You are on page 1of 8

Hubungan perilaku molekul polimer thd kristalinitas, morphologi, sifat termal, mekanik dan reologi

Jika logam berbicara mengenai atom, maka polimer berbicara mengenai molekul. Polimer merupakan makromolekul, dengan panjang rantai yang panjang dan terkadang memiliki cabang. Rantai utama polimer disebut backbone. Berdasarkan backbone, polimer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1. Polimer anorganik, backbone berdasarkan bukan senyawa organik (bukan C), misalnya silika (membentuk kaca) 2. Polimer organik, backbone berdasarkan senyawa organik (H, C, O)

Rantai molekul yang panjang ini mempengaruhi posisi molekul yang berbentuk tetra hedral (zig-zag dengan sudut 1090). Sudut ini memungkinkan terjadinya pelipatan rantai. Fenomena pelipatan bisa terjadi karena proses solidifikasi (mengakibatkan vibrasi lemah) dan antar rantai mendekat (tertata rapih). Susunan rantai berpengaruh terhadap morfologi polimer. 1. Model fringed-micelle Model ini mirip dengan sidik jari, terdapat bagian morfologi yang tertata rapi (kristalin) dan bagian yang tidak beraturan (amorf) 2. Model folded chain Berbentuk lembaran (lamelar) yang terlipat satu sama lain (folded chain). Morfologi model ini berupa kristalin. 3. Model spherulite Berbentuk dasar seperti bentuk folded chain, hanya lipatannya mengembang dari inti (dalam) menuju keluar. saja,

Variabel kristalinitas Kimia molekul: molekul kimia yang simpel, akan semakin mudah ditata dan kristalinitasnya pun meningkat

Konfigurasi molekul, dapat berupa isotaktik (kristalin) dan ataktik yang berupa amorf.

dan

sindiotaktik

Struktur molekul, jika rantai molekulnya lurus/linier, maka cenderung kristalin, karena kemudahannya untuk ditata dan tidak ada rintangan. Sedangkan jika bercabang, maka sulit diatur dan cenderung berupa amorf. Atom/gugus substituen, jika atomnya lebih besar atau melimpah (bulkier) maka cenderung kurang mengkristal, contohnya, PVC itu memiliki ikatan antar molekul yang tidak permanen, berbeda dibandingkan dengan PP yang memiliki ikatan permanen, sehingga PVC lebih amorf dibandingkan PP.

Kristalinitas dipengaruhi oleh

Atoms/gugus substituen: Lebih besar atau melimpah (bulkier) ===> cenderung kurang mengkristal
Struktur kimia Struktur kimia hompolimer memiliki ikatan kimia yang bisa berupa C-C, CH, C-O, C-N, atau salah satu bahkan keempatnya. Struktur kimia polimer ini bisa berupa isomer. Isomer yaitu rumus kimia sama, namun berbeda dalam rumus bangunnya. Hal ini bisa dikarenankan ikatan kimia jenuh atau tak jenuh (ikatan rangkap). Isomer yang biasa muncul dalam polimer yaitu berupa head to tail dan tail to tail and head to head. Head to tail structure paling banyak dijumpai.

Gugus fungsi dalam ikatan polimer dapat berikatan secara primer, sekunder, atau tersier. Ikatan tersier jarang ditemukan. Ikatan sekunder lebih kuat dibandingkan ikatan primer. Gugus molekul penyusun polimer yang membentuk ikatan sekunder, mempengaruhi kekuatan mekanis, afinitas kimiawi (kompatibilitas) dengan senyawa lain (pelarut, plastisizer, dan aditif). Kuatnya ikatan sekunder terjadi karena adanya polaritas (perbedaan momen dipol), akibat adanya jembatan hidrogen, dan karena halangan sterik lebih kuat. Bentuk molekul Bentuk molekul menjelaskan bentuk geometri dari rantai polimer yang berbentuk seperti kumparan. Jarak dari ujung satu ke ujung lainnya dinotasikan dengan R. Pada kondisi stabil, tidak bereaksi dengan lingkungan, maka disebut kondisi theta. Jika terjadi interaksi dengan lingkungan semisal kenaikan temperatur maka rantai molekul akan berekspansi, R otomatis berubah dan terjadi perubahan sifat pula.

Berdasarkan kepada struktur sterik, terdapat tiga jenis konfigurasi, yaitu rantai lurus, bercabang dan cross-linked. Rantai lurus tidak memiliki cabang atau hubungan kimiawi dengan tetangganya. Sedangkan rantai bercabang memiliki sub-rantai disampingnya. Ditemukan pada mekanisasi transfer rantai. Jika cabangnya pendek dapat meningkatkan kristalinitas polimer. Jika cabangnya panjang mengurangi viskositas serta meningkatkan daya larut dan daya leleh. Jika cabangnya reaktif, menghasilkan struktur 3D, crosslinked. Semakin banyak cross linking, rantai secara bertahap akan kehilangan mobilitas dan daya larut sehingga mencapai keadaan termoset. MW dan viskositas mencapai keadaan infinity. Pada kondisi intermediet muncul fasa larut dan tidak larut, yang terpisah, disebut sol dan gel. Gel dapat membengkak akibat efek dari pelarut (mengeras). Dapat disimpulkan, bahwa hanya rantai lurus dan bercabang saja yang memiliki kemampuan alir (atau melting point). Rantai bercabang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Isotaktik, ataktik dan sindiotaktik.

Ataktik berarti letak percabangan tidak beraturan, biasanya berbentuk amorf dan lengket. Isotaktik berarti letak percabangan beraturan membentuk pola tertentu pada dua sisi yang berbeda. Isotaktik berarti letak percabangan terletak pada satu sisi yang sama. Bobot molekul Polimer merupakan makromolekul, ditandai dengan bobot molekul yang tinggi. Kita tidak dapat mengetahui panjang suatu polimer dengan penyusun yang berbeda, oleh karena itu berat molekul diprediksi rata-rata beratnya. Dalam polimer dikenal DP (derajat Polimerisasi) yaitu pengulangan monomer dalam membentuk polimer. Notasi matematisnya yaitu :

Untuk mengetahui bobot molekul maka DP dikalikan dengan bobot molekul monomer. Namun hal ini tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu ada dua metode dalam penghitungan, yaitu berat molekul ratarata jumlah (MN) dan berat molekul rata-rata bobot (Mw).

Dimana, W adalah bobot molekul rantai yang memiliki bobot molekul masing-masing (M). Sedangkan n adalah jumlah rantai. Ketiganya memiliki hubungan matematis :

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Mw lebih berat karena diukur bobotnya, sedangkan Mn dihitung. Jika Mw dirasiokan terhadap Mn akan didapatkan distribusi bobot molekul yang terdapat dua jenis, yaitu Broad dan Narrow.

MWD dapat diukur dengan menggunakan instrumen yg disebut GPC (Gel Permeation Chromatography). Prinsipnya yaitu pemisahan polimer berdasarkan bobot molekul diantara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fraksi yang berat akan terelusidasi (melewati fasa diam) lebih dulu, sedangkan fraksi yang ringan akan tertahan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai elusidasi disebut waktu retensi. Fraksi gerak yang digunakan yaitu pelarut tertentu dan fraksi diam berupa gel dengan pori tertentu yang dikemas dalam sebuah kolom. Hasil dari GPC ini berupa kromatogram yang selanjutnya dihitung dengan dibandingkan terhadap kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi didapatkan hasil dari pengukuran larutan standar yang sudah diketahui MWDnya.

Dalam dunia industri, MWD perlu diketahui, karena terdapat hubungan antara MWD dengan kualitas polimer, dan hal ini merupakan salah satu bentuk pengontrolan kualitas polimer.

Morfologi polimer Merupakan bentuk polimer dalam keadaan padat. Terdapat dua jenis, yaitu berbentuk kristalin, non kristalin (amorf), dan semi kristalin. Kristalin berbentuk seperti jarum panjang dan teratur, sedangkan amorf random.

Terdapat 3 jenis model dalam membedakan morfologi, yaitu : fringed micella, folded chains dan switchboard. Polimer agar menjadi kristalin harus memiliki struktur teratur dengan jarak yang teratur antar masing-masing rantai. Untuk meningkatkan kristalinitas suatu polimer maka harus dilakukan penghambatan

mobilitas dan mengurangi percabangan, crosslinked, dan ketidakteraturan struktur).

Kristalinitas sangat berguna bagi polimer, semakin meningkat, maka ketahanan terhadap pelarut dan pengaruh kimiawi akan meningkat pula. Selain itu akan membuat polimer menjadi kaku dan lebih kuat, mampu berelongasi dan dengan kekuatan impact yang tinggi. Namun, kristalinitas pun berpengaruh terhadap sifat optik, yaitu menurunnya ketransparananan polimer. Kristalinisasi sebuah struktur yang amorf dapat terjadi secara kinetis. Pertama-tama terjadi nukleasi akibat pendinginan pada suhu dibawah suhu leleh. Hal ini bersifat reversibel, artinya nuklei dapat terbentuk dan hancur. Pada kondisi kritis, nuklei berkembang menjadi inti kristalin. Selanjutnya diikuti oleh polarisasi optik mikroskopis. Dibawah kondisi yg ideal, makroskopis membentuk spherulit. Dalam keadaan suhu rendah sphrulit yang terbentuk kecil-kecil. Sedangkan pada suhu yang tinggi spherulite hanya ada beberapa namun berukuran besar.

Transisi polimer Transisi suatu polimer ditentukan oleh temperatur. Perubahan dari padat (kristalin) menuju (cair) disebut Titik leleh. Tm hanya dimiliki oleh polimer kristalin. Polimer amorf memiliki transisi gelas, dimana dalam keadaan panas, free volume meningkat mengakibatkan polimer bersifat lunak dan dalam keadaan dingin,free volume sedikit mengakibatkan bersifat menyerupai glass. Free volume yaitu perbedaan volume fasa liquid dan nilai ekstrapolasi pada temperatur absolute nol. Transisi polimer akan mengakibatkan perubahan sifat. Modulus kekakuan, indeks refraksi cahaya, koefisien difusi dan viskositas. Di atas Tg morfologi amorf muncul dan membuat polimer menjadi elastis dan bisa deformasi. Di bawa Tg polimer akan bersifat kaku dan getas, mengurangi kekuatan impact.

Polimer dengan Tg yang rendah bersifat menyerupai karet dan lebih kuat, semisal poliolefin dan rubber. Sedangkan polimer dengan Tg yang tinggi bersifat kaku, kemampuan deformasi kecil dan getas., semisal PVC, PS, PMMA, PC. Untuk merubah Tg suatu polimer dapat ditambahkan plasticizer.

You might also like