You are on page 1of 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori tentang Lingkungan Kerja II.1.1. Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sihombing (2004) menyatakan bahwa: Lingkungan kerja adalah faktorfaktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor- fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu ditempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di perusahaan antara atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja. II.1.2. Lingkungan Kerja Sosial Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan yang terbina dalam perusahaan. Seorang pegawai bekerja di dalam perusahaan tidak sendiri. Di dalam melakukan aktivitas, pegawai pasti membutuhkan orang lain. Dengan demikian pegawai wajib membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena pegawai saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

psikologis karyawan. Mello (2002) menyatakan bahwa labor relations is key strategic issue for organizations because the nature of the relationship between the employeer and can have a significant inpact on morale, motivation and productivity. (Hubungan kerja adalah isu strategis kunci bagi organisasi karena sifat hubungan antara pemberi kerja dan dapat memiliki inpact signifikan terhadap moral, motivasi dan produktivitas). Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalah pahaman karena gagal menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan membangun tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut Mangkunegara (2003) diperlukan: (1) pengaturan waktu, (2) tahu posisi diri, (3) adanya kecocokan, (4) menjaga keharmonisan, (5) pengendalian desakan dalam diri, (6) memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada diri orang lain, (7) jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri, (8) tidak mengumbar kemarahan pada orang lain, (9) besikap bijak dan bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangun hubungan kerja yang baik diperlukan pengendalian emosional dengan baik ditempat kerja. Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa untuk menciptakan hubungan relasi kerja yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja serta (2) menciptakan suasana, memperhatikan dan

Universitas Sumatera Utara

memotivasi kreativitas. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional ditempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin. Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja. Manusia bekerja untuk mendapatkan uang tetapi uang bukan merupakan tujuan segalanya. Menusia bekerja untuk mendapatkan lebih dari sekedar uang, manusia memerlukan penghargaan dari perusahaan, memiliki hubungan yang baik dengan sesama karyawan dan manajer serta memiliki pekerjaan yang layak. Jadi uang bukan merupakan alat motivasi yang utama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan sebaliknya hubungan kerja yang baik di lingkungan perusahaan merupakan kunci utama untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas karyawan yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap prestasi kerja karyawan. II.1.3. Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja karyawan. Faktorfaktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia.

Universitas Sumatera Utara

Robbins (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah: a) suhu, b) kebisingan, c) penerangan dan d)mutu udara. a. Suhu Suhu adalah satu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Suhu yang nyaman bagi seseorang mungkin merupakan neraka bagi orang lain. Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan bekerja di suatu lingkungan dimana suhu diatur sedemikian rupa sehingga berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu. b. Kebisingan Bukti dari telaah-telaah tentang suara menunjukkan bahwa suara-suara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan. c. Penerangan Bekerja pada ruang yang gelap dan samara-samar akan menyebabkan ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibanding yang lebih muda.

Universitas Sumatera Utara

d. Mutu Udara Merupakan fakta yang tidak bisa disangkal bahwa jika menghirup udara tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi keryawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah dan depresi. Faktor lainnya yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyaman bagi karyawan ditempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas : a) ukuran ruang kerja, b) pengaturan ruang kerja, c) privasi. a. Ukuran ruang kerja Ruangan kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan Ruangan kerja yang sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah jika dibanding dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas b. Pengaturan Jika ukuran ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin

Universitas Sumatera Utara

berinteraksi dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui. c. Privasi Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi dan sekatan-sekatan fisik lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan mereka (khususnya dalam posisi manajerial, di mana privasi diasosiasikan dalam status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang yang melakukan tugas-tugas rumit. II.2. Teori tentang Motivasi II.2.1. Pengertian dan Tujuan Motivasi Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manajer mengetahui bagaimana memberikan informasi ang tepat pada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manajer untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya peransang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Menurut McCormick dalam mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan motivasi adalah suau kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Dari definisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan pegawai) sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi pegawai untuk berprilaku kearah tercapainya tujuan perusahan. Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang diperoleh dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2005) yaitu: a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan b. Meningkatkan prestasi kerja karyawan c. Meningkatkan kedisiplinan karyawan d. Mempertahankan kestabilan perusahaan e. Menefektifkan pengadaan karyawan f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

Universitas Sumatera Utara

g. Menungkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan i. Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku Produktifitas pegawai menjadi pusat perhatian dalam upaya untuk meningkatkan kinerja yang mempengaruhi efisiensi dan efektifitas organisasi. Analisis yang lebih mengkonsentrasikan pada kinerja akan lebih memberikan penekanan pada 2 faktor utama yaitu: 1. Motivasi dari pegawai. 2. Kemampuan dari pegawai untuk bekerja. (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:187). Menurut Robbins (2008), motivasi adalah suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Menurut Wahjosomidjo untuk memberikan motivasi yang tepat pimpinan hendaknya terus menerus: 1. Mengamati dan memahami tingkah laku bawahan. 2. Mencari dan menentukan sebab-sebab tingkah laku bawahan. 3. Memperhitungkan, mengawasi dan mengubah serta mengarahkan tingkah laku bawahan. Untuk memahami motivasi secara lebih mendalam maka harus di pahami pula bahwa di dalam organisasi publik, akan terjadi interaksi dan aktivitas baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan pelaksanaan tugas. Seperti dikatakan oleh Wahjosumidjo sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Interaksi kerjasama anatara pimpinan dan bawahan kolega maupun dengan atasan pimpinan itu sendiri. 2. Dalam proses interaksi tersebut terjadi perilaku bawahan yang harus diperhatikan, diarahkan, dibina, dikembangkan tetapi kemungkinan juga di paksakan agar perilaku tersebut sesuai dengan organisasi yang bersangkutan. 3. Perilaku yang ditampilkan oleh para bawahan berjalan sesuai dengan sistem nilai dan aturan atau bertentangan. 4. Dorongan prilaku yang berbeda-beda dapat terjadi karena keinginan dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda pula. (Sulistiyani & Rosidah, 2009) II.2.2. Teori-teori Motivasi Teori-teori motivasi yang dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk dapat menggerakkan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para pegawai. Diantara berbagai teori motivasi yang dikemukankan oleh para ahli terdapat tiga nama besar yang dianggap paling menonjol dan mempengaruhi jalan pikiran para ahli sehubungan dengan teori kepuasan. Mereka itu adalah Abraham maslow yang mengemukakan teori hirarki kebutuhan, Frederich Herzberq yang mengemukakan teori dua faktor dan David McCelland yang mengemukakan teori prestasi (Tampubolon 2008).

Universitas Sumatera Utara

1. Teori Kebutuhan Maslow. Teori ini memandang bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang bertingkattingkat dari yang paling sederhana hingga yang paling tinggi berdasarkan kadar kepentingannya. Kebutuhan itu antara lain: a. Kebutuhan fisiologi (fisiological needs) Kebutuhan dasar yang menunjang kehidupan manusia, yaitu pangan, sandang, papan, dan Seks. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. b. Kebutuhan rasa aman (Safety needs) Kebutuhan akan terbebaskannya dari bahaya fisik, rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi. c. Kebutuhan akan sosialisasi (social needs or afilitiation) Sebagai mahluk social manusia membutuhkan pergaulan dengan sesamanya dan sebagai bagian dari kelompok. d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) Kebutuhan merasa dirinya berharga dan dihargai orang lain. e. Kebutuhan aktualisasi diri ( self actualization needs) Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan menjadi orang sesuai dengan yang dicita-citakan. Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs), kebutuhan sosial, penghargaan,

Universitas Sumatera Utara

dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara dua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan). (Robbins & Judge, 2008). 2. Teori Dua Faktor Herzberg Yang dimaksud dengan dua faktor tentang motivasi yang dikemukan oleh herzberg adalah faktor yang membuat orang merasa puas (satisfers) dan faktor yang membuat orang tidak puas (dissatisfers). Dalam pandangan lain dua faktor yang dimaksudkan dalam teori motivasi Herzbeg adalah adanya dua rangkaian kondisi. Kondisi pertama dimana orang merasa sehat dan faktor yang memotivai (hygiene-motivator) dan faktor ekstrinsik dan intrinsic (extrinsic-intrinsic) sesuai dengan bagaimana cara pandang orang yang membahasnya. Teori dua faktor tidak begitu didukung dalam literatur dan menuai banyak kritikan. Kritik-kritik terhadap teori tersebut meliputi: a. Prosedur yang digunakan oleh Herzberg dibatasi oleh metodologinya. Ketika segalanya berjalan dengan baik, individu-individu cenderung memuji diri mereka sendiri. Sebaliknya, mereka menyalahkan kegagalan pada lingkungan ekstrinsik. b. Keandalan metologi Herzberg diragukan. Para penilai harus membuat berbagai interpretasi, sehingga mereka dapat menggabungkan penemuan

Universitas Sumatera Utara

dengan menginterpretasikan respons seseorang dalam prilaku tertentu ketika mencoba respons yang sama dengan cara berbeda. c. Tidak ada ukuran kepuasan yang digunakan secara keseluruhan. Seseorang mungkin tidak menyukai bagian dari suatu pekerjaan namun masih menganggap pekerjaan tersebut bisa diterima secara menyeluruh. d. Teori tersebut tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya. Teori dua faktor mengabaikan variabel-variabel situasional. e. Herzberg mengasumsikan hubungan antara kepuasan dan produktivitas, tetapi metodologi penelitian yang digunakannya hanya melihat kepuasan dan tidak melihat produktivitas. Untuk membuat penelitian ini lebih relevan, seseorang harus mengasumsikan suatu hubungan yang kuat antara kepuasan dan produktivitas. (Robbins & Judge, 2008 : 228-229). 3. Teori Motivasi McClelland Teori kebutuhan McClelland merupakan teori yang menyatakan bahwa pencapaian, kekuatan, dan hubungan adalah tiga kebutuhan penting yang membantu menjelaskan motivasi. (Robbins & Judge, 2008 : 230). Hasil penelian yang dilakukan oleh David McClelland menunjukkan bahwa kebutuhan yang kuat untuk berprestasi, dorongan untuk berhasil berhubungan dengan sejauh mana orang tersebut termotivasi untuk mengerjakan tugasnya. Tiga kebutuhan yang dikemukakan oleh McClelland adalah: a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement) dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil

Universitas Sumatera Utara

b. Kebutuhan kekuatan (need for fower), kebutuhan untuk membuat individu lain berprilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berprilaku sebaliknya c. Kebutuhan hubungan (need for affilitation), keinginan untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab. McCleland sebenarnya ingin mengatakan, bahwa karyawan yang memiliki kebutuhan prestasi (nAch) yang tinggi cendrung termotivasi dengan situasi kerja yang penuh tantangan dan persaingan, sebaliknya orang yang mempunyai kebutuhan prestasi yang rendah cendrung berperstasi dalam situasi dalam situasi kerja yang sama. (Sribudi cantika yuli, 2005:139). II.2.3. Teori Proses Motivasi Teori-teori proses motivasi antara lain, teori X dan Y dari McGregor, teori penentuan sasaran (goal setting theory), teori keadilan (equity theory) dan teori pengharapan (expectation theory). Teori-teori proses motivasi ini banyak digunakan ahli manajemen untuk mendorong para manajer menggunakannya didalam praktik manajemen (Tampubolon 2008:93) 1. Teori X dan Teori Y Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda mengenai manusia yaitu seseorang itu pada dasarnya bersifat negatif, diberi nama teori X. dan yang lainnya pada dasarnya bersifat positif, diberi nama teori Y. Dalam teori X terdapat empat asumsi yang diyakini oleh manajer yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Karyawan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya. b. Karena para karyawan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Para karyawan akan mengelakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal. d. Kebanyakan pekerja mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alas an untuk dipecat) diatas semua faktor dan hanya menunjukkan sedikit ambisi Dalam teori Y, terdapat empat asumsi berlawanan yang diyakini oleh manajer yakni: a. Para karyawan memandang pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain. b. Seorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri. c. Seorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab. d. Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik. 2. Teori Pencapaian Sasaran (goal setting theory) Teori pencapaian sasaran sangat spesifik jika dilihat dari tingkat kesulitan didalam pencapaian sasaran serta umpan baliknya karena didalam pencapaian mempunyai standar performa yang tinggi. Teori penentuan tujuan mengisyaratkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan tersebut yang berarti seorang individu memutuskan untuk tidak merendahkan atau mengabaikan tujuan tersebut. Berdasarkan prilaku, ini berarti bahwa seorang individu: a. Yakin ia bisa mencapai tujuan tersebut dan b. Ingin mencapainya 3. Teori Keadilan (equity theory) Teori keadilan menguraikan bahwa setiap individu didalam melaksanakan pekerjaanya selalu membandingkan antara input tugas dan hasil, beserta yang lainnya didalam pertanggung jawabannya, serta berusaha mengatasi

ketidakseimbangan beban tugasnya. Rujukan yang dipilih oleh seorang karyawan menambah kerumitan teori keadilan (equity theory). Inilah empat perbandingan rujukan yang bisa digunakan oleh seorang karyawan. a. Diri-di dalam, pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasi karyawan tersebut pada saat ini. b. Diri-di luar, pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi atau situasi diluar organisasi karyawan tersebut pada saat ini. c. Individu lain-di dalam, individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan tersebut. d. Individu lain-di luar, individu atau kelompok individu lain di luar organisasi karyawan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan teori keadilan, ketika karyawan merasakan ketidakadilan, mereka bisa diperkirakan akan memilih satu dari enam pilihan berikut: a. Mengubah masukan-masukan mereka (misalnya, jangan mengerahkan usaha sebanyak itu) b. Mengubah hasil-hasil mereka (misalnya, individu-individu yang dibayar berdasarkan tarif per bagian bisa meningkatkan imbalan kerja mereka dengan memproduksi kuantitas yang lebih rendah) c. Mengubah persepsi-persepsi diri (misalnya, Saya biasanya berpikir saya bekerja dengan kecepatan sedang tetapi sekarang saya sadar bahwa saya bekerja jauh lebih keras daripada siapapun.) d. Mengubah persepsi-persepsi individu lain (misalnya, Pekerjaan Mike sudah tidak begitu diinginkan seperti yang saya kira sebelumnya.) e. Memilih rujukan yang berbeda (misalnya, Mungkin saya tidak mendapatkan penghasilan sebanyak kakak ipar laki-laki saya, tetapi saya bekerja jauh lebih baik dari pada ayah saya ketika ia seumuran saya.) f. Meninggalkan bidang tersebut (misalnya, meninggalkan pekerjaan tersebut). (Robbins & Judge, 2008 : 248) Teori tersebut menentukan pernyataan konsep yang berhubungan dengan imbalan kerja yang tidak adil sebagai berikut: a. Dengan imbalan kerja yang ada pada saat itu, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu tinggi akan bekerja lebih banyak daripada karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.

Universitas Sumatera Utara

b. Dengan imbalan kerja menurut kuantitas produksi, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu tinggi akan memproduksi unit-unit yang lebih sedikit tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan karyawankaryawan yang dibayar dengan adil. c. Dengan imbalan kerja pada saat itu, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu rendah menghasilkan kualitas hasil yang lebih buruk. d. Dengan imbalan kerja menurut kuantitas produksi, karyawan-karyawan yang dibayar terlalu rendah akan menghasilkan banyak unit berkualitas rendah bila dibandingkan karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil. 4. Teori Pengharapan (expectancy theory) Teori pengharapan merupakan tendensi kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan kebebasan menjadi suatu penciptaan kekuatan pengharapan untuk mendapatkan hasil yang menarik bagi penghasilan individu. Teori ini terfokus pada tiga efek hubungan, yaitu: a. usaha (effort), hubungannya dengan performa (performance) b. performa (performance), hubungannya dengan pengharapan (expectancy) c. pengharapan (expectancy), berhubungan dengan sasaran (goals). II.3. Teori Komitmen Pegawai Salah satu untuk mengukur kualitas pengelolaan suatu perusahaan adalah komitmen keryawannya. Menurut Mulyadi (2001) komitmen adalah kesediaan personal untuk mengintesvasikan perhatian dan pengetahuannya kepada

Universitas Sumatera Utara

pekerjaannya. Alwi (2001) berpendapat komitmen adalah bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggung jawabnya dalam upaya perusahaan mencapai tujuan. Menurut Luthans (2006) menyatakan atasan (manajer) perlu memberikan perhatian dan suasana kerja yang akan membangkitkan komitmen pegawai. Atmosoeprapto (2002) mengatakan komitmen bisa diartikan Keterikatan dan menyangkut dua unsur yakni: a. Confidence yakni ukuran keyakinan diri seorang atau rasa mampu melakukan suatu tugas dengan baik tanpa banyak diawasi. b. Motivation yakni minat dan antusias seorang untuk melakukan suatu tugas dengan baik. Argyris (2002) membagi komitmen menjadi dua bagian besar yakni: 1. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja dan mucul karena adanya tuntutan terhadap penyelesaian tugas dan tanggung jawab. Peran manajer dan supervior sangat vital dalam menentukan timbulnya komitmen ini karena belum adanya suatu kesadaran individual atas tugas yang diberikan. 2. Komitmen internal merupakan yang berasal dari diri seorang untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimilikinya. Munculnya komitmen internal sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dan lingkungan organisasi dalam membutuhkan sikap dan perilaku profesional dalam menyelesaikan tanggung jawab perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Karyawan yang berkomitmen akan mencurahkan energi emosional dan perhatiannya keperusahaan. Komitmen dapat dideteksi dari bagaimana karyawan berhubungan satu dengan lainnya dan dari bagaimana perasaan mereka terhadap perusahaan. Faktor-faktor komitmen organisasi dalam organizational Commitment Questionnaire terdiri atas tiga komponen yaitu: a. Affective (Emotional Attachment) berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai didalam suatu organisasi. b. Continuance (Cost of leaving) yakni persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. c. Normative (Obligation to stay) merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban tentang yang harus diberikan kepada organisasi. Komitmen karyawan berkatian dengan bagaimana karyawan akan berprilaku dalam perusahaan. Makna komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi yang pada akhirnya tergambar dalam statistic ketidakhadiran (absent) serta keluar masuk tenaga kerja (turn over). Menurut Luthan (2006) makna dari komitmen organisasi adalah: a. Suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari suatu organisasi tertentu. b. Keinginan menuju level keahlian tinggi atas nama organisasi. c. Suatu kepercayaan tertentu didalam penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Seorang tenaga kerja yang merasa terikat dengan organisasi akan merasa senang untuk menjadi anggota organisasi, percaya akan organisasi dan memandang baik tentang organisasi yang terwujud dalam perilaku organisasi dalam lingkungan luar organisasi serta melakukan hal-hal terbaik untuk organisasi. Berbagai inisiatif strategic berikut dapat dipilih organisasi untuk membangun komitmen karyawannya yakni: (Mulyadi 2001) a. Pembangunan mindset personal yang pas dengan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan akan menyatukan sikap mental seluruh personal perusahaan. Mindset merupakan sikap mental mapan yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman dan prasangka. b. Pelaksanaan proses internalisasi misi, visi, keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi kedalam diri seluruh personal perusahaan untuk membangun komitmen karyawan. c. Peluang yang disediakn bagi personal untuk bertumbuh menjanjikan peningkatan komitmen. Peluang untuk bertumbuh tersebut dalam bentuk pelatihan ketrampilan (skill training), penugasan pekerjaan yang menuntut ketrampilan baru, umpan balik tentang kinerja, kesempatan untuk bekerja dalam tim lintas fungsional dan pengalaman pendidikan yang relevan. d. Penghargaan akan motivasi untuk menghasilkan kinerja dan penghargaan yang dirasakan adil oleh personal akan memotivasi personal secara maksimum dalam menghasilkan kinerja yang luar biasa.

Universitas Sumatera Utara

e. Komunitas hubungan denga rekan kerja dan atasan merupakan penentu komitmen karyawan. f. Perusahaan perlu memberikan fleksibilitas dalam pengaturan (work arrangement) untuk mengakomodasikan kepentingan karyawaan guna mingkatkan komitmen karyawan. g. Work impact, perusahaan perlu menjadikan karyawan bangsa atas hasil pekerjaannya dan memberikan umpan balik tentang pemanfaatan hasil pekerjaan karyawan tersebut bagi kepentingan perusahaan agar kedua hal tersebut mampu meningkatkan komitman karyawan terhadap perusahaan. Sugeng mengatakan (2002) ada dua cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperkuat komitmen keryawannya yakni: a. Mengurangi tuntutan keja dengan cara: menentukan prioritas, menetapkan fokus dan melakukan rekayasa. b. Meningkatkan kemampuan karyawan dengan beberapa cara seperti: 1) Kontrol yakni memberi karyawan kewenangan untuk mengontrol keputusan mengenai bagaimana mereka mengerjakan pekerjaan mereka; 2) strategi atau visi yakni menawarkan kepada karyawan visi dan arahan yang membuat mereka memeliki komitman untuk bekerja keras; 3) tentang kerja yakni memberi karyawan stimulasi kerja yang dapat mengembangkan ketrampilan baru; 4) kolaborasi dan teamwork yakni membentuk tim untuk melekukan pekerjaan; 5) kultur kerja yakni membangun suatu lingkungan dan suasana keterbukaan, menarik, menyenangkan dan penuh penghargaan; 6) membagi keuntungan yakni memberi

Universitas Sumatera Utara

kompensasi kepada karyawan karena karena menyelesaikan pekerjaan dengan baik; 7) komunikasi yakni menyebarkan informasi seiring mungkin dan secara terbuka; 8) perhatian yakni memastikan bahwa setiap karyawan diperlukan sesuai martabatnya; 9) tehnologi yakni memberi karyawan yang membuat pekerjaan mereka menjadi lebih mudah dan; 10) pelatihan dan pengembangan yakni memastikan bahwa karyawan memiliki ketrampilan untuk mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik. II.4. Teori tentang Prestasi Kerja II.4.1. Pengertian Prestasi Kerja Menurut Soeprianto (2001), prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut Hasibuan (2002), prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Mangkunegara (2007) bahwa Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rivai (2005) menyatakan bahwa Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Pengertian prestasi kerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya prestasi kerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standard and criteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. II.4.2. Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Menurut Hasibuan (2002), penilaian prestasi adalah kegiatan manejer untruk mengevaluasi prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Penilaian prestasi kerja juga merupakan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai. Menurut Soeprianto (2001), penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaanya masing-masing secara keseluruhan. Selanjutnya, menurut Panggabean (2002) penilaian prestasi kerja adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengetahui atau memahami tingkat kinerja karyawan dibandingkan dengan tingkat kinerja karyawan lainya atau dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan: Menurut Sulistiyani dan Rosida (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan yaitu : Pengetahuan, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih

Universitas Sumatera Utara

berorientasi pada intelenjensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang lebih luas yang dimiliki karyawan. Selain itu menurut Martoyo (2000) salah sati faktor yang mempengaruhi prestasi kerja antara lain motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan dan kemampuan pekerjaan karyawan. Keterampilan, kemampuan dan penguasaan teknis operasional yang dibidang tertentu yang dimiliki karyawan. Abilities, yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kopentensi yang dimiliki seorang karyawan. Attitude, yaitu suatu kebiasaan yang terpolakan, Behavior, yaitu perilaku kerja seorang karyawan dalam melaksanakan berbagai kegiatan atau aktivitas kerja kesempatan, yaitu kesempatan untuk bekerja. Ruki (2001) menyatakan bahwa indikator prestasi kerja adalah sebagai berikut: a. Kualitas kerja Kualitas kerja dilihat dari pemahaman tentang lingkup pekerjaan, uraian pekerjaan, tanggung jawab serta wewenang yang diemban. b. Kuantitas kerja Kuantitas karja ditunjukan melalui hasil dan kecepatan dalam melaksanakan pekerjaan c. Konsistensi Konsistensi dilihat dari usaha untuk selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri, memahami dan mengikuti intruksi yang diberikan, mempunyai inisiatif, kejujuran, kecerdasan dan kehati-hatian dalam bekerja.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja karyawan. Penilaian prestasi karyawan berguna untuk perusahaan serta harus bermanfaat bagi karyawan. Menurut Hasibuan (2002), tujuan dan kegunaan penilaian prestasi karyawan sebagai berikut: sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam perusahaan. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode karja, struktur organisasi gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang lebih baik, Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, managers, administrator) untuk mengobservasi prilaku bawahan (subordinate) supaya diketahui minta dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya. Sebagai alat untuk bias melihat kekurangan kemampuan atau kelemahan-kelemahan selanjutnya dimasa lampau dan

meningkatkan

karyawan

Sebagai

kriteria

didalam

menentukan seleksi dan penempatan karyawan. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personal dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan, sebagai alat untuk memperbaiki atau

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan kecakapan karyawan sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (jobdeskription). Sedangkan menurut Mangkunegara (2007), secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut: Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan prestasi. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. Sedangkan menurut Prawirosentono, 1999 (dikutip Sengkey, 2003): tujuan dan kegunaan penilaian prestasi karyawan adalah : Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin, Digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia khususnya penyempurnaan kondisi peningkatan mutu dan hasil kerja. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan secara optimal mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya prestasi karyawan dalam bekerja, secara pribadi bagi karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing sehingga memacu

Universitas Sumatera Utara

perkembangannya. Sebaliknya bagi atasan akan lebih memperhatikan dan mengenal karyawannya atau bawahanya sehingga dapat membantu dalam memotivasi karyawan dalam bekerja. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan dibidang personalia secara keseluruhan. II.4.3. Syarat-syarat Penilaian Pretasi Kerja Agar pelaksanaan suatu penilaian prestasi kerja dapat berhasil sesuai dengan sasaran yang diharapkan, diperlukan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh suatu sistem penilaian kerja. Menurut Cascio (1995), syarat-syarat penilaian prestasi kerja antara lain adalah: a. Relevance Syarat ini menegaskan bahwa suatu system penilaian prestasi kerja hanya diukur hal-hal yang berhubungan atau berkaitan langsung dengan pekerja-jabatan tertentu. b. Acceptability Suatu system penilaian prestasi kerja harus dapat diterima dan dimengerti oleh penilai maupun karyawan yang dinilai. c. Reliability Suatu system penilaian prestasi kerja harus dapat dipercaya serta memiliki alat ukur yang handal, konsisten dan stabil. Artinya apabila alat ukur tersebut digunakan oleh penilai lain yang objeknya sama akan memberikan hasil penilaian yang sama.

Universitas Sumatera Utara

d. Sensitivity Suatu system penilaian prestasi kerja harus memiliki kepekaan untuk membedakan karyawan yang efektif dengan yang tidak. e. Practycally Suatu system penilaian kerja harus praktis dan mudah dilaksanakan tidak berbelitbelit baik secara administrasi maupun interprestasi, serta tidak memerlukan biaya yang relatif besar.

Universitas Sumatera Utara

You might also like