You are on page 1of 46

MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL DRAFT RUU KEPERAWATAN

Kelompok 5 Awang Yuniana (P17320310027) Erlita Solihat (P17320310007) Widia Mujtiawati (P17320310006)

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR 2011

Jl. Dr. Sumeru No. 116 Bogor 16111

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Profesional ini dengan sebaik baiknya. Makalah Keperawatan Profesional tentang Draft RUU Keperawatan kami susun untuk memenuhi tugas pelajaran Keperawatan Profesional. Kami menyatukan dari berbagai sumber, lalu kami merangkum dengan bahasa kami sendiri sehingga dapat lebih mudah dipahami. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada mahasiswa mengenai Keperawatan Profesional ini. Penulis menyadari makalah ini memiliki banyak kekurangan, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Bogor, September 2011

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL ...............................................................i DRAFT RUU KEPERAWATAN.................................................................................i KATA PENGANTAR...................................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................ii BAB I......................................................................................................................3 PENDAHULUAN......................................................................................................3 A. Latar Belakang...............................................................................................3 B. Tujuan ........................................................................................................... 3 Mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan terkait dengan profesi................................................................................................................ 3 Mengetahui isi Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan...........................................................................................3 BAB II.....................................................................................................................4 PEMBAHASAN.........................................................................................................4 2.1 Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan......................................4 2.2 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan.......................................................................................................7 2.3 Draft RUU Keperawatan...............................................................................9 BAB III..................................................................................................................42 PENUTUP..............................................................................................................42 A. Kesimpulan ..................................................................................................42 B. Saran ........................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................iii Dokumen PPNI.......................................................................................................iii file:///C:/Users/wiwid/Documents/Cermin%20Politik%20Perawat%20Indonesia %20%20RUU%20Praktik%20Keperawatan.htm....................................................iii

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Undang undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara lain, sementara mereka akan mudah masuk ke negara kita. B. Tujuan Mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan terkait dengan profesi Mengetahui isi Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan Mengetahui Draft RUU Keperawatan
3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, UndangUndang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002). Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam
4

pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan . Fenomene gray area pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari. Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%. Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan gray area sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak dipertanggungjawabkan secara professional. Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan

kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan. Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi . Uraian diatas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan profesi keperwatan. Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004. Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada urutan 250-an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas) , yang ada pada tahun 2007 berada pada urutan 160 (PPNI, 2008). Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga pembahasanpembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI. Dalam UU Tentang praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi : Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik keperawatan.
6

Dan pasal 2 berbunyi: Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan. 2.2 Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan 1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum. 2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi
7

perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan. 5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care. 6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya

7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah : Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

2.3 Draft RUU Keperawatan Rancangan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR . TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian

berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
c. bahwa

penyelenggaraan

praktik

keperawatan

merupakan

bagian

integral

dari

penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.
9

d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang

diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.
e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul

dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.


f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima

pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan

huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan. Mengingat


1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) RUU DAN PENJELASAN

BARU JAN 09-1.doc20 2 2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1)

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

10

(2)

Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsipprinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.

(3)

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

(4)

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(5)

Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN) RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 3

(6)

(7)

Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)

(8)

Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.

(9)

Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.

(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang

perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.

11

(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki

sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi

setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.


(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.


(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan


(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan

praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.
(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan

aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung (18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat

profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.
(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan. (21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil

Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN
12

Pasal 2 Praktik keperawatan dilaksanakan berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan. Pasal 3 Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat. b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh

perawat. BAB III LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal 4 Lingkup praktik keperawatan adalah :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.


b. Memberikan

tindakan keperawatan langsung, terapi komplementer, penyuluhan

kesehatan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien.
c. d.

Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan kunjungan rumah. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal.

e. Melaksanakan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis dari dokter.

f. Melaksanakan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan BAB IV KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA Bagian Kesatu Nama dan Kedudukan RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 5 Pasal 5
(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk Konsil

Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Konsil.


13

(2) Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 6 Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Bagian Kedua Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Pasal 7 Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan. Pasal 8 (1) Konsil mempunyai tugas: a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat; b. Mengesahkan standar pendidikan perawat
c. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi

masyarakat. (2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b di usulkan oleh organisasi profesi dengan melibatkan asosiasi institusi

pendidikan keperawatan. Pasal 9 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :
a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh

organisasi profesi; b.
c.

Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ; Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;

d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat; RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 6
e.

Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan

f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan

rekomendasi Organisasi Profesi.


14

Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia. Bagian Ketiga Susunan Organisasi dan Keanggotaan Pasal 11 (1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota b. Wakil ketua merangkap anggota c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota. (2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas : a. Komite uji kompetensi dan registrasi b. Komite standar pendidikan profesi c. Komite praktik keperawatan d. Komite disiplin keperawatan
(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu)

orang Ketua Komite merangkap anggota. Pasal 12


(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh

dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.


(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam

peraturan konsil keperawatan Indonesia Pasal 13


(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji

kompetensi dan proses registrasi keperawatan.


(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas menyusun standar pendidikan

profesi bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan .
(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu

praktik Keperawatan. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 7

15

(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada

para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan Peraturan Konsil

Pasal 14
(1) Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi,

institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.


(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang

berasal dari: a. Anggota yang ditunjuk adalah 12 ( dua belas) orang terdiri dari: Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang; Kolegium keperawatan 2 (dua) orang; Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang; Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang; Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang; Tokoh masyarakat 1 (satu) orang; Departemen Kesehatan 1 (satu) orang; Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang

b. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat,

tengah, timur) Indonesia. Pasal 15


1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi

organisasi profesi
2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan dari

organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).
3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur dengan Peraturan

Presiden. 4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.
16 5. dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan

Pasal 16
(1) Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.

RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 8


(2) Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan

tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa

menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia,

mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang

saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membedabedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau

tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya. Pasal 17 Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil : a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; b. Warga Negara Republik Indonesia; c. Sehat rohani dan jasmani;
17

d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;


e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam

puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;
f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat

Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat; RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 9
g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi

yang baik; dan


h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama

menjadi anggota Konsil. Pasal 18 (1) Keanggotaan Konsil berakhir apabila : a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota; b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c. Meninggal dunia; d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; f.

Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

(2) Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan

sementara dari jabatannya.


(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua

Konsil. Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat yang dipimpin

oleh seorang sekretaris konsil (2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota konsil (4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil

Keperawatan Indonesia

18

(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan

Indonesia. Bagian Keempat Tata Kerja Pasal 20


(1) Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota. (2) Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah

anggota ditambah satu. (3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 10
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat

dilakukan pemungutan suara. Pasal 21 Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 22


(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara


(2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan

Indonesia. BAB V STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN Pasal 23

19

(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan

dengan degan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia
(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan,

organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan (3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan

melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.


b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners Spesialis

dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan. BAB VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN Pasal 24 Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 11

Pasal 25
(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan

dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi. BAB VII REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT Pasal 26

20

(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki

Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.
(2) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori: a. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Lisenced

Vocasional Nurse (LVN)


b. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Registered

Nurse (RN) (3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat Diploma atau SPK untuk Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN) c. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil d. Rekomendasi Organisasi Profesi Pasal 27
(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat diberikan

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP)
(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV

dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan bersama.


(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan

dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 12
(4) Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan

pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN). Pasal 28 (1) Syarat untuk memperoleh SIPV :
a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced Vocasional

Nurse (LVN) b. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan


21

c. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan (2) Syarat untuk memperoleh SIPP :
a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered Nurse(RN)

b. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan d. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan (3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang: a. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh SIPP

diatur dalam peraturan Menteri. Pasal 29


(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang

nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN (Lisence Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional. (2) Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Pasal 30
(1) Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi

ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.


(2) Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat dilakukan dengan

persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (3), ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi Profesi.
(3) Surat Ijin Perawat hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.

RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 13 Pasal 31


(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus

dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.


(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik

pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan. (3) Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri (4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
22

a. keabsahan ijazah; b. registrasi perawat dari negera asal


c. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat

keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik

keperawatan Indonesia.
(5) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga

harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(6) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

(3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi perawat vokasional atau Profesional.

Pasal 32
(1) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara

dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara

sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
(3) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara

dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 31. Pasal 33

23

(1) Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional bersyarat

diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam

rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 14
(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat

persetujuan dari Konsil.


(4) Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (3) diberikan melalui program adaptasi. Pasal 34 SIPV atau SIPP tidak berlaku karena: a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan; b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang; c. atas permintaan yang bersangkutan; d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia. BAB VIII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal 36 Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan. Pasal 37 Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau SIPP berwenang untuk:
24

a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis

keperawatan, keperawatan;

perencanaan,

melaksanakan

tindakan

keperawatan

dan

evaluasi

b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen

keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;


c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b

harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi; d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 15 Pasal 38 Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV berwenang untuk :
a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a harus

sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi; Pasal 39
(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien,

perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.


(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar

kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.
(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar

kewenangannya sebagai perawat.


(4) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah pusat atau

pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri. Pasal 40


(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional

(LVN). (2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.
(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang

setara kompetensi dan pengalamannya. Pasal 41

25

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Pasal 42 Hak Klien Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 38; b. meminta pendapat perawat lain; c. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar d. menolak tindakan keperawatan; dan RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 16 Pasal 43 Kewajiban Klien Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
a.

memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; mematuhi nasihat dan petunjuk perawat; mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

b. c. d. Pasal 44

Pengungkapan Rahasia Klien Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar: a. b. c. Pasal 45 Hak Perawat Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
a.

Persetujuan klien Perintah hakim pada sidang pengadilan Ketentuan perundangan yang berlaku

Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau keluarganya; Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
26

sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);


b.

c.

d.
e.

Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan Menerima imbalan jasa profesi

tugasnya; f. Pasal 46 Kewajiban Perawat Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban : a.
b.

Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan SOP Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai

keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
c.

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan

kecuali untuk kepentingan hukum;


d.

ketentuan/peraturan yang berlaku; RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 17


e.

Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan

iwa
f.

keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme. Pasal 47 Praktik Mandiri (1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok
(2) Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai dengan pasal 4

huruf a, b, c, d, e, dan f. (3) Kegiatan praktik mandiri meliputi:


a. intervensi mandiri keperawatan, seperti terapi modalitas/komplementer, konseling,

perawatan kebugaran, perawatan dirumah atau dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku

27

b. pengobatan dan tindakan medik dasar dengan instruksi atau pengawasan dokter dan

protokol dari Ikatan Dokter Indonesia,


(4) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:

a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;


b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan

keperawatan
(5) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar

perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.


(6) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib

memasang papan nama praktik keperawatan. BAB IX PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN Pasal 48 Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing. Pasal 49 (1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

meliputi kompetensi profesional dan kepribadian


(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang Karir Perawat.

RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 18


(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi

penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi. Pasal 50


(1) Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi

akademik dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;
(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada

institusi pelayanan pemerintah;


(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme

perawat pada institusi pelayanan swasta Pasal 51


28

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk: a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat. b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat; d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja. Pasal 52


(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang

diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 54 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 53 Sanksi Administratif dan Disiplin
(1)

Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 37 dikenakan sanksi

administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 19
(2)

Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi a. Pemberian Peringatan Tertulis
b. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan

administrasi sebagai berikut:

Keperawatan. c. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat
(3)

Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat berupa:
a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP

paling lama 6 (enam) bulan

29

b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP

paling lama 1 (satu) tahun


c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling

lama 3 (tiga) tahun


(4)

Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat

(3) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil. Pasal 54 Sanksi Pidana Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Pasal 55 Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 56 Perawat yang dengan sengaja: (1) tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat
(2) tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf a sampai dengan

huruf f
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.

25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 20 Pasal 57 Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran. BAB X KETENTUAN PERALIHAN
30

Pasal 58
(1) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan

yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai

KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan. Pasal 59 Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 60 Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan. Pasal 61 Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan. RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 21 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
31

Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal . SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd Ir. HATTA RAJASA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 22

PENJELASAN Rancangan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR . TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ayat (1) ; Cukup jelas Ayat (2) ; Cukup jelas Ayat (3) ; Cukup jelas Ayat (4) ; Cukup jelas
32

Ayat (5) ; Cukup jelas Ayat (6) ; Cukup jelas Ayat (7) ; Cukup jelas Ayat (8) ; Cukup jelas Ayat (9) ; Cukup jelas Ayat (10) ; Cukup jelas Ayat (11) ; Cukup jelas Ayat (12) ; Cukup jelas Ayat (13) ; Cukup jelas Ayat (14) ; RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 23 Cukup jelas Ayat (15) ; Cukup jelas Ayat (16) ; Cukup jelas Ayat (17) ; Cukup jelas Ayat (18) ; Cukup jelas Ayat (19) ; Cukup jelas
33

Ayat (20) ; Cukup jelas Ayat (21) ; Cukup jelas BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan;
a.

nilai ilmiah adalah bahwa praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu

pengetahuan dan tehnologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.
b.

Nilai moral (Etika dan etiket) adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan

harus mengacu pada prinsip-prinsip moral antara lain beneficience, nonmaleficience, veracity, justice, non-diskriminatif dan otonomi.
c.

Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d.

Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mampu

memberikan pelayanan yang dan tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan bermutu dalam konteks pelayanan kesehatan.
e.

Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik keperawatan

memberikan perlakuan yang memenuhi hak azazi manusia sebagai penerima pelayanan yaitu hak memperoleh pelayanan yang aman, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk didengar serta hak untuk memilih.
f.

Keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik

atas keseimbangan antara hak dan kewajiban penerima dan pemberi pelayanan.
g.

keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standard praktik keperawatan. Pasal 3 Cukup Jelas RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 24
34

BAB III LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal 4 ; Huruf a ; Asuhan keperawatan diberikan akibat kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, akibat kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan untuk berfungsi optimal, dan kurangnya kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri Huruf b ; cukup jelas Huruf c ; cukup jelas Huruf d ; Pegobatan adalah pemberian obat-obatan (kecuali obat-obat yang berlabel merah tidak termasuk obat-obat yang masuk dalam DOA /Daftar obat Apotik) Tindakan medik terbatas yang dimaksud adalah tindakan medik termasuk pengobatan dalam rangka penyembuhan dan pemulihan penyakit-penyakit ringan yang biasa timbul dimasyarakat disuatu wilayah (common illness) yang dilakukan oleh perawat professional yang kompeten. Huruf e ; cukup jelas Huruf f : Cukup jelas BAB IV KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA Bagian Kesatu Nama dan Kedudukan Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas Bagian Kedua
35

Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 25 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) ; Yang dimaksud dengan standar pendidikan profesi keperawatan adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistim pendidikan nasional. Penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan dilakukan oleh organisasi profesi termasuk kolegium dengan melibatkan asosiasi pendidikan keperawatan Yang dimaksud dengan asosiasi pendidikan keperawatan adalah Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia. Pasal 9 Cukup Jelas Bagian Ketiga Susunan Organisasi dan Keanggotaan Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13; Ayat (1) ; Uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Pasal 14 ; Ayat (1);
36

cukup jelas Ayat (2); Yang dimaksud dengan anggota konsil yang dipilih sebagaimana huruf (b) adalah pemilihan melalui mekanisme pencalonan dari 3 wilayah, masing-masing 3 orang kemudian dilakukan pemilihan secara serempak di tiga wilayah utama yaitu; barat meliputi pulau sumatera dan Jawa. Wilayah tengah meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTB. Wilayah timur meliputi NTT, Kepulauan Maluku dan Papua. Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 26 Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Bagian Keempat Tata Kerja Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 22 Cukup Jelas BAB V STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN Pasal 23
37

Cukup Jelas BAB VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas BAB VII REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 27 Pasal 30 Ayat (1); Cukup jelas Ayat (2); Cukup jelas Ayat (3); Cukup jelas Pasal 31 Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Ayat (1);
38

Cukup jelas Ayat (2); Cukup jelas Ayat (3); yang dimaksud dengan persetujuan konsil adalah surat keterangan yang dikeluarkn oleh konsil keperawatan indonesia untuk perawat asing yang melaksanakan tugas di Indonesia. Pasal 34 Huruf a, b, c, d ; cukup jelas Huruf e ; Pencabutan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota karena perawat dinyatakan melanggar ketentuan administratife atau telah dinyatakan bersalah secara pidana atau perdata oleh pengadilan. Pasal 35 Cukup Jelas BAB VIII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal 36 Cukup Jelas Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 Cukup Jelas Pasal 39 RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 28 Ayat (1); Tindakan diluar kewenangan dalam keadaan darurat yang dimaksud adalah ditujukan kepada penyelamatan jiwa pasien Ayat(2); Cukup jelas Ayat (3);

39

Perawat yang bertugas didaerah sulit terjangkau adalah dalam rangka membantu pemerintah agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Pasal 40; Ayat (1); Cukup jelas Ayat (2); Pengawasan yang dilakukan oleh perawat professional kepada perawat vokasional adalah dimaksudkan agar praktik keperawatan berjalan dengan aman sesuai standar profesi dan dalam rangka melindungi masyarakat memperoleh pelayanan keperawatan yang aman. Ayat (3); Pendelegasian kepada perawat yang setara kemampuan dan pengalamanya dimaksudkan agar praktik keperawatan yang diberikan berjalan dengan aman. Pasal 41; Cukup jelas Pasal 42 Cukup Jelas Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Cukup Jelas Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Cukup Jelas BAB IX PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN Pasal 48 RUU DAN PENJELASAN BARU JAN 09-1.doc20 29 Cukup Jelas
40

Pasal 49 Cukup Jelas Pasal 50 Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52 Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas Pasal 54 Cukup Jelas Pasal 55 Cukup Jelas Pasal 56 Cukup Jelas Pasal 57 Cukup Jelas BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 58 Cukup Jelas Pasal 59 Cukup Jelas BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 60 Cukup Jelas Pasal 61 Cukup Jelas

41

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, UndangUndang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002). Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
42

B. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut: .Indonesia memerlukan Undang-Undang yang mengatur segala hal tentang dunia keperawatan. Apalagi akan dibukanya pasar bebas AFTA 2010 Diharapkan Menkes proaktif dengan DPR segera membahas RUU agar dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang. Para perawat harus mempunyai izin dari suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk memberikan izin praktek bagi perawat, sehingga bisa melindungi pasien.

43

DAFTAR PUSTAKA Dokumen PPNI file:///C:/Users/wiwid/Documents/Cermin%20Politik%20Perawat%20Indonesia


%20%20RUU%20Praktik%20Keperawatan.htm

iii

You might also like