You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang Masalah
Salah satu sistem perekonomian yang ada didunia adalah sistem
ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana kekayaan produktiI
terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk penjualan.
Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut adalah untuk mendapatkan suatu
keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktiI.
Pemilikan, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari
keuntungan tidak hanya merupakan gejala ekonomi. Semua ini ikut
menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek kehidupan
dan kebudayaan manusia. Ini sangat jelas dan motiI mencari keuntungan,
bersama-sama dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh oleh hukum
perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan
pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini.

1.2.Identifikasi Masalah
Pada masa permulaannya, kapitalisme merupakan semangat yang
sering mendapatkan penekanan adalah sebagai usaha, berani mengambil
resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai
yang memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon ) adalah
individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan
kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti
melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Sering
berdesakan didaerah yang kotor di kota-kota industri yang baru
berkembang, jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam
keadaan yang menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur
yang terdapat di daerah asalnya, dan untuk selama beberapa dekade
disisihkan sama sekali dari proses politik pekerja dieropa tak dapat

diabaikan untuk keberhasilan kapitalisme dan juga merupakan persoalan


sosial dan politik yang paling besar selam tingkat permulaan kapitalisme
industri ini.
Seiring berjalannya waktu, prospek kapitalisme tidak begitu cerah
seluruhya segera sesudah terjadinya krisis Iinansial yang melanda Amerika
Serikat yang kemudian berdampak bagi negara-negara lain. Banyak para
kalangan yang mengatakan bahwa ini adalah saatnya kehancuran
kapitalisme.
Berdasarkan permasalahan yang menjadi pijakan dalam Sistem
Ekonomi Kapitalis, maka para pakar ekonomi Kapitalis melihat ada 3
pokok permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan masyarakat, yaitu:
1. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa
(hat)?
2. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (Iaktor-Iaktor
produksi) yang tersedia harus dipergunakan untuk
memproduksi barang-barang tersebut (How)? Dan,
3. Untuk Siapa barang-barang tersebut diproduksi; atau
bagaimana barang-barang tersebut dibagikan di antara
warga masyarakat (for hom)? (lihat Boediono: 1993: 7)
Pembahasan pertanyaan pertama, yakni berapa yang harus
diproduksi secara umum menyangkut barang dan jasa yang dibutuhkan
manusia, dan secara khusus menyangkut sinkronisasi antara kebutuhan
manusia dengan daya belinya.
Sedangkan pembahasan berapa jumlah barang yang diproduksi
merupakan pembahasan yang menjadi jawaban dari tingkat permintaan
(demand) total (agregat) konsumen yang ditentukan oleh barang apa yang
dia butuhkan dan sampai tingkat berapa kemampuan belinya.
Pertanyaan kedua, yakni bagaimana menggunakan sumber-sumber
ekonomi dalam memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan?
menyangkut pembahasan teknik produksi. Hanya saja para pakar ekonomi
Kapitalisme tidak memisahkan pembahasan masalah ini dengan masalah-
masalah ekonomi lainnya.

Terakhir, tentang pertanyaan untuk siapa barang-barang tersebut


diproduksi? para pakar ekonomi Kapitalis menjawabnya dengan
pembahasan tentang teori harga, yaitu peranan harga dalam menentukan
produksi konsumsi - distribusi.

1.3.Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
O Di harapkan mampu mendeskripsikan dan memahami
sistem ekonomi kapitalis.
O ampu menganalisis sejauh mana kekuatan ekonomi
kapitalis yang banyak dianut oleh negara-negara barat.
O Dapat memahami sejauh mana dampak dari ekonomi
kapitalis bagi suatu negara yang menganutnya.


















BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Lahirnya Ekonomi Kapitalisme
otivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi
masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara
produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah
menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang
bertolak dari analisa arxis, dapat dia katakan hanyalah mengangkat
kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke
tingkat antar negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama yang
sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang
didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan
satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi
kapitalis.
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi
sebuah topik yang menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap
sebagai sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di negara
terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein
merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori dependensinya.
Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yang
dikenalkan oleh Adam Smith. enurut Smith, pembangunan yang
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki
kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas
tenaga kerja merupakan sebuah Iungsi yang berhubungan dengan tingkat
pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan
mode produksi menjadi sektor pertanian dan manuIaktur. Konsep ini
kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan
kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda
Inti pemikiran Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi
ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan perdagangan bebas.

Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan-tangan tak kelihatan


yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu
berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang
bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya,
karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil.
Karenanya, pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh
mendukung siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi
punya kekayaan. Tangan-tangan yang tak kelihatan akan menunjukkan
bagaimana semua bekerja secara adil, secara Iair.
Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai
sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis mengharuskan negara pinggiran
menjadi tergantung pada negara pusat. TansIer surplus dari negara
pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan ekspansi modal.
Secara tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith
yang memusatkan perhatian pada tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi
dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan
ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan
produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan
dan kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang
memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya vital dan
menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. aksimalisasi
keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga
kerja adalah Iaktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan
modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana IilsaIat sosial misalnya,
kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi,
namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme pada
awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah,
melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang
merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian.
Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana

negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatiI murah


sehingga menyebabkan eksploitasi petani. asuknya sistem ekonomi
perdagangan telah menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil
yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak
langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang
memerlukan spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan
pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga
kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit
terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga
kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil
dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara
pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan
eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi
tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja
yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan
struktur sosial di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme
memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu kelas pemilik
modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem
kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat
dengan mudah memanIaatkan dukungan politik dari pemerintah. Sebagai
sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya
perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara
pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi. Kapitalisme telah
menciptakan kelompok sosial borjuis di negara terbelakang yang juga
menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi
mereka, sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan perjuangan
kelas. Gagasan arx tentang tahapan revolusi ternyata runtuh. arx
menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap
revolusi, yaitu revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis
dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh

negara maju dan kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas
proletar.
Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak
mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari
eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan
bentukan dan alat kapitalisme negara maju.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya
hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi
untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan
barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan
individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme
tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun
bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-
perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi
sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada.

2.2.Solusi Kapitalisme atas Permasalahan Kelangkaan
Kembali ke persoalan kelangkaan. Jawaban atas permasalahan
benturan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan terbatasnya
(langkanya) sumber-sumber ekonomi yang tersedia, adalah dengan
menambah jumlah produksi barang dan jasa setinggi-tingginya agar
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat diperkecil jaraknya.
eskipun jawaban permasalahan tersebut pada akhirnya harus
berbenturan dengan tingkat permintaan konsumen, di mana tingkat
permintaan konsumen dipengaruhi oleh banyak Iaktor, sehingga tingkat
produksi secara riil bukanlah produksi sebanyak-banyaknya karena dapat
mengakibatkan ineIisiensi dan ketidakseimbangan pasar (market
disequilibrium), akan tetapi philosuIi pemecahan masalah (problem

solving) ekonomi dengan cara seperti ini menentukan bagaimana Sistem


Ekonomi Kapitalis melihat hakikat permasalahan ekonomi.
Dengan cara pandang ini, maka bagi Sistem Ekonomi Kapitalis,
solusi ekonomi yang harus ditempuh secara mikro adalah peningkatan
produksi sebanyak-banyaknya, dan secara makro mengejar pertumbuhan
ekonomi setinggi-tingginya.
Solusi Secara Mikro
Solusi secara mikro sebagaimana pembahasan sebelumnya akan
berbenturan dengan tingkat permintaan, sehingga jika diteruskan dalam
ekonomi riil ketika sudah mencapai tahap ketidakseimbangan pasar, justru
akan mengakibatkan solusi ekonomi seperti ini tidak menguntungkan
(tidak ekonomis). Permasalahan ini sangat disadari oleh para pakar
ekonomi Kapitalis sendiri, apalagi pada tingkat praktisi (pengusaha),
sehingga produksi riil dilakukan dengan memperhatikan tingkat
permintaan.
Solusi Secara Makro
Solusi secara makro yakni pertumbuhan ekonomi setinggi-
tingginya merupakan suatu target ekonomi yang harus dikejar dan bersiIat
mutlak. Hanya saja para pakar ekonomi Kapitalis dan pemegang kebijakan
ekonomi harus realistis dalam menentukan berapa target pertumbuhan
ekonomi jika dilihat keadaan ekonomi dari sisi potensi dan permasalahan
yang dihadapi suatu negara.
eskipun harus realistis dalam memasang target pertumbuhan
ekonomi, setiap negara yang menganut perekonomian Kapitalis (baik
negara yang berideologi Kapitalis maupun negara yang hanya menerapkan
ekonomi Kapitalis) tetap menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu
target yang harus dikejar, baik negara tersebut dalam kondisi bom
ekonomi (pertumbuhan ekonomi tinggi), resesi (pertumbuhan ekonomi
rendah dan cenderung stagnan), maupun dalam keadaan depresi
(pertumbuhan minus dalam beberapa tahun).
Pertumbuhan ekonomi juga menjadi tolak ukur utama (indikator
ekonomi) prestasi ekonomi negara-negara maju dan prestasi pembangunan

ekonomi negara-negara berkembang. Di sisi lain berbagai indikator makro


ekonomi ditempatkan dalam dua posisi, yaitu mendesain beberapa
indikator makro ekonomi (seperti tingkat investasi, suku bunga, kurs mata
uang lokal, konsumsi, dan produksi) sebagai lokomotiI atau penggerak
pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan beberapa indikator makro
ekonomi lainnya (seperti tingkat pengangguran, kemiskinan) tergantung
pada tingkat pertumbuhan ekonomi.
Konsekwensinya, untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi
sesuai target (terlebih target pertumbuhan ekonomi yang tinggi) maka
tingkat produksi barang dan jasa domestik secara agregat harus digenjot
dengan cara meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun
investasi asing. eningkatkan investasi dalam negeri ditempuh melalui
ekspansi kredit perbankan kepada pengusaha dengan menurunkan tingkat
suku bunga, meningkatkan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari
sumber-sumber dalam negeri dan pinjaman luar negeri. eningkatkan
investasi asing ditempuh dengan membuka kran investasi asing,
liberalisasi perdagangan, liberalisasi keuangan, dan liberalisasi berbagai
bentuk usaha lokal bagi kepentingan investor.
encapai produksi yang tinggi secara agregat harus diikuti
peningkatan konsumsi masyarakat. aka untuk itu para produsen
menciptakan suatu rekayasa melalui sarana periklanan dan berbagai upaya
lainnya agar dalam masyarakat terbentuk pola hidup konsumtiI. Di
samping itu perbankan juga didorong untuk lebih banyak memberikan
kredit konsumtiI dengan tingkat bunga yang lebih rendah.
Dengan demikian, menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai
masalah utama perekonomian, mengharuskan suatu negara meliberalisasi
ekonominya bagi kepentingan investor dalam negeri dan investor luar
negeri sehingga setiap kebijakan ekonomi negara tersebut haruslah
kebijakan yang bersiIat pro pasar. Adapun yang dimaksud pasar di sini
adalah transaksi ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi baik
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Akan tetapi pelaku pasar yang
paling dominan dalam perekonomian Kapitalis adalah pengusaha atau

produsen yang mampu bersaing, artinya para pemilik modal yang kuat
(kapitalis). Sehingga kebijakan pemerintah yang pro pasar adalah
kebijakan pro pemilik modal (kapitalis), dan sekarang mereka lazim
disebut dengan istilah yang lebih halus yaitu investor.
enjadikan masalah produksi barang dan jasa setinggi-tinginya
sebagai solusi ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis membuktikan
bahwa bagi Kapitalisme permasalahan ekonomi tidak terletak pada
bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, akan tetapi terkonsentrasi pada
bagaimana memproduksi barang dan jasa. aksudnya, perhatian sistem ini
dalam memecahkan permasalahan ekonomi adalah terhadap zat yang
menjadi kebutuhan manusia, bukan terhadap manusia itu sendiri atau
dengan kata lain apakah kebutuhan seorang individu itu sudah terpenuhi
atau belum bukan menjadi persoalan Sistem Ekonomi Kapitalis, justru
yang menjadi persoalan adalah produksi jalan tidak? Atau seberapa
banyak kemampuan produksi yang dapat dilakukan?

2.3.Pandangan Tentang Nilai (',:0) Barang
Pembahasan tentang nilai (value) dalam Kapitalisme merupakan
sesuatu yang sangat urgen. Karena nilai merupakan suatu sarana untuk
melihat Iaedah suatu barang dan jasa, juga untuk menentukan kemampuan
produsen dan konsumen.
Ada dua katagori pembahasan tentang nilai barang dan jasa, yaitu
pembahasan yang berkaitan dengan nilai kegunaan suatu barang bagi
individu yang kemudian disebut nilai guna (utility value), dan pembahasan
yang berkaitan dengan nilai suatu barang terhadap barang lainnya yang
disebut nilai tukar (exchange value).
Adam Smith membedakan antara nilai pemakaian (value in use)
dengan nilai penukaran (value in exchange). Namun muncul suatu
paradoks (pertentangan dalam asas), yaitu adanya barang yang tingkat
pemakaiannya tinggi seperti air dan udara, tetapi nilai tukarnya rendah
bahkan bisa jadi tidak mempunyai harga sama sekali. David Ricardo
menambahkan, bahwa bergunanya suatu barang merupakan syarat mutlak

bagi berlakunya nilai tukar. Akan tetapi Sistem Ekonomi Kapitalis pada
masa mazhab klasik ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan paradox
nilai di atas (Zimmerman: t.t.: 39-40).
Nilai Guna (&99',:0) Menurut Kapitalisme
Pembahasan kategori pertama yang disebut nilai guna (utility value)
dalam Kapitalisme diwakili oleh pandangan teori kepuasan batas atau teori
kepuasan akhir (marginal satisfaction theory). Sedangkan yang dimaksud
dengan teori kepuasan batas (marginal satisfaction theory) atau guna
marginal (marginal utility disingkat U) ialah kepuasan atau nilai
kegunaan yang diperoleh seseorang (konsumen) dari mengkonsumsi unit
terakhir barang yang dikonsumsinya (Reksoprayitno: 2000: 147). An
Nabhani juga menyebutkan bahwa nilai guna merupakan satuan dari satu
barang yang diukur berdasarkan kegunaan terakhir benda tersebut, atau
kegunaan pada satuan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
yang paling rendah (An Nabhani: 2000: 9). Nilai guna yang menjadi
pandangan Kapitalisme ini juga disebut bernilai subyektiI karena siIatnya
yang sangat subyektiI bagi setiap individu.
Dalam pengukuran nilai guna, diasumsikan bahwa tingkat
kepuasan seseorang dapat diukur. Sedangkan satuan ukur untuk mengukur
kepuasan seseorang disebut util(satuan kepuasan) (Ibid: 146).
Diasumsikan pula (meskipun hal ini tidak realistis) bahwa
kepuasan total dari pengkonsumsian dua barang atau lebih dapat diperoleh
dengan menjumlahkan unit kepuasan yang diperoleh dari masing-masing
barang yang dikonsumsi (asumsiadditive) (ibid). isalnya bagi Faqih
(menurut subyektivitasnya) satu bungkus nasi kuning menghasilkan
kepuasan 10 util dan 1 cangkir teh panas menghasilkan 3 util, maka
diperoleh kepuasan total sebesar 13 util.
Asumsi berikutnya adalah semakin banyak satuan suatu barang
dikonsumsi individu, semakin kecil guna batas yang diperoleh orang
tersebut, bahkan akhirnya menjadi negatiI. Teori ini dikenal sebagai
hukum guna batas yang semakin menurun (the law of diminishing
marginal utility) yang dikenal juga dengan sebutan hukum gossen, karena

pandangan ini pertama kali dikemukakan oleh Hermann Heirich Gossen


(1810-1858 ) (ibid: 147) untuk menjawab kebuntuan teori-teori mazhab
klasik tentang paradoks nilai guna terhadap nilai tukar.
Contoh teori ini adalah pada saat Faqih mengkonsumsi 1 bungkus
nasi kuning, maka bagi Faqih nilai guna nasi kuning tersebut misalnya
10 util. Karena Faqih masih lapar maka dia menambah lagi satu bungkus
nasi kuning, dan baginya nilai satu nasi kuning yang kedua ini tetap 10.
Faqih sudah merasa kenyang, akan tetapi uang di sakunya paling tidak
masih cukup untuk membeli dua bungkus nasi kuning, karena itu Faqih
memutuskan untuk membeli satu bungkus lagi dengan pertimbangan
terlalu tanggung untuk tidak membelanjakan sisa uangnya. Karena sudah
kenyang sehingga satu bungkus nasi kuning yang ketiga ini tidak
diperlukan Faqih akan tetapi ia menginginkannya, maka Faqih
menganggap nilai guna satu nasi kuning sudah turun menjadi 5 util.
Ketika Faqih mau membayar belanjaannya kepada bibi penjual
nasi kuning, bibi tersebut membujuk Faqih agar membeli sisa jualan nasi
kuningnya yang tinggal satu bungkus. Tetapi Faqih tidak memenuhi
permintaan tersebut. Bibi penjual nasi kuning membujuk lagi dengan
menurunkan harga satu bungkus nasi kuning yang tersisa menjadi 25
dari harga semula, namun Faqih tetap menolaknya. engapa Faqih tidak
mau membeli satu bungkus nasi kuning yang keempat meskipun harganya
jatuh drastis? Jawabnya adalah karena bagi Faqih satu bungkus nasi
kuning yang keempat tersebut tidak berguna lagi baginya, sebab ia sudah
sangat kenyang sehingga tidak membutuhkan makanan. Artinya pada saat
itu, bagi Faqih nilai guna satu bungkus nasi kuning yang keempat adalah
0 util. Bahkan jika Faqih mau memenuhi permintaan bibi dan
memakannya pada saat itu pula, maka perutnya akan sesak sehingga ia
sakit perut dan nasinya tidak dapat dihabiskan, maka pada kondisi
demikian nilai guna satu bungkus nasi kuning yang keempat tersebut
mencapai titik negatiI, dan mungkin Faqih menganggapnya nilai gunanya
mencapai 10 util.

Bungkus Nasi
Kuning Yang ke (
n
)-
Guna Batas/
arginal Utility
(U
n
)
Guna Total
Total Utility (TU
n
)
1
2
3
4
10
10
5
-10
10
20
25
15
Dari contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kepuasan batas (marginal utility) bagi Faqih adalah pada saat ia mencapai
tingkat kepuasan total maksimum dengan makan satu bungkus lagi nasi
kuning yang ketiga, karena pada saat makan satu bungkus nasi kuning
yang ketiga itulah ia mendapatkan tambahan kepuasan terakhir yaitu
sebesar 5 util sehingga baginya nilai kepuasan yang dapat ia peroleh
sebesar 25 util. Jika ia membeli satu bungkus nasi kuning yang keempat,
maka tidak menambah kegunaan apa-apa baginya, dan jika satu bungkus
nasi kuning yang keempat tersebut dimakannya, maka nilai guna total
yang dinikmatinya malah menurun menjadi 15 util. Jadi menurut teori ini,
kepuasan maksimum bagi Faqih adalah ketika Faqih mengkonsumsi nasi
kuning sebanyak 3 bungkus.
Berdasarkan paparan di atas, maka jelas bahwa yang dimaksud
nilai guna suatu barang dan jasa dalam kapitalisme ditentukan oleh
penilaian subyektiI individu dari satu unit atau beberapa unit barang yang
dikonsumsinya pada saat mencapai kepuasan maksimum. Dengan
demikian berdasarkan tohukum guna batas yang semakin menurunt,
pada titik tertentu nilai guna suatu barang menurun, pada titik tertentu pula
suatu barang tidak dianggap berguna bagi individu, dan bahkan pada titik
negatiI barang tersebut dianggap sama sekali tidak berguna. Nah t,
Dalam pandangan ini, maka seorang individu dituntut mengkonsumsi
barang sebanyak-banyaknya (rakus) sampai batas kepuasan maksimum
bukan sampai batas sesuai kebutuhan.
Nilai Tukar (.,30',:0) Menurut Kapitalisme
Nilai tukar (exchange value) dideIinisikan sebagai kekuatan tukar
suatu barang dengan barang lainnya atau nilai suatu barang yang diukur

dengan barang lainnya (An Nabhani: 10: 2000). isalnya dalam suatu
masyarakat, nilai seekor kambing setara dengan 50 ekor ayam, atau contoh
lainnya sebungkus nasi kuning dihargai sebanyak 4 gelas teh panas.
Sedangkan untuk mencapai mekanisme pertukaran yang sempurna
atau untuk menghindari kesulitan penaksiran nilai tukar suatu barang
terhadap barang lainnya, maka harus ada alat tukar (medium of exchange)
yang menjadi ukuran bagi semua barang dan jasa (ibid). Uang merupakan
alat tukar yang memudahkan transaksi.
Pertemuan antara uang dengan barang yang dinilai dengan
sejumlah uang disebut harga (price). Jadi harga merupakan sebutan khusus
nilai tukar suatu barang. Atau dapat dikatakan perbedaan antara nilai
tukar dengan harga adalah niai tukar merupakan penisbatan pertukaran
suatu barang dengan barang-barang lainnya secara mutlak, sedangkan
harga merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang.
Pembahasan katagori kedua nilai barang ini dalam Kapitalisme
menempatkan harga sebagai suatu sebutan khusus nilai tukar dalam
pembahasan yang sangat penting.

2.4.Struktur Harga
Secara garis besar, tingkat harga barang dan jasa ditentukan oleh
kekuatan permintaan (demand) dan kekuatan penawaran (supply).
Bila harga dilihat dari harga itu sendiri yang kemudian
mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran, maka dapat
diilustrasikan sebagai berikut: ketika harga naik produsen meningkatkan
jumlah produksi dan konsumen menurunkan konsumsinya. Sebaliknya
ketika harga turun produsen menurunkan produksi dan konsumen
meningkatkan konsumsinya. Logika teori ini tidak terjadi secara mutlak
dan mengharuskan adanya syarat-syarat (asumsi) agar teori tersebut terjadi,
seperti Iaktor-Iaktor lainnya dianggap tetap (cateris paribus).
Secara riil teori tersebut belum tentu terjadi, karena ada beberapa
jenis barang dan jasa yang ketika harga naik konsumen tidak menurunkan
konsumsinya selama dia masih mampu membayar, seperti beras.

Juga belum tentu produsen meningkatkan produksi ketika harga


barang yang diproduksinya naik, karena kemungkinan rugi yang akan
dialaminya jika meningkatkan tingkat produksi, begitu pula sebaliknya.
Bila harga dilihat dari kekuatan permintaan dan penawaran
sehingga mempengaruhi harga, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut:
ketika penawaran naik yang disebabkan kelebihan produksi dan di sisi lain
permintaan konsumen tidak naik (atau mengalami penurunan), maka
terbentuklah keseimbangan baru dengan turunnya tingkat harga. Ketika
penawaran turun yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi
sementara permintaan tidak berubah (atau mengalami kenaikan), maka
harga akan meningkat.
Kemudian kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran masing-
masing dipengaruhi oleh Iaktor kemampuan internal yang juga diukur
dengan harga.
Dalam kekuatan penawaran, di mana tingkat penawaran
berdasarkan jumlah produksi maksimal yang dapat dilakukan produsen
atau jumlah produksi yang diinginkan produsen sangat ditentukan oleh
seberapa besar biaya produksi yang harus ditanggung produsen dan
kemampuan produsen itu sendiri dalam menannggung biaya produksi
tersebut. Dengan demikian biaya produksi atau harga produksi yang
meliputi biaya modal, bahan baku, upah, sewa, pajak, bunga, dan lain-
lainnya, merupakan Iaktor utama yang menentukan kemampuan produksi
produsen.
Kekuatan permintaan konsumen ditentukan oleh kegunaan barang
dan jasa yang ditawarkan bagi konsumen, kebutuhan konsumen akan
barang dan jasa tersebut, dan kemampuannya dalam membeli atau
kekuatan daya beli konsumen. Dari ketiga Iaktor tersebut, Iaktor kekuatan
daya beli konsumenlah yang pada akhirnya menentukan kekuatan
permintaan.
aksudnya, ketika suatu barang yang ada di pasaran dianggap
memiliki kegunaan bagi konsumen, maka ia sudah tertarik atau

menginginkan barang tersebut. Akan tetapi Iaktor ini belum terlalu kuat
untuk menciptakan permintaan konsumen bersangkutan.
Selanjutnya Iaktor kebutuhan (apalagi kebutuhan yang mendesak)
konsumen terhadap barang tersebut memberikan dorongan yang kuat bagi
konsumen untuk memiliki dan mengkonsumsinya, sehingga Iaktor ini
memberikan dorongan kuat konsumen dalam melakukan permintaan.
eskipun demikian Iaktor kedua ini tidak mutlak juga, karena ada
saja orang yang memutuskan ingin membeli suatu barang bukan karena
pertimbangan kebutuhan, tetapi semata-mata hanya ingin memiliki dan
mengkonsumsi barang tersebut, apalagi dalam suatu masyarakat yang
memiliki pola hidup konsumtiI, keputusan membeli bukanlah karena
kebutuhan.
Hanya saja sampai pada tahap Iaktor kedua ini, dorongan tersebut
belum terealisasikan sehingga permintaan secara nyata di pasar belumlah
terbentuk. Untuk merealisasikannya maka konsumen harus membeli
barang yang dibutuhkannya atau kecuali jika ada pihak dermawan yang
memberikan barang yang dimintanya secara cuma-cuma. Sehingga
keputusan jadi membeli atau tidak sangat tergantung pada daya beli yang
dimiliki konsumen, di mana daya beli ini ditentukan oleh pendapatan
konsumen dan harta kekayaan yang dimilikinya. Jadi kekuatan daya beli
yang juga diukur dengan harga merupakan Iaktor akhir yang menentukan
permintaan konsumen.

2.5.Harga dan Peranannya dalam Perekonomian
Paling tidak ada dua Iungsi harga dalam Sistem Ekonomi Kapitalis,
yaitu sebagai standar nilai barang dan peranannya dalam menentukan
kegiatan produksi konsumsi distribusi.
Harga sebagai Standar Nilai Barang
Dalam pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa nilai guna suatu
barang merupakan batas akhir konsumsi barang yang masih memberikan
kegunaan bagi individu, sehingga bagi individu pada saat titik tertentu
suatu barang bernilai guna, kemudian nilai gunanya menurun seiring

dengan menurunnya tingkat kepuasan yang dia peroleh dari


mengkonsumsi barang tersebut, dan barang tersebut dianggap tidak
berguna (nilai batasnya 0) bagi si individu ketika barang tersebut tidak
memberikan kepuasan, dan pada saat titik tertentu nilai guna suatu barang
dianggap negatiI baginya karena jika dia mengkonsumsi barang tersebut,
dia tidak mendapatkan tambahan kepuasan tetapi sebaliknya menurunkan
tingkat kepuasan total yang diperolehnya.
aka dalam pembahasan harga sebagai standar nilai barang, harga
menentukan barang apa yang memiliki kegunaan (utility) dan barang apa
yang tidak memiliki kegunaan (disutility), juga harga menentukan
seberapa tinggikah tingkat kegunaan suatu barang (An Nabhani: 2000: 11).
Bagi masyarakat, suatu barang atau jasa yang dianggap memiliki
kegunaan dengan memberikan ukuran tertentu bahwa barang tersebut
mempunyai harga. Sedangkan tingkat kegunaan diukur dengan tingkat
harga yang diterima masyarakat atas barang dan jasa yang bersangkutan
yang telah ditawarkan produsen. Dan sebaliknya, suatu barang tidak
dianggap berguna ketika masyarakat tidak memberikan harga terhadap
barang tersebut.

2.6.Peranan Harga dalam Kegiatan Ekonomi Kapitalis
Bagi Sistem Ekonomi Kapitalis, harga mempunyai peranan dalam
kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi melalui struktur harga.
Peranan Harga dalam Area Produksi
Dalam ruang lingkup produksi, harga menentukan siapa saja
produsen yang boleh masuk ke dalam area produksi dan siapa saja yang
tidak boleh masuk atau keluar dari area produksi (ibid: 12).
Struktur harga dengan sendirinya akan mengatur dan menyaring
produsen berdasarkan tingkat kemampuan produsen dalam menanggung
biaya produksi yang meliputi biaya pengadaan barang modal, biaya
gedung dan tanah, biaya bahan baku, biaya upah buruh dan manajemen,
biaya pemeliharaan, biaya bunga, biaya pajak, dan lain-lainnya.

Kemudian struktur harga juga akan menyaring para produsen yang


tetap bertahan di area produksi, ketika beban biaya produksi masih dapat
ditanggung produsen yang mungkin disebabkan oleh masih adanya
persediaan modal yang dimiliki produsen tersebut, atau karena
kemampuan inovasi produsen dalam mengelola manajemen yang eIisien
dan kualitas produksi yang memenuhi selera pasar, atau juga disebabkan
karena produsen tersebut melakukan praktik tidak Iair dengan merusak
harga pasar, monopoli, atau praktik-praktik curang lainnya yang membuat
produsen saingannya terlempar dari area produksi.
ekanisme persaingan ekonomi seperti ini dengan menjadikan
harga sebagai alat yang mengendalikan produsen dalam area produksi,
maka kepemilikan produksi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis ditentukan
oleh kekuatan modal yang dimiliki para produsen, sehingga rakyat lemah
yang tidak memiliki kemampuan modal akan terlempar dari area produksi
dan akhirnya menjadi masyarakat pinggiran (marginal society).
Peranan Harga dalam Menentukan Konsumsi
Dalam ruang lingkup konsumen, harga merupakan alat pengendali
yang menentukan kemampuan konsumen dalam memenuhi berbagai
kebutuhan dan keinginannya. Harga merupakan mekanisme yang
menyisihkan orang-orang miskin dan Iakir dari perekonomian karena
ketidakmampuannya dalam menjangkau tingkat harga. Harga merupakan
mekanisme yang mempersilahkan orang-orang mampu untuk membeli
kekayaan yang mereka kehendaki dengan uang yang mereka miliki. Harga
pula yang membuat hidup orang pas-pasan. Bahasa kasarnya, harga
merupakan mekanisme yang menentukan siapa saja orang yang berhak
hidup dan siapa saja yang harus menyingkir dari kehidupan.
isalnya dengan tingkat biaya pelayanan kesehatan dan harga
obat-obatan yang tinggi sekarang ini, hanya orang-orang yang berduitlah
yang mampu membayar sehingga mereka mendapatkan pelayanan
kesehatan baik di rumah sakit maupun di klinik kesehatan. Sedangkan
orang-orang yang kurang mampu atau orang-orang yang hidupnya pas-
pasan, ketika mereka sangat membutuhkan pengobatan, mereka harus

melakukan upaya maksimal untuk memperoleh uang yang cukup termasuk


dengan cara berutang agar mereka dapat membayar biaya pelayanan
kesehatan dan harga obat-obatan yang selangit. Ketika mereka tidak
mampu memperoleh sejumlah uang yang diperlukan, maka mereka
terpaksa pasrah membiarkan diri atau keluarganya yang sakit tanpa
pengobatan.
Contoh lainnya adalah kebijakan penghapusan subsidi perguruan
tinggi oleh pemerintah yang mengakibatkan biaya pendidikan, terutama
biaya pendidikan di perguruan tinggi Iavorit meningkat tajam sehingga
sangat sulit dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.
Kebijakan ini akhirnya menentukan siapa saja para
pemuda Indonesia yang layak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi,
bahkan beberapa perguruan tinggi memberikan tempat istimewa bagi
orang-orang kaya melalui jalur khusus.
Dua contoh di atas menggambarkan bahwa harga merupakan
kekuatan yang menyaring orang-orang yang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Harga juga menentukan siapa saja
konsumen (anggota masyarakat) yang bisa mendapatkan berbagai
kebutuhan pokok seperti sembako, BB, listrik, air, dan tempat tinggal,
juga untuk mendapatkan berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya
seperti telepon, komputer, mobil, sehingga harga menentukan masyarakat
mana yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar, berlebihan,
atau secara minimal. Dengan tersaringnya kelompok-kelompok
masyarakat sehingga sebagian di antara mereka memenuhi kebutuhan
hidupnya secara minimal, maka Sistem Ekonomi Kapitalis telah
menetapkan mereka tidak layak hidup.
Struktur Harga sebagai Metode Distribusi Ekonomi Kapitalis
Struktur harga sebagai titik pertemuan antara penawaran produsen
dan permintaan konsumen merupakan metode distribusi ekonomi dalam
Sistem Ekonomi Kapitalis.
Pertemuan antara tingkat harga yang berlaku di pasar dengan
keputusan konsumen untuk membeli barang dan jasa merupakan sarana

penyaring mana barang yang laku dan tidak laku. Kedua keadaan tersebut
memiliki konsekwensi masing-masing.
Konsekwensi pertama terhadap barang yang laku di pasaran adalah
kemungkinan keuntungan yang diperoleh produsen. Pada saat produsen
untung inilah ia akan memutuskan apakah tingkat produksi (penawaran)
tetap ataukah dinaikkan.
Konsekwensi kedua terhadap barang yang tidak laku di pasaran
adalah kemungkinan kerugian yang dialami produsen. Di mana pada saat
itu, ketika produsen masih dapat menanggung kerugian yang dialaminya
maka ia tetap melakukan produksi meskipun dengan menurunkan tingkat
produksinya. Sebaliknya, ketika produsen tidak mampu lagi menanggung
kerugian, maka baginya harus menghentikan produksi atau dengan kata
lain menutup usahanya.
Kombinasi dua konsekwensi tersebut menghasilkan atau mengubah
laju produksi sebelumnya. Adapun yang dimaksud laju produksi
menyangkut tiga hal, yaitu barang apa saja yang diproduksi? Berapa
banyak diproduksi? Dan untuk siapa barang tersebut diproduksi?
Bagi produsen, barang yang diproduksi adalah barang dan jasa
yang menghasilkan keuntungan, yakni barang yang laku di pasaran.
Sedangkan tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat permintaan
konsumen dengan berdasarkan kemampuan produksi yang dimiliki
produsen.
aksud dari untuk siapa barang tersebut diproduksi adalah barang
dan jasa tersebut diproduksi untuk memenuhi permintaan konsumen.
Ruang lingkup permintaan konsumen bukanlah konsumen secara
keseluruhan atau masyarakat pada umumnya, tetapi sekelompok
konsumen atau sebagian masyarakat yang melakukan permintaan atas
barang dan jasa yang ditawarkan produsen. Di mana kemampuan
konsumen melakukan permintaan bergantung pada kekuatan daya belinya.
Jadi hanya bagi konsumen yang mampulah barang dan jasa yang
diproduksi diperuntukkan, bukan bagi orang-orang yang tidak mampu atau
golongan miskin.

Dua titik pertemuan antara permintaan konsumen yang memiliki


kemampuan dengan penawaran produsen yang memiliki kemampuan
produksi menghasilkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa harga menentukan siapa saja
yang dapat masuk ke dalam area produksi dan siapa saja konsumen yang
dapat mengkonsumsi barang dan jasa. Inilah yang dimaksud dengan harga
sebagai metode distribusi ekonomi.
Distribusi bagi produsen adalah ketika harga (biaya produksi)
menentukan harus berhenti berproduksi atau tetap mampu berproduksi.
Bagi produsen yang tetap mampu berproduksi, maka ia harus
mengevaluasi dan mengatur kembali barang apa saja yang diproduksi
(termasuk masalah kualitas), berapa banyak harus diproduksi, dan
kelompok konsumen mana yang dibidik.
Distribusi bagi konsumen adalah ketika harga mengharuskannya
menghitung-hitung kemampuannya dalam membeli barang dan jasa.
Harga membuat sekelompok konsumen yang mampu dapat memenuhi
segala kebutuhan dan keinginannya. Harga membuat sekelompok
konsumen yang kurang kemampuannya untuk secara tidak penuh
mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya. Harga pula membuat
konsumen yang sama sekali tidak mampu untuk gigit jari karena tidak
dapat mengkonsumsi barang yang dibutuhkannya.
Harga sebagai Pendorong Produksi
Aktivitas produksi yang dilakukan produsen sangat tergantung
kepada kemampuan produsen untuk menanggung biaya produksi, di mana
salah satu biaya produksi yang harus ditanggung oleh produsen adalah
biaya upah. Atas dasar ini, maka ada dua pihak yang bersinergi melakukan
produksi, yaitu pengusaha selaku produsen dan pekerja selaku orang yang
memberikan jasa kepada pengusaha dalam melakukan aktivitas produksi.
Bagi pengusaha, menggalang modal untuk melakukan produksi
merupakan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan (profit). Sedangkan
bagi pekerja (buruh, karyawan, dan manajer) kesediaannya berada di

bawah pengusaha dengan melakukan aktivitas produksi merupakan suatu


usaha untuk mendapatkan upah.
Keuntungan yang diperoleh pengusaha dan upah yang didapatkan
pekerja esensinya adalah harga. Keuntungan bagi pengusaha merupakan
harga yang dia peroleh dari konsumen, sedangkan upah bagi pekerja
merupakan harga yang harus dibayar pengusaha. Dengan demikian harga
merupakan pendorong produksi.

2.7.Perspektif Sistem Ekonomi Kapitalisme
2.7.1. Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme :
OPengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana
Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu dan
Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang
baik bagi dirinya.
OPerekonomian diatur oleh mekanisme pasar dimana Pasar
berIungsi memberikan 'signal kepada produsen dan
konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan
pemerintah diusahakan sekecil mungkin. 'The Invisible
Hand yang mengatur perekonomian menjadi eIisien. otiI
yang menggerakkan perekonomian mencari laba
Oanusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus,
yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham
individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman
Yunani Kuno (disebut hedonisme).
2.7.2. Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
OLebih eIisien dalam memanIaatkan sumber-sumber daya
dan distribusi barang-barang.
OKreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya
kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
OPengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga
waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.

2.7.3. Kelemahan-kelemahan Kapitalisme


OTidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak
sempurna dan persaingan monopolistik.
OSistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara
eIisien, karena adanya Iaktor-Iaktor eksternalitas (tidak
memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
2.7.4. Kecenderungan Bisnis dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem
ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme
dewasa ini adalah: adanya spesialisasi, adanya produksi massa,
adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan
penelitian.

2.8.Runtuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat
manusia di muka bumi, maka isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas
di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus
menulis buku tentang The Death oI Economics tersebut, antara lain Paul
Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku The Death oI Economics (1994).
enuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang
mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan
mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. ekanisme pasar yang
merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada
pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
irip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari
Scotlandia yang menulis buku, The Ends oI Economics yang mengkritik
secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme justru
telah melakukan perampokan terhadap kekayaan negara-negara
berkembang melalui sistem moneter Iiat money yang sesungguhnya adalah
riba.

Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa


teori ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi
Barat (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat
dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan
Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak
mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama
antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh ahbub al-Haq (1970) dianggap
sebagai dosa-dosa para perencana pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini
begitu jelas apabila pembahasan teori ekonomi dihubungkan dengan
pembangunan di negara-negara berkembang. Sementara itu perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa kesenjangan antara negara-negara
berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan rendah, tetap
menjadi indikasi bahwa globalisasi belum menunjukkan kinerja yang
menguntungkan bagi negara miskin. (The World Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan ini muncul lagi
ilmuwan ekonomi terkemuka bernama E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel
ekonomi pada tahun 2001. Stigliz adalah Chairman Tim Penasehat
Ekonomi President Bill Clinton, ChieI Ekonomi Bank Dunia dan Guru
Besar Universitas Columbia. Dalam bukunya 'Globalization and
Descontents, ia mengupas dampak globalisasi dan peranan IF (agen
utama kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi global maupun lokal.
Ia menyatakan, globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Akibat
globalisasi ternyata pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di
berbagai belahan dunia. Penerapan pasar terbuka, pasar bebas, privatisasi
sebagaimana Iormula IF selama ini menimbulkan ketidakstabilan
ekonomi negara sedang berkembang, bukan sebaliknya seperti yang

selama ini didengungkan barat bahwa globalisasi itu mendatangkan


manIaat.. Stigliz mengungkapkan bahwa IF gagal dalam misinya
menciptakan stabilitas ekonomi yang stabil.
Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal, Joseph
Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia
mempertanyakan, 'Can Capitalism Survive?. No, I do not think it can.
(Dapatkah kapitalisme bertahan ?. Tidak, saya tidak berIikir bahwa
kapitalisme dapat bertahan). Selanjutnya ia mengatakan, Capitalism
would Iade away with a resign shrug oI the shoulders,Kapitalisme akan
pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya untuk kesejahteraan
(Heilbroner,1992).
Sejalan dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi
Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and
The Rising Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd illenium,
The Challenge and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi
konvensional (kapitalisme) yang berlandaskan sistem ribawi, memiliki
kelemahan dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama
rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah
menyebabkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil menciptakan
keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi
justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara
dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang
kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu
negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki
keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi,
yaitu melakukan satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan
mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Titik balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan
pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar
Chapra, The Future oI Economics : An Islamic Perspective (2000), yang
mengharuskan perubahan paradigma ekonomi. Hal yang sama juga ditulis

oleh Amitai Etzioni dalam buku, The oral Dimension : Toward a New
Economics(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shiIt (pergeseran
paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan
Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam bukunya, 'The End oI
Economics Ethics and the Disorder oI Progress (1993), melontarkan
sebuah gugatan terhadap paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan
nilai-nilai etika dan sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan eIek
negatiI bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama
sebagai Kekacauan Dahsyat dalam bukunya yang paling monumental,
'The End oI Order.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas
sosial dan keluarga.
eskipun di Barat, ada upaya untuk mewujudkan keadilan sosial,
namun upaya itu gagal, karena paradigmanya tetap didasarkan pada
IilsaIat materialisme dan sistem ekonomi ribawi. Kemandulan yang
dihasilkan elaborasi teori dan praktek FilsuI Sosial Amerika, John Rawis
dalam buku 'The Theory oI Justice (1971) yang ditanggapi oleh Robert
Nozik dalam bukunya 'Anarchy, State and Utopia (1974), telah menjadi
contoh yang mempresentasikan kegagalan teori keadilan versi Barat.

2.9.Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;
Studi Kasus: 'Krisis Finansial Global
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat
'eIek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat
dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak
terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis
subprime mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS.
Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers
dan Washington utual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai
kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa
utama dunia pun rontok.

enurut Direktur Pelaksana IF Dominique Strauss-Kahn di


Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu
pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4
triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor
perumahan AS. "Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945
miliar dolar AS,". Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling
enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi
perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana oneter
Internasional (IF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki
kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan
pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut
sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga
pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah
perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda
menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro
atau sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan
likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan
swasta terbesar di Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan
beroperasi di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu
memiliki 49 persen saham Fortis. Fortis akan menjual kepemilikannya di
ABN ARO yang dibelinya tahun lalu kepada pesaingnya, ING.
Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya
menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit
kepemilikan rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35
miliar euro atau sekitar Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga
tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank
penyedia KPR, BradIord & Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar
poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga harus membayar 18
miliar poundsterling untuk memIasilitasi penjualan jaringan cabang
BradIord & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan
bank terbesar kedua di Eropa. BradIord & Bingley merupakan bank

Inggris ketiga yang terkena dampak krisis Iinansial AS setelah Northern


Rock dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya
kepada Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis 'stakeholder, kita dapat melihat
bahwa krisis Iinansial global yang dimulai dari AS, sesungguhnya
merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembangunan ekonomi yang
berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang
berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren
sektor Iinansial ini sudah bersiIat inIlatiI, karena mengandalkan
keuntungannya pada system riba dan bukan karena produktivitas yang riil
(yang disebabkan karena kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis ini, karenanya, jelas dengan
memberikan energi yang lebih besar pada sektor riil sebagaimana yang
pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat ekonominya
yang terkenal John aynard Keynes untuk membangun secara massiI
inIrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun
1930-an.
Secara implisit, gambaran di atas juga menunjukkan bahwa
tinggi-rendahnya dampak krisis Iinansial yang terjadi di AS maupun di
luar AS, sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pemangku
kepentingan atau 'stakeholders tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja
meminimalisir dampak krisis bila melakukan 'imunisasi atau 'proteksi
yang perlu serta mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan
sektor riil dan peningkatan kesejahteraan publik secara massiI.

2.10. Prinsip dan Akar masalah Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis
Finansial )
Pertama, dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata
uang, dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang dalam
Perjanjian Breetonword, setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian
sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan, telah
menyebabkan dolar mendominasi perekonomian global. Akibatnya,

goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di Amerika pasti akan


menjadi pukulan yang telak bagi perekonomian negara-negara lain. Sebab,
sebagian besar cadangan devisanya, jika tidak keseluruhannya, dicover
dengan dolar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan
tulisan yang tertera di dalamnya. Setelah euro memasuki arena
pertarungan, baru negara-negara tersebut menyimpan cadangan devisanya
dengan mata uang non-dolar, meski dolar tetap saja memiliki prosentase
terbesar dalam cadangan devisa negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang,
maka krisis ekonomi seperti ini akan terus terulang. Sekecil apapun krisis
yang menimpa dolar, maka krisis tersebut akan dengan segera menjalar ke
perekonomian negara-negara lain. Bahkan dampak krisis politik yang
dirancang Amerika juga akan berakibat terhadap dolar, dengan begitu juga
berdampak pada dunia. Kondisi seperti akan bisa saja menimpa uang
kertas negara manapun yang mempunyai kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga menciptakan masalah perekomian yang
besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan
waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya.
Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi
menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis
pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena
ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk
mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga, sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu
jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima
komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali,
tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang
asli, adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem
yang bisa menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi
terjadi tanpa proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang
bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan
di pasar. Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi

melalui berbagai cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan


dan berjalan, sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat, perkara penting, yaitu ketidaktahuan akan Iakta
kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat,
adalah kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori
Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasi oleh
kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai
dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas,
privatisasi, ditambah dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan Iakta
kepemilikan ini memang telah dan akan menyebabkan goncangan dan
masalah ekonomi. Itu karena kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang
dikuasai oleh negara atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:
O Kepemilikan umum, meliputi semua sumber, baik yang keras, cair
maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas.
Termasuk semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk
energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai
komponen utamanya.. aka, negara harus mengekplorasi dan
mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang
maupun jasa.
O Kepemilikan negara, adalah semua kekayaan yang diambil negara,
seperti pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri
dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan
umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan
kepentingan negara.
O Kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan
ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara`.
enjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk
kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah
pasti akan menyebabkan krisis, bahkan kegagalan.
Kapitalisme juga gagal, dan setelah sekian waktu, kini sampai
pada kehancuran. Itu karena Kapitalisme telah menjadikan individu,
perusahaan dan institusi berhak memiliki apa yang menjadi milik umum,

seperti minyak, gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat sampai
radar. Sementara negara tetap berada di luar pasar dari semua kepemilikan
tersebut. Itu merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas, privatisasi
dan globalisasi.. Hasilnya adalah goncangan secara beruntun dan
kehancuran dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain,
dan dari institusi keuangan menjalar ke yang lain..
























BAB III

PENUTUP


3.1.Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak selamanya mampu menopang
kekuatan negara-negara barat. Dengan kegagalan kapitalisme membangun
kesejahteran umat manusia di muka bumi, maka isu kematian ekonomi
kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak
pakar yang secara khusus menulis buku tentang The Death oI Economics
tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan
Buarque, dan sebagainya. Paul Omerod dalam buku The Death oI
Economics (1994). enuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada
ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki
kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda
dunia. ekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang
diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok
orang tertentu.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat
(kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat
dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan
Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak
mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama
antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi atau


aktiIitas produktiI yang dilakukan manusia dalam pandangan Kapitalisme
merupakan suatu pengorbanan manusia yang didorong oleh insentiI materi.


3.2.Saran
Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan
pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan
pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu
negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat
dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan
ekonomi pada negara terbelakang dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk
ketergantungan dengan negara maju. Wujud ketergantungan tersebut kini
dalam bentuk kesatuan ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan politik
negara terbelakang memiliki peran dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi.
Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak mau
harus dilawan dengan mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem
ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai tandingan dari
kepitalisme ternyata menurut Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme.
Negara dipandang sebagai sebuah badan usaha bersama yang menguasai
alat produksi dan melakukan eksploitasi. Sehingga dalam hal ini penulis
sekiranya dapat memberikan saran bahwa Kemandirian ekonomi harus
menjadi konsep pembangunan yang dianut negara terbelakang untuk
melawan kapitalisme.







DAFTAR PUSTAKA


Ari Sudarman, 1989, Teori konomi ikro, Edisi Ketiga, Jilid 1, BPFE,
Yogyakarta

Baswir, Revrisond (1997), 'Agenda konomi Kerakyatan pustaka Pelajar,.
Yokyakarta

Arsyad Lincolin (2004), konomi Pembangunan, Bagian Penerbitan STIE
YKPN, Yogyakarta

Abdurachman, A. Ensiklopedia konomi, Keuangan dan Perdagangan. Badan
Penerbitan Prapancha. PT. Gunung Agung. 1963

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/ekonomi-kapitalis.html

http://blog.re.or.id/kapitalisme.htm

http://hati.unit.itb.ac.id/?p71

http://netsains.com/2009/05/kelemahan-sistem-perekonomian-kapitalis/

You might also like