisfaction theory). Sedangkan yang dimaksud
dengan teori kepuasan batas (marginal satisfaction theory) atau guna
marginal (marginal utility disingkat U) ialah kepuasan atau nilai
kegunaan yang diperoleh seseorang (konsumen) dari mengkonsumsi unit
terakhir barang yang dikonsumsinya (Reksoprayitno: 2000: 147). An
Nabhani juga menyebutkan bahwa nilai guna merupakan satuan dari satu
barang yang diukur berdasarkan kegunaan terakhir benda tersebut, atau
kegunaan pada satuan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
yang paling rendah (An Nabhani: 2000: 9). Nilai guna yang menjadi
pandangan Kapitalisme ini juga disebut bernilai subyektiI karena siIatnya
yang sangat subyektiI bagi setiap individu.
Dalam pengukuran nilai guna, diasumsikan bahwa tingkat
kepuasan seseorang dapat diukur. Sedangkan satuan ukur untuk mengukur
kepuasan seseorang disebut util(satuan kepuasan) (Ibid: 146).
Diasumsikan pula (meskipun hal ini tidak realistis) bahwa
kepuasan total dari pengkonsumsian dua barang atau lebih dapat diperoleh
dengan menjumlahkan unit kepuasan yang diperoleh dari masing-masing
barang yang dikonsumsi (asumsiadditive) (ibid). isalnya bagi Faqih
(menurut subyektivitasnya) satu bungkus nasi kuning menghasilkan
kepuasan 10 util dan 1 cangkir teh panas menghasilkan 3 util, maka
diperoleh kepuasan total sebesar 13 util.
Asumsi berikutnya adalah semakin banyak satuan suatu barang
dikonsumsi individu, semakin kecil guna batas yang diperoleh orang
tersebut, bahkan akhirnya menjadi negatiI. Teori ini dikenal sebagai
hukum guna batas yang semakin menurun (the law of diminishing
marginal utility) yang dikenal juga dengan sebutan hukum gossen, karena
Bungkus Nasi
Kuning Yang ke (
n
)-
Guna Batas/
arginal Utility
(U
n
)
Guna Total
Total Utility (TU
n
)
1
2
3
4
10
10
5
-10
10
20
25
15
Dari contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kepuasan batas (marginal utility) bagi Faqih adalah pada saat ia mencapai
tingkat kepuasan total maksimum dengan makan satu bungkus lagi nasi
kuning yang ketiga, karena pada saat makan satu bungkus nasi kuning
yang ketiga itulah ia mendapatkan tambahan kepuasan terakhir yaitu
sebesar 5 util sehingga baginya nilai kepuasan yang dapat ia peroleh
sebesar 25 util. Jika ia membeli satu bungkus nasi kuning yang keempat,
maka tidak menambah kegunaan apa-apa baginya, dan jika satu bungkus
nasi kuning yang keempat tersebut dimakannya, maka nilai guna total
yang dinikmatinya malah menurun menjadi 15 util. Jadi menurut teori ini,
kepuasan maksimum bagi Faqih adalah ketika Faqih mengkonsumsi nasi
kuning sebanyak 3 bungkus.
Berdasarkan paparan di atas, maka jelas bahwa yang dimaksud
nilai guna suatu barang dan jasa dalam kapitalisme ditentukan oleh
penilaian subyektiI individu dari satu unit atau beberapa unit barang yang
dikonsumsinya pada saat mencapai kepuasan maksimum. Dengan
demikian berdasarkan tohukum guna batas yang semakin menurunt,
pada titik tertentu nilai guna suatu barang menurun, pada titik tertentu pula
suatu barang tidak dianggap berguna bagi individu, dan bahkan pada titik
negatiI barang tersebut dianggap sama sekali tidak berguna. Nah t,
Dalam pandangan ini, maka seorang individu dituntut mengkonsumsi
barang sebanyak-banyaknya (rakus) sampai batas kepuasan maksimum
bukan sampai batas sesuai kebutuhan.
Nilai Tukar (.,30',:0) Menurut Kapitalisme
Nilai tukar (exchange value) dideIinisikan sebagai kekuatan tukar
suatu barang dengan barang lainnya atau nilai suatu barang yang diukur
dengan barang lainnya (An Nabhani: 10: 2000). isalnya dalam suatu
masyarakat, nilai seekor kambing setara dengan 50 ekor ayam, atau contoh
lainnya sebungkus nasi kuning dihargai sebanyak 4 gelas teh panas.
Sedangkan untuk mencapai mekanisme pertukaran yang sempurna
atau untuk menghindari kesulitan penaksiran nilai tukar suatu barang
terhadap barang lainnya, maka harus ada alat tukar (medium of exchange)
yang menjadi ukuran bagi semua barang dan jasa (ibid). Uang merupakan
alat tukar yang memudahkan transaksi.
Pertemuan antara uang dengan barang yang dinilai dengan
sejumlah uang disebut harga (price). Jadi harga merupakan sebutan khusus
nilai tukar suatu barang. Atau dapat dikatakan perbedaan antara nilai
tukar dengan harga adalah niai tukar merupakan penisbatan pertukaran
suatu barang dengan barang-barang lainnya secara mutlak, sedangkan
harga merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang.
Pembahasan katagori kedua nilai barang ini dalam Kapitalisme
menempatkan harga sebagai suatu sebutan khusus nilai tukar dalam
pembahasan yang sangat penting.
2.4.Struktur Harga
Secara garis besar, tingkat harga barang dan jasa ditentukan oleh
kekuatan permintaan (demand) dan kekuatan penawaran (supply).
Bila harga dilihat dari harga itu sendiri yang kemudian
mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran, maka dapat
diilustrasikan sebagai berikut: ketika harga naik produsen meningkatkan
jumlah produksi dan konsumen menurunkan konsumsinya. Sebaliknya
ketika harga turun produsen menurunkan produksi dan konsumen
meningkatkan konsumsinya. Logika teori ini tidak terjadi secara mutlak
dan mengharuskan adanya syarat-syarat (asumsi) agar teori tersebut terjadi,
seperti Iaktor-Iaktor lainnya dianggap tetap (cateris paribus).
Secara riil teori tersebut belum tentu terjadi, karena ada beberapa
jenis barang dan jasa yang ketika harga naik konsumen tidak menurunkan
konsumsinya selama dia masih mampu membayar, seperti beras.
menginginkan barang tersebut. Akan tetapi Iaktor ini belum terlalu kuat
untuk menciptakan permintaan konsumen bersangkutan.
Selanjutnya Iaktor kebutuhan (apalagi kebutuhan yang mendesak)
konsumen terhadap barang tersebut memberikan dorongan yang kuat bagi
konsumen untuk memiliki dan mengkonsumsinya, sehingga Iaktor ini
memberikan dorongan kuat konsumen dalam melakukan permintaan.
eskipun demikian Iaktor kedua ini tidak mutlak juga, karena ada
saja orang yang memutuskan ingin membeli suatu barang bukan karena
pertimbangan kebutuhan, tetapi semata-mata hanya ingin memiliki dan
mengkonsumsi barang tersebut, apalagi dalam suatu masyarakat yang
memiliki pola hidup konsumtiI, keputusan membeli bukanlah karena
kebutuhan.
Hanya saja sampai pada tahap Iaktor kedua ini, dorongan tersebut
belum terealisasikan sehingga permintaan secara nyata di pasar belumlah
terbentuk. Untuk merealisasikannya maka konsumen harus membeli
barang yang dibutuhkannya atau kecuali jika ada pihak dermawan yang
memberikan barang yang dimintanya secara cuma-cuma. Sehingga
keputusan jadi membeli atau tidak sangat tergantung pada daya beli yang
dimiliki konsumen, di mana daya beli ini ditentukan oleh pendapatan
konsumen dan harta kekayaan yang dimilikinya. Jadi kekuatan daya beli
yang juga diukur dengan harga merupakan Iaktor akhir yang menentukan
permintaan konsumen.
2.5.Harga dan Peranannya dalam Perekonomian
Paling tidak ada dua Iungsi harga dalam Sistem Ekonomi Kapitalis,
yaitu sebagai standar nilai barang dan peranannya dalam menentukan
kegiatan produksi konsumsi distribusi.
Harga sebagai Standar Nilai Barang
Dalam pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa nilai guna suatu
barang merupakan batas akhir konsumsi barang yang masih memberikan
kegunaan bagi individu, sehingga bagi individu pada saat titik tertentu
suatu barang bernilai guna, kemudian nilai gunanya menurun seiring
penyaring mana barang yang laku dan tidak laku. Kedua keadaan tersebut
memiliki konsekwensi masing-masing.
Konsekwensi pertama terhadap barang yang laku di pasaran adalah
kemungkinan keuntungan yang diperoleh produsen. Pada saat produsen
untung inilah ia akan memutuskan apakah tingkat produksi (penawaran)
tetap ataukah dinaikkan.
Konsekwensi kedua terhadap barang yang tidak laku di pasaran
adalah kemungkinan kerugian yang dialami produsen. Di mana pada saat
itu, ketika produsen masih dapat menanggung kerugian yang dialaminya
maka ia tetap melakukan produksi meskipun dengan menurunkan tingkat
produksinya. Sebaliknya, ketika produsen tidak mampu lagi menanggung
kerugian, maka baginya harus menghentikan produksi atau dengan kata
lain menutup usahanya.
Kombinasi dua konsekwensi tersebut menghasilkan atau mengubah
laju produksi sebelumnya. Adapun yang dimaksud laju produksi
menyangkut tiga hal, yaitu barang apa saja yang diproduksi? Berapa
banyak diproduksi? Dan untuk siapa barang tersebut diproduksi?
Bagi produsen, barang yang diproduksi adalah barang dan jasa
yang menghasilkan keuntungan, yakni barang yang laku di pasaran.
Sedangkan tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat permintaan
konsumen dengan berdasarkan kemampuan produksi yang dimiliki
produsen.
aksud dari untuk siapa barang tersebut diproduksi adalah barang
dan jasa tersebut diproduksi untuk memenuhi permintaan konsumen.
Ruang lingkup permintaan konsumen bukanlah konsumen secara
keseluruhan atau masyarakat pada umumnya, tetapi sekelompok
konsumen atau sebagian masyarakat yang melakukan permintaan atas
barang dan jasa yang ditawarkan produsen. Di mana kemampuan
konsumen melakukan permintaan bergantung pada kekuatan daya belinya.
Jadi hanya bagi konsumen yang mampulah barang dan jasa yang
diproduksi diperuntukkan, bukan bagi orang-orang yang tidak mampu atau
golongan miskin.
oleh Amitai Etzioni dalam buku, The oral Dimension : Toward a New
Economics(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shiIt (pergeseran
paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan
Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam bukunya, 'The End oI
Economics Ethics and the Disorder oI Progress (1993), melontarkan
sebuah gugatan terhadap paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan
nilai-nilai etika dan sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan eIek
negatiI bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama
sebagai Kekacauan Dahsyat dalam bukunya yang paling monumental,
'The End oI Order.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas
sosial dan keluarga.
eskipun di Barat, ada upaya untuk mewujudkan keadilan sosial,
namun upaya itu gagal, karena paradigmanya tetap didasarkan pada
IilsaIat materialisme dan sistem ekonomi ribawi. Kemandulan yang
dihasilkan elaborasi teori dan praktek FilsuI Sosial Amerika, John Rawis
dalam buku 'The Theory oI Justice (1971) yang ditanggapi oleh Robert
Nozik dalam bukunya 'Anarchy, State and Utopia (1974), telah menjadi
contoh yang mempresentasikan kegagalan teori keadilan versi Barat.
2.9.Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;
Studi Kasus: 'Krisis Finansial Global
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat
'eIek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat
dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak
terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis
subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS.
Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers
dan Washington utual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai
kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa
utama dunia pun rontok.
seperti minyak, gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat sampai
radar. Sementara negara tetap berada di luar pasar dari semua kepemilikan
tersebut. Itu merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas, privatisasi
dan globalisasi.. Hasilnya adalah goncangan secara beruntun dan
kehancuran dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain,
dan dari institusi keuangan menjalar ke yang lain..
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak selamanya mampu menopang
kekuatan negara-negara barat. Dengan kegagalan kapitalisme membangun
kesejahteran umat manusia di muka bumi, maka isu kematian ekonomi
kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak
pakar yang secara khusus menulis buku tentang The Death oI Economics
tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan
Buarque, dan sebagainya. Paul Omerod dalam buku The Death oI
Economics (1994). enuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada
ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki
kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda
dunia. ekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang
diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok
orang tertentu.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat
(kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat
dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan
Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak
mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama
antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Sudarman, 1989, Teori konomi ikro, Edisi Ketiga, Jilid 1, BPFE,
Yogyakarta
Baswir, Revrisond (1997), 'Agenda konomi Kerakyatan pustaka Pelajar,.
Yokyakarta
Arsyad Lincolin (2004), konomi Pembangunan, Bagian Penerbitan STIE
YKPN, Yogyakarta
Abdurachman, A. Ensiklopedia konomi, Keuangan dan Perdagangan. Badan
Penerbitan Prapancha. PT. Gunung Agung. 1963
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/ekonomi-kapitalis.html
http://blog.re.or.id/kapitalisme.htm
http://hati.unit.itb.ac.id/?p71
http://netsains.com/2009/05/kelemahan-sistem-perekonomian-kapitalis/