You are on page 1of 10

Angklung

AngkIung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara


tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa
Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat daribambu,
dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh
benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang
bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap
ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik
tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi
Manusia dariUNESCO sejak November 2010.
Asal-usul

Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi
diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur
Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal
penanggalan modern, sehingga angklung merupakan
bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai
abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan
pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohacisebagai lambang Dewi
Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa
masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali
penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih
hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan
dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung)
dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang
berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah
semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus
terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang
masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun
dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
[7ujukan?]

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi
tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah
struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat
pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian
Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang
sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan
Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari ndonesia ke Thailand,
antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di
sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan
berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain
angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Calung
,Iung adalah alat musik Sunda yang merupakan
prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan
angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan,
cara menabuh calung adalah dengan memukul batang
(wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang
tersusun menurut titi laras (tangga
nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk
pembuatan calung kebanyakan dari awi
wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua
bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.
Calung Rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang
terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada
juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay
dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik
rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu,
misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan
Kanekes/Baduy.
Calung Jinjing
Adapun .,Iung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu
(paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung
bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan
calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang
hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah,
tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai
pemukul, dan tangan kiri menj injing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar
lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan
solorok.
Perkembangan
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing
adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat
Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari
bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para
mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan
Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada
tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan
pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh,
gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih
dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamij aya dkk),
dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai
seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, a Ruchiyat, Eppi K.,
Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk).
Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan
Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain
Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik
dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard
dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal,
seperti Adang Cengos, dan Hendarso.

Gamelan


Pemain Gamelan
,20I,n adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.
stilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang
diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti
memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan
terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok dindonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk
ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim
dengan g,20I,n.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi ndonesia pada awal
masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. nstrumennya dikembangkan hingga
bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan
musik ndia, satu-satunya dampak ke-ndia-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara
menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa
yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan
(sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para
dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set
gamelan.
[7ujukan?]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah,
yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai
ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun,
sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut
dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan
empat cara penalaan, yaitu slnd74, 5l4g, "Degung" (khusus daerah Sunda, atauJawa Barat), dan
"madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada
dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari ndia, bowed string
dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan
Bali sekarang ini.
nteraksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik
orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang
menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-
hari.
Galeri


Gendang Karo

0nd,ng k,74 atau g0nd,ng Ii2, si d,Iin0n terdiri dari lima perangkat alat
musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat
tersebut adalah satu 5ena7un, dua 5enggual, dan dua si malu g4ng. Gendang Lima
sedalanen disebut karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik,
yaitu Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon), gendang anak (mebranofon,
gung, dan penganak. Namun biasa juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna
sepulu dua, yaitu angka dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan
seluruhnya, termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari gendang
lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen adalah terdiri dari tiga
instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang terdiri dari kulca5i (long neck lute)
sebagai pembawa melodi, keteng-keteng (idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis,
dan mangkuk mbenta7 (idiofon) sebagai pembawa tempo.

Kenong

K0n4ng merupakan salah satu alat musik yang menyusun gamelan
Jawa. Kenong termasuk dalam golongan pencon, yang termasuk di
dalamnya juga gong, bonang, dan kethuk.
Bentuk
Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan
dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun
pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong
tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga
menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring
dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong,
sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela antara kempul.
Kolintang

K4Iint,ng atau kuIint,ng adalah alat musik yang terdiri dari barisan gong kecil yang diletakkan
mendatar. Alat musik ini dimainkan dengan diiringi oleh gong tergantung yang lebih besar
dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, yang telah dimainkan
selama berabad-abad di Kepulauan MelayuTimur -
Filipina, ndonesia Timur, MalaysiaTimur, Brunei, dan Timor.
[6]
Alat musik ini berkembang dari
tradisi pemberian isyarat sederhana menjadi bentuk seperti sekarang.
[5]
Kegunaannya bergantung
pada peradaban yang menggunakannya. Dengan pengaruh dari Hindu, Buddha, slam,Kristen,
dan Barat, Kulintang merupakan tradisi gong yang terus berkembang.
Alat musik ini dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat
seperti telur, bandaran, wenang,kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber
paralel. Nama kolintang berasal dari suaranya: t4ng (nada rendah), ting (nada tinggi)
dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TNG TANG"
adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata k4lintang.
Rebab


Rebab di Turki.
#0-a- (Arab & & atau & - "busur
(instrumen)"),
[1]
juga r0-ap, ra-a-, r0-0-, ra-a-ah, atau al-ra-a-a) adalah jenis
alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan
menyebar melalui jalur-jalur perdagangan slam yang lebih banyak dari Afrika Utara, Timur Tengah, bagian
dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat
bertumpu di tanah, dan dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi
yang dipetik seperti kabuli 7ebab (kadang-kadang disebut sebagai 74bab atau 7ubab).
Ukuran rebab biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran
seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada leher tipis panjang dengan
pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada papan nada. Alat musik ini dibuat tegak,
baik bertumpu di pangkuan atau di lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat terbatas (sedikit lebih
dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait
dengan instrumen rak, Joza, yang memiliki empat senar.
Pengenalan rebab ke Eropa Barat telah mungkin bersamaan dengan penaklukan Spanyol oleh
bangsa Moor, di Semenanjung beria. Namun, ada bukti adanya alat musik ini pada abad ke-9 juga di
Eropa Timur: ahli geografi Persia abad ke-9 bnu Khurradadhbih mengutip lira Bizantium (atau lr)
sebagai alat musik busur khas Bizantium dan setara dengan 7abb Arab.
[2]

Konstruksi
Rebab ini digunakan dalam berbagai macam ansambel musik dan genre, sesuai dengan distribusi yang
luas, dan dibangun dan dimainkan agak berbeda di daerah berbeda. Di Asia Tenggara, rebab adalah
instrumen besar dengan kisaran mirip dengan viola da gamba, sedangkan versi dari instrumen yang jauh
lebih ke barat cenderung lebih kecil dan lebih tinggi melengking. Badannya bervariasi dengan banyak
hiasan ukiran, seperti di Jawa, untuk model sederhana seperti "biola sungai Nil" Mesir 2 senar mungkin
memiliki badan yang terbuat dari setengah tempurung kelapa. Versi yang lebih canggih memiliki kotak
suara logam dan depan mungkin setengah-ditutupi dengan tembaga yang dipukuli, dan setengah dengan
kulit sapi.
Arab, Persia dan Ottoman
Rebab itu banyak digunakan, dan terus akan digunakan, dalam musik tradisional Persia. Ada juga
instrumen busur pada musik Persia bernama Kamanche yang memiliki bentuk dan struktur yang sama.
Rebab juga dimainkan di negara lain seperti ndia, kemungkinan besar menelusuri asal kepada ran Raya
karena penggunaannya di pengadilan Sassanid. ni diadopsi sebagai instrumen kunci dalam musik klasik
Arab dan di Maroko, tradisi musik Arab-Andalusia telah tetap hidup dengan keturunan Muslim yang
meninggalkan Spanyol sebagai pengungsi mengikuti Reconquista. Rebab ini menjadi instrumen favorit di
rumah teh Kekaisaran Ottoman (Turki) sampai kedatangan biola, satu-satunya alat musik busur di
Kekaisaran Ottoman.


Pedalaman Asia
Permainan Rebab di Banjarmasin (era
tahun 1910-1925)
Varian biola tangkai sangat umum digunakan oleh banyak
kelompok etnis Timur dan Asia Tengah dan diaspora mereka di
seluruh dunia, seperti berbagai Huqin yang digunakan oleh
sebagian besar kelompok etnis Cina, morin
khuur dari Mongolia, Byzaanchy dari Tuva, Kokyu dari Jepang,Haegeum dari Korea, kyl
kiak dari Kirgizstan, Saw sam sai dari Thailand dan banyak lainnya. ni umumnya digunakan dalam
memainkan lagu rakyat tradisional, tetapi juga menjadi populer di pengaturan musik kontemporer,
termasuk genre seperti klasik, jazz, dan rock.
[3]

ndonesia dan Malaysia
Dalam gamelan ndonesia rebab adalah instrumen penting dalam mengelaborasi dan menghiasimelodi
dasar. ni tidak harus sesuai persis dengan skala instrumen gamelan lainnya dan dapat dimainkan dalam
waktu yang relatif bebas, penyelesaian frasa setelah dentuman dari gong ageng(gong besar yang
"mengatur" ansambel). Rebab juga sering memainkan buka yang saat itu adalah bagian dari ansambel.
[4]

Di negara bagian Malaysia timur, Kelantan dan Terengganu, Rebab digunakan dalam ritual penyembuhan
yang disebut "Main Puteri". Musisi penyembuh kadang-kadang dibawa ke rumah sakit dalam kasus-kasus
di mana dokter tidak dapat menyembuhkan pasien yang sakit.
Rebana
#0-,n, adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai berbentuk
lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk
berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei, ndonesia dan
Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang
pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.
Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat
populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang.
Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan
pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang diberi
nama Rebana Ubi, dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.
Saluang
aluang
$,Iu,ng adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat.
Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang
($chiz4stachyum b7achycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus
untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut
di sungai
[1]
. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup
dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4
cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lamang (lemang), salah satu
makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama dris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas
bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa
putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga
sebagai teknik manyisiahan ang4k (menyisihkan napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari
memiliki ciri khas tersendiri. Contoh dari ciri khas itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto
Tuo, Suayan dan Pauah. Ciri khas Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya
nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Sedangkan, ciri khas yang paling sedih bunyinya adalah
Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, kabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis
penontonnya. Mantera itu dinamakanPitunang Nabi Daud. si dari mantera itu kira-kira : Aku mala5ehan
5ituang Nabi Daud, bu7uang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bid4da7i di dalam
sa7ug4 mandanga bunyi saluang amb4, kununlah anak sidang manusia
Saron
Saron barung (tampak depan, dengan tabuh kayu) dan saron panerus
(di belakang, dengan tabuh tanduk)
$,74n atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu
instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan
semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron
menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh
saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron
1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang
dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya,
ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat
namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.
Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri
memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari
pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: 5athet = pencet)
Serunai
Sebuah $hehnai.
$07un,i, atau juga disebut puput s07un,i, adalah nama alat musik ae7414nik (tiup)
yang dikenal di ndonesia sebagai alat musik tradisional di masyarakat Minang.
Bagian unik dari serunai adalah ujungnya yang mengembang, berfungsi untuk
memperbesar volume suara.
Latar belakang
Asal mula serunai atau "5u5ut se7unai" diduga datang dari nama shehnai, alat musik
yang diduga berasal dari Lembah Kashmir di dataran Utara ndia. Alat
musik shehnai diduga juga merupakan perkembangan dari alat musik 5ungi yang dipakai dalam musik
para pemikat ular tradisional ndia.
Setelah dikenal luas di Sumatera Barat, serunai menjadi populer dan dikenal sebagai alat musik
tiup tradisional di Minang. Alat musik ini dikenal merata di Sumatera Barat, terutama di bagian daratannya
seperti di daerah Agam, Tanah Datar dan Limo Koto, dan juga di daerah pesisir pantai Sumatera Barat
sepanjang pantai Samudera Hindia. Alat musik ini sejak lama telah dipopulerkan ke seluruh ndonesia oleh
para imigran dari Minang dan juga telah dikenal sebagai alat musik tradisional di Malaysia dengan nama
sama.
Kegunaan
Puput serunai biasanya dimainkan dalam acara-acara adat yang ramai, seperti
upacaraperkawinan, penghulu (batagak 5angulu dalam bahasa Minang) dan sebagainya. Alat musik ini
juga biasa dimainkan dengan bebas, baik perorangan, pada saat memanen padi atau saat bekerja di
ladang. Musik serunai juga populer untuk mengiringi pertunjukan pencak silat Minang. Dalam sebuah
penampilan, serunai dapat dimainkan secara solo (sendirian), dan dapat digabung dengan alat musik
tradisional lainnya, seperti talempong, gendang dan sebagainya.

You might also like