Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
1.1atar Belakang
Kalau kita perhatikan sebenarnya Iungsi keseimbangan merupakan Iungsi yang amat vital
bagi manusia seperti halnya panca-indera kita. Kita merasa Iungsi keseimbangan
merupakan Iungsi yang semestinya kita miliki dan tidak akan pernah terganggu.
Kenyataannya ada seseorang yang mengalami gangguan keseimbangan walaupun
badannya kekar dan kuat tetapi kalau berdiri saja mau jatuh (limbung), sehingga akan
terganggu dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Untuk mampu berdiri dalam keadaan
seimbang setelah dilahirkan, manusia normal membutuhkan waktu belajar kurang-lebih
satu tahun.
Sistem keseimbangan merupakan kelompok organ yang selalu bekerja sama dalam
mempertahankan tubuh dan keseimbangan baik dalam keadaan statis (diam) maupun
dinamis (bergerak). Secara anatomi sistem keseimbangan terdiri dari sistem vestibuler,
visual (penglihatan) dan propioseptiI (somatosensorik). Sistem vestibuler dibagi menjadi
dua yaitu vestibuler periIer dan sentral. Sistem vestibuler periIer terdiri dari organ
vestibuler yang terdapat di telinga dalam, nervus vestibularis (N VIII) dan ganglion
vestibularis. Sedangkan sistem vestibuler sentral terdiri dari nukleus vestibularis di batang
otak, serebelum, talamus dan korteks serebri.
Secara umum sistem vestibuler berperan sebagai pemberi inIormasi dari dalam (internal
reIerence) yaitu memberitahu otak tentang bagaimana posisi kepala kita berorientasi
terhadap ruangan di sekitarnya. Di lain pihak sistem visual dan
propioseptik/somatosensorik berperan sebagai pemberi inIormasi dari luar (external
reIerences). Sistem visual berperan memberi tahu otak tentang posisi tubuh terhadap
lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya, sedangkan sistem
propioseptik memberitahu otak tentang titik tumpu beban tubuh. Ketiga sistem tersebut
selalu bekerja sama dalam mempertahankan keseimbangan tubuh. Jika ada perbedaan
antara inIormasi dari dalam dan inIormasi dari luar, maka otak akan terganggu dalam
memberikan suatu persepsi gerakan, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan. Jadi
sistem keseimbangan adalah usaha tubuh (vestibuler, visual dan propioseptik) untuk
mempertahankan tubuh agar tetap seimbang pada titik tumpunya dari pengaruh gaya
gravitasi dan berat badan baik dalam keadaan diam (statis) dan bergerak (dinamis). Jika
sistem keseimbangan kita (vestibuler, visual dan propioseptik) terserang suatu penyakit
atau gangguan dan tubuh tidak bisa menanggulanginya (melakukan kompensasi) maka
terjadilah gangguan keseimbangan.
1.2Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, di antaranya:
O emahami cara anamnesis tepat untuk mendapatkan inIormasi penting dari
pasien untuk membantu diagnosis masalah gangguan keseimbangan pada pasien
(vertigo)
O engetahui dan memahami cara-cara pemeriksaan baik Iisik maupun penunjang
yang bisa digunakan untuk membantu diagnosis pada gangguan keseimbangan
(vertigo)
O emahami etiologi dan Iaktor resiko dari gangguan keseimbangan (vertigo)
O engetahui epidemiologi dari gangguan keseimbangan (vertigo)
O engetahui patoIisiologi ganggaun keseimbangan (vertigo)
O enentukan diagnosis dari ganggaun keseimbangan (vertigo)
O engetahui komplikasi dari ganggaun keseimbangan (vertigo)
O engetahui penatalaksanaan ganggaun keseimbangan (vertigo)
O engetahui langkah-langkah preventiI ganggaun keseimbangan (vertigo)
O engetahui prognosis ganggaun keseimbangan (vertigo)
1.38kenario
Seorang wanita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar. Pusing
terjadi hanya kira-kira selama 1 menit tetapi terjadi beberapa kali dalam sehari. Keluhan
timbul bila pasien berubah posisi waktu tidur, bangun tidur, membungkuk, dan kemudian
tegak kembali. Pasien juga merasa mual tapi tidak muntah. Kira-kira 6 bulan yang lalu,
pasien juga pernah sakit seperti ini tapi sembuh sendiri. Pendengaran kedua telinga baik,
tidak berdengung. Riwayat trauma dan demam sebelumnya disangkal.
PF/tanda vital : Keadaan umum;baik, pasien sadar, TD:130/80, N:84X/menit, tidak
demam. Pemeriksaan Iisik umum dalam batas normal.
Pem. Neurologis :
Pendengaran kedua telinga baik, saraI kranial baik
Test Dix-Hallpike positiI, ada latency dan Iatique
Tes Romberg negative.
Pemeriksaan motorik, sensorik, dan koordinasi dalam batas normal.
1.4#umu8an ma8alah
anita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar yang terjadi selama
1 menit beberapa kali dalam sehari. Keluhan timbul pada perubahan posisi, mual, tapi
tidak muntah.
1.5Anali8i8 ma8alah
1.6ipote8i8
wanita 51 tahun, merasa pusing berputar selama 1 menit, timbul saat perubahan posisi, mual
tapi tidak muntah, merupakan gejala BPPV.
1/iologi
05iJ02iologi
!,/ofieiologi
or/ing Ji,gnoeie
(
iff0r0n/i,l
Ji,gnoeie
o25li/,ei
!0n,/,l,/e,n,,n
5r0;0n/if
!rognoeie
n,2n0eie
,ni/, 1 /,:n 20r,e, 5:eing
I0r5:/,r e0l,2, 1 20ni/, /i2I:l
e,,/ 50r:I,,n 5oeiei, 2:,l
/,5i /iJ,/ 2:n/,
!020ri/e,,n fiei/ & 50n:nj,ng
BAB II
I8i/Pembaha8an
2.1Anamne8i8
2.1.2 Anamne8i8 8ecara umum
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennya sendiri.
O Identitas lengkap pasien
O Keluhan utama yang membawanya datang berjumpa dokter
O Riwayat penyakit sekarang
O Riwayat perjalanan penyakit
erita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai datang berobat
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dan lain-lain)
Tindakan sebelumnya (misalnya suntikan)
Reaksi alergi
Perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat
Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga
O Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya/ Riwayat penyakit terdahulu
O Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya
O AktiIitas Iisik sehari-hari
O Apakah keluhan yang dialami mengganggu aktivitas harian.
Pada tes ini, pasien disuruh duduk di tempat tidur periksa. Kemudian ia
direbahkan sampai kepalanya tergantung di pingggir dengan sudut
sekitar 30 derajat dibawah horison. Selanjutnya kepala ditolehkan ke
kiri, tes kemudian diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi
dengan kepala menoleh ke kanan. Penderita disuruh tetap membuka
matanya agar pemeriksa dapat melihat sekiranya muncul nistagmus.
Perhatikan kapan nistagmus mulai muncul, berapa lama berlangsung,
serta jenis nistagmus. Kemudian kepada penderita ditanyakan apa yang
dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo yang dialaminya
pada tes ini serupa dengan vertigo yang dialaminya (gambar 1).
Gambar 1 . manuver Hallpike
Pada lesi periIer, vertigo lebih berat dan didapatkan masa laten sekitar 2-
30 detik. Yang dimaksud dengan masa laten di sini ialah nistagmus tidak
segera timbul begitu kepala mengambil posisi yang kita berikan;
nistagmus baru muncul setelah beberapa detik berlalu, yaitu sekitar 2-30
detik.
Pada lesi periIer, vertigo biasanya lebih berat daripada lesi sentral. Pada
lesi periIer, nistagmus akan capai; maksudnya iyalah setelah beberapa
saat nistagmus akan berkurang dan kemudian berhenti, walaupun kepala
masih tetap dalam posisinya. Selain itu, pada lesi periIer, bila manuver
ini diulang-ulang, jawaban nistagmus akan berkurang dan kemudian
tidak muncul lagi. Hal ini disebut habituasi. Pada lesi vestibuler sentral
tidak didapatkan masa laten. Nistagmus segera muncul. Selain itu pada
lesi sentral nistagmus tidak berkurang atau mereda, tidak menjadi capai,
dan nistagmus akan tetap timbul bila manuver ini diulang-ulang. Jadi
tidak didapatkan habituasi.
%abel 1. perbedaan lesi perifer dan sentral
2.2.3.2Te8 kalori
1,3,4,7
Tes kalori mudah dilakukan dan mudah diduplikasi. Tes ini
membutuhkan peralatan yang sederhana, dan dapat diperiksa pada kedua
telinga. Kepekaan penderita terhadap rangsang kalori bervariasi,
karenanya lebih baik dimulai dengan stimulasi yang ringan; dengan
harapan bahwa stimulasi yang ringan telah menginduksi nistagmus
dengan rasa vertigo yang ringan dan tidak disertai nausea dan muntah.
Stimulasi yang lebih kuat selalu dapat diberikan bila penderita ternyat
kurang sensitiI.
2.2.4 Pemerik8aan ke8eimbangan
2.2.4.1Uji romberg
7
penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
Gambar 2 . ui romberg
2.2.4.2Te8 #omberg yang dipertajam
1,3,4,7
Pada pemeriksaan ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan
kaki yang lainnya; tumit kaki yang satu berada didepan jari-jari kaki
yang lainnya (tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Tes ini menilai adanya disIungsi sistem vestibular. Orang yang
normal dapat berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih.
2.2.4.3Te8 melangkah ditempat (8tepping te8t)
1,3,4,7
Penderita disuruh berjalan di tempat, dengan mata ditutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa. Sebelumnya dikatakan
kepadanya bahwa ia harus berusaha agar tetap ditempat, dan tidak
beranjak dari tempatnya selama tes ini. Tes ini dapat mendeteksi
gangguan sistem vestibular. Hasil tes ini dianggap abnormal bila
kedudukan akhir penderita berganjak lebih dari 1 meter dari tempatanya
bermula, atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
%,3/02 ,9. penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh
2.2.4.4$alah tunjuk (pa8t pointing)
1,3,4,7
Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh
pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata mengangkat lengannya
tinggi-tinggi (sampai vertikel) dan kemudian kembali ke posisi semula.
Pada gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi), demikian
juga dengan gangguan cereberal. Tes ini dilakukan dengan lengan kanan
dan lengan kiri, selain penderita disuruh mengangkat lengan tinggi-
tinggi, dapat pula dilakukan dengan menurunkan lengan ke bawah
sampai vertikal dan kemudian kembali ke posisi semula.
Gambar 3 . tes salah tunuk
2.2.5 Pemerik8aan pendengaran
2.2.5.1Te8 $chwabach
1,3,4,5
Pada tes ini, pendengaran penderita dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa (yang dianggap normal). arpu tala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan di dekat telinga penderita. Setelah penderita tidak
mendengarkan bunyi lagi, garpu tala tersebut diletakkan di dekat telinga
pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa maka dikatan
bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara).
Dan garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang
mastoid penderita. Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
terdengar lagi, maka garpu tala diletakkan pada tulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya, maka
dikatakan bahwa Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.
2.2.5.2Te8 rinne
1,3,4,5
Pada pemeriksaan ini, dibandingkan konduksi tulang dengan konduksi
udara. Pada telinga yang normal, konduksi udara lebih baik dari
konduksi tulang. Hal ini didapatakan juga pada tuli perseptiI (tulis saraI).
Akan tetapi, pada tuli konduktiI, konduksi tulang lebih baik daripada
konduksi udara.
Pada pemeriksaan tes rinne biasanya digunakan garpu tala yang
berIrekuensi 128, 256, atau 512 Hz. arpu tala dibunyikan dan
pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid penderita. Ia disuruh
mendengarkan bunyinya. Bila tidak terdengar lagi, garpu tala segera
didekatkan pada telinga. Jika masih terdengar bunyi, maka konduksi
udara lebih baik daripada konduksi tulang, dan dalam hal ini dikatakan
Rinne positiI. Bila tidak terdengar bunyi lagi setelah garputala
Gambar 5 . cara dan hasil tes Weber
Bunyi atau suara yang dapat didengar oleh telinga yang normal
berIrekuensi antara 8-6 sampai kira-kira 32.000 Hz.
2.3 Pemerik8aan penunjang
2.3.1 Pemerik8aan laboratorium
Karena pemeriksaan manuver Dix-Hallpike adalah patognomonik untuk Benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV), tes laboratorium tidak diperlukan untuk
mendiagnosis kelainan ini. Namun, karena hubungannya yang tinggi dengan
penyakit telinga dalam yang ada, kadang hasil pemeriksaan laboratorium
diperlukan untuk menggambarkan atau menyingkirkan patologi lain tersebut.
8
Antara contoh pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan misalnya darah
rutin dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
7
2.3.2 Pemerik8aan pencitraan/imaging
Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk diagnosis pasien yang diduga
mengalami paroxysmal positional vertigo (BPPV).
8
Namun demikian, sekiranya ada indikasi yang memerlukan pemeriksaan
pencitraan radiologi, bisa dilakukan dengan Ioto rontgen tengkorak, T Scan,
ArteriograIi ataupun RI.
7
2.4Etiologi dan faktor re8iko
2.4.1 Etiologi
Penyebab dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) sering tidak
dapat ditemukan 'idiopathic dan separuh dari kasusu BPPV ini penyebabnya
gagal dikenalpasti. Belum jelas mengapa partikel kecil kristal kalsium
karbonat bisa bebas di telinga bangian dalam. Ini mungkin terjadi disebabkan
oleh trauma kepala ringan atau mungkin juga karena pergerakan kepala yang
berulang (misalnya bekerja di depan komputer dengan kepala yang bergerak
ke atas dan bawah atau membersihkan debu pada tempat yang lebih tinggi dari
kepala
8,9
Penyebab lain yang mungkin termasuklah :
O InIeksi virus
O InIlamasi/peradangan saraI (neuritis)
O Komplikasi dari pembedahan telinga
O EIek samping dari obat-obatan
O Pergerakan kepala yang cepat
O Degenerasi membran otholitik utricular.
2.4.2 aktor re8iko
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) terjadi paling sering pada usia
60 tahun dan keatas. Namun BPPV dapat terjadi pada semua usia. Selain
penuaan, tidak ada Iaktor-Iaktor tertentu yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya BPPV ini. Akan tetapi, cedera kepala sebelumnya ataupun adanya
riwayat kelainan pada organ keseimbangan mungkin akan menyebabkan lebih
rentan terhadap BPPV.
10
2.5epidemiologi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular
periIer yang paling sering ditemukan kira-kira 107 kasus per 100,000 penduduk dan
lebih banyakpada wanita usia tua (51-57 tahun). BPPV jarang ditemukan pada usia
dibawah 35tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.
8,12
Satu kajian epidemiologi BPVP yang dilakukan di Jerman mendapatkan hasil sebagai
berikut:
10
%abel 2 . prevalensi BPPJ
Gambar 6 . grafik hubungan antara usia dan insiden BPPJ
2.6patofi8iologi
2.6.1 atarbelakang anatomi
Bagian vestibuler dari membran labirin/selaput labirin terdiri dari tiga saluran
setengah lingkaran/semisirkular : anterior, posterior, dan horizintal. Kanal ini
mendeteksi gerakan memutar dari kepala. Labirin juga terdiri dari dua struktur
otolith, utricle/utrikulus dan saccule/sakulus yang mendeteksi gerakan dan
percepatan linear, termasuk gerakan gravitasi. kupula pula adalah sensor gerak
untuk saluran semisirkular ini dan diaktiIkan oleh deIleksi yang disebabkan
aliran endolymph.
8
Gambar 7. kanalis semisirkularis
akula dari urtikulus adalah sumber calcium yang dianggap sebagai partikel
yang menyebabkan terjadinya BPPV. Ini terdiri dari kristal kaslium karbonat
yang tertanam pada matriks gelatin dimana sterosilia sel rambut (stereocilia of
hair ceels) terproyeksi. Kristal kalsium karbonat ini dua kali lebih tumpat dari
cairan endolymph, jadi akan bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan
gerakan accelerative lainnya. embran otoconial terdiri dari massa padat
kristal kalsium karbonat yang meliputi perantara yang elastis yang membuat
makula sangat peka terhadapr percepatan linear.
Gambar 8. susunan otolit membran makula
2.6.2 Mekani8ma da8ar BPPV
Benign paroxysmal positional vertigo terjadi apabila otoliths yang terdiri dari
Kalsium karbonat yang berasal dari urtikulus makula terlepas dan bergerak di
dalam lumen salah satau kanaslis semisirkularis. Bila kristal kaslisum karbonat
bergerak di dalam kanalis semisirkularis (canalithiasis), ia akan menyebabkan
pergerakan endolymph yang akan menstimulasi ampula dari kanal yang
terkena dampak sehingga menyebabkan vertigo. Arah nistagmus ditentukan
oleh saraI ampula yang tereskitasi pada kanalis yang terkena dampak melalui
hubungan lansung dengan otot ekstraokuler. Setiap dari kanalis semisirkularis
yang dipengaruhi endolithiasis mempunyai karakteristik nistagmus yang
tersendiri. analithiasis merujuk kepada partikel kalsium yang bergerak bebas
di dalam kanalis semisirkularis. Konsep "canal jam" merupakan konsep yang
diutarakan untuk menerangkan adanya partikel kalsium yang kadang-kadang
bisa bergerak dan kadang terjebak di dalam kanalis semisirkularis.
8
Alasan terjadinya perlepasan kristal kalsium dari makula belum diketahui
dengan jelas. Debris kalsium ini mungkin terbebas kerana terjadinya trauma
atau inIeksi, tapi pada kebanyakan kasus terjadi tanpa adanya penyakit dan
trauma yang teridentiIikasi. Ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan
dengan lanjutnya usia ' age-related changes pada protein dan matrix gelatin
otolitich membran. Baru-baru ini ditemukan bahwa pasien dengan BPPV
2.7.2.3Vertigo central
8
Vertigo central adalah vertigo yang disebabkan oleh penyakit yang berasal
dari sistem saraI pusat (SSP). Dalam parktek klinik, sering ditemukan lesi
pada saraI VIII. Pasien dengan vertigo sental akan mengalami halusinasi
gerak yang diarasakan disekeliling mereka.
Vertigo sentral boleh disebabkan oleh haemorrhagik atau iskemik pada
cerebellum, inti vestibuler, dan hubungannya dengan batang otak.
Penyebab lain termasuklah NS tumor, inIeksi, trauma, dan juga multiple
sklerosis.
Vertigo kerana acoustic neuroma secara garis besarnya juga termasuk
dalam vertigo sentral. Acoustic neuroma terdapat pada saraI cranial yang
kelapan biasnya pada perjalanan saluran pendengaran interna. Namun
sering kali berkembang ke Iossa posterior dengan eIek sekunder pada saraI
kranial dan batang otak.
%abel 3 . perbandingan vertigo tipe perifer dan tipe sentral
2.9Penatalak8anaan
2.9.1 #epo8i8i canalith manuver
8,13
O Langkah 1 : dudukkan pasien di atas meja. Stabilkan kepala pasien dengan
tangan, dan gerakkan kepalanya 45 derajat ke sisi yang mengalami kelainan.
erakkan kepala, leher, dan bahu bersama untuk menghindari ketegangan
leher atau hiperekstensi paksa.
O Langkah 2 : perhatikan nistagmus dan pertahankan posisi pasien selama kira-
kira 10 detik setelah nistagmus berhenti.
O Langkah 3 : Kepala pasien dialihkan 90 kearah yang berlawanan, juga selama
30 detik
O Langkah 4 : Dengan kepala tetap pada posisi 45, alihkan posisi badan pasien
ke arah posisi kepala sehingga seperti baring pada sebelah sisi, dan kepala
menghadap ke bawah. Tunggu lebih kurang 30 detik.
O Langkah 5 : Kemudian pasien diarahkan untuk duduk semula dengan posisi
kepala menghadap ke hadapan.
Gambar 9 . Epley manuver
2.9.3 empert 360 (barbeque) manuver roll ; untuk mengobati BPPV kanal
hori8ontal.
8
Kepala pasien diposisikan ke telinga yang mengalami kelainan. Kemudian
berbalik 90 derajat menghadap ke atas dan ke sisi yang tidak mengalami
kelainan. Pengalihan posisi pasien ini diteruskan sampai pasien berputar 360
derajat dan kembali ke posisi pertama pada sisi yang yang mengalami
kelainan. Seterusnya pasien memandang ke atas dan didudukkan.
Perubahan posisi kepala ini dapat dilakukan dengan interval 15-20 detik
bahkan saat pasien nistagmus bisa dilakukan perubahan. enunggu dengan
interval lebih lama tidak membahayakan, tapi dapat menyebabkan rasa mual
berkembang pada pasien. Interval pendek ternyata tidak mengurangi
eIektivitas pengobatan.
Gambar 11. lampert manuver
2.10 Preventif
2.10.1 $elf-care at home
Pencegahan dimulai dengan mempertahankan hidrasi yang baik dan
menghindarkan gerakan yang cepat pada kepala. Jika gejala-gejala vertigo
mulai timbul atau dirasakan, saran-saran berikut mungkin membantu
9
O Berbaringlah dengan kepala yang diletakkan sedikit tinggi. Ambil
tindakan segera untuk mencegah dari jatuh.
O inum banyak cairan
O Di tengah serangan vertigo, jangan mengemudi, bekerja di ketinggian,
atau mengoperasikan mesin berbahaya karena kehilangan
keseimbangan dapat menyebabkan cedera yang signiIikan.
O Hindari gerakan kepala dan perubahan posisi tubuh yang tiba-tiba.
2.10.2 angkah preventif lain
Karena sebagian besar dari kasus BPPV tidak memiliki penyebab yang
diketahui secara pasti, maka tidak banyak langkah pencegahan yang betul-
betul signiIikan. ungkin hal ini ada hubungannya dengan cedera kepala
ringan atau berulang kali mengubah posisi kepala misalnya bekerja dengan
komputer sambil terus mencari atas dan ke bawah pada monitor.
Sesuai dengan etiologi, mungkin antara langkah yang dapat dilakukan sebagai
pencegahan adalah mengelakkan trauma kepala seperti memakai topi keledar
keselamatan ketika berkenderai. Selain itu merawat inIeksi telinga secara tepat
dan benar juga dapat mencegah BPPV.
9
Berhubungan dengan bertambahnya usia/proses penuaan, adalah wajar untuk
kita melakukan perubahan posisi tubuh terutama kepala sedikit lebih lambat
untuk mencegah BPPV ini secara potensial.
2.11 Progno8i8
Prognosis untuk BPPV adalah baik. Saat ini tingkat kekambuhan yang berlaku secara
umum adalah sekitar 40-50 dari pasien yang di follow up.
8
BPPV sendiri tidak menyebabkan kematian dan amat mudah untuk ditanggulangi
sehingga nilai keberkesanan terapi mencapai 97.
BAB III
Penutup/#ingka8an
2.12 e8impulan
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo periIer yang
paling sering ditemukan. Penyebab dari BPPV sendiri belum ditemukan secara pasti
namun peningkatan usia dan keseringan mengalami tramua kapitis ringan
meningkatkan resiko untuk mendapat BPPV. BPPV mudah didiagnosis dengan
anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan Iisik yang teliti tanpa memerlukan
pemeriksaan penunjang jika tidak ada indikasi-indikasi tertentu yang memerlukan.
Penetalaksanaa BPPV juga biasanya berhasil dengan reposisi canalith dan jarang
sekali ditemukan kasus yang memerlukan tindakan operasi. Prognosis untuk penyakit
ini baik dan tidak menyebabkan kematian.
Hipotesis bahwa wanita usia 51 tahun pada kasus mengalami vertigo periIer tipe
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) diterima.
aftar pu8taka
1. S..Lumbantobing. Neurologi klinik, pemeriksaan Iisik dan mental. Balai Penerbit
FKUI Jakarta, cetakan ke-13 2010;(XIII):61-75
2. H.EIiaty Arsyad, H.Nurbaiti Iskandar. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung dan
tenggorokan (THT). Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI), Jakarta. etakan 1 edisi keempat 2000;(IV):1-87
3. eoge L.Adamas, Lawrence R.Boies, et al. Buku ajar penyakit THT Boies. Penerbit
Buku Kedokteran E. etakan ketiga edisi ke enam 2000; (VI): 3-39, 119-139
4. ark H.Swartz. Buku ajar diagnostik Iisik. Penerbit Buku Kedokteran E. etakan
pertama 1997; (VI): 123-132
5. Burnside-c lynn. Adams diagnosis Iisik. Penerbit Buku Kedokteran E. etakan
kelima edisi ke 17 1995 ; (XVII): 136-140
6. Stephen J,cPhee, illiam F.anong et al. International edition Patophysiology oI
disease an introduction to clinical medicine. San Francisco liIornia 2003: 93-95
7. Budi Riyanto.. Vertigo:aspek neurologi. ermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004:
42-46
8. Terry D FiIe,Thomas Road. Benign Paroxysmal Positional Vertigo 2009. Diunduh
dari http://www.medscape.com. 27 Januari 2011.
9. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) 2010. Emedicine health, expert oI
everyday emergencies. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com 27 Januari
2011
10..Von Brevern, A.Radtake et al. Epidemiology og beningn paroxysmal vertigo; a
population based study July 2007.