You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi oleh karena itu,
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik lisan
maupun tulisan. Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami inIormasi yang
disampaikan secara lugas atau langsung tetapi juga dapat memahami inIormasi
yang disampaikan secara terselubung atau tidak secara langsung.
Menurut Tarigan (1983:1) keterampilan berbahasa mencakup 4 segi yaitu
menyimak (Listening Skill), Berbicara (Speacking Skill), Membaca (Reading
Skill), dan Menulis (Reading Skill). Menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktiI dan ekspresiI. Dalam kegiatan menulis
ini, maka sang penulis haruslah terampil memanIaatkan graIologi, struktur bahasa
dan kosakata, keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis
melainkan harus melalui latihan. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktiI dan ekspresiI (Tarigan 1982:4) kegiatan menulis bertujuan untuk
mengungkapkan Iakta-Iakta, pesan sikap dan isi pikiran secara jelas dan eIektiI
kepada para pembacanya.
Keterampilan menulis sangat dibutuhkan di dalam kehidupan yang serba
modern ini. Komunikasi akan lebih banyak berlangsung secara tertulis.
Keterampilan menulis merupakan ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang
terpelajar. Sehubungan dengan hal tersebut, ada seorang penulis yang mengatakan
bahwa menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat, merekam,
meyakinkan, melaporkan, memberitahukan, dan mempengaruhi. Di dalam dunia
pendidikan menulis mempunyai arti yang sangat penting. Siswa yang sering
menulis akan menjadi terampil dan terarah kemampuan berekspresinya sehingga
secara tidak langsung akan mempertajam kemampuan berpikir.
2

Menulis merupakan kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tulis. Kata menulis mempunyai dua arti Pertama,
menulis berarti kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis (Wiyanto
2004:3) kesimpulan itu, disampaikan setelah dia mengalami sendiri. Mula-mula
dia merasa sulit sekali menulis. Beberapa kali menulis selalu tidak lancar. Bahkan
sering pula macet dan gagal total. Beruntunglah pengalaman pahit itu tidak
membuatnya putus asa. Ia terus belajar dan mencoba. Berkat seringnya menulis
dia menjadi terkenal. Kemampuan menulis merupakan proses belajar yang
memerlukan ketekunan berlatih, semakin rajin berlatih, kemampuan menulis akan
meningkat. Untuk itu keterampilan menulis siswa perlu ditumbuh kembangkan.
Kebiasaan membaca sangat berpengaruh pada kemampuan menulis. Menurut
Wijaya Kusuma, dalam artikelnya yang berjudul 'ManIaat Menulis, ia
menuturkan bahwa 'Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan
menjernihkan cara berpikir. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan
meningkatkan memori dan pemahaman. Dengan sering membaca, orang bisa
menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih
lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan
untuk memahami apa yang tertulis 'diantara baris demi baris (memahami apa
yang tersirat).
Kemampuan menulis merupakan keterampilan yang tidak mudah.
Keterampilan ini menuntut seseorang untuk menuangkan ide, gagasan, pikiran
dan perasaan untuk menjadi buah karya sehingga orang lain dapat memahami
karya tersebut. Dengan adanya latihan menulis maka siswa akan terbiasa dengan
mudahnya menuangkan ide gagasan, untuk menghasilkan karya yang baik dan
memuaskan.
Maka dari itu. dalam menulis cerpen sangat dibutuhkan daya imajinasi yang
tinggi dan baik. Pada dasarnya karya Iiksi menampilkan realitas imajinatiI.
Realitas imajinatiI ini muncul karena adanya imajinasi pengarang. Tidak mungkin
3

lahir karya Iiksi jika pengarangnya tidk mampu berimajinasi secara baik dan
runtut.
Keterampilan menulis memang merupakan keterampilan yang tidak mudah.
Nyatanya masih banyak siswa yang belum dapat menuangkan ide-ide atau
gagasan mereka secara tertulis. Butuh waktu lama untuk mengarang sebuah
cerita, karna kurang adanya wawasan yang luas dalam bercerita. Selain itu siswa
kurang ada yang berani menuangkan imajinasi dalam bercerita, apa yang
dibayangkan dalam angan-angan tidak mampu hidup dalam sebuah cerita yang
ditulis. Sehingga masih banyak siswa yang tidak mampu menuangkan gagasan
dalam bentuk tulisan.
Untuk meningkatkan kemampuan menulis, sangat dibutuhkan pemupukan
dalam kebiasaan membaca untuk menambah wawasan dan berlatih berimajinasi
secara baik dan runtut menggambarkan sebuah cerita lalu mengekspresikan
imajinasi tersebut kedalam kata-kata dan kalimat. Maka, penulismengaakan
penelitian tentang 'Hubungan Kebiasaan Membaca dan Daya Imajinasi dengan
Kemampuan Menulis Cerpen

1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dapat di identiIikasi
permasalahan yang muncul,yakni sebagai berikut :
(1) Siswa belum dapat menuangkan idea tau gagasan secara tertulis.
(2) Siswa membutuhkan maktu lama dalam menuangkan ide.
(3) Siswa kurang memiliki wawasan untuk bercerita.
(4) Siswa kurang mampu menyusun imajinasi dalam angan-angan menjadi
sebuah cerita yang runtut.




4

1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan identiIikasi masalah di atas, masalah yang muncul sangatlah
kompleks sehingga perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan agar
pembahasan masalah tidak terlalu luas. Oleh karena itu, permasalahan yang akan
diteliti oleh penulis yaitu kemampuan menulis cerpen siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Sukoharjo berasarkan kebiasaan membaca dan daya imajinasi.

1.4#:m:san Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Adakah hubungan signiIikan antara kebiasaan membaca dan
kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1
Sukoharjo ?
2. Adakah Hubungan antara daya imajinasi dan kemampuan menulis
cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo ?
3. Adakah hubungan antara kebiasaan membaca dan daya imajinasi
secara bersama-sama dengan kemampuan menulis cerpen pada siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo?

1.5 T::an Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui :
1. Hubungan antara kebiasaan membaca dan kemampuan menulis
cerpen.
2. Hubungan antara daya imajinasi dan kemampuan menulis cerpen.
3. Hubungan antara kebiasaan membaca dan daya imajinasi secara
bersama-sama dengan kemampuan menulis cerpen





1.6Manfaat Hasil Penelitian
Setelah penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanIaat bagi beberapa
pihak. ManIaat dari penelitian ini meliputi manIaat teoretis dan manIaat praktis.
1. ManIaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
serta dapat mendukung teori-teori yang telah ada yang berkaitan dengan
variable variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu daya imajinasi dan
kecerdasan emosi dengan kemampuan menulis cerpen.

2. ManIaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manIaat sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan di dalam upaya
untuk meningkatkan pengajaran menulis cerpen.
b. Dapat merangsang imajinasi siswa dalam mengembangkan sebuah cerita
dan menuangkan gagasan-gagasannya secara tertulis.
c. Dapat mempermudah siswa untuk menemukan ide-ide secara cepat agar
dapat dituangkan dalam sebuah cerita yang relatiI singkat yang lebih
dikenal dengan cerpen.
d. Menjadi pengalaman yang cukup berharga bagi peneliti. Temuan
penelitian ini dapat dijadikan penambah semangat dan wawasan
kehidupan terutama wawasan dalam karya penulisan.













BAB II
LANDASAN TEO#I, KE#ANGKA BE#PIKI#, DAN
PENGA1UAN HIPOTESIS
2.1Kaian Teori
2.1.1 Hakikat Kemamp:an Men:lis Cerpen
1) Hakikat Kemamp:an
Kemampuan diartikan sebagai suatu kecakapan , ketangkasan , bakat,
kesanggupan , tenaga (daya kekuatan ) untuk melakuka suatu kegiatan (
Chalpin, 2000: 1) . sementara Sternberg(2000;1) menyatakan kemampuan
adalah suatu kekuatan untuk menunjukkan suatu tindakan khusus atau tugas
khsus , baik secara Iisik atau mental . dalam hal itu tentu saja tugas berbeda
menuntut kemampuan yang berbeda pula.
Berkaitan dengan proses belajar mengajar ( Gagne dan
Briggs,1997;7),menyatakan kemampuan adalah hasil belajar yang diperoleh
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Selaras dengan pendapat
tersebut , Eysenck, Arnold,dan Meili(199;) mengemukakan bahwa
kemampuan adalah suatu pertimbangan konseptual . Selanjutnya mereka
mengatakan bahwa kemampuan berarti semua kondisi psikologi yang
diperlukan siswa untuk menunjukkan suatu aktivitas. Sementar itu , Warren (
1994: 1) mengartika kemampuan aalah kekuatan siswa dalam menunjukkan
tindakan responsiI , termasuk gerakan gerakan terkoordinasi yang bersiIat
kompleks dan pemecahan problem mental.
Berdasarkan beberapa pendapat ahl diatas dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya kemampuan merupakan suatu kecakapan untuk menunjukkan
suatu tindakan ( perbuatan atau kesanggupan untuk melakukan suatu
tindakan .



7

2) Hakikat Men:lis
Menulis merupakan kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan
tulis menulis juga dapat diartikan sebagai cara berkomunikasi dengan
mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain secara
tertulis. Salah satu jenis kegiatan menulis adalah menulis kreatiI dalam hal
ini, menulis cerpen termasuk salah satu kegiatan menulis kreatiI. Sumiharja
dkk dalam Kusworosari. Menurut Trianto dalam Kusworosari (2002:2)
Tulisan kreatiI merupakan tulisan yang bersiIat apresiatiI dan ekspresiI.
ApresiatiI maksudnya melalui kegiatan menulis kreatiI orang dapat
mengenali menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali
secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatiI karya orang
lain dengan caranya sendiri dan memanIaatkan berbagai hal tersebut ke
dalam kehidupan nyata. EkspresiI dalam arti bahwa kita dimungkinkan
mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai
hal yang menggejala dalam diri kita, untuk dikomunikasikan kepada orang
lain, melalui tulisan kreatiI sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks
bersiIat kreatiI adalah teks cerpen seperti penulisan cerpen.
Menurut Phyllis Creme dan Mary R. Lea (2008) menulis berarti
menemukan susunan balok yang tepat setiap saat dan meletakkannya pada
tatanan yang padu. Dalam menulis kita dituntut untuk membuat
keterpaduan kata per kata, kalimat per kalimat, dan paragraI per paragraI.
Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan
berbahasa, mempunyai peranan yang penting didalam kehidupan manusia.
Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan
untuk mencapai maksud dan tujuannya. Seperti yang dikatakan oleh H.G.
Tarigan (dalam Suriamiharja dkk. 1983) bahwa menulis ialah :
'... menurunkan atau melukiskan lambing graIik yang menggambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat
8

membaca lambang lambang graIik tersebut kalau mereka memehami bahasa
dan gambar graIik tersebut.

3) Hakikat Cerita Pendek
Menurut Dedi Pramono (2008:1) cerita pendek yaitu cerita Iiksi bentuk
prosa yang singkat padat, yang unsure ceritanya terpusat pada satu perisyiwa
pokok, sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan
cerita memberikan kesan tunggal. Dengan demikian, cerita pendek itu cerita
yang ringkas. Unsure-unsur intrinsik seperti setting, penokohan, peristiwa
dalam cerita diungkapkan secara singkat.
Cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk
mewujudkan cerita tersebut atau banyak sedikitnya tokoh yang terdapat di
dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup
permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut. Jadi
sebuah cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis
cerita pendek, jika ruang lingkup dan permasalahan yang diungkapkan tidak
memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek (Suharianto
1982:39).
Selanjutnya Suharianto (1982:39) juga menambahkan bahwa 'cerita
pendek adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk
menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik
perhatian pengarang. Jadi sebuah cerita senantiasa memusatkan
perhatiannya ada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol
dan menjadi tokoh cerita pengarang, dan juga mempunyai eIek tunggal,
karakter, alur, dan latar yang terbatas.
Cerpen memuat penceritaan kepada satu peristiwa pokok, peristiwa
pokok itu tidak selalu 'sendirian ada peristiwa lain yang siIatnya
mendukung peristiwa pokok. Styagraha dalam Murdiati (198:49)
berpendapat bahwa cerpen adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan
9

kejadian-kejadian dari pada kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang
terjadi di dalamnya lazim merupakan suatu pengalaman / penjelajahan.
4) Uns:r-:ns:r Pembang:n Cerpen
Cerpen tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling berkaitan
erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara unsur-unsur
pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersiIat abstrak.
Koherensi dan keterpaduan semua unsur cerita yang membentuk sebuah
totalitas amat menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu
bentuk ciptaan sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas: alur atau plot,
tokoh penokohan,latar (setting), sudut pandang (point oI view), gaya bahasa,
dan tema.
a. Alur atau plot
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya Iiksi pada
umumnya adalah 'rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin 1987:17). Alur menyajikan
peristiwa-peristiwa atau kejadian kejadian kepada kita, tidak hanya dalam
temporalnya tetapi juga dalam hubungannya secara kebetulan. Alur
membuat kita sadara akan peristiwa-peristiwa tidak hanya sebagai
elemen-elemen temporal tetapi juga sebagai pola yang berbelit-belit
tentang sebab dan akibat. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa alur
adalah hubungan sebab akibat.
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun secara logis dalam pengertian ini, alur merupakan suatu jalur
tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus oleh sebab
itu, suatu kejadian dalam suatu cerita menjadi sebab akibat kejadian yang
lain. Kejadian atau peristiwa-peristiwa itu tidak hanya berupa perilaku
yang tampak seperti pembicaraan atau gerak gerik, tetapi juga
menyangkut perubahan tingkah laku tokoh yang bersiIat non Iisik, seperti
10

perubahan cara berpikir, sikap kepribadian dan sebagainya. Alur cerita
rekaan terdiri dari alur buka, alur tengah, alur puncak dan alur tutup. Alur
merupakan tulang punggung suatu cerita unsur alur yang penting adalah
konIlik dan klimaks. KonIlik dalam Iiksi terdiri dari konIlik internal dan
konIlik eksternal Baribin dalam Murdiati (198: 1-2).
Menurut Suharianto (1982:28) menyebutkan bahwa alur atau plot
terdiri atas lima bagian, yaitu (1) pemaparan atau pendahuluan, yakni
bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang
merupakan awal cerita, (2) penggawatan, yaitu bagian yang melukiskan
tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Mulai bagian ini
secara bertahap terasakan adanya konIlik dalam cerita tersebut. KonIlik
itu dapat terjadi antara tokoh dan tokoh, antar tokoh dan masyarakat
sekitar, atau antar tokoh dengan nuraninya sendiri, (3) seperti yang
disebutkan di atas mulai memuncak, (4) puncak atau klimaks yaitu
bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya () peleraian
yaitu bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua
peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bagian.
Dilihat dari cara penyusunannya bagian-bagian alur tersebut, alur atau
plot cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus, alur sorot balik (Ilash
back), dan alur campuran. Disebut alur lurus apabila cerita disusun mulai
dari awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir
pada pemecahan masalah. Apabila cerita disusun sebaliknya, yakni dari
bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita disebut alur
sorot balik. Sedangkan alur campuran yakni gabungan dari sebagian alur
lurus dan sebagian alur sorot balik. Tetapi keduanya dijalin dalam
kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan ada dua buah
cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu maupun tempat kejadian
(Suharianto 1982:29).
11

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa alur
atau plot adalah jalinan peristiwa secara beruntutan dalam cerita dengan
memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan
kesatuan yang padu, bulat dan utuh.
b. Tokoh dan Penokohan
Menurut Baribin dalam Murdiati (198:4) berpendapat bahwa
perwatakan dalam suatu Iiksi biasanya dapat dipandang dari dua segi.
Pertama mengacu pada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang
kedua adalah mengacu kepada pembauran dari minat, keinginan, emosi,
dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.
Tokoh adalah yang melahirkan peristiwa Saleh Saad dalam Lukman
Ali,(197:122). Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan
cerita, tokoh Iiksi dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral atau tokoh
utama dan tokoh periIeral atau tokoh tambahan ( Sayuti, 1988:31).
Ada dua cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam
Iiksi yaitu secara analitik dan secara dramatik. Secara analitik yaitu
pengarang langsung memaparkan tentang watak tokoh atau karakter
tokoh, pengarang langsung menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras
hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Secara dramatik yaitu
penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal
itu disampaikan melalui pilihan nama, melalui penggambaran Iisik /
postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain,
lingkungannya dan sebagainya dan melalui dialog (Baribin 198 : -7
dalam Murdiati).
Tokoh
Tokoh adalah yang melahirkan peristiwa (Saleh Saad dalam Lukman
Ali, (197:122). Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan
cerita, tokoh Iiksi dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral atau tokoh
utama dan tokoh periIeral atau tokoh tambahan ( Suminto, 1988:31).
12

Ragam tokoh atau pelaku menurut Aminudin dibedakan menjadi
1) Pelaku utama / inti adalah tokoh yang memiliki peranan penting
dalam suatu cerita
2) Pelaku tambahan atau pelaku pembantu adalah tokoh yang memiliki
peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi,
melayani, mendukung pelaku utama
3) Pelaku protagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang baik
sehingga di senangi pembaca
4) Pelaku antagonis adalah pelaku yang tidak sesuai dengan apa yang
didambakan oleh pembaca
) Charcter adalah pelaku yang tidak banyak menunjukkan
adanyakompleksitas masalah. Pemunculannya hanya di hadapkan
pada suatu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan
adanya obsesi batin yang kompleks.
) Complek character adalah pelaku yang pemunculannya banyak
dibebani permasalahan. Complek character juga ditandai dengan
munculnya pelaku yang memilik obsesi batin yang cukup kompleks
sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan
yang kompleks pula.
7) Pelaku dinamis adalah pelaku yang memiliki perubahan dan
perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya
8) Pelaku statis adalah pelaku yang tidak menunjukkan adanya
perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita
itu berakhir.
Berdasarkan Iungsinya, tokoh dapat di bagi menjadi dua, yakni:
1) Tokoh sentral adalah tokoh utama yang diceritakan dalam cerita.
2) Tokoh utama atau protagonis yakni tokoh yang memegang peran
pimpinan. Ia menjadi sorotan dalam cerita
Berdasarkan cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan
13

menjadi:
1) Tokoh dasar/ sederhana atau pipih, yakni tokoh yang hanya
diungkapkan salah satu segi wataknya saja. Watak tokoh datar
sedikit sekali berubah. Termasuk di dalamnya adalah tokoh strereotiI
2) Tokoh bulat/ kompleks atau bundar, yakni tokoh yang wataknya
kompleks, terlihat kekuatan dan kelemahannya. Ia mempunyai watak
yang dapat dibedakan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh ini
dapat mengejutkan pembaca, karena kadang-kadang dalam dirinya
dapat terungkap watak yang tidak terduga sebelumnya.
Bagan berik:t akan memperelas :raian di atas
Tokoh utama/Protagonis
Tokoh sentral Tokoh antagonis

Tokohwirawan/wirawati

Menurut Iungsinya Tokoh andalan
Tokoh bawahan
Tokoh tambahan


Tokoh



Tokoh datar/sederhana/pipih
Menurut cara Menampilkan
Tokoh bulat/kompleks/bundar


Penokohan
Menurut Aminuddin (1987:79) penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku. Suharianto (1982:31) mengemukakan
14

bahwa yang dimaksud dengan penokohan adalah pelukisan mengenai
tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa
pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud watak adalah kualitas tokoh,
kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain.
Penokohan merupakan pelaku karena yang dilukiskan adalah
mengenai watak-watak. Tokoh / pelaku cerita, maka disebut dengan
perwatakan /penokohan adalah pelukisan tokoh/ pelaku cerita melalui
siIat-siIat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita.
c. Latar atau setting
Latar atau landasan tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat
peristiwa terjadi termasuk di dalam latar ini adalah tempat atau ruang yang
dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke
Hongkong, di kaIetaia, di sebuah puskesmas, di dalam penjara dan
sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau landas tumpu ini adalah
waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah dan sebagainya (Baribin
198 : 3-4 dalam Murdiati).
Latar dibedakan menjadi dua yaitu latar sosial dan latar Iisik (latar
material) latar sosial mencakupi penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat istiadat, cara hidup, bahasa
dan lain-lain. Adapun yang dimaksud latar Iisik adalah latar di dalam
wujud Iisik.
Latar ialah waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa.
Suminto A. Sayuti (1988:0) mengemukakan bahwa paling tidak ada
empat unsur yang membentuk latar Iiksi yaitu, (1) lokasi geograIis yang
sesungguhnya, termasuk di dalamnya topograIi, scenery 'Pemandangan
tertentu, dan juga detil-detil interior sebuah kamar / ruangan, (2) pekerjaan
dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari, (3) waktu terjadinya action
'Peristiwa (tindakan), termasuk di dalamnya periode historis, musim,
1

tahun dan sebagainya, dan (4) lingkungan religius, moral, intelektual,
sosial dan emosional tokoh-tokohnya.
Latar tidak hanya sebagai -ackground saja, tetapi juga dimaksudkan
untuk mendukung unsur cerita lainnya. Penggambaran tempat, waktu dan
situasi akan membuat cerita tampak lebih hidup logis. Latar juga
dimaksudkan untuk membangun atau menciptakan suasana tertentu yang
dapat menggerakan perasaan dan emosi pembaca serta menciptakan 2ood
atau suasana batin pembaca.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat di simpulkan latar (setting)
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan
tempat, waktu dan suasana cerita.
d. Sudut pandang atau point oI view
Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang
memandang siapa yang bercerita di dalam cerita itu atau sudut pandang
yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Sudut
pandang ini berIungsi melebur atau menggabungkan tema dengan Iakta.
Untuk menceritakan suatu hal dalam cerita Iiksi, pengarang dapat memilih
dari sudut mana ia akan menyajikannya. Suminto A. Sayuti (1988: 74)
dengan mengkompilasi pendapat Robert Stanson dan William Kenney
mengemukakan bahwa ada empat macam sudut pandang yang dapat
dipilih oleh pengarang, yaitu (1) sudut pandang firstperson-central atau
akuan-sertaan, (2) sudut pandang first-person-peripherial atau akuan-
taksertaan, (3) sudut pandang third person-o2-niscient atau diaan
mahatahu, dan (4) sudut pandang third-person-li2ited atau diaan-terbatas.
Dijelaskan oleh Suminto A. Sayuti (1988:74) bahwa di dalam sudut
pandang akuan-sertaan tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara
langsung terlibat dalam cerita, sedangkan di dalam sudut pandang akuan-
taksertaan tokoh 'aku biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar
tokoh lain yang lebih penting. Pencerita dalam sudut pandang akuan-
1

taksertaan biasanya hanya muncul di awal atau di akhir cerita saja.
Adapun di dalam sudut pandang diaan-mahatahu, pengarang berada di
luar cerita, biasannya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang
mahatahu dan mampu berdialaog langsung dengan pembaca. Berbeda
dengan hal itu adalah sudut pandang diaan-terbatas. Dalam sudut pandang
ini pengarang memperguanakan orang ketiga sebagai pencerita yang
terbatas hak berceritanya. Di sini pengarang hanya menceritakan apa yang
dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.
Pengertian yang diungkapkan oleh Suminto A. Sayuti data
sebenarnya tidak jauh beda dengan yang di kemukakan oleh Baribin dan
Suharianto dalam bukunya yang berjudul 'Teori dan Apresiasi Prosa
Fiksi dan 'Dasar-Dasar Karya Sastra mengemukakan bahwa, Sudut
pandang adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya
atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam
ceritanya itu. Ada beberapa macam sudut pandang yaitu (1) pengarang
sebagai tokoh cerita, (2) pengarang sebagai tokoh samping, (3) pengarang
sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narator (Baribin
198 : 7-7 dalam Murdiati).
Yang dimaksud titik pandang atau point oI view adalah cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan
(Aminuddin 1987:90). !oint of view pada dasarnya adalah visi pengarang
artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu
kejadian cerita.
Ada beberapa jenis pusat pengisahan (point oI view). Menurut
Suharianto (1982:3) jenis pusat pengisahan, yaitu (1) pengarang sebagai
pelaku utama cerita. Tokoh yang akan menyebut dirinya sebagai 'aku (2)
pengarang ikut main tetapi bukan sebagai pelaku utama, (3) pengarang
serba hadir. Dalam hal ini pengarang tidak berperan sebagai apa-apa.
Pelaku utama cerita tersebut orang lain dapat 'dia atau kadang-kadang
17

disebut namanya tetapi pengarangserba tahu apa yang akan dilakukan atau
bahkan apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita, (4) pengarang peninjau,
dalam pusat pengisahan ini pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang
akan dilakukan pelaku cerita atau yang ada dalam pikirannya. Pengarang
sepenuhnya hanya mengatakan/menceritakan apa yang dilihatnya.
Dari beberapa pendapat peneliti simpulkan bahwa sudut pandang
atau point oI view adalah cara memandang yang digunakan pengarang
sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan latar, dan sebagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita kepada pembaca.
e. Gaya
Gaya erat hubungannya dengan nada cerita. Gaya merupakan
pemakaian bahasa yang spesiIik dari seorang pengarang. Aminudin
(1987:72) mengemukakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian
cara pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media
bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Wiyanto (200:84) mengemukakan bahwa Gaya bahasa adalah: cara khas
dalam menyampaikan pikiran dan perasaan. Dengan cara yang khas itu
kalimat-kalimat yang dihasilkannya menjadi hidup. Karena itu, gaya
bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu, dapat menimbulkan reaksi
tertentu, dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca. Semua itu
menyebabkan karya sastra menjadi indah dan bernilai seni. Selanjutnya
Sumardjo (198:92) mengemukakan gaya bahasa adalah cara khas
pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih
tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebuah
cerpen, itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah
pribadi pengarang itu sendiri. Dan sebagai pribadi, ia berada secara khas
di dunia ini.
18

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
adalah keterampilan pengarang dalam mengolah dan memilih bahasa
secara tepat dan sesuai dengan watak pikiran dan perasaan. Setiap
pengarang mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam mengungkapkan
hasil karyanya.
I. Tema
Menurut Wiyanto (200:78) Tema adalah pokok pembicaraan
yang mendasari cerita. selanjutnya Suharianto (1982:28) mengatakan:
Tema sering disebut juga dasar cerita: yakni pokok permasalahan yang
mendominasi suatu karya sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra
tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Hakikatnya tema
adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam
menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan
permasalahan yang ingin dipecahkan dengan karyanya itu.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud tema adalah ide atau gagasan atau permasalahan yang
mendasari suatu cerita yang merupakan titik tolak pengarang dalam
menyusun cerita atau karya sastra.
g. Amanat
Amanat dapat diartikan pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral
dan nilainilai kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang lewat
cerita. Amanat pengarang terdapat secara implisit dan eksplisit di dalam
karya sastra (ZulIahnur 199 : 2 dalam.). Dari tema cerita tergambar
amanat yang ingin sampaikan oleh pengarang. Menurut Suharianto (1983
:70) amanat ialah nilainilai yang ada di dalam cerpen. Menurut Wiyanto
(200:84) amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan moral,
yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat karya
sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja tidak disampaikan
19

secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat mengetahui unsur
pendidikannya setelah membaca seluruhnya.
Amanat dapat disampaikan secara implisit dan eksplisit, amanat
biasanya memberikan manIaat dalam kehidupan secara praktis, maka
amanat itu menyorot pada masalah manIaat yang dapat dipetik dari cerita
yang dibaca, oleh karena sebuah karya sastra yang jelek sekalipun akan
memberikan manIaat kepada kita, jika kita mampu memetik manIaatnya.

2.1.2 Hakikat Kebiasaan Membaca
a.Hakikat Kebiasaan
Kata kebiasaan dalam bahasa Inggris habit merupakan salah satu dari
istilah-istilah teknis dalam psikologis.
Membaca jika dilakukan dalm waktuyang cukup, baik lamanya maupun
Irekuensinya, akan tumbuh menjadi suatu kebiasan membaca. Dengan demikian
kebiasaan membaca merupakan suatu kondisi yang sangat penting dalam diri
seseorang. Halini didukung oleh Trolope(2003:1) yang mengemukakan bahwa
kebiasaan membaca adalah salah satu hal yang menyenagkan .
Kebiasaan merupakan tingkah laku yang dapat diperoleh melalui belaja telah
mendarah daging . Dengan kata lain, kebiasaan merupakan tindakan yang
diperoleh melalui belajar dan menjadi mapan sert relatiI otomatis melalui
pengulangan terus menerus . Membaca adalah sebuah proses pemahaman ,
penaIsiran , dan pemaknaan yang melibatkan interaksi antara pembaca dan teks

b.Hakikat Membaca
Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya memahami arti tulisan.
Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu
dan pengetahuan (http://budicrue.multiply.com/journal/item/83). Membaca
merupakan identiIikasi katakata tertulis , sehingga dikatakan bahwa seseorang
tidak akan dapat membaca apabila tidak mengenali secara benar katakata yang
20

ditemui dalam tulisan. Bagi pembaca pemula membaca merupakan proses
menyuarakan atau mengucapkan kata-kata yang tertuang dalam teks.
Proses mengidentiIikasi kata-kata dan menyuarakan secara keras memang
merupakan tahapan penting untuk mengetahui kaita antara tulisan dan kata-kata
telah biasa di ucapkan. Kegiatan membaca keras tidaklah berlangsung terus
menerus setelah pembaca tersebut dapat mengembangkan kemampuannya sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan membaca.
Membaca tidak hanya menyuarakan lambang lambnag tertulis saja tetapi
lebih dari itu . berkaitan dengan itu , Jazir Burhan ( 1988:90) mengatakan bahwa
membaca adalah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa
kemampuan, yaitu mengamati, memahami dan memikirkan. Senada dengan
pendapat Jazir Burhan tersebut, Smith dalam Henry Guntur Tarigan mengatakan
bahwa membaca merupakan suatu proses pengealan, penaIsiran, dan penilaian
terhadap gagasangagasan yang berkenaan dengan bobot mental ataupun
kesadaran total diri pembaca ( 1990: 42) .
Menurut Goodman, sebagaiman dikutip oleh Dubin, ( 1988:12).
Membaca merupakan diskusi jarak jauh antara pembaca dan pengarang, dimana
di dalamnya terdapat interaksi antar bahasa dan pikiran. Dengan kata lain penulis
menyandikan pikirannya dalam bahasa, sedangkan pembaca menguraikan sandi
bahasa tersebut kedalam pikirannya.
Lebih lanjut Anderson seperti dikutip Henry Guntur Tarigan (1984:7)
meyatakan bahwa dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian
kembalai dan pembacaan sandi ( a recording and decoding process ), berlainan
dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian ( encoding ).
Sebuah aspek pembacaan sandi ( decoding ) adalah menghubungkan kata-kata
tulis ( writeen word ) dengan makna bahasa lisan ( oral language 2eaning )
yang mencakup pengubahan tulisan / cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Dari pegertian diatas dapat dikatakan bahwa membaca sebenarnya adalah
menerjemahkan sandi yang disampaikan secara tertulis dalam lambnaglambang
21

tertentu serta menaIsirkannya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Anderson yang
dikutip Henry Guntur Tarigan bahwa membaca dapat pula dianggap sebagai suatu
proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat melihat pikiran yang
terkandung di dalam kata-kata tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang
hendak dikemukakan oleh penulis dan penaIsiran atau interpretasi pembca turut
menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman
tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah,
karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbedabeda yang dia
pergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.
Lebih lengkap, John J. De Boer mengungkapkan ' Reading Is a 2uch
2ore co2plek process` membaca melibatkan berbagai keterampila berbahasa.
Tentang hal ini dirinci oleh Munby dalam Sri Utri Subyakto-Nababan (1993:1 )
bahwa membaca melibatkan keterampilan sebagai berikut : (1) mengenal otograIi
suatu teks ; (2) mengambil kesimpulan mengenai makna katakata dan
mengunakan butir-butir leksis ( kosa kata ) yang belum dikenal ; (3) memahami
inIormasi yang diberikan dalam bacaan secara ekplisit ; () memahami makna
konseptual ;() memahami kaitankaitan unsur-unsur dalam kalimat (intrakalimat
) ; (7) memahami IugsiIungsi komunikatiI kalimat-kalimat dalam bacaan itu ; (8)
memahami kaitan-kaitan antara bagianbagian suatu teks melalui strateg kohesi
leksis ; (9) menginterpretasi teks dengan memandang isi /pesan dari luar teks ;
(10) mengenal butir-butir indikator dalam wacana ; (11) mengidentiIikasi butir-
butir yang paling penting ; (12) membedakan ide pokok dari ide penunjang ; (13)
mencarikan butir-butir yang penting untuk dirangkum ;(14) memilih butirbutir
yang relevan dari teks ; (1) meningkatkan keterampilan untuk merujuk pada
konsep lain yang mendasar .
Membaca merupakan suatu proses penangkapan ide penulis yang tertuang
dalam bacaan melalui suatu aktivitas yang melibatkan penglihatan, ingatan,
pemikiran, dan pemahaman yang disampaikan penulis melalui simbol-simbol
tertulis dan media katakata. Berdasrkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
22

membaca adalah sebuah proses pemahaman, penaIsiran, dan pemaknaan yang
melibatkan interaksi antara pembaca dan teks.

2.1.3 Hakikat Daya Imainasi
a. Hakikat Daya imainasi
Menurut Soegiarta dalam losaria Istilah Bahasa dan Sastra.(Intan ,1984)
imajinasi adalah, 'Kemampuan daya bayang manusia untukmenggambarkan atau
mewujudkan sesuatu dalamangan-angannya secara cermat dan hidup.
Imainasi adaah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) untuk
menciptakan gambar (lukisan,karangan) kejadian berdasarkan kenyataan atau
pengalaman seseorang. Imainasi secara umum, adalah kekuatan atau proses
menghasilkan citra mental dan ide. Istilah ini secara teknis dipakai
dalam psikologi sebagai proses membangun kembali persepsi dari suatu benda
yang terlebih dahulu diberi persepsi pengertian. Sejak penggunaan istilah ini
bertentangan dengan yang dipunyai bahasa biasa, beberapa psikolog lebih
menyebut proses ini sebagai "menggambarkan" atau "gambaran" atau sebagai
suatu reproduksi yang bertentangan dengan imajinasi "produktiI" atau
"konstruktiI".
Gambaran citra dimengerti sebagai sesuatu yang dilihat oleh "mata pikiran".
Suatu hipotesis untuk evolusi imajinasi manusia ialah bahwa hal itu
memperbolehkan setiap makhluk yang sadar untuk memecahkan masalah (dan
oleh karena itu meningkatkan Iitnes) perseorangan oleh
penggunaan simulasi jiwa.
Sebuah kekuatan yang seringkali kita remehkan dan diabaikan, yaitu kekuatan
imajinasi. Kekuatan imajinasi sering dilecehkan oleh orang-orang yang mengaku
dirinya intelek dan mengaku dewasa. Kekuatan ini acapkali dicap kekanak-
kanakan, dan uniknya menurut penelitian, kekuatan ini memang lebih dominan
dimiliki oleh anak-anak dibandingkan dewasa. Orang dewasa lebih percaya
23

dengan kekuatan rasio dan matematis. Sehingga kemampuan imajinatiI dan
kreatiI mereka biasanya terkubur di balik alam rasio yang mereka agung-
agungkan. Nah, mengutip apa yang pernah diungkapkan oleh Einstein, bahwa
'Energi mengikuti Imajinasi. Einstein serius betul dengan ucapannya. Dia
sendiri mengaku telah membuktikannya saat dia ditanya bagaimana dia mampu
menghasilkan begitu banyak teori spektakuler, dia menjawab imajinasinyalah
yang menjadi salah satu bahan bakar dari idenya itu. Persis seperti sebuah pepatah
latin Fortis imaginatio generat casum` artinya imajinasi yang jelas menghasilkan
kenyataan. Maka wajar kebanyakan orang sukses bukan mengandalkan kekuatan
intelektualnya, namun berkat imajinasi.
Sumber imajinasi beraneka macam. Akan tetapi imajinasi itu dapat muncul
terutama dari pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman orang
lain.semua pengalaman itu diolah sehingga menimbulkan realitas baru, mungkin
sangat berbeda dari aa yang di alami atau diketahui,sehingga ia menjadi realitas
imajiner.

2.2Penelitian yang #elevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sumadiyono (2002) tentang u-ungan antara
Ke-iasaan Me2-aca dan !e2aha2an terhadap sastra dengan Ke2a2puan
Mengapresiasi cerita !endek Siswa kelas III SLT! Negeri 1 Klaten dan SLT!
Negeri 1 Karangdowo,
Penelitian lain yaitu Warno. 2009. !engaruh Ketra2pilan !enalaran terhadap
Ketra2pilan Menulis Ditinfau dari Status Ekono2i Orang Tua.

2.3Kerangka Berfikir
1. Hubungan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan menulis cerpen.
Siswa yang memiliki kebiasaan membaca yang baik maka akan lebih
mendapatkan reIerensi dan wawasan yang lebih luas. Siswa akan lebih
24

mudah membuat cerpen karna telah memiliki gambaran dari apa yang
telah dibacanya.
2. Hubungan antara daya imajinasi dengan kemampuan menulis karya ilmiah.
Siswa yang mempunyai daya imajinasi yang baik maka akan lebih mudah
dalam menulis cerpen, karena siswa akan lebih mudah mengekspresikan
dan mengobyekkan imajinasinya ke dalam sebuah cerpen.
3. Hubungan antara kebiasaan membaca dan daya imajinasi secara bersama-
sama dengan kemampuan menulis cerpen.
Siswa yang mempunyai kebiasaan membaca dan dayaimajinasi yang baik
maka kemampuan menulis cerpennya pun akan baik pula, memiiki
wawasan yang lebih luas dalam bercerita dan mampu mengekspresikan
gagasannya dengan imajinasi yang baik.

1

3


2


2.4Hipotesis

HA :
1. Ada hubungan antara kebiasan membaca dengan kemampuan menulis cerpen
pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo.
2. Ada hubungan antara daya imajinasi dengan kemampuan menulis cerpen pada
siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo.
Kebiasaan Membaca
Kemampuan Menulis Cerpen
Daya Imajinasi
2

3. Ada hubungan antara Kebiasaan membaca dan daya imajinasi secara bersama-
sama dengan kemampuan menulis cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 1
Sukoharjo.
H0 :
1. Tidak ada hubungan antara kebiasan membaca dengan kemampuan menulis
cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo.
2. Tidak ada hubungan antara dayaimajinasi dengan kemampuan menulis cerpen
pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo.
3. Tidak ada hubungan antara kebiasan membaca dan daya imajinasi secara
bersama-sama dengan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Sukoharjo.


















2

BAB III
METODEPENELITIAN

3.1Tempat dan Wakt:
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sukoharjo.
Waktu penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga pelaporan yaitu Mei
September.Jadwal penelitian dapat dilihat sebagai berikut






KEGIATAN
BULAN
April
2011
Mei
2011
Juni
2011
Juli
2011
Agustus
2011
1.Tahap Persiapan

a. Pengajuan judul

b.Pembuatan proposal

c. Pembuatan instrumen

d.Mengurus surat izin

e. Uji instrument

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemberian tes tingkat kebiasaan
membaca

b.Pemberian tes daya imajinasi

c. Pemberian tes kemampuan
menulis cerpen



3.Tahap Pelaporan

a. Analisis data

b.Penyusunan laporan















27

3.2Desain dan Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode korelasional, dengan dua variabel
bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama (X
1
) adalah kebiasan
membaca. Variabel bebas kedua (X
2
) adalah daya imajinasi. Variabel
terikatnya (Y) adalah kemampuan menulis cerpen. Penggunaan metode
korelasional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasan membaca
dan daya imajinasi dengan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Sukoharjo.

3.3Pop:lasi dan Sampel
a.Pop:lasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya (Sugiyono,
1999). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Sukoharjo.
b.Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono 1999). Sampel yang diambil adalah
sebanyak 200 siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukoharjo.

3.4Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian antara
lain : teknik area rando2 sa2pling, untuk memilah SMP yang berasal dari desa,
kota, dan pinggiran. Kemudian proporsional rando2 sa2pling untuk menentukan
porsi siswa yang akan di pilih. Yang terakhir adalah si2ple rando2 sa2pling
untuk menentukan siswa yang akan dijadikan sampel.


28

3.5Teknik Peng:mp:lan Data
Salah satu kegiatan penting dalam penelitian adalah pengumpulan data yang
diperlukan. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan suatu alat penelitian yang
akurat, karena hasilnya sangat menentukan mutu dan penelitian. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu teknik angket dan
teknik tes
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data variabel bebas (X
1
) adalah
menggunakan angket tingkat kebiasaan membaca. Para siswa akan dihadapkan
dengan rangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan minat baca dan kebiasaan
membaca siswa . Sedangkan variabel bebas (X
2
) menggunakan tes tingkat daya
imajinasi. Variabel terikat (Y) juga menggunakan instrumen tes, dengan bentuk
tes menulis cerpen

3.6Analisis data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan data variabel bebas
(X
1
) terhadap variable terikat (Y) menggunakan Korelasi sederhana& regresi.
Begitu juga dengan teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan data
variable bebas (X
2
) terhadap variable (Y) juga menggunakan Korelasi
sederhana& regresi. Sedangkan teknik yang digunakan untuk menganalisis
hubungan data variabel bebas (X
1
) dan (X
2
) secara bersamaan terhadap variable
terikat (Y) menggunakan korelasi ganda & regresi.

Korelasi sederhana& regresi

Korelasi ganda & regresi


Korelasi sederhana& regresi

Kebiasaan Membaca(X
1
)
Kemampuan Menulis Cerpen (Y)
Daya Imajinasi(X
2
)
29

3.7Prosed:r Penelitian

You might also like