You are on page 1of 12

1

1. Undang-Undang No.5 Tahun 1990


Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk
melestarikan atau melindungi alam. Dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menggambarkan
bahwa tindakan konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanIaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (pasal 1).
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian
terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam
nabati ataupun berupa Ienomena alam, baik secara masing-masing maupun
bersama-sama mempunyai Iungsi dan manIaat sebagai unsur pembentuk
lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat
siIatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan
penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap
generasi untuk melindunginya.
Keberadaan UU No.5 Tahun 1990 ini bertujuan untuk menjaga
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 3)
Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi (pasal 5), yaitu:
a. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem
penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan
kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan)
(pasal 7);
b. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-
tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan

kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi


kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutIah) (pasal 11-13);
c. Mengendalikan cara-cara pemanIaatan sumber daya alam hayati
sehingga terjamin kelestariannya (pemanIaatan secara lestari) (pasal
-).
Aktivitas-aktivitas menggalakkan perlindungan hutan termasuk
rehabilitasi kawasan hutan dengan habitat kepelbagaian spesies Iauna dan
Ilora yang unik untuk tujuan memulihkan Iungsi ekologi kawasan tersebut.
Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana,
belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum
berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di
perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan
penurunan potensi sumber daya alam hayati, dan terganggunya habitat asli
di kawasan konservasi. Akibat dari siIatnya yang luas dan menyangkut
kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab
dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Dalam UU no.5 Tahun 1990 pasal 37 ayat 1-3 menyatakan bahwa
'(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai
kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. () Dalam
mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan
dan penyuluhan. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat () diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Konservasi terhadap tumbuhan, satwa dan habitatnya dalam suatu
ekosistem dapat berbentuk kawasan suaka alam, cagar alam, suaka
margasatwa, cagar biosIer, kawasan pelestarian alam, taman nasional,
taman wisata dan taman hutan raya. Setiap bentuk upaya konservasi
3

tersebut memiliki karakteristik dalam menjaga kelestarian sumber daya


alam serta ekosistemnya yang bertujuan untuk tujuan tertentu, misalnya
penelitian, pendidikan, budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Selain
menjaga Iungsi keseimbangan alam namun dapat pula menghasilkan nilai
ekonomi yang tinggi (pasal 17)
Kawasan konservasi sumber daya alam hayati yang harus dijaga dari
tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan
kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
ataupun tindakan lain yang melanggar ketentuan UU Konservasi, diancam
dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda (Pasal 40).
Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau
kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat
dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula
tidak mungkin lagi.
Berdasarkan rumusan ketentuan pidana dalam UU No.5 Tahun 1990
tersebut, maka dapat dipahami bahwa UU No.5 Tahun 1990 hanya secara
khusus mengatur mengenai kajahatan dan pelanggaran terhadap kawasan
hutan tertentu dan jenis tumbuhan tertentu, sehingga untuk diterapkan
terhadap kejahatan penebangan liar (illegal logging) hanya sebagai
instrumen pelengkap atau sebagai pasal lapisan tuntutan (subsidaritas)
dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penebangan liar
(illegal logging). Dan perlu diperhatikan bahwa ketentuan tersebut hanya
dapat berIungsi jika unsur-unsurnya terpenuhi.





4

. Undang-Undang No.41 Tahun 1999


Menurut UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 1 Ayat 1
'Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manIaat yang
nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manIaat
ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.
Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanIaatkan
secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik
generasi sekarang maupun yang akan datang.
Setiap orang yang memiliki, mengelola, dan atau memanIaatkan
hutan yang kritis atau tidak produktiI, wajib melaksanakan rehabilitasi
hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi dibantu oleh lembaga
swadaya masyarakat, pihak lain ataupemerintah (Pasal 43).
Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga
kehidupan, hutan telah memberikan manIaat yang besar bagi umat
manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai
peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga
keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan
tetap mengutamakan kepentingan nasional.
Tujuan UU No. 41 Tahun 1999 ini terdapat dalam pasal 3 :
'Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran
yang proporsional;
b. mengoptimalkan aneka Iungsi hutan yang meliputi Iungsi konservasi,
Iungsi lindung, dan Iungsi
c. produksi untuk mencapai manIaat lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi, yang seimbang dan lestari;
d. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
5

e. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan


keberdayaan masyarakat secara partisipatiI, berkeadilan, dan
berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan
eksternal; dan
I. menjamin distribusi manIaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Hutan di Indonesia, menurut UU no 41 tahun 1999, dibagi menjadi
tiga berdasarkan Iungsinya, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan
hutan produksi (Pasal ).
Selanjutnya, UU no 41/1999 pasal 7 lebih lanjut merinci kawasan
hutan konservasi ke dalam:
O Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai Iungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,
yang juga berIungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
O Kawasan hutan pelestarian alam. Ialah kawasan hutan negara dengan
ciri khas tertentu, yang mempunyai Iungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa, serta pemanIaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
O Taman buru. Yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai
tempat wisata berburu.
Dalam perkembangan ekonomi dan teknologi seiring dengan
pertumbuhan populasi manusia maka kebutuhan dan pemanIaatan
sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga terus
meningkat. Makna hutan dilihat secara terbatas untuk kepentingan
ekonomi, misalnya untuk kebutuhan industri (perumahan, Iurniture,
bangunan, dan sebagainya) atau menjadi alat penggerak nilai devisa tanpa
pertimbangan bahwa hutan merupakan sarana kehidupan yang sangat
penting secara ekologis. Sehingga diperlukan tindakan untuk menjaga

kelestarian sumber daya alam dalam hal ini keberlanjutan keberadaannya


dimasa yang akan datang (Pembangunan yang berkelanjutan)
Untuk menjamin status, Iungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan
dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi
kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam
pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjaga hak-
hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan serta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan (Pasal 47).
Dalam UU No.41 Tahun 1999 Pasal 45 yang berbunyi
'Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan
menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar Iungsi lindung,
Iungsi konservasi, dan Iungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas
manIaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan
keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.
Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara
memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan
hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan
hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan
hukum mengenai kehutanan.
Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan
izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang
kehutanan (Pasal 4). Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat
penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah
juga harus memperhatikan aspirasi rakyat (Pasal 4 ayat 5).
7

Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan


sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan
berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan
baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat
mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanIaatan hasil hutan dan
inIormasi kehutanan (Pasal -70).
Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya
dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun 1999, merupakan salah satu dari upaya
perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan Iungsi hutan secara
lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat
terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini
adalah agar dapat menimbulkan eIek jera bagi pelanggar hukum di bidang
kehutanan (penjelasan umum paragaraI ke-1 UU No.41 Tahun 1999).
EIek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah
melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi juga ditujukan kepada
orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan sehingga
timbul rasa enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi
pidana yang berat.
Ada tiga jenis pidana yang diatur dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun
1999 yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana perampasan benda
yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana. Ketiga jenis pidana
ini dapat pula dijatuhkan kepada pelaku secara kumulatiI. Ketentuan
pidana tersebut dapat dicermati dalam rumusan sanksi pidana yang diatur
dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun 1999. Jenis pidana itu merupakan sanksi
yang diberikan kepada pelaku yang melakukan kejahatan sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 50 UU No.41 Tahun 1999.
Adapun kelemahan dari undang-undang ini adalah belum mengatur
perihal tindak pidana kehutanan yang melibatkan pegawai negeri,
sehingga aturan hukum yang dipakai untuk menindak pelaku-pelaku

khususnya pegawai negeri yang terlibat dalam kejahatan Kehutanan


seperti penebangan liar illegal logging) terutama yang menyangkut unsur-
unsur korupsi masih terus mengacu pada undang-undang tentang
pemberantasan korupsi ini.
Ternyata Undang-undang ini tidak mengatur tentang tindak pidana
yang dilakukan oleh perusahaan atau korporasi sehingga memberi ruang
bagi elit politik dan pengusaha untuk memanIaatkan keadaan ini untuk
kelompoknya.Adanya kesalahan koordinasi antara pihak hukum yang
berwenang dalam melakukan penegakkan hukum dalam permasalahan
kehutanan ini akibat tidak diatur secara jelasnya pembatasan kewenangan
masing-masing pihak. Serta masih banyak kelemahan lainnya.

3. Undang-Undang No.31 Tahun 2004
Undang-Undang No.31 Tahun 004 Tentang Perikanan mengatur
tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melalui konservasi
ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik. Upaya konservasi
sumber daya ikan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan.
Tujuan dari Undang-Undang No.31 Tahun 004 terdapat dalam
pasal 3 : ' Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan :
a. meningkatkan taraI hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil;
b. meningkatkan penerimaan dan devisa negara;
c. mendorong perluasan dan kesempatan kerja;
d. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
e. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;
I. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing;
g. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan;
h. mencapai pemanIaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan
dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan
9

i. menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan,


dan tata ruang.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 004 pasal 1 ayat 1 :
'Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanIaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakandalam suatu sitem perikanan.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat : ' Konservasi sumber daya ikan
adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanIaatan sumber daya
ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keragaman sumber daya ikan.
Potensi besar yang dimiliki perairan daratan Indonesia memberikan
konsekuensi yang salah satunya adalah keanekaragaman hayatinya yang
tinggi, sehingga memiliki sumberdaya perikanan yang besar. Namun
semakin banyak kepentingan yang memanIaatkan perairan daratan seperti
PLTA, transportasi, pariwisata, pertanian, dan kegiatan penangkapan ikan
yang kurang bijaksana memberikan dampak kepada penurunan kualitas
perairan sehingga mengganggu keseimbangan habitat dan pelestarian
sumberdaya ikan.
Masalah utama yang terjadi terkait dengan upaya konservasi
Sumberdaya ikan di perairan daratan adalah menurunnya populasi
berbagai jenis ikan dan kerusakan habitat sehingga mengancam
keberadaan dan keberlanjutan sumberdaya hayati tersebut. Selain itu,
perangkat peraturan yang mengatur konservasi sumberdaya ikan di
perairan daratan masih minim. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
adalah inIormasi biologi dan ekologi yang masih kurang yang diperlukan
sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan akibat masih
terbatasnya penelitian terhadap ikan-ikan yang ada di perairan daratan ini.
10

Pengelolaan Perikanan menurut UU No.31 Tahun 004 Pasal 1 ayat


7 bahwa 'Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses
yang terintegrasi dalam pengumpulan inIormasi, analisis, perencanaan,
konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain
yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya
hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Dalam rangka pelestarian sumberdaya ikan di perairan umum perlu
ditempuh berbagai cara seperti perlindungan habitat, pengaturan kegiatan
yang memanIaatkan perairan, penebaran benih berbagai jenis ikan dan
pembersihan perairan dari gulma. Salah satu upaya dalam perlindungan
habitat parairan adalah penyediaan suaka perikanan. Cara ini dinilai cukup
eIektiI dan eIisien karena langsung dapat melindungi dan melestarikan
serta meningkatkan sumberdaya perikanan tanpa menambah biaya yang
tinggi. Dalam UU No.31 Tahun 004 Bab IV Pasal ayat 1 : Pengelolaan
dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk
tercapainya manIaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya
kelestarian sumber daya ikan.
Pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan ini seharusnya
dilakukan secara optimal namun tidak hanya mengutamakan kepentingan
dan keuntungan dari segi ekonominya saja namun juga kelestarian
lingkungan perairan sebagai habitat tempat hidup ikan. Apabila
lingkungan dan habitat ikan tersebut rusak maka keberlanjutan keberadaan
ikan pun akan terganggu. Sehingga seharusnya dalam pemanIaatan
diperhatikan pula upaya pengelolaan dan konservasi apabila terjadi
kerusakan. Dalam UU No.31 Tahun 004 Pasal 13 ayat 1 menyatakan
bahwa : 'Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, dilakukan upaya
konserwasi ekosisten, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika
ikan.
11

Pengelolaan dan pemanIaatan ikan ini pula perlu memperhatikan


hukum adat setempat yang didukung oleh peran serta seluruh masyarakan
tidak hanya pemerintah atau pemilik kegiatan, namun tanggung jawab
bersama untuk memelihara kelestarian keberadaan sumber daya ikan
tersebut. Hal tersebut tertuang dalam UU No.31 Bab IV Pasal ayat 4
yang menyatakan bahwa : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan
penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan
hukum adat dan/atau keariIan lokal serta memperhatikan peran serta
masyarakat.
Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau Ienomena pencurian ikan
(ilegal fishing) di perairan Indonesia menjadi sangat marak. Kegiatan
penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing di perairan
indonesia, bukan terjadi beberapa tahun terakhir ini saja. Akan tetapi
kegiatan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Kapal berbendera
asing tersebut menyamar sebagai kapal nelayan indonesia, ada juga yang
menggunakan surat ijin penangkapan palsu. Harus kita akui juga, bahwa
kebijakan kelautan kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan
kapal-kapal asing untuk masuk menjarah hasil laut kita. Padahal dalam
UU No.31 Tahun 004 pasal 3 dijelaskan peraturan bagi setiap kapal
berbendera asing dilarang menangkap ikan diwilayah perairan Indonesia.
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak, bahan
berbahaya dan beracun serta alat tangkap ikan berbahaya sangat
mengancam sumber daya perairan bahkan dapat mengakibatkan
kepunahan berbagai jenis ikan. Dalam hal ini sebenarnya peraturan tentang
larangan penggunaan alat tangkap berbahaya terdapat dalam UU No.31
Tahun 004 Pasal -9.
Dari segi penegakan hukum terhadap pelanggaran yaitu berupa
pidana baik berupa pidana penjara maupun denda sesuai dengan
pelanggaran seperti dalam UU No.31 Tahun 004 pada Pasal s/d Pasal
103. Tentang kurangnya mekanisme pembinaan dan pengawasan untuk
penegakan hukum, hal ini sebenarnya sangat Iatal, sebab realisasi
1

pembinaan dan pengawasan terhadap badan peradilan sangat diperlukan


guna menjamin terwujudnya penegakan hukum yang benar-benar
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Apakah dengan memproteksi sumberdaya alam akan menyebabkan
kemiskinan? Atau sebaliknya apakah dengan mengeksploitasi
sumberdaya alam akan menyebabkan kemiskinan?
Menurut saya baik memproteksi atau mengeksploitasi sumberdaya alam
dapat menyebabkan kemiskinan. Dengan memproteksi sumber daya alam
banyak kehilangan kesempatan dan peluang pemanIaatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan mendapatkan keuntungan
untuk menghasilkan devisa negara bahkan menghambat mata pencaharian
masyarakat yang sangat tergantung dengan alam yang sesungguhnya
bertujuan untuk mencapai kesejateraan masyarakat sehingga ada
kecenderungan masayarakat miskin hanya pihak-pihak tertentu yang
mendapatkan keuntungan dari upaya proteksi tersebut.
Sedangkan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam pun dapat
menyebabkan kemiskinan karena dapat menyebabkan kerusakan
sumberdaya alam dan ekosistemnya sehingga keberlanjutannya tidak
dapat dipertahankan untuk masa yang akan datang .
Pada akhirnya tindakan bifaksana dan kesadaran yang tinggi dari semua
pihak baik dari masyarakat dan pemerintah dalam mengelola sumber daya
alam yang akan menentukan tingkat kesejateraan masyarakat. Selain itu
peningkatan pendidikan masyarakat tentang sumber daya alam dan
lingkungan perlu diwujudkan melalui penyuluhan dan sosialisasi secara
berkelanjutan maupun terpadu.

You might also like