You are on page 1of 14

DEMAM TIFOID

A. Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. B. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. Typhi, S. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh S. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. C. Patogenesis S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll.

Imunulogi humoral lokal di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler. D. Gejala Klinis Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. Dapat juga muncul gejala klinis sebagai berikut : 1. 2. 3. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. 4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar). 5. 6. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.

E. Diagnosis Amanesis Tanda klinik Laboratorik o Leukopenia, anesonofilia o Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif), tinja minggu II, air kemih minggu III o Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi o Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat o Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M F. Diagnosis Banding 1. Influenza 2. Bronchitis 3. Broncho Pneumonia 4. Gastroenteritis 5. Tuberculosa Lymphoma 6. Malaria 7. Sepsis 8. I.S.K 9. Keganasan : Leukemia G. Penatalaksanaan Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan

lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. Penderita penyakit Demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain : 1. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein. 2. Tidak mengandung banyak serat. 3. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. 4. Makanan lunak diberikan selama istirahat. Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya. H. Pengobatan Medakamentosa Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi Ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari. Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas, efektif terhadap organisme gram positif dan negatif. Kloramfenikol dapat diberikan peroral, atau intravena dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dbagi dalam 3-4 dosis. Lama terapi 8-10 hari setelah suhu kembali normal atau 5-7 hari setelah demam turun, untuk mencegah kekambuhan dapat diberikan selama 14 hari. Pada bayi kloramfenikol dapat diberikan 25-50 mg/kgBB/hari. Kloramfenikol didistribusi secara luas di jaringan dan cairan tubuh. Obat ini dapat masuk ke cairan serebrospinal dengan kadar 50% dari yang beredar dalam darah, selain itu obat ini dapat menembus plasenta kesirkulasi darah, janin, asi, dan cairan mata. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Obat ini masuk ke sel yang sensitif melalui proses transpor aktif. Di dalam sel obat ini berikatan sub unit 50S ribosom bakteri didekat site of action makrolid dan klindamisin, serta menghambat sintesa bakteri dengan cara mencegah perlekatan aminoacyl transfer RNA ke acceptor site di ribosom komplek mRNA, sehingga pembentukkan ikatan peptida oleh peptidyl transferase (reaksi transpeptidasi) dapat dihambat. Hambatan pada sintesa protein ini mengakibatkan efek bakteriostatik primer. Adanya resistensi S. typhi terhadap kloramfenikol dapat terjadi melalui 2 cara yaitu: 1. Plasmid mediated S. typhi memproduksi kloramfenikol acetyl transferase yang dapat menonaktifkan obat tersebut. 2. S. typhi mengalami mutasi ribosomal dan penurunan permeabilitas atau uptake sehingga sensitifitas terhadap kloramfenikol menurun. Keuntungan terapi kloramfenikol pada demam tifoid antara lain: 1. Harga murah 2. Mudah diperoleh 3. Jarang menimbulkan efek samping dalam pemakaian yang singkat 4. Demam turun dalam waktu singkat ( 3-4 hari terapi) 5. Meningkatkan angka kesembuhan ( 90%) 6. Menurunkan mortalitas (10-15% menjadi 1-4%) Kerugian penggunaan kloramfenikol pada demam tifoid: 1. Tidak dapat menurunkan angka kekambuhan. 2. Tidak berpengaruh pada ekskretor, konvalesen, atau karier kronis. 3. Mengakibatkan anemia aplastik pada 1:10000-50000 penderita. 4. Tidak dapat digunakan pada S. typhi yang resisten terhadap kloramfenikol. Kontraindikasi penggunaan kloramfenikol pada penderita demam tifoid: 1. Adanya riwayat hipersensitifitas atau toksik.

2. Tidak untuk profilaksis atau infeksi ringan. 3. Adanya depresi sumsum tulang atau blood dyscrasia. 4. Penyakit ginjal yang berat. 5. Bayi baru lahir atau prematur. Tiamfenikol Tiamfenikol adalah turunan dari kloramfenikol. Tiamfenikol di gunakan untuk indikasi yang sama dengan kloramfenikol. Obat ini diserap dengan baik pada pemberian peroral dan penetrasinya baik ke cairan serebrospinal, tulang dan sputum. Berbeda dengan kloramfenikaol obat ini disekresikan dengan utuh dalam urin. Oleh karena itu dosisnya harus dikurangi pada pasien dengan payah ginjal. Pada penderita demam tifoid tiamfenikol diberikan dengan dosis yang lebih kecil numun mempunyai interval yang lama. Efek samping yang timbul yaitu depresi sumsum tulang yang reversibel dan berhubungan dengan dosis yang diberikan,sindrom gray pada bayi, gangguan pencernaan, neuritis. Dari pengalaman klinik obat ini jarang menimbulkan aplasia sumsum tulang. Efek samping yang sering dijumpai adalah depresi eritropoesis. Efek hematologik lainnya ialah leukopeni. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/kgBB. Cefixime Cefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme sebagai berikut : Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis. Otitis media yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain positif dan negatif), Moraxella (Branhamella) catarrhalis (umumnya yang termasuk beta-laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes. Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Bronkitis akut dan bronkitis kronik eksaserbasi akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain negatif dan positif). Pengobatan demam tifoid pada anak dengan multi-resisten terhadap pengobatan standar.

Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan dan kondisi pasien. Dewasa dan anak BB 30 kg : 50 100 mg, 2 kali sehari. Pada infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg, 2 kali sehari. Cefixime suspensi 100 mg : dosis anak adalah 1,5 3 mg/kg BB, 2 kali sehari. Untuk infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 6 mg, 2 kali sehari. Pada anak-anak, otitis media harus diobati dengan sediaan suspensi. Studi klinik pada otitis media menunjukkan bahwa pada pemberian dosis yang sama, sediaan suspensi memberikan hasil kadar puncak dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan tablet. Oleh karena itu pada pengobatan otitis media pengobatan dengan sediaan suspensi tidak boleh diganti dengan sediaan tablet. Demam tifoid pada anak-anak : 10 15 mg/kg BB/hari selama 2 minggu. Pasien dengan kerusakan fungsi ginjal memerlukan modifikasi dosis tergantung pada tingkat kerusakan. Apabila bersihan kreatinin antara 21 60 mL/min atau pasien mendapat terapi hemodialisa, dosis yang dianjurkan adalah 75% dari dosis standar (misalnya 300 mg sehari). Apabila bersihan kreatinin kurang dari 20 mL/min atau pasien mendapat terapi rawat jalan peritonial dialisa berkelanjutan, dosis yang dianjurkan adalah 50% dari dosis standar (misalnya 200 mg perhari). Pada kasus overdosis : Lakukan pengosongan lambung karena tidak ada antidot yang spesifik. Cefixime tidak dapat dihilangkan dari sirkulasi dalam jumlah yang signifikan oleh proses hemodialisa atau peritoneal dialisa. I. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam : Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik Komplikasi ekstraintetstinal Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.

Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. J. Penatalaksanaan Penyulit Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus. K. Pencegahan Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah

diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi).

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang anak laki-laki, umur 8 tahun, di bangsal Anak RSUD dr. Achmad Moechtar Bukittinggi selama 1 hari dengan ; (Alloanamnesis didapatkan dari ibu kandung). Keluhan Utama : Demam sejak 8 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Demam sejak 8 hari yang lalu, demam tidak terlalu tinggi, demam naik turun, demam lebih tinggi sore dan malam hari, demam kadang menggigil, dan tidak berkeringat. Mual-mual sejak 8 hari yang lalu, mual tidak diikuti dengan muntah. Susah buang air besar dirasakan sejak 8 hari yang lalu, buang air besar terakhir 4 hari yang lalu. Batuk sejak 4 hari yang lalu, batuk berdahak, tidak berdarah, frekuensi jarang. Buang air kecil warna, frekuensi dan jumlah biasa. Sesak nafas tidak ada. Kejang tidak ada. Nyeri kepala tidak ada. Kaku kuduk tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada. Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada. Sebelumnya pasien suka makan jajanan di pinggir jalan. Pasien sudah dibawa ke dokter umum pada hari pertama demam, diberi obat demam dan antibiotik tetapi tidak ada perbaikan. Setelah itu pada hari ke empat demam os dibawa ke dokter spesialis anak diobati dengan pengobatan demam tifoid. Setelah itu

pada hari ke 7 demam pasien dianjurkan oleh dokter spesialis anak untuk di rawat di rumah sakit. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit seperti ini. Riwayat sosial ekonomi :

Anak pertama dari 1 orang bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, berat badan lahir 3400 gram, panjang badan lahir 50 cm, cukup bulan dan langsung menangis kuat.

Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap (Ibu mengatakan hanya 3x mengantarkan anaknya untuk imunisasi, tetapi jenis imunisasi ibu lupa).

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak seusianya. Higiene dan sanitasi lingkungan baik.

Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran : Sadar Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi : 102 x/i Nafas 28 x/i Suhu : 38,2 oC Tinggi badan : 130 cm Berat badan : 24 kg BB/U : 92,30 % Sianosis : tidak ada Anemis : tidak ada Ikterus : tidak ada Edema : tidak ada

TB/U : 101,56 % BB/TB : 88,88 % Kesan : gizi baik Pemeriksaan fisik :

Kulit : teraba hangat Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB Kepala : bulat, simetris Rambut : hitam, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflex cahaya +/+.

Telinga : tidak ditemukan kelainan Hidung : tidak ditemukan kelainan Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis Gigi dan mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, caries (-), lidah kotor dengan pinggir hiperemis tidak ada, lidah tremor tidak ada.

Leher : JVP 5-2 cmH2O Dada : Paru : Inspeksi : normochest, simetris kiri sama dengan kanan Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler, Rhonkhi -/-, wheezing -/Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus teraba 1 jari med LMCS RIC V Perkusi : batas jantung dalam batas normal Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama regular, bising (-)

Perut : Inspeksi : distensi tidak ada, perut tidak membuncit Palpasi : supel, hepar teraba 1/3 x 1/4 dan lien tidak teraba. Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus (+) normal.

Punggung : tidak ada kelainan Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan Anus : tidak dilakukan pemeriksaan Anggota gerak : akral hangat, refilling kapiler baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.

Diagnosis kerja : Demam Tifoid

Terapi : MB 1620 kkal IVFD Ka-EN 1B 1620 cc/hari, 16 gtt/i Paracetamol 3 x 250 mg Cefixim 3 x 120 mg Anjuran pemeriksaan : DUF Rutin Widal test Mantoux test Kultur empedu

You might also like