You are on page 1of 51

Bab 1 Landasan Teori 1.1.

Sistem Manufaktur Sistem manufaktur adalah sistem yang melakukan transformasi atau konversi bahan input (bahan mentah, bahan setengah jadi atau komponen) menjadi produk jadi yang mempunyai nilai lebih tinggi, dan dikendalikan oleh manajemen (Oden, HW, 1993). Gambar berikut memperlihatkan hubungan empat komponen manufaktur : Manajemen

Material, pekerja, dan input lainnya

Proses transformasi

Output (barang)

Gambar 1.1. Skema sederhana manufaktur (Oden, HW, 1993).

Disamping bahan mentah atau komponen yang merupakan input dalam pemrosesan produk jadi, diperlukan juga beberapa input lain untuk kegiatan manufaktur, misalnya tenaga kerja, mesin dan peralatan, utilitas (listrik, gas, air, dan sebagainya) dan teknologi. Diantara input-input yang diperlukan, yang benarbenar mengalamitrasformasi atau konversi adalah bahan mentah atau komponen; input lainnya berfungsi mengubah bahan mentah dan komponen menjadi produk jadi. Input yang berfungsi melakukan koversi bahan mentah ada yang bersifat fisik, seperti manusia, mesin, peralatan dan utilitas. Dan ada yang tidak bersifat fisik yaitu teknologi. Dalam suatu sistem manufaktur, kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi, ini bertujuan untuk mengatur aliran material data suatu proses manufaktur mulai dari sebagai bahan mentah sampai menjadi produk akhir. Dengan demikian isu dalam kegiatan P2P adalah pertanyaan : apa (yang akan dibuat pada periode mendatang), berapa (jumlah produk yang akan dibuat), kapan

(produk tersebut akan dibuat), dan siapa (yang akan membuat produk tersebut). Tampak jelas bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, bagian P2P harus memulai dari studi pasar, kemudian menerjemahkan permintaan konsumen menjadi keputusan-keputusan operasional seperti : 1. mesin, peralatan dan fasilitas lain yang harus disiapkan. 2. 3. (order list), penjadwalan produksi dan tenaga kerja. 4. Mekanisme pengendalian agar rencana bisa cocok dengan kegiatan kondisi sehari-hari. Keputusan operasional (1), (2), dan (3) berkaitan dengan kegiatan perencanaan, sedangkan keputusan operasional (4) berkaitan dengan kegiatan pengendalian. Pengendalian dan pemeliharaan persediaan merupakan hal yang sudah umum bagi semua organisasi diberbagai sektor ekonomi. Masalah persediaan tidak hanya terbatas pada perusahaan yang mencari keuntungan (making-profit company) saja, tapi juga dapat ditemukan di institusi sosial dan perusahaan nonprofit. Persediaan merupakan hal yang biasa di pertanian, manufaktur, pedagang, retail, rumah sakit, gereja, penjara, kebun binatang, universitas dan juga pemerintahan. 1.2. Strategi Dalam Sistem Manufaktur Klasifikasi dari strategi respon, proses manufaktur, dan sistem perencanaan dan pengendalian adalah sesuatu yang idealis. Pada kenyataannya, strategi respon, proses manufaktur dan sistem perencanaan dan pengendalian tidak bias langsung sesuai dengan kategori-kategori yang ada. Mungkin kita bias menemukan perusahaan yang menggunakan dua atau lebih strategi respon, proses dan sistem pengendalian dalam suatu pabrik. Misalnya, sebuah perusahaan dengan sistem job shop dengan jalur perakitan batch kecil (Oden, HW, 1993). Jumlah bahan mentah, Jadwal pemesanan persediaan setengah jadi dan produk jadi yang harus disimpan. Jumlah tenaga kerja,

1.2.1. Strategi Respon Demand Strategi respon demand adalah cara bagaimana sebuah perusahaan merespon demand konsumen. PT. Muawanah Al Masoem adalah salah satu perusahaan yang memiliki respon demand make to stock. Pada strategi ini persediaan dibuat dalam bentuk produk akhir yang siap dikemas. Siklus dimulai ketika perusahaan menentukan produk, kemudian menentukan kebutuhan bahan baku, dan membuatnya untuk disimpan. Konsumen akan memesan produk juga harga dan spesifikasi produk sesuai dengan kebutuhannya. Operasi difokuskan pada kebutuhan pemenuhan tingkat persediaan dan order yang tidak diidentifikasi pada proses produksi. Sistem produksi mengembangkan tingkat persediaan yang didasarkan pada order yang akan datang, bukan order sekarang. 1.2.2. Proses Manafaktur (Tipe Proses) Ada tiga desain proses manufaktur tradisional yang kita kenal yaitu sistem manufaktur berbasis proyek, job shop dan flow shop (Oden, HW, 1993). Flow shop disusun dari stasiun kerja dalam urutan operasi untuk membuat produk. Semua produk mengikuti standar produk yang ditentukan. Input 1 2 3 4 5 Output

Gambar 1.2. Proses flow shop (Oden, HW, 1993).

1.3. Peramalan Untuk mengetahui atau melihat perkembangan dimasa yang akan datang, peramalan dibutuhkan untuk menentukan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau kapan suatu kebutuhan akan timbul, sehingga dapat dipersiapkan kebijakan atau tindakan-tindakan yang perlu dilakukan. John E. Bigel didalam bukunya mengemukakan definisi peramalan sebagai berikut (4, h. 15) :

Peramalan adalah suatu perkiraan dari tingkat kebutuhan yang diharapkan terjadi pada suatu barang atau beberapa barang pada periode mendatang . Pendapat lain mengenai peramalan dikemukakan oleh Sofyan Assauri, sebagai berikut (1, h. 10) : Peramalan merupakan suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan dating . Peramalan diperlukan karena adanya perbedaan waktu antara kesadaran akan dibutuhkannya suatu kebijaksanaan baru dengan waktu pelaksanaan kebijaksanaan tersebut. Dari uraian diatas kita mendapat gambaran, bahwa peranan peramalan sangatlah penting. Dengan adanya peramalan akan diperoleh suatau pendekatan terhadap keadaan nyata, guna dipakai didalam pengambilan suatu keputusan. Peramalan dapat digunakan untuk mengetahui secara pasti rencana produksi yang akan dilaksanakan, dapat dihindarkan terjadinya dan juga adanya kerja lembur yang berlebihan. Peramalan dapat dipergunakan untuk mengoptimalkan biaya produksi, karena kegiatan produksi selalu diusahakan seefisien dan seefektif mungkin. Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan dalam penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramalan. 1.3.1. Langkah-langkah Peramalan Kualitas atau mutu dari hasil peramalan yang disusun, sangat ditentukan oleh proses pelaksanaan penyusunannya. Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau prosedur penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada 3 langkah peramalan yang penting, yaitu : 1. Menganalisa data yang lalu Tahap ini berguna untuk mengetahui pola dari data yang terjadi pada masa lalu. Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data yang lalu.

Dengan tabulasi data dapat diketahui pola dari data tersebut. Menurut Sofyan Assauri (1, h. 30) ada 4 jenis pola data, yaitu : a. Pola Horisontal (H). Terjadi bila nilai data fluktuatif disekitar nilai data yang konstan, (deret seperti ini adalah stasioner terhadap nilai rata-rata) suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini.

Gambar 1.3. Pola Data Horizontal.

b. Pola Musiman (S). Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulan atau hari-hari pada waktu tertentu). Penjualan produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruangan, semuanya menunjukkan pola ini.

Gambar 1.4. Pola Data Musiman.

c. Pola Siklis. Data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil menunjukkan pola ini.

Gambar 1.5. Pola Data Siklus.

10

d. Pola Trend. Terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.

Gambar 1.6. Pola Data Trend.

Tugas utama dari peramalan adalah memisahkan pola yang ada dari komponen deret kesalahan adalah (error). melalui Proses yang umum bentuk dilakukan fungsional untuk yang memperkirakan pola hubungan yang baik, baik dari metode deret causal atau waktu penentuan meminimalisasikan komponen kesalahan (error). Salah satu bentuk dari perkiraan atau estimasi tersebut adalah least square. Bentuk atau metode ini akan meminimalisasikan jumlah kesalahan-kesalahan kuadrat. 2. Menentukan metode peramalan yang akan digunakan. Karena setiap metode peramalan akan memberikan hasil peramalan yang berbeda. Metode peramalan yang baik adalah metode yang memberikan hasil ramalan yang tidak jauh dengan kenyataan yang telah terjadi. Dengan perkataan lain metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan sekecil mungkin. 3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. Faktor-faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, perkembangan potensi masyarakat, perkembangan teknologi atau penemuan-penemuan baru, dan perbedaan hasil ramalan yang ada dengan kenyataan. Dengan memperhatikan faktor-faktor

11

tersebut, maka akan dapat ditentukan hasil ramalan yang terakhir. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan pengambilan keputusan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka akan dapat ditentukan hasil ramalan yang terakhir. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapatlah diketahui ada 3 langkah penting dalam melakukan kegiatan peramalan ketiga langkah tersebut perlu diperhatikan agar kegiatan peramalan dapat berjalan dengan baik dan efektif. 1.3.2. Metoda Peramalan Ramalan adalah suatu kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat didasarkan atas bermacam-macam cara yang dikenal dengan metoda peramalan. Sofyan Assauri mengemukakan pendapatnya mengenai metoda peramaln sebagai berikut (1, h. 15) : Metoda peramalan adalah cara menentukan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu . Kemampuan untuk menentukan atau memperkirakan kegiatan-kegiatan sangat ditentukan oleh tepat tidaknya peramalan yang dilakukan atas dasar kondisi pada beberapa masa lalu, maka terdapat usaha untuk mengembangkan teknik dan metoda peramalan. Misalnya Trend, mampu memperkirakan secara tepat peristiwa-peristiwa atau ekonomi. Metoda peramalan yang digunakan sangat besar manfaatnya, apabila dikaitkan dengan keadaan informasi atau data yang dimiliki. Apabila dari data yang lalu diketahui adanya pola musiman, maka untuk peramalan satu tahun kedepan digunakan metoda variasi musiman. Sedangkan dari data masa lalu diketahui adanya pola hubungan antara variabel-variabel yang saling mempengaruhi, maka sebaiknya digunakan metoda sebab-akibat (casual) atau korelasi (cross section). kejadian-kejadian, khususnya mengenai keadaan

12

1.3.3. Jenis-jenis Peramalan Secara umum peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi, tergantung dari cara kita melihatnya. Bila dilihat dari sifat penyusunannya, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. Peramalan Subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau pertimbangan dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan tersebut. 2. Peramalan Obyektif, yaitu peramalan yang didasari pada data relevan pada masa lalu dengan menggunakan teknik-teknik dan metode dalam pengendalian data tersebut. Bila dilihat dari jangka ramalan disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. Peramalan Jangka Panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan yang jangka waktu lebih dari dua tahun. Peramalan seperti ini biasnya diperlukan dalam rencana pembangunan suatu negara atau daerah, rencana investasi atau ekspansi dari suatu perusahaan. 2. Peramalan Jangka Pendek, yaitu peramalan untuk menyusun hasil ramalan dengan jangka waktu sampai dengan dua tahun. Peramalan seperti ini diperlukan dalam penyusunan anggaran penerimaan dan belanja perusahaan, penyusunan pedoman bagi perencanaan produksi, perencanaan persediaan, perencanaan kebutuhan tenaga kerja, perencanaan pemasaran atau sebagainya Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. Peramalan Kualitatif, biasanya digunakan untuk kondisi apabila tidak tersedia data masa lalu seperti peluang penjualan produk baru, atau peramalan yang ditujukan untuk memperkirakan perkembangan dan penemuan baru yang mungkin terjadi di masa depan untuk bidang-bidang tertentu. Hasil ramalan

13

yang dibuat sangat bergantung kepada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pertimbangan atau pendapat dan pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya. Biasanya peramalan secara kualitatif ini didasarkan hasil penyelidikan. 2. Peramalan Kuantitatif, memerlukan informasi yang telah tersedia berdasarkan data masa lalu dan dapat langsung digunakan. Hasil ramalan yang dibuat sangat bergantung pada metode yang digunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode ramalan yang dipergunakan ditentukan oleh perbedaan atau penyimpangan antara hasil peramalan dengan kenyataan yang terjadi. Metode yang baik adalah metode yang memberi nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan minimum. Pada dasarnya metoda peramalan kuantitatif ini dapat dibedakan atas: 1. Metode Time Series, yaitu metode peramalan yang didasarkan atas dasar penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variasi waktu, yang merupakan deret waktu (time senies). 2. Metoda Causal, yaitu peramalan yang didasarkan atas dasar penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel yang lain yang mempengaruhinya, yang disebut metode. korelasi atau sebab akibat (causal methods). Metode-metode peramalan dengan menggunakan anailsa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, atau analisa deret waktu (time series) terdiri dari : 1. Metode Pemulusan (Smoothing) Metode ini digunakan untuk mengurangi ketidakteraturan musiman dari data masa lalu dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan masa lalu, Ketepatan (accurancy) dari peramalan dengan metode ini akan terdapat pada peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka panjang sangat kurang ketepatannya.

14

Biasanya metode ini digunakan untuk perencanaan dan pengendalian produksi dan persediaan, perencanaan keuntungan. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum 2 tahun. 2. Metode Box Jenkins. Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan model matematis, dengan kesalahan yang terjadi dapat sekecil mungkin. Metode ini sangat baik ketepatannya (accurancy) untuk peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka panjang kurang baik. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum 2 tahun dan lebih baik bila data yang dimiliki lebih dari 2 tahun. Metode ini dipergunakan untuk peramalan dalam perencanaan dan pengendalian produksi, dan persediaan serta perencanaan anggaran. 3. Metode Regresi Linier Sederhana. Pada metode ini ramalan disusun atas dasar pola hubungan data yang relevan dimasa lalu. Ada 3 kondisi untuk dapat mempergunakan metode regresi ini, yaitu : a. Adanya informasi tentang keadaan yang lalu. b. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk kata. c. Dapat dianggap atau diasumsikan bahwa pola hubungan yang ada, dan data yang telah lalu akan berkelanjutan dimasa yang akan datang. Pada metode regresi umumnya variabel yang diramalkan seperti penjualan atau permintaan suatu produk, dinyatakan sebagal variabel yang dicari (dependent variable), variabel ini dipengaruhi besarnya oleh variabel bebas (independent varible). Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel yang dicari adalah merupakan fungsi. 4. Metode Proyeksi Trend dengan Regresi. Merupakan dasar garis trend untuk suatu persamaan matematis sehingga dengan dasar persamaan tersebut dapat diproyeksikan hal yang diteliti untuk masa depan. Ketepatan. metode peramalan ini sangat baik untuk peramalan jangka pendek maupun jangka panjang.

15

Data yang dibutuhkan dalam penggunaan metode ini adalah data tahunan, dan makin banyak data yang dimiliki makin baik, serta minimum data tahunan yang harus ada adalah lima tahun. Metode ini dipergunakan untuk peramalan dalam perencanaan produk baru, rencana ekspansi, rencana investasi, dan rencana pernbangunan suatu negara dan daerah. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan jika terdapat kondisi sebagai berikut : 1. Tersedianya informasi tentang masa lalu. 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatif dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa, lalu akan terus berlanjut dimasa yang akan datang. 1.3.4. Kriteria Pemilihan Metode Peramalan Penggunaan peramalan dalam pengambilan keputusan oleh setiap pimpinan, baik itu pimpinan perusahaan maupun pimpinan organisasi pemerintah, adalah sangat penting. Demikian pula seorang peneliti atau seorang analis, sering menggunakan peramalan dalam penelitian atau analisa yang dilakukanya. Adapun ciri-ciri utama yang perlu diperhatikan dalam kriteria pemilihan metode peramalan, yaitu : 1. Time Horizon (kurun waktu). Adalah periode waktu selama suatu keputusan atau analisa akan mempunyai pengaruh dan untuk ini manajer atau analis harus merencanakan atau memperhitungkan pengaruh-pengaruh pemilihan teknik atau metoda peramalan yang tepat. Time horizon atau kurun waktu ini pada umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian : a. Jangka pendek (1 sampai 3 bulan). b. Jangka menengah (3 bulan sampai dengan 1,5 tahun). c. Jangka panjang (waktu lebih dari 1,5 tahun). Walaupun demikian ukuran panjang waktu tidak harus tepat atau benar, karena pedoman pemakaiannya sangat tergantung pada kebutuhan dan situasi penggunaannya. 2. Level of Detail (tingkat perincian).

16

Tugas-tugas dalam pengambilan keputusan dan analisa umumnya dibagi-bagi uniuk memudahkan penanganannya menurut tingkat perincian yang dibutuhkan. Artinya dalam pemilihan teknik dan metode peramalan harus disesuaikan dengan tingkat perincian yang dibutuhkan dari peramalan tersebut, apakah peramalan tersebut untuk perencanaan yang menyeluruh bagi perusahaan atau perencanaan bagi per kelompok produk atau perencanaan untuk keseluruhan penjualan. 3. Jumlah produk yang diramalkan. Artinya dalam keadaan dimana hanya ada satu produk yang diramalkan, maka aturan-aturan yang dipergunakan dalam persiapan ramalan dapat lebih terperinci. Lain apabila jumlah yang diramalkan banyak, maka akan lebih rumit caranya. 4. Situasi penggunaan. Apakah untuk pengawasan atau perencanaan kebutuhan. Kebutuhan bagi manajer yang membuat suatu keputusan dalam bidang pengawasan adalah berbeda dengan manajer yang membuat keputusan dalam bidang perencanaan. Dalam pengawasan yang dibutuhkan adalah beberapa cara untuk menentukan sedini mungkin terjadinya proses penyimpangan (pola dasar berubah ke arah yang tidak diinginkan). Oleh karena itu metode peramalan yang dibutuhkan untuk pengawasan adalah metode peramalan yang mampu memperkirakan dan mengetahui sedini mungkin perubahan-perubahan yang terdapat dalam pola dasar. Sedangkan dalam bidang perencanaan, umumnya dianggap bahwa pola yang ada akan berkelanjutan pada masa depan dan karena itu dasar-dasar utama yang terpenting adalah mengidentifikasi pola-pola tersebut dan mengekstrapolasikannya untuk masa yang akan datang. 5. Konstant tidaknya kejadian. Peramalan dari keadaan stabil sepanjang masa adalah berbeda dengan persoalan peramalan dari keadaan yang selalu berubah. Dalam keadaan stabil, metode peramalan dapat diterima dan diperiksa secara periodik untuk menentukan apakah hal tersebut masih berlaku. Dalam hal yang tidak pasti, maka metode yang dibutuhkan adalah metode yang dapat disesuaikan dengan

17

hasil-hasil yang terbaru secara terus menerus dan informasi-inforrnasi terakhir.

6. Biaya. Umumnya ada 4 unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur peramalan, yaitu biaya-biaya pengembangan, biaya penyimpanan data, operasi pelaksanaan dan kesempatan dalam penggunaan teknik-teknik dan metoda lainnya. Adanya perbedaan yang nyata dalam Jumlah biaya mempunyai pengaruh atas dapat menarik tidaknya penggunaan metoda tertentu untuk suatu keadaan yang dihadapi. 7. Mudah tidaknya penggunaan atau aplikasinya. Suatu prisif umum dalarn pengganaan motoda ilmiah dari peramalan untuk manajemen dan analisis adalah metoda-metoda yang dapat dimengerti dan mudah diaplikasikan yang akan dipergunakan dalam pengambilan keputusan. 1.3.5. Kesalahan Error Peramalan Untuk lebih meyakinkan bahwa model peramalan yang dipilih baik atau tidak, kita dapat menggunakan beberapa indikator dalam pengukiran akurasi peramalan dimana akurasi peramalan akan semakin tinggi apabila nilai-nilai indikator semakin kecil. Kesalahan dalam peramalan mempengaruhi keputusan melalui dua cara, yaitu : 1. 2. teknik peramalan. Setiap teknik yang digunakan adalah menguji data histories dan suatu kesalahan kecil yang sering dilakukan adalah ketika menseleksi instrumen peramalan. Ketidak tepatan (kesalahan) peramalan dapat diukur dengan deviasi dan bias. Deviasi mengindikasikan tingkat kesalahan peramalan dengan angka mutlak. Bias mengindikasikan secara langsung kesalahan peramalan dengan Kesalahan dalam memilih teknik peramalan. Kesalahan dalam mengevaluasi keberhasilan penggunaan

18

menghitung angka rata-rata kesalahan. Deviasi selalu bernilai positif, sedangkan bias dapat bernilai positif atau negatif. Namun secara ideal teknik peramalan menghasilkan deviasi nol dan bias nol.

Berikut ini beberapa ukuran akurasi dari peramalan yang dipakai : 1. Mean Absolute Deviation (MAD). penyimpangan absolute merupakan penjumlahan kesalahan Rata-rata

peramalan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut :
M AD = At f t n

2.

Mean Square Error (MSE).

MSE memperkuat pengaruh angkaangka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan peramalan yang lebih kecil dari satu unit.
MSE = ( At Ft ) 2 n

3.

(Mean Absolute Percentage Error (MAPE).


F 100 MAPE = At t At n

4.

Mean Forecast Error (MFE).


MFE = ( At Ft ) n

5.

Average Error atau bias (AE ).

Merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dan nilai peramalan, yang dirumuskan sebagai berikut :
AE = At Ft n

Dimana : A = permintaan Aktual pada periode-t. F = peramalan permintaan pada periode-t. n = jumlah periode peramalan yang terlibat.

19

1.3.6. Verifikasi Hasil Peramalan Motode verifikasi yang digunakan adalah Moving Range Chart. Metode ini berfungsi untuk membuktikan apakah metode peramalan yang terpilih layak digunakan untuk meramalkan permintaan pada masa yang akan datang. Uji verifikasi moving range chart tersebut adalah sebagai berikut : 1. Membuat tabel perhitungan MR dari fungsi peramalan optimal.
Tabel 1.1. Moving Range Chart.

t 1 2 2.

Dt

dt

dt-dt

MR

Hitung moving range chart dengan rumus :


MR t = ( d t d t ') ( d t 1 d t 1 ')

3.

Hitung rata-rata moving range chart :

MR =
4. 5. BKA BKB 6.

MR
2

n 1

Sentral moving range chart = 0 Tentukan batas-batas control : = UCL = 2,66 MR = LCL = - 2,66 MR Menggambarkan dt-dt dalam grafik yang terbagi ke dalam 3

daerah yaitu : (BA atau BB) daerah A 2/3 x (BA atau BB) 1/3 (BA atau BB) daerah B 2/3 x (BA atau BB) 0 daerah C 1/3 x (BA atau BB) 7. Kondisi dikatakan out of control apabila : dan LCL. b. Jika ada titik-titik (dt-dt) 3 titik berturut-turut, 2 atau lebih jatuh pada salah satu sisi daerah A. c. Jika ada 5 titik (dt-dt) berturit-turut, 4 atau lebih jatuh pada salah satu sisi daerah B. a. Jika ada titik-titik (dt-dt) yang berada diluar garis BA dan BB atau UCL

20

d. Jika ada 8 titik (dt-dt) berturut-turut terletak pada salah satu sisi daerah C.
A B C UL C 2/3 U L C 1/3 U L C 0 1/3 L L C 2/3 L L C L L C

Gambar 1.7. Peta Rentang Kendali.

1.4.

Pengertian Persediaan

Pengendalian persediaan merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam sistem produksi. Masalah persediaan ini penting untuk ditangani dengan baik karena menyangkut keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan. Pengertian persediaan itu sendiri dapat dilihat dari beberapa definisi dibawah ini: a. John E. Biegel [3, h. 90] menjelaskan persediaan sebagai berikut : Inventory may be defined as material held in storage of later use or sale b. Martin K. Star dan David W. Miller [9, h. 90] menjelaskan mengenai persediaan sebagai berikut : Theory hardly requires elucidation and inventory immedetly brings to mind a stock of some kind of physical commodity. c. berikut ...inventory as material held in an idle or incomplete state awaiting future sale or use (in most general sense, inventory in any adle resource). Dari definisidefinisi diatas dapat disimpulkan bahwa : Persediaan adalah material, dapat berupa bahan baku, barang setengah jadi yang disimpan dalam gudang atau suatu tempat dimana barang tersebut menunggu untuk diproses atau digunakan lebih lanjut. Masalah persediaan timbul pada dasarnya karena dalam pengadaan persediaan terdapat biaya-biaya yang berlawanan sifatnya, sehingga biaya akan menjadi besar bila persediaan terlalu besar atau persediaan terlalu kecil. Masalah pokok Richard J. Tersine [11, h. 3 ] mendefinisikan persediaan sebagai

21

pengendalian persediaan secara sederhana meminta jawaban atas dua pertanyaan, yaitu : 1. Kapan atau berapa sering seharusnya bahan baku atau barang dipesan ? 2. Berapa banyak sebaiknya dipesan setiap kali pemesanan ? Persediaan dapat didefenisikan sebagai bahan yang disimpan dalam gudang untuk kemudian digunakan atau dijual. Persediaan dapat berupa bahan baku disimpan untuk kemudian diubah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan dalam suatu perusahaan atau industri terdiri dari 3 macam, yaitu : 1. Persediaan bahan baku. 2. Persediaan bahan setengah jadi. 3. Persediaan bahan jadi. Bila dikaji lebih rinci, timbulnya persediaan dalam suatu sistem merupakan akibat dari mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive). Permintaan akan suatu barang yang datang pada suatu sistem tidak akan dapat dipenuhi dengan segera pada saat permintaan itu tiba, bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang dibutuhkan waktu baik untuk proses pembuatan barang tersebut maupun untuk mendatangkannya. Hal ini berarti bahwa adanya persediaan dalam suatu sistem merupakan suatu hal yang sulit dihindarkan. Besar kecilnya kesulitan dalam permasalahan tersebut tergantung pada berbagai faktor, diantaranya adalah : 1. 2. 3. 4. Permintaan yang bervariasi dan sering tidak pasti dalam jumlah Waktu pembuatan yang cenderung untuk tidak konstan antara satu Waktu ancang-ancang yang cenderung tidak pasti karena berbagai Sistem administrasi dan pengorganisasian. maupun kedatangannya. produk dengan produk lainnya. faktor yang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan.

22

5. 6.

Tingkat pelayanan yang ingin diberikan. Keberanian pihak manajemen untuk mengambil resiko. Selain akibat dari mekanisme pemenuhan atas permintaan timbulnya

persediaan dapat pula disebabkan karena adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian dari ketiga faktor pertama diatas. Jenis persediaan yang diperuntukkan untuk meredam ketidakpastian ini sering disebut sebagai persediaan pengaman (safety stock). 1.4.1. Permasalahan Umum Pengendalian Persediaan Pada umumnya permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian persediaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu (Diktat Kuliah, Senator NB, ITB, 1993) : 1. Permasalahan kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat saat pemesanan atau pembuatan serta jumlah persediaan pengamannya. Permasalahan ini sering dikenal dengan penentuan kebijaksanaan persediaan (inventory policy), yaitu pemilihan metode pengendalian persediaan yang terbaik. Secara sepintas nampaknya permasalahan ini mudah dijawab, salah satu diantaranya adalah menyediakan barang sebanyak mungkin sebelum permintaan barang tiba. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah solusi ini merupakan jawaban terbaik. Sebab solusi ini akan mengakibatkan menumpuknya persediaan barang yang berarti semakin banyak modal yang tertanam pada persediaan yang tidak dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih menguntungkan. Solusi lain adalah menyediakan sejumlah barang tertentu pada saat tertentu pula. Resiko dari solusi ini adalah adanya kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan pada saat diminta, sebab baik jumlah maupun datangnya permintaan tidak dapat diketahui secara pasti. Kekurangan persediaan dapat mengakibatkan kerugian baik berupa keuntungan yang tidak dapat diraih, mesin dan pekerja yang menganggur maupun kemungkinan pindahnya konsumen kepada orang lain. Dalam menghadapi dilema masalah persediaan semacam ini perlu dipilih metode pengendalian persediaan yang sesuai.

23

2.

Permasalahan kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sistem pengoperasian persedian yang meliputi antara lain pengorganisasian, mekanisme dan prosedur, administrasi dan sistem informasi persediaan. Permasalahan ini akan dijumpai secara rutin pada waktu pengoperasian system persediaan. Penyelesaian permasalahan ini akan sangat menjamin kelancaran pengelolaan sistem persediaan sehingga pertanyaan sederhana seperti, jenis barang apa yang dimiliki, dimana barang tersebut berada, berapa jumlah barang yang dipesan, siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) dan sebagainya akan mudah dan cepat untuk dijawab. Dengan demikian tanpa didukung adanya suatu sistem pengoperasian persediaan yang memadai walaupun persediaan barang yang dimiliki berlimpah, belum tentu persediaan tersebut dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu terciptanya sistem pengoperasian yang baik merupakan persyaratan bagi tercapainya kinerja yang optimal. Semua perusahaan atau industri baik disengaja maupun tidak, akan selalu

mempunyai persediaan bahan baku. Baik perusahaan tersebut perusahaan besar, perusahaan menengah atau kecil, hanya saja dalam jumlah dan keadaan yang berbeda-beda. Untuk perusahaan besar maupun menengah persediaan bahan baku ini dipersiapkan dengan baik, akan tetapi untuk perusahaan kecil tidak dipersiapkan sama sekali. Walaupun demikian, pada prinsipnya semua perusahaan akan mengadakan persediaan bahan baku. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh halhal sebagai berikut : 1. Bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dalam perusahaan, tidak dapat didatangkan atau dibeli secara satu persatu sebesar jumlah yang diperlukan serta pada saat bahan tersebut akan dipergunakan. Bahan baku ini akan didatangkan atau dibeli sekaligus untuk keperluan proses produksi selama beberapa waktu (satu minggu, satu bulan, dan sebagainya). Dengan demikian bahan baku yang sudah dibeli tersebut, tetap belum termasuk kedalam proses produksi tetapi akan masuk sebagai persediaan bahan baku.

24

Dalam hal ini perusahaan akan mempunyai persediaan bahan baku dan menanggung resiko serta konsekuensi adanya persediaan bahan baku tersebut. 2. Apabila. persediaan bahan baku habis atau tidak ada., sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang maka kegiatan proses produksi akan terhenti. Proses produksi baru dapat berjalan kembali apabila pesanan atau pembelian bahan baku sudah datang, atau membeli secara mendadak untuk keperluaan proses produksi pada saat tersebut dengan harga. yang lebih mahal. Hal ini akan merugikan perusahaan. 3. Persediaan bahan baku yang terlalu banyak tidak akan menguntungkan perusahaan pula. Persediaan bahan baku yang terlalu banyak ini akan menyerap dana perusahaan yang cukup besar, serta menimbulkan kerusakan bahan, resiko kehilangan dalam penyimpanannya. Beroperasi tanpa menyelenggarakan persediaan bahan baku tidaklah baik, akan tetapi persediaan bahan baku yang terlalu besar dapat merugikan perusahaan. Sebaliknya persediaan bahan baku yang terlalu kecil juga tidak menguntungkan, Beberapa kerugian dan kelemahan persediaan bahan baku yang tertalu besar antara lain sebagai berikut : 1. Biaya penyimpanan dan persediaan bahan baku akan menjadi sangat tinggi Biaya ini tidak hanya mencakup sewa gudang. penyusutan, tenaga kerja dan sebagainya, akan tetapi termasuk juga adanya resiko kerusakan, kehilangan, ketinggalan dan sebagainya. 2. Tingginya biaya penyimpanan serta investasi dalam persediaan bahan baku, akan mengakibatkan berkurangnya dana untuk investasi dalam bidang lain, misalnya perluasan produksi, peningkatan program pernasaran, dan lain sebagainya. Dengan kata lain dapat dinyatakan persediaan bahan baku yang terlalu tinggi justru menghalangi kemajuan perusahaan itu sendiri. 3 Apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan bahan baku yang sangat besar, maka penurunan harga pasar akan merupakan kerugian yang tidak kecil artinya bagi perusahaan akan mendapat keuntungan. Oleh karena itu sangat penting artinya bagi perusahaan untuk dapat memperkirakan perubahanperubahan harga pasar yang akan teriadi.

25

Kelemahan dan kerugian apabila perusahaan menyelenggarakan persediaan yang terlalu kecil antara lain adalah sebagal berikut : 1. Persediaan yang terlalu kecil sangat sering tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk proses produksi, untuk menjaga kelangsungan proses produksi, perusahaan akan melakukan pembelian mendadak dengan harga lebih tinggi. 2. Dengan sering terjadinya kehabisan dan kekurangan persediaan bahan baku, maka proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian kualitas dan kuantitas produk akhir perusahaan akan berubah-ubah pula. 3. Persedian bahan baku yang rata-rata kecil atau sedikit akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan baku menjadi sangat tinggi. Dengan tingginya frekuensi pembelian ini berarti biaya-biaya persiapan pembelian bahan akan menjadi sangat tinggi pula. Dengan beberapa hal tersebut diatas, maka jelaslah bahwa didalam kebijaksanaan persediaan bahan baku perusahaan ini, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan, yaitu. 1. Berapa besar persediaan bahan baku perusahaan. 2. Kapan dan berapa bahan baku tersebut dibeli. 3. Kapan akan mengadakan pembelian kembali. Didalam perusahaan kebijaksanaan tentang persediaan bahan baku ini, maka sudah selayaknya apabila faktor-faktor yang mempengarubi persediaan itu sendiri dipehitungkan terlebih dahulu. Tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka kebijaksanaan perusahaan tentang persediaan bahan baku ini akan mengalami kepincangan dan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. 1.4.2. Fungsi Persediaan Pengendalian persediaan adalah masalah umum dan penting bagi setiap perusahaan. Alasan utama mengapa persediaan harus dikendalikan adalah karena hampir tidak mungkin atau tidak ekonomis menyediakan barang (supply) begitu

26

demand terjadi. Beberapa fungsi persediaan dapat dilihat dari empat alasan sebagai berikut : 1. Faktor waktu. Diperlukan sejumlah waktu untuk proses produksi dan siatribusi (lead time) sebelum barang diterima. Persediaan dapat memenuhi kebutuhan selama lead time sebelum pesanan berikutnya diterima. 2. Faktor ketergantungan. Persediaan menyebabkan operasi-opersi yang bergantung satu sama lain (seperti pengecar, distributor dan pabrik) menjadi operasi yang tidak tergantung dan lebih ekonomis. 3. Faktor ketidaktentuan. Kejadian-kejadian seperti kesalahan dalam mengestimasi permintaan, kerusakan peralatan, cuaca buruk dapat menyebabkan tidak terpenuhinya rencana semula perusahaan. Persediaan dapat membantu perusahaan mengantisipasi kejadian-kejadian tersebut sehingga rencana perusahaan dapat terpenuhi. 4. Faktor ekonomi. Persediaan banyak dapat memberikan memperoleh keuntungan potongan pada harga. perusahaan Perusahaan dengan dapat alternative-alternatif pengurangan ongkos seperti membeli dalam jumlah sehingga menyelaraskan produksi dan tingkat tenaga kerja yang ada dalam menghadapi bisnis musiman. Cara lain untuk menjelaskan tujuan dari penyediaan persediaan yaitu dengan memperkenalkan klasifikasi fungsional dari persediaan (Tersine, 1994). Berdasarkan pada factor-faktor diatas macam persediaan dapat ditempatkan pada satu atau lebih kategori berikut ini : 1. Working stock, dikenal juga sebagai lot size stock, adalah persediaan yang didapat dan disimpan untuk kebutuhan mendatang sehingga pesanan bisa dilakukan pada ukuran lotnyadari pada didasarkan pada kebutuhannya. Lot

27

sizing dilakukan untuk meminimasi biaya pemesanan dan biaya simpan, mendapat quantity discounts. 2. Safety stock, disebut juga buffer stock atau fluctuation stock, inventory yang disimpan untuk menangani ketidakpastian demand dan supply. Jumlahnya rata-rata disesuaikan dengan jumlah cadangan yang diperlukan selama siklus pengadaan kembali sebagai perlindungan untuk menangani kekurangan persediaan. 3. Anticipation stock, disebut juga seasonal stock atau stabilization stock. Persediaan untuk mengantisipasi demand yang bersifat musiman atau menstabilisasi persediaan, misalnya karena kapasitas produksi yang kurang. 4. Pipeline stock, Persediaan selama transit, dari mesin satu ke mesin berikutnya (work in process), atau dari pabrik menuju distributor atau konsumen. 5. Decoupling stock, persediaan pada dua aktivitas yang saling ketergantungan, sehingga kedua aktivitas tersebut dapat saling mandiri. Physic stock, persediaan untuk mempengaruhi konsumen agar meningkatkan penjualan atau sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan.

1.4.3. Klasifikasi Masalah Persediaan Masalah diantaranya : 1. a. Berdasarkan repetitiveness (pengurangan pesanan). Single order : adalah sistem persediaan dengan satu kali pesanan, persediaan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,

misalnya pemesanan material untuk pembangunan gedung, pohon cemara untuk natal, dan sebagainya. b. Repeat order : adalah sistem persediaan dengan pemesanan yang berulang, misalnya barang-barang untuk pasar swalayan, obat-obatan di rumah sakit, dan sebagainya. 2. Berdasarkan sumber pemasok. a. b. Outside supply : barang diperoleh dari pemasok yang berasal luar Inside supply : barang diperoleh dari dalam perusahaan sendiri. organisasi atau perusahaan.

28

3. Berdasarkan sifat permintaan. a. b. Constant demand : permintaan akan barang tetap sepanjang waktu. Variabel demand : permintaan bervariasi, dapat mengikuti pola Ini merupakan asumsi yang sering digunakan dalam sistem persediaan. distribusi yang tidak standar, atau beberapa distribusi seperti distribusi normal, poisson atau beta. c. d. Independent demand : tidak ada hubungan antara permintaan satu Dependent demand : permintaan akan satu item tergantung item dengan item lain. langsung pada item lain yang merupakan item pada level di atasnya. 4. Berdasarkan Lead Time. a. Constant Lead Time : lead time tetap sepanjang waktu. b. Variabel Lead Time : lead time bervariasi, dapat mengikuti pola distribusi tertentu maupun pola distribusi yang tak tentu. 5. Berdasarkan sistem pemesanan. a. b. c. Perpetual : system persediaan yang melakukan pemesanan pada Periodic : sistem persediaan dimana pemesanan dilakukan pada Material Requirement Planning : merupakan cara untuk saat persediaan berada pada reorder point. siklus waktu tetap. menentukan persediaan apabila permintaan satu item tergantung pada item yang lain. Distribution Requirement Planning : adalah sistem persediaan dengan melihat pusat distribusi yang tersedia dalam multiechelon network. 1.4.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku ini ada beberapa macam. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut akan saling berkaitan. sehingga secara bersamaan akan rnempengaruhi persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perkiraan pemakaian. Sebelum kegiatan pernbelian bahan baku dilaksanakan, maka pimpinan perusahaan harus dapat membuat perkiraan bahan baku yang akan digunakan

29

dalarn proses produksi. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang berapa banyak jumlah bahan baku yang akan dipergunakan oleh perusahaan untuk keperluan proses produksi pada periode yang akan datang. Perkiraan kebutuhan bahan baku tersebut dapat diketahui dari peramalan penjualan. 2. Harga dan bahan. Harga dari pada bahan baku yang akan dibeli menjadi salah satu faktor penentu pula dalam kebijaksanaan persediaan bahan. Harga bahan ini merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dalam persediaan bahan baku ini. Sehubungan dengan masalah ini, maka biaya modal yang dipergunakan dalam persediaan bahan baku harus pula diperhitungkan. 3. Biaya-biaya persediaan. Biaya-biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku ini sudah selayaknya diperhitungkan pula didalam penentuan besarnya persediaan bahan baku. Didalam perhitungan biaya persediaan ini dikenal adanya dua tipe biaya, biaya-biaya yang semakin besar dengan semakin besarnya rata-rata persediaan, serta biaya-biaya yang justru semakin kecil dengan semakin besamya rata-rata persediaan. 4. Kebijaksanaan financial. Seberapa besar persediaan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan, akan tergantung kepada kebijaksanaan financial dari dalam perusahaan tersebut. Apakah perusahaan akan memberikan fasilitas yang pertama, kedua atau justru yang terakhir untuk dana bagi persediaan bahan baku ini. Disamping itu juga dilihat apakah dana yang disediakan tersebut cukup untuk pembayaran semua bahan yang diperlukan perusahaan, ataukah sebagian saja. 5. Pemakaian senyatanya. Pemakaian bahan baku senyatanya dari perioda-perioda, yang lalu (causal demand) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisa. Dengan dermikian maka akan dapat disusun kebutuhan pemakaian bahan baku mendekati kenyataan. 6. Waktu tunggu. Waktu tunggu (lead time) adalah merupakan tenggang waktu yang dibutuhkan antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.

30

Waktu tunggu ini sangat perlu diperhatikan oleh karena hal ini sangat erat hubungannya dengan penentuan saat pemesanan kembali (reorder). Dengan diketahuinya waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. Kebijaksanaan persedian bahan baku yang tepat akan berdasarkan pada faktor-faktor tersebut. Dengan diketahuinya kebijaksanaan finansial, biaya-biaya persediaan, harga daripada bahan serta perkiraan pemakaian bahan baku maka akan dapat ditentukan jumlah yang harus dipesan secara optimal. Demiklan pula dengan diketahuinya perkiraan pemakaian bahan dan pemakaian sesungguhnya maka akan dapat dianalisa jumlah safety stock yang paling tepat, waktu tunggu (lead time) yang diperlukah untuk menentukan waktu pemesanan kemball (reorder). 1.4.5. Macam-macam Model Persediaan Secara umum, masalah pengedalian persediaan dapat dibagi atas beberapa kategori atau model, yang dibedakan. menurut sifat-sifat kebutuhan dan tujuannya, yaitu apakah ditujukan untuk mengendalikan persediaan dalam jangka waktu tertentu saja atau untuk suatu proses produksi yang kontinyu. Pembagian model-model persediaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Model Persediaan Statis dengan resiko (Static Inventory Problems Under Risk). 2. Model Persediaan Statis dengan ketidakpastian (Static Inventory Problems Under Uncertainty). 3. Model Persediaan Dinamis dengan Kepastian (Dinarnic Inventory Problems Under Certainty). 4. Model Persediaan. Dinamis dengan resiko (Dinamic Inventory Probiems Under Risk). 5. Model Persediaan Dinamis dengan. ketidakpastian (Dinamic Inventory Problems Under Uncertainty).

31

Kelima model tersebut masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri yang ditentukan berdasarkan sifat-sifat kebutuhan dan tujuan pelaksanaaanya. Model persediaan dinamis ditujukan untuk suatu kgiatan yang kontinyu dan persediaan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan yang kontinyu. Model persediaan statis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pada saat-saat tertentu. Perbedaan model persediaan statis dan model persediaan dinamis terletak pada segi kelebihan persediaan, model persediaan statis, kelebihan persediaan tidak dapat dipergunakan lagi, sedangkan pada persediaan dinamis sebaliknya. Adapun model persediaan yang akan dipakai untuk membahas persoalan ini adalah model persediaan dinamis, khususnya model persediaan dinamis dengan kepastian. Untuk lebih jelasnya, bila digambarkan secara grafik adalah sebagai berikut :
Unit Reorder Point

Q opt

Safety Stock

Lead Time

Waktu

Gambar 1.8. Model Persediaan Dinamis Dengan Kepastian.

2.4.6. Struktur Dari Problema Persediaan Problema Persediaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa cara antara lain : 1. Berdasarkan pengetahuan kita tentang demand. Berdasarkan pengetahuan kita tentang dernand maka problem persediaan dapat dibedakan sebagal berlikut : a. Inventory Problem Under Certainty, yaitu problem persediaan dimana demand kita diketahui dengan pasti. Contoh : kebutuhan bahan hangunan untuk suatu proyek perumahan.

32

b. Inventory Problem Under Risk, yaitu problem persediaan dimana demand kita diketahui dengan distribusi kemungkinan. Contoh : kebutuhan kapasitas pabrik bagi suatu produk baru. 2. Berdasarkan cara rnendapatkan bahan atau barang. Berdasarkan cara mendapatkan barang atau bahan, maka problem persediaan dapat dibedakan sebagai berikut : a. b. Outside Supplier Inventory Problem, yaitu problem persediaan Self Supplying Inventory Problem, yaitu problem persediaan dimana bahan atau barang di order dari luar perusahaan. dimana bahan atau barang di order dari suatu bagian dalam perusahaan. 3. Berdasarkan kemungkian pemesanan bahan atau barang. Berdasarkan kemungkinan pemesanan bahan atau barang, problem persediaan dapat dibedakan sebagal berikut : a. Static Inventory Problem, yaitu problem persediaan dimana pemesanan bahan atau barang hanya mungkin dilakukan satu kali. b. Dinamic Inventory Problem, yaitu problem persediaan dimana pemesanan barang atau bahan mungkin dilakukan lebih dari satu kali. 2.4.7. Penentuan Jumlah Pembelian Barang Didalarn memenuhi kebutuhan bahan baku untuk proses produksi, pada umumnya perusahaan melaksanakan pernbelian. Pembelian bahan ini dapat kepada leveransir secara tetap, atau dapat pula kepada setiap penjual bahan baku tersebut. Kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi perusahaan dapat kita ramalkan. Dengan diketahuinya kebutuhan bahan baku, bukan berarti perusahaan harus membeli semuanya dalam sekali pembelian. Perusahaan dapat melaksanakan pembelian ini sebanyak berulang kali atau bahkan berpuluh kali untuk menutupi kebutuhan bahan selama satu periode. Masalah yang timbul sekarang adalah berapa kali perusahaan tersebut harus rnelaksanakan pembelian, atau berapa banyak bahan yang dibeli setiap kali

33

pembelian agar kebutuhan perusahaan dapat dicukupi, akan tetapi perusahaan juga mendapatkan tingkat biaya persediaan yang paling minimal.

2.4.8. Optimasi Pembelian Untuk melaksanakan pembelian, sedapat mungkin perusahaan dapat menentukan jurnlah yang paling optimal. Dengan jumlah optimal ini berarti kebutuhan bahan baku perusahaan dapat dipenuhi, akan tetapi perusahaan mempunyai total biaya persediaan yang paling minimal. Nienurut Battersby Albert (2,h.i5) secara umum biaya-biaya persediaan bahan baku dapat dipisahkan menjadi dua kelompok besar, yaitu : 1. Biaya Penyimpanan. Jumlah biaya penyimpanan ini akan semakin besar apabila kuantitas bahan baku yang dibeli semakin banyak, beberapa contoh dari biaya penyimpanan adalah : a. b. c. d. e. f. Biaya gudang (Simpan Bahan). Biaya asuransi bahan. Biaya pemeliharaan bahan. Bunga atas modal yang ditanam dalam persediaan. Biaya kerusakan bahan dalam penyimpanan. Tidak terpakainya bahan atau barang karena rusak.

2. Biaya Pemesanan. Jumlah dari biaya pemesanan ini akan semakin kecil apabila kuantitas bahan yang dibeli semakin besar, atau rata-rata persedian semakin tinggi. Beberapa contoh dari biaya pemesanan ini adalah : a.Biaya persiapan pembelian. b.Biaya pembuatan faktur. c.Biaya ekspedisi dan administrasi . d.Biaya Pemesanan.

34

Biaya order ini merupakan biaya yang harus dibayar pada setiap kali pernbelian. Biaya ini sering disebut Ordering Cost atau Setup Cost. Dengan tingkat kebutuhan yang sama pada satu periode, semakin besar bahan baku kuantitas yang diambil pada setiap kali pembelian (frekuensi pembelian semakin kecil) maka biaya penyimpanan menjadi semakin besar sedangkan biaya persiapan akan semakin kecil. Sehingga total biaya persediaan mula-mula besar, akan turun dan pada titik tertentu akan naik lagi. 2.4.9. Sistem Pemesanan Secara umum terdapat dua sistem pemesanan dalam sistem persediaan, yaitu : 1. Sistem Pemesanan Tunggal. Sistem ini kebutuhan untuk suatu periode dapat dipenuhi dengan sekaligus memesan seluruh barang yang dibutuhkan. Biasanya sistem ini digunakan untuk kebutuhan jangka pendek (musiman) dan keperluan yang terbatas. 2. Sistem Pemesanan Berulang. Dalam sistem ini kebutuhan untuk suatu periode waktu dapat dipenuhi dengan melakukan pemesanan berulang kali. Sistem ini dapat dibagi dua, yaitu : a. Sistem pemesanan dengan ukuran pemesanan tetap. Sistem ini disebut dengan sistem Q, dan ciri-cirinya adalah sebagai berikut : Ukuran pemesanan jumlahnya tetap, sama dengan besar ukuran pemesanan ekonomis. Interval pemesanan tidak tetap, tergantung dari kecepatan konsumsi barang dalam persediaan. Terdapat suatu persediaan penyangga (buffer stock) tidak terlalu besar sehingga ongkos yang dikeluarkan sedikit berkurang. Kemungkinan akan terjadinya kekurangan persediaan kecil. Sistem ini memerlukan pengawasan dan ketelitian yang lebih tinggi. Pemesanan kembali dilakukan pada saat tingkat persediaan mencapai suatu titik pemesanan ulang (recorder point). Aturan pemesanan ulang adalah sebagai berikut : Pesanlah kembali sebesar jumlah tertentu bila persediaan telah mencapai titik pemesanan ulang (recorder point).

35

Pada titik pemesanan ulang jumlah persediaan yang dimiliki sama dengan jumlah pemakaian yang diharapkan selama waktu tenggang ditambah persediaan penyangga. b. Sistem pemesanan dengan selang waktu tetap. Sistem sistem ini dikenal dengan sistem P, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Ukuran pemesanan tidak tetap, tergantung pada jumlah persediaan. yang dimiliki pada saat melakukan pemesanan ulang. Interval pemesanan tetap. Terdapat persediaan penyangga (buffer stock) harus lebih besar jumlahnya. Kemungkinan akan terjadinya kekurangan persediaan lebih besar dari pada sistem Q. Tidak terdapat titik pemesanan ulang dan sebagai gantinya terdapat interval waktu pemesanan yang tetap. Aturan pemesanan kembali adalah sebagai berikut : Pemesanan dilakukan kembali sebagai selisih antara jumlah persediaan yang dimiliki.

2.4.10. Ongkos Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa omgkos persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Adapun komponen-komponenya terdiri atas ongkos pembelian, ongkos pemesanan, ongkos simpan, ongkos kekurangan persediaan dan ongkos sistematik. Berikut ini akan diuraikan secara singkat setiap komponen ongkos persediaan tersebut. 1. Ongkos Pembelian. Ongkos pembelian adalah ongkos yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya ongkos pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Didalam kenyataannya, tidak jarang dijumpai bahwa ada hubungan antara jumlah barang dan harga satuan barang. Semakin banyak

36

barang yang dibeli biasanya harga tersebut akan menjadi semakin murah. Di dalam kebanyakan teori persediaan, elemen ongkos pembelian tidak dimasukkan kedalam elemen ongkos persediaan, sebab diasumsikan bahwa harga satuan barang tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga elemen ongkos pembelian untuk satuan periode waktu tertentu (misal satu tahun) konstan dan ini tidak akan mempengaruhi jawaban yang optimal. 2. Ongkos Pengadaan. Ongkos pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal-usul dari barang tersebut yaitu ongkos pemesanan (order cost) dan ongkos pembuatan (set up cost). a. Ongkos pemesanan (order cost). Ongkos pemesanan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk mendatangkan barang dari luar. Ongkos ini meliputi ongkos untuk menentukan pemasok (supplier), ongkos pembuatan faktur, ongkos ekspedisi dan administrasi, ongkos bongkar barang, ongkos pemeriksaan barang. Biasanya ongkos ini diasumsikan untuk setiap kali pemesanan barang. b. Ongkos pembuatan (set up cost).

Ongkos pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya timbul di dalam pabrik, yang meliputi ongkos tenaga kerja, ongkos penggunaan peralatan, ongkos kehilangan produksi. Karena kedua ongkos tersebut diatas mempunyai peran yang sama, yaitu untuk pengadaan, maka di dalam sistem persediaan ongkos tersebut sering disebut ongkos pengadaan saja. 3. Ongkos simpan (carrying cost). Ongkos simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat penyimpanan barang. Ongkos ini meliputi : a. Ongkos memiliki persediaan.

37

Barang yang menumpuk di gudang bukanlah sesuatu yang gratis, tetapi dia mempunyai nilai. Dengan demikian penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dan modal perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga uang di bank misalnya. Oleh sebab itu ongkos yang ditimbulkan karena dimilikinya persediaan harus diperhitungkan di dalam ongkos sistem persediaan. Ongkos memiliki persediaan biasanya dinyatakan sebagai prosentase terhadap nilai persediaan tersebut untuk satuan waktu tertentu. b. Ongkos gudang. Barang disimpan memerlukan tempat untuk penyimpanan (gudang), oleh sebab itu menimbulkan ongkos gudang. Bila gudang dan fasilitas peralatannya disewa maka ongkos gudang merupakan ongkos sewa, sedang bila dimiliki sendiri maka ongkos gudang merupakan ongkos depresiasinya. c. Ongkos kerusakan dan penyusutan. Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan bahkan dapat pula mengalami penyusutan. Penyusutan ini dapat terjadi karena beratnya berkurang ataupun jumlahya berkurang karena hilang. Ongkos yang ditimbulkan karena faktor kerusakan dan penyusutan ini biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan prosentasenya. d. Ongkos kadaluwarsa (absolence). Adakalanya barang-barang yang disimpan mengalami penurunan nilai karena adanya model yang lebih baru. Ini banyak dijumpai pada barangbarang eletronik misalnya. Besarnya ongkos kadaluarsa ini biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual barang tersebut. e. Ongkos asuransi. Untuk menjaga barang terhadap hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran, huru-hara, dan sebagainya maka barang yang disimpan juga diasuransikan. Ongkos yang dikeluarkan untuk ini disebut ongkos asuransi, besarnya tergantung pada perjanjian dengan perusahaan asuransinya serta jenis barang yang diasuransikan. f. Ongkos administrsi.

38

Ongkos ini dikeluarkan untuk menadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya.

g.

Ongkos lain-lainnya.

Semua ongkos penyimpanan yang belum dimasukkan kedalam ongkos elemen diatas, biasanya tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan. Didalam manajemen persediaa, terutama yang berkaitan dengan

permasalahan kuantitatif maka ongkos simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan (Rp/unit/tahun misalnya). 4. Ongkos kekurangan persediaan. Ongkos kekurangan persediaan adalah ongkos yang terjadi jika terdapat kekurangan barang yang dikarenakan persediaan yang ada tidak mencukupi. Ongkos kekurangan persediaan bisa terjadi dalam dua jenis yaitu : a. Back Order. Jika terjadi kekurangan persediaan mak kekurangan tersebut akan dipenuhi pada periode berikutnya. Biasanya ini terjadi jika konsumen mau menunggu kekurangan yang terjadi sampai pada periode berikutnya. Hal ini terjadi umumnya pada perusahaan-perusahaan yang memonopoli suatu barang sehingga konsumen mau tidak mau harus membeli dari perusahaan tersebut. 2.4.11. Safety Stock Safety Stock merupakan suatu persediaan minimum yang harus ada untuk mempertahankan kontinuitas proses produksi, karena kadang-kadang terjadi adanya fluktuasi kebutuhan selama waktu ancang-ancang. Adanya fluktuasi kebutuhan yang di luar dugaan ini harus mendapat perhatian khusus agar dapat diketahui berapa besarnya yang pernah terjadi dan berapa kali kira-kira dalam setahun serta pada saat bagaimana besarnya hal ini terjadi. Semua ini akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya safety stock, karena biasanya

39

safety stock ini ditentukan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan, akan tetapi selain berdasarkan kebijaksanaan perusahaan dapat juga digunakan rumus safety stock sebagai benkut :

= deviasi standar

( x x ) 2
n 1

Untuk lebih memantapkan dalam menetapkan safety stock itu juga diperhatikan fakor-faktor : 1. Resiko kehabisan persediaan. Masalah yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko, kehabisan persediaan adalah : a. Kebiasaan leveransir menyerahkan barang pesanan kepada kita. Jika leveransir selalu tepat dalam pengiriman dan teliti dalam pengepakan, maka tak perlu safety stock yang hesar. b. Kebiasaan kita memesan bahan baku. Jika pernbelian bahan baku biasanya dalam jumlah besar, ini berarti bahwa persediaan per periode cukup besar, maka tak perlu safety stock yang besar. c. Dapat diduganya atau tidak dengan tepat kebutuhan bahan baku untuk produksi. 2. Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan sebagai akibat kehabisan persediaan.

2.4.12. Waktu Pemesanan Kembali (Reorder Point) Reorder Point adalah titik pemesanan yang harus dilakukan suatu perusahaan sehubungan dengan adanya lead time dan safety stock. Oleh karena pesanan memerlukan waktu (lead time), maka sebelum bahan mentah habis terpakai perlu segera dilakukan pemesanan kembali, sehingga persis setelah pesanan datang, persediaan bahan sama dengan nol atau di atas safety stock.

40

Reorder point dapat ditentukan dengan cara menentukan penggunaan bahan selama lead time ditambah dengan safety stock. Model-Model Reorder Point : 1. 2. 3. 4. Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah konstan Jumlah permintaan variabel, sedangkan masa tenggang adalah Jumlah permintaan adalah konstan, sedangkan masa tenggang Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah variabel (Constant Demand Rate, Constan Lead Time). konstan (Variable Demand Rate, Constan Lead Time). adalah variabel (Constant Demand Rate, Variable Lead Time). (Variable Demand Rate, Variable Lead Time). 2.4.13 Teknik-teknik Lot Sizing Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu pendekatan period by period dan level by level. Satusatunya teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien (coefficient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik dari pada teknik-teknik lot sizing yang mempunyai pendekatan level by level. Akan tetapi pendekatan koefisien ini sangat sulit untuk diterapkan dalam perencanaan kebutuhan material, sebab proses perencanaan kebutuhan material yang ada sekarang dilaksanakan dengan level by level. Oleh karena itu teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih tetap digunakan dalam menentukan ukuran kuantitas pemesanan pada perencanaan kebutuhan material.

Ada beberapa cara teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat diterapkan pada perencanaan kebutuhan material, yaitu : 1. Ukuran sesuai pesanan (Lot For Lot LFL). 2. Jumlah pesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity EOQ). 3. Jumlah pesanan tetap (Fixed Order Quantity FOQ).

41

4. Jumlah pesanan periode (Period Order Quantity POQ). 5. Pendekatan Ongkos Minimum Per Periode (Least Period Cost / Silver Meal). 6. Kebutuhan periode tetap (Fixed Period Requirement FPR). 7. Ongkos satuan terkecil (Least Unit Cost LUC ). 8. Ongkos total terkecil (Least Total Cost LTC ). 9. Penyeimbangan perioda (Part Periode Balancing PBB ). 10. Algoritma Wagner Whittin (AWW). 1. Ukuran sesuai pesanan (Lot For Lot LFL). Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik L-4-L ini memiliki kemampuan yang baik. Disamping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya. Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya.
Tabel 2.2. Contoh Pemakaian Teknik Lot For Lot.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 20 0

2 40 40 0

3 30 30 0

4 10 10 0

5 40 40 0

6 0 0 0

7 55 55 0

8 20 20 0

9 40 40 0

Total 255 255 0

42

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan = 8 X Rp 100 = Rp 800 Ongkos simpan =0

Total ongkos = 800 + 0 = Rp 800

2. Jumlah pesanan ekonomis (Economic Order Quantity EOQ). Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang. Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan), sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (Lot Sizing) ditentukan dengan :
EOQ = 2 A. h

Dimana : EOQ = Kuantitas pemesanan. A = Ongkos Pesan (set up Cost). = Rata-rata demand per horison. = Ongkos Simpan.

Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :
EOQ = 2 x100 x 28 ,3 = 75 unit 1

Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :

43
Tabel .3. Contoh Pemakaian Teknik EOQ.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 75 55

2 40 15

3 30 75 60

4 10 50

5 40 10

6 0 10

7 55 75 30

8 20 10

9 40 75 45

Total 255 300 285

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan = 4 X Rp 100 = Rp 400 Ongkos simpan = 285 X Rp 1 = Rp 285

Total ongkos = 400 + 285 = Rp 685

3. Jumlah pesanan tetap (Fixed Order Quantity FOQ). Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (Lot Sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.
Tabel 2.4. Contoh Pemakaian Teknik FOQ.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 100 80

2 40 40

3 30 10

4 10 0

5 40 100 60

6 0 60

7 55 100 105

8 20 85

9 40 45

Total 255 300 485

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan = 3 X Rp 100 maka Ongkos simpan = 485 X Rp 1 = Rp 485

Total ongkos = 300 + 485 = Rp 785

4. Jumlah pesanan periode (Period Order Quantity POQ). Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ interval pemesanan ditetentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan

44

pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit. Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval perioda yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :
EOI = EOQ = R 2C RPh

Dimana : EOI C h P R = Interval pemesanan ekonomis dalam satu periode. = Biaya pemesanan setiap kali pesan. = Persentase biaya simpan setiap perioda. = Harga atau biaya pembelian perunit. = Rata-rata permintaan per perioda.

Sebagai contoh berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya. Jumlah periode dalam 1 tahun Pemesanan per tahun Rata-rata permintaan (R) Q (dari teknik EOQ) Biaya pesan (C) Ongkos simpan (h) Harga perunit (P) =1 = 50 = 75 = 100 = 255 = 28,3 = 12

Penyelesaian :
EOI = EOQ 75 = = 2,6 R 28 ,3

45

interval pemesanan yang

diperbolehkan adalah 2.6 yang berarti interval

pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.
Tabel 2.5. Contoh Pemakaian Teknik POQ.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 60 40

2 40 0

3 30 40 10

4 10 0

5 40 40 0

6 0 0

7 55 75 20

8 20 0

9 40 40 0

Total 255 255 70

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos = 5 X Rp 100 = Rp 500 = 70 X Rp 1 = Rp 70 = 500 + 70 = Rp 570

5. Pendekatan Ongkos Minimum per Perode (Silver Meal). Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan ratarata biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T. Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB. Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carriying cost dan setup cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Maka besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total per periodenya masih menurun. Total biaya relevan per perioda adalah sebagai berikut :
L

C ( L) =

A + h ( t T ) d ' t
t =P

46

Dimana : A h T L dt P = Biaya pemesanan per satu kali pesan. = Persentase biaya simpan per periode. = Periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung. = Periode terakhir yang kebutuhannya termasuk lot tentatif. = Kebutuhan pada periode t. = Jumlah periode yang kebutuhannya masuk kedalam lot tentatif.

Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per periode. Langkah-langkah algoritma silver meal adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Ukuran lot tentatif ditentukan mulai pada periode ke-T. Ukurannya sama dengan dt kemudian hitung C (L). Tambahkan kebutuhan pada periode berikutnya kemudian hitung C (L). Bandingkan ongkos total per periode sekarang C (L) dengan ongkos total per periode pada periode sebelumnya C (L-1). Jika : C (L) C (L-1), kembali ke langkah dua. C (L) > C (L-1), kembali ke langkah empat. 4. 5. Ukuran lot pada periode T adalah sama dengan
L 1

dt
t= T

Sekarang T = L, jika langkah akhir dari perencanaan periode telah dicapai hentikan algoritma, jika belum kembali kelangkah satu.

Sebagai contoh tabel 2.20. dibawah ini adalah contoh pemakaian teknik Metode Silver-Meal dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya.
Tabel 2.6. Contoh Pemakaian Teknik Silver-Meal.

47
Tabel 2.7. Contoh Pemakaian Teknik Silver-Meal.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 100 80

2 40 40

3 30 10

4 10 0

5 40 40 0

6 0 0

7 55 75 20

8 20 0

9 40 40 0

Total 255 255 150

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos
L

= 4 X Rp 100 = Rp 400 = 150 X Rp 1 = 150 = 400 + 150 = Rp 550

Contoh Perhitungan Periode 4 :

C( L) =

A + h ( t T ) d ' t
t=P

P
=

100 + [1 * { ( 4 1) *10 + ( 3 1) * 30 + ( 2 1) * 40 + (1 1) * 20} ] 4

100 + 1 * ( 30 + 60 + 40 + 0 ) 230 = = 57,5 58 4 4

6. Kebutuhan periode tetap (Fixed Period Requirement FPR). Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih. Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih
( Rt ) dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah

ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh berikut ini merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.
Tabel 2.8. Contoh Pemakaian Teknik FPR.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt

1 20 90

2 40

3 30

4 10 50

5 40

6 0

7 55 115

8 20

9 40

Total 255 255

48 Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan = 3 X Rp 100 = Rp 300 Ongkos simpan = 240 X Rp 1 = Rp 240

Total ongkos = 300 + 240 = Rp 540

7. Ongkos satuan terkecil (Least Unit Cost LUC ). Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih. Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama, bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan ongkos per unit terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2,dan 3, sedangkan periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2. pada kelompok ke 2 ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke 4, 5, dan 6. sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ke tiga. Pada kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40. Diketahui : Ongkos pengadaan Ongkos simpan : Rp 100 : Rp 1 / unit periode.

49

Tabel 2.9. Contoh Pemakaian Teknik LUC. Perioda 1 1-2 1-3 1-4 4 4-5 4-6 4-7 7 7-8 7-9 9 Kumulatif Demand 20 60 90 10 10 50 50 105 55 75 115 40 Ongkos Setup 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Lama Digudang 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 0 Ongkos Simpan 0 40 100 130 0 40 40 205 0 20 100 0 Ongkos Total 100 140 200 230 100 140 140 305 100 120 200 100 Ongkos Perunit 5 2,3 2,2 2,3 10 2,8 2,8 2,9 1,8 1,6 1,7 2,5 Ket

Terpilih

Terpilih

Terpilih Terpilih

Keterangan : Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size. Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih

yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang dicakup. Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos Ongkos total adalah ongkos set up ditambah ongkos simpan. Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak komulatif demand. simpan/unit dikali lama digudang.

Secara lengkap hasil perhitungan yang ada di tabel 2.13 dapat ditulis atau dirangkum dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.10. Contoh Pemakaian Teknik LUC.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 90 70

2 40 30

3 30 0

4 10 50 40

5 40 0

6 0 0

7 55 75 20

8 20 0

9 40 40 0

Total 255 255 160

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos = 4 X Rp 100 = Rp 400 = 160 X Rp 1 = Rp 160 = 400 + 160 = Rp 560

50

8. Ongkos total terkecil (Least Total Cost LTC ). Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan yang sama dengan ongkos simpan. EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh tabel 2.15 dibawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
EPP = S 100 = = 100 h 1
Kumulatif Ongkos Simpan 0 40 100 0 40 40 205 0 20 100

Tabel 2.11. Contoh Pemakaian Teknik LTC. Perioda 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 Demand 20 40 30 10 40 0 55 55 20 40 Lama Digudang 0 1 2 0 1 2 3 0 1 2 Ongkos Simpan Digudang 0 40 60 0 40 0 165 0 20 80 Total Unit

90

50

115

Dari tabel tersebut diatas, terlihat bahwa kelompok yang pertama bakal lot sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang sama

51

dengan EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga.
Tabel 2.12. Contoh Pemakaian Teknik LTC.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 90 70

2 40 30

3 30 0

4 10 50 40

5 40 0

6 0 0

7 55 115 60

8 20 40

9 40 0

Total 255 255 240

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos = 3 X Rp 100 = Rp 300 = 240 X Rp 1 = Rp 240 = 300 + 240 = Rp 540

9. Penyeimbangan perioda (Part Periode Balancing PPB ). Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan. Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai carriying cost kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP), dengan rumus :
EPP = S h

Dimana : S = Ongkos Pesan / Ongkos Setup

52

h = Ongkos Simpan per unit per periode. Sebagai contoh tabel 2.18 dibawah ini adalah contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
EPP = S 100 = = 100 h 1
Periode Part 0 40 60 0 40 0 165 0 20 80 Total Unit

Tabel 2.13. Contoh Pemakaian Teknik PPB. Periode 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 Demand 20 40 30 10 40 0 55 55 20 40 Periode Digudang 0 1 2 0 1 2 3 0 1 2 Kumulatif 0 40 100 0 40 40 205 0 20 100

90

50

115

Untuk menentukan Periode Part yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau demand dengan periode digudang. Dibawah ini penerapan teknik PPB
Tabel 2.14. Contoh Pemakaian Teknik PPB.

Periode ( t ) Kebutuhan bersih (Rt) Kuantitas Pemesanan Xt Persediaan

1 20 90 70

2 40 30

3 30 0

4 10 50 40

5 40 0

6 0 0

7 55 115 60

8 20 40

9 40 0

Total 255 255 240

Dari tabel tersebut didapat : Ongkos pengadaan Ongkos simpan Total ongkos = 3 X Rp 100 = Rp 300 = 240 X Rp 1 = Rp 240 = 300 + 240 = Rp 540

10. Algoritme Wagner Whinter (AWW). Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara

53

pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal. wagner-whittin algorithma memperoleh suatu jumlah maksimum solusi kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan b dari suatu panjangnya pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu periode waktu. wagner - whittin algorithim i suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum metode. menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut : Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua alternatif

pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N periode. total biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya. artinya z c untuk total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu pesanan di dalam periode c yang mana periode sampai Dimana : C = biaya pesan per/ pesana. h = biaya simpan. P = biaya pembelian per unit.
R k = rata-rata permintaan perperiode.
Q ce =

membuat puas kebutuhan di dalam

Z ce = C + hP

(Q
i =c

ce

Qci )

for 1 c e N

R
k =c

k9

arti f e untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e, memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol. algoritma mulai

54

dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1,f2,.........fn di dalam pesanan itu , kemudian f e dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan
f = min( Z ce + f c 1 ) for c = 1, 2, 3..,e

dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik biaya paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk mencukupi kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah jadwal pesanan yang optimal. untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :
fn = Z w N + f w 1 urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk

mencukupi permintaan di dalam periode w sampai N.


f w 1 = Z vw 1 + f v 1 pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v

dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.
f w1 = Z 1w 1 + f 0 pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah

cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik ukuran lot diantaranya adalah : 1. 2. 3. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan. kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam demand-period.

menyeimbangkan setup dan cariying cost. Teknik-teknik lot sizing diatas merupakan teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas, dan dikategorikan dalam dua macam, yaitu statis dan dinamis terhadap jumlah pemesanan.

55

You might also like