You are on page 1of 18

Penjelasan filosofis tentang perekonomian syariah jarang diangkat.

Selama ini setiap kali ada pembicaraan tentang ekonomi syariah, yang paling kental ditangkap adalah ekonomi tanpa bunga (interest) bank. Bunga bank secara umum diidentikkan dengan riba. Kemudian biasanya pada sosialisasi perbankan syariah, langsung dijelaskan produk-produk syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Akan tetapi pada saat penghitungan bagi hasil keuntungan, pada kasus permodalan investasi atau pinjaman konsumtif, yang paling terasa berbeda adalah pada akad. Tanpa penjelasan yang memuaskan, terkesan bahwa akad ini semata merupakan substitusi sistem bunga. Sesungguhnya pembicaraan ekonomi syariah menghujam pada akar filosofis dalam cara memandang harta, memandang pola hubungan antar manusia, hingga hubungan manusia dengan Allah, Tuhan semesta alam; Bahwa harta dan apa yang wujud adalah milik Allah swt dan manusia diberi kesempatan untuk mengelolanya. Karenanya pengelolaan ini harus sesuai dengan kehendak-Nya. Pada harta itu ada hak-hak bagi mereka yang berkekurangan dan membutuhkan; Bahwa manusia harus memberikan kebaikan kepada manusia lain, tidak boleh berbuat zhalim, jahat, atau curang dan merugikan orang lain; Dan pada akhirnya manusia mengelola hartanya, melakukan bisnis dan usaha, adalah dalam rangka ibadah kepada Allah swt. Pada semua aktivitasnya ini manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak pada Hari Akhir. Allah menghalalkan bai' (jual beli) dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah:275). Jual beli itu didasarkan pada keridhaan kedua belah pihak, adapun pada riba terjadi pendiktean satu pihak terhadap yang lain. Pada riba ada satu pihak yang tak punya pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak pihak lain, yaitu pemilik modal. Karenanya pengguliran sistem perbankan syariah mesti memiliki attitude unik dibandingkan perbankan konvensional. Attitude unik itu adalah adanya pola hubungan ukhuwwah islamiyah di antara pemilik modal, pengelola bank dan pengguna modal. Hubungan mereka bukan terbatas pada bisnis belaka (zakelijk), tetapi didasari semangat kerja sama dan membangun kesejahteraan bersama, bahkan memberikan imbas kebaikan bagi masyakarat umum. Tidak mungkin sistem ekonomi syariah mentolerir penumpukkan kekayaan pada segelintir orang dan membiarkan kekayaan tersebut idle, tidak memberikan manfaat dalam menggulirkan proses perekonomian riil di tengah masyarakat. Ekonomi syariah juga tidak akan membiarkan praktek-praktek tabdzir (pemborosan) berlangsung. Setiap ekspansi ekonomi mesti melahirkan kesejahteraan kepada masyarakat banyak. Perilaku boros terjadi ketika ada penumpukan kapital pada segelintir orang. Ilustrasi praktis kondisi nampak pada hanya segelintir orang yang bermain dalam bursa-bursa perdagangan saham saat ini. Bahkan ketika orang mengatakan "pasar" merespon negatif terhadap kebijakan X, bisa dipastikan yang dimaksud "pasar" hanya diwakili oleh segelintir orang saja. Celakanya perilaku boros dan kikir dalam menumbuhkan kesejahteraan bersama ini sangat nyata dipertontonkan. Akibatnya perilaku boros dan kikir ini pun menular pada mereka yang kemampuan ekonominya pas-pasan, bahkan di bawah rata-rata. Masalah penting yang membedakan sistem ekonomi syariah dan ekonomi ribawi adalah dalam memandang "uang". Dalam sistem syariah uang itu memiliki fungsi sebagai alat tukar. Bahkan idealnya, ujud uang itu memiliki nilai sepadan dengan nilai barang yang dipertukarkan atau diperjualbelikan. Pada sistem ekonomi yang berkembang saat ini, uang telah menjadi komoditas yang diperdagangkan. Untuk deskripsi detil tentang ini, kita kutipkan tulisan Faisal Basri*) berikut ini:

Kapitalisme mutakhir yang digerakkan sektor keuangan (financially-driven capitalism) tumbuh pesat luar biasa sejak awal dasawarsa 1980-an. Transaksi di sektor keuangan tumbuh meroket ratusan kali lipat dibandingkan dengan nilai perdagangan dunia. Di negara-negara maju, lalu lintas modal bebas bergerak praktis tanpa pembatasan. Sementara itu, makin banyak saja negara berkembang yang mengikuti jejak meliberalisasikan lalu lintas modal. Jika pada tahun 1970-an hanya 20 persen emerging market countries yang tergolong liberal dalam lalu lintas modal mereka, dewasa ini sudah meningkat dua kali lipat. Uang dan instrumen keuangan lainnya tak lagi sekadar sebagai penopang sektor produksi riil, melainkan telah menjelma sebagai komoditas perdagangan, diternakkan beranak pinak berlipat ganda dalam waktu singkat. Produk-produk keuangan dengan berbagai macam turunannya menghasilkan ekspansi kapitalisme dunia yang semu. Itulah yang dewasa ini terjadi di Amerika Serikat dan merembet ke negara maju lainnya karena sesama mereka terkait satu sama lain. Krisis keuangan yang melanda AS juga sekaligus mengindikasikan bahwa mekanisme pasar masih menjalankan perannya, yakni mengoreksi pelaku-pelaku yang tidak tunduk pada kaidah fundamental pasar. Bagaimana mungkin perekonomian AS selama bertahun-tahun bisa membiayai Perang Irak, membiarkan defisit anggaran (APBN) terus menggelembung, dan pada periode yang sama mengalami defisit perdagangan luar negeri. Sementara itu, tingkat tabungan masyarakat AS sangat rendah, utang rumah tangga telah melampaui pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Untuk membiayai perekonomian yang boros, satu-satunya cara ialah terus berutang. Suratsurat utang terus diterbitkan, baik oleh pemerintah maupun swasta, lalu disantap oleh investor, termasuk dari Indonesia. Kita berharap sosialisasi dan pencerdasan tentang perekonomian syariah terus digalakkan. Pada saat yang sama telaah kritis terhadap sistem ekonomi ribawi pun mesti dilakukan. Sementara itu para muslim terpelajar semestinya bersemangat untuk mempelajari dasar-dasar perekonomian syariah ini. Semakin hari mereka harus bisa semakin membedakan mana praktek-praktek ekonomi syariah dan mana praktek-praktek ekonomi ribawi. Sampai batas tertentu, pemahaman tentang ekonomi syariah ini menjadi fardhu 'ain bagi muslim, terutama bagi mereka yang terpelajar. Ilmu ekonomi (syariah) menjadi bagian dari kelengkapan pemikiran yang mesti ada pada akal muslim, seperti juga ilmu-ilmu humaniora lain (psikologi, politik, sosiologi dll). Proses pendidikan tentunya harus mencetak lebih banyak ilmuwan dan praktisi ekonomi syariah di tanah air. Merekalah yang diharapkan bisa terus membangun pemikiran dan praktek-praktek ekonomi syariah. Mereka juga menjadi agen-agen yang mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat luas akan kehandalan ekonomi syariah. Mesti ada usaha-usaha promosi ekonomi syariah yang dilakukan secara massif dan populer melalui berbagai media komunikasi yang memungkinkan. Di sisi lain, melahirkan pengusaha-pengusaha sukses yang menjunjung tinggi nilainilai agama dan moral juga mesti terus dilakukan. Hal ini bisa dilakukan melalui proses pendidikan. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya semangat untuk memberikan lapangan dan mendukung generasi muda untuk berkiprah di dunia bisnis. Mereka menumbuhkan perusahaan-perusahaan yang memproduksi barangbarang yang diperlukan masyarakat luas. Mereka pulalah yang kemudian akan merintis praktek-praktek bisnis dan perdagangan syariah. Menyempurnakan

berbagai kekurangan yang ada, termasuk bersama sektor perbankan membangun sistem permodalan yang mantap. Akhirnya mereka dapat membuktikan bahwa sukses bisnis mereka adalah jalan bagi kesejahteraan masyarakat luas, bukan untuk kesenangan mereka pribadi. Saat ini rintisan ekonomi syariah tengah dilakukan. Kita bersyukur kepada Allah swt dengan hadirnya sosok-sosok yang terus gigih mempromosikan tumbuhnya bisnis dan perekonomian yang religius dan bermoral mulia. Kita terus berdoa semoga sistem ekonomi ini bukan hanya menjadi accessories perekonomian bangsa ini, akan tetapi menjadi mainstream perekonomian, sehingga terwujud perlindungan terhadap seluruh bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan bahkan ikut serta menciptakan kedamaian dan ketertiban di dunia. Menepis Gejolak Krisis Keuangan Dunia Senin, 6 Oktober 2008 | 01:58 WIB Oleh FAISAL BASRI Kapitalisme mutakhir yang digerakkan sektor keuangan (financially-driven capitalism) tumbuh pesat luar biasa sejak awal dasawarsa 1980-an. Transaksi di sektor keuangan tumbuh meroket ratusan kali lipat dibandingkan dengan nilai perdagangan dunia. Di negara-negara maju, lalu lintas modal bebas bergerak praktis tanpa pembatasan. Sementara itu, makin banyak saja negara berkembang yang mengikuti jejak meliberalisasikan lalu lintas modal. Jika pada tahun 1970-an hanya 20 persen emerging market countries yang tergolong liberal dalam lalu lintas modal mereka, dewasa ini sudah meningkat dua kali lipat. Uang dan instrumen keuangan lainnya tak lagi sekadar sebagai penopang sektor produksi riil, melainkan telah menjelma sebagai komoditas perdagangan, diternakkan beranak pinak berlipat ganda dalam waktu singkat. Produk-produk keuangan dengan berbagai macam turunannya menghasilkan ekspansi kapitalisme dunia yang semu. Itulah yang dewasa ini terjadi di Amerika Serikat dan merembet ke negara maju lainnya karena sesama mereka terkait satu sama lain. Krisis keuangan yang melanda AS juga sekaligus mengindikasikan bahwa mekanisme pasar masih menjalankan perannya, yakni mengoreksi pelaku-pelaku yang tidak tunduk pada kaidah fundamental pasar. Bagaimana mungkin perekonomian AS selama bertahun-tahun bisa membiayai Perang Irak, membiarkan defisit anggaran (APBN) terus menggelembung, dan pada periode yang sama mengalami defisit perdagangan luar negeri. Sementara itu, tingkat tabungan masyarakat AS sangat rendah, utang rumah tangga telah melampaui pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Untuk membiayai perekonomian yang boros, satu-satunya cara ialah terus berutang. Suratsurat utang terus diterbitkan, baik oleh pemerintah maupun swasta, lalu disantap oleh investor, termasuk dari Indonesia. Kapitalisme pengisap Jadi, kalau kekacauan ekonomi di AS akan merembet ke hampir seluruh dunia, itu merupakan konsekuensi dari perilaku masyarakat dunia yang terseret ke dalam irama permainan AS. Padahal, peran AS di dalam perekonomian dunia tak lagi sedigdaya pada tahun 1970-an. Kini produk domestik bruto AS yang telah dikoreksi dengan daya beli (purchasing power parity) tinggal 21 persen saja. Sebaliknya, telah

muncul kekuatan baru, seperti China dan India. Kita sedang menghadapi proses menuju keseimbangan baru sebagai konsekuensi dari pergeseran kekuatan ekonomi dunia. Proses ini tentu saja akan ditandai oleh penyesuaian perilaku dan tata aturan menuju mekanisme yang lebih harmoni dan berkeadilan. Pendulum betul-betul sedang berayun, lambat laun menjauh dari financially-driven capitalism yang sangat ribawi itu, yang menghasilkan kemakmuran semu dan bersifat mengisap karena yang mengedepan adalah zero-sum game, bukan shared prosperity. Pelajaran untuk kita Kita tak boleh membiarkan diri terperangkap pada pola atau perilaku lebih besar pasak daripada tiang, apalagi kalau pengeluaran yang menggelembung didominasi oleh belanja konsumtif sebagaimana terlihat dari postur APBN kita. Sangat disayangkan jika peningkatan penerimaan APBN sebagian besar dibelanjakan untuk belanja pemerintah pusat dan subsidi tak terarah. Defisit APBN yang lebih diakibatkan pola pengeluaran demikian tak boleh lagi ditoleransi. Pola seperti itulah yang terjadi di AS. Belanja pemerintah pusat seharusnya tak meningkat tajam karena era otonomi mengharuskan postur pemerintah pusat lebih langsing. Bukankah seluruh fungsi pemerintahan, kecuali di lima bidang sebagaimana diamanatkan undang-undang, harus diserahkan kepada daerah. Mengapa justru setelah era otonomi jajaran eselon satu bertambah? Mengapa tidak terjadi pengalihan sebagian fungsi kementerian pada lembaga-lembaga independen? Defisit anggaran hanya bisa dibenarkan jika untuk meningkatkan kapasitas produktif. Tantangan kedua ialah menghentikan gejala dini deindustrialisasi. Gejala ini terlihat dari penurunan sumbangan sektor industri manufaktur terhadap PDB yang sudah terjadi secara konsisten sejak 2005. Padahal, industrialisasi di Indonesia masih relatif jauh dari optimal. Memang pemerintah telah cukup banyak berbuat, tetapi kebanyakan tindakan yang telah diambil sejauh ini sudah teramat usang. Lihat saja Keputusan Presiden tentang Kebijakan Industri Nasional yang dikeluarkan Mei 2008 yang tak memiliki skala prioritas. Semua hendak dimajukan dan ditawarkan insentif. Hasilnya bisa diduga, yakni tak akan ada satu paket insentif pun yang secara berarti akan memajukan industri tertentu yang pada gilirannya akan mendongkrak kinerja industri manufaktur. Pemerintah juga menawarkan konsep kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk memajukan industri. Konsep KEK ini boleh dikatakan usang dan tak bakal menawarkan sesuatu yang berarti bagi kemajuan perekonomian dan daya saing nasional. Bukankah tanpa KEK pun hampir semua aspek perekonomian Indonesia sudah sangat liberal? Kemunduran relatif sektor industri pada gilirannya akan memperlemah landasan ekspor. Sekarang saja sudah terbukti, sebagaimana terlihat dari penyusutan surplus perdagangan akibat kemerosotan harga-harga komoditas. Tanpa memajukan industri manufaktur, sama saja dengan melakukan pembiaran atas pengerukan kekayaan alam dengan penciptaan nilai tambah ala kadarnya sehingga tak akan memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Dampak selanjutnya dari pelemahan kinerja industri adalah terhadap pola lalu lintas modal yang masuk (capital inflow). Dalam dua tahun terakhir, modal yang masuk

lebih didominasi oleh investasi jangka pendek ketimbang penanaman modal asing langsung yang bersifat jangka panjang. Kalau kecenderungan di atas terus berlangsung, sama saja kita secara sukarela menjadi mangsa dari financially-driven capitalism yang amat buas itu. Hello world! Pengaruh Sistem Informatika Bagi Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan Perekonomian Syariah di Indonesia By anggawicaksana perkembangan perekonomian syariah di indonesia sangat pesat dan baik ini ditunjukkan dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah dan lain-lain. dari sektor perbankan diawali dengan lahirnya UU no.7 tahun 1992 yang disempurnakan dengan UU no.10 tahun 1998 dan UU no 23 tahun 1999. undangundang ini telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi berkembangnya perbankan syariah di indonesia. bila dalam kurun waktu 1992-2003 hanya ada 10 bank yang menawarkan jasa perbankan syariah, maka sampai dengan akhir tahun 2006 telah menjadi 22 bank syariah baik yang bentuknya bank umum syariah maupun cabang syariah dari bank konvensional,sampai dengan tahun 2008 ini perbankan berbasis syariah masih terus berkembang, ini terbukti dengan banyaknya bank asing yang turut membuka cabangnya dengan sistem syariah seperti citibank, standard chartered dan lain-lain. itu semua terjadi karena saat ini manusia mulai sadar bahwa sistem syariah itu sebenarnya menguntungkan bagi kedua belah pihak , mereka sadar bahwa sistem yang selama ini dianut malah merugikan, inilah yang membuat perekonomian syariah mulai berkembang walaupun secara perlahan. dari sektor asuransi dapat kita lihat perkembangannya dengan adanya asuransi takaful indonesia, jumlah perusahaan asuransi yang menawarkan jasa asuransi bahkan lebih banyak dari jumlah bank syariah. pertumbuhan yang pesat juga terjadi di industri ini. jika pada tahun 2000 jumlah asuransi yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebanyak 4 buah, maka kita lihat di akhir tahun 2006 telah tumbuh menjadi hampir 20 perusahaan dan cabang asuransi, reasuransi dan broker asuransi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. kemudian perkembangan perekonomian syariah yang lain ditunjukkan dengan diterbitkannya obligasi syariah atau sukuk, saat ini sudah ada obligasi mudharabah dan obligasi syariah ijarah dan nanti juga akan diluncurkan obligasi syariah istishna. hal ini semua membuktikan bahwa perekonomian syariah di indonesia telah berkembang dan akan terus berkembang seiring dengan kesadaran masyarakat tentang keunggulan ekonomi syariah. Pengaruh Sistem Informatika Bagi Perkembangan Perbankan Syariah By anggawicaksana Di zaman yang sudah maju seperti saat ini teknologi sudah menjadi sebuah keharusan untuk dikuasai oleh siapa saja, karena untuk menghadapi era globalisasi seperti saat ini dimana persaingan bukan hanya dari dalam negeri melainkan dari seluruh penjuru dunia, agar kita dapat berhubungan dengan dunia luar selain penguasaan bahasa, penguasaan sistem informatika menjadi keharusan agar kita dapat mengetahui segala informasi dari luar tanpa mengeluarkan biaya yang besar. pentingnya sistem informatika ini dapat diterapkan di dalam dunia bisnis , contohnya industri perbankan , industri perbankan sangat membutuhkan sistem informatika yang baik untuk memberikan kemudahan bagi nasabahnya dan bagi

bank itu sendiri, contohnya seperti kartu kredit, kartu debit, kemudian ada juga online banking, itu semua didukung oleh sistem informasi yang baik agar tidak terjadi kekecauan mengingat banyaknya nasabah yang menggunakan fasilitas itu, karena itu semakin berkembangnya sistem informatika suatu perbankan maka ia akan semakin maju dan berkembang, karena dalam hal transaksi, nasabah selalu ingin fasilitas yang terbaik,yang tidak ribet. kemudian untuk perbankan itu sendiri, dengan adanya sistem informatika yang baik perbankan itu akan dapat mengakses berita terbaru seputar perbankan, kemudian memudahkan untuk mengirim data dari cabang ke pusat dan sebaliknya, kemudian memudahkan nya dalam proses kliring, transfering dan sebagainya sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak. Makalah Yang Pernah Dibuat Seputar Ekonomi Syariah By anggawicaksana Distorsi Pasar Dalam Perspektif Islam A. pengertian situasi mekanisme pasar yang ideal tidak selalu tercapai, karena sering kali terjadi gangguan atau interupsi pada mekanisme pasar yang ideal. gangguan ini disebut distorsi pasar. Ekonomi Islam mengidentifikasikan tiga bentuk distorsi pasar yaitu : 1. Rekayasa Permintaan dan Rekayasa Penawaran 2. Tadlis ( Penipuan ) 3. Taghrir ( dari kata gharar = kerancuan ) kesemua bentuk distorsi pasar ini mengganggu jalannya mekanisme pasar secara ilmiah . Hal ini menzalimi salah satu pihak yang bertransaksi, karena itu islam mengharamkannya. B. Rekayasa Permintaan dan Penawaran distorsi dalam bentuk rekayasa pasar dapat berasal dari dua sudut yaitu permintaan dan penawaran 1. Bai Najasy Rekayasa permintaan dikenal dengan bai najasy ini diharamkan karena si penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi dengan maksud menipu untuk menarik orang lain agar membeli barangnya itu. 2. ikhtikar rekayasa penawaran dikenal dengan istilah ikhtikar atau penimbunan, si penjual sengaja menimbun barangnya agar barangnya seolah-olah menjadi langka, dengan demikian maka harga pun akan naik diatas normal, ini dilarang oleh islam berdasarkan hadist Rasulullah SAW ORANG YANG MENIMBUN MAKANAN KAUM MUSLIMIN SELAMA EMPAT PULUH HARI MAKA ALLH AKAN MENGENAKAN PADANYA PENYAKIT LEPRA 3. tadlis tadlis ( penipuan ), tadlis dalam kualitas seperti menutup-nutupi cacat suatu barang, tadlis dalam harga seperi menjual barang diatas harga pasar karena ketidaktahuan si

pembeli, tadlis dalam waktu penyerahan. 4. taghrir taghrir artinya ketidakpastian yaitu ketidak pastian dalam kualitas, kuantitas, harga sampai dengan taghrir mengenai waktu penyerahan. hal-hal yang disebutkan diatas sangat dilarang oleh islam karena dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu bangsa. Tren Perekonomian Syariah Perlu Dicermati Senin, 07 April 2008 22:00 (Jakarta, 7/4) Kinerja pasar modal Indonesia dinilai cukup mengilap pada tahun 2007, namun tidak diimbangi pada sektor riil yang belum mampu menyerap tenaga kerja. Kurangnya eksplorasi akan sumber-sumber dan potensi ekonomi disertai kurang sigapnya para pejabat pembuat peraturan pasar modal dalam menangkap peluang dari tumbuhnya tren ekonomi baru menjadi penyebabnya, jelas Presiden Direktur PT Nikko Securities Indonesia Harianto Solichin dalam seminar Peranan Pasar Modal dalam Menggerakan Pertumbuhan Sektor Riil di Jakarta, Senin. Menurutnya tren ekonomi tersebut antara lain meningkatnya dana syariah dan berkembangnya sukub khususnya dari negara-negara yang mulai mengadopsi ekonomi syariah. Dalam cermatan Harianto sejak akhir dekade 90-an dengan adanya oil price boom terdapat peningkatan dana di wilayah Timur Tengah. Demikian besarnya dana ini sehigga ada yang menyatakan fenomena ini sebagai timbulnya oasis ekonomi. Oasis ekonomi ini bukan hanya karena investasi negara teluk, tetapi juga tumbuh pesatnya perekonomian yang berdasarkan pada syariah perekonomian Islam, paparnya. Sedemikian besarnya perekonomian syariah tersebut sehingga Standar Poor memperkirakan aset keuangan ini telah mencapai US$ 531 miliar pada tahun 2006 dan meningkat hingga US$ 750 miliar pada 2007. Dalam mengantisipasi besarnya pertumbuhan dana syariah ini, Indonesia perlu melakukan tindakan yang berani sehigga dapat memancing dana syariah yang jumlahnya sangat besar yaitu memberikan insentif kebebasan pajak kepada bankbank Islam baik yang melakukan transaksi dengan pihak asing dengan menggunakan mata uang asing. Selain itu, pengembangan SDM yang berkualitas mampu bersaing terhadap tren baru ekonomi ini. Di Indonesia, jelas Harianto secara sederhana dapat dikatakan bahwa perkembangan sektor syariah semakin pesat. Dimulai dengan UU No 19 /1998 tentang perubahan atas UU No 7/1992 tentang perbankan maka landasan untuk operasional bank syariah telah ditetapkan. Ditambah lagi dengan kelebihan UU No 23 /1999 tentang BI. Saat ini sudah semakin banyak bank nasional dan bank asing yang membuka pelayanan bank syariah, dari data yang ada sebesar 1,7 persen atau bernilai Rp 33,3 triliun. Pertumbuhan aset perbankan syariah diperkirakan tumbuh sekitar 31 %, pungkas Herianto. (Subhan/Mimie)

Ekonomi 30/01/2009 - 05:57 Ekonomi Syariah, Solusi Krisis? Yusuf Karim

Sofyan Djalil (inilah.com/ Raya Abdullah) INILAH.COM, Jakarta - Kondisi perekonomian global yang diguncang krisis finansial tidak juga menemukan solusi yang jelas. Berbagai formula masih diragukan efektivitasnya dalam tata ekonomi baru dunia nanti. Ekonomi syariah bakal menyeruak menjadi solusi. Resesi yang disebut-sebut paling parah setelah krisis 1920-an ini belum juga menemukan titik terendahnya. Rakusnya kapitalisme dinilai sebagai biang kerok dari kondisi perekonomian yang terjadi. Langkah-langkah yang ditawarkan melalui resepresep ekonomi belum ada yang benar-benar bisa menjadi kerangka solusi yang sistematis. Pengaturan pasar yang lebih ketat untuk meredam moral hazard dalam sistem kapitalisme dinilai tidak cukup efektif untuk benar-benar menutup celah-celah yang ada. Bahkan kebijakan dana talangan yang cenderung mengarah ke sosialisme demokrat juga dinilai hanya kebijakan sporadis dengan efek yang tidak signifikan. Salah satu sistem yang bisa menjadi alternatif adalah sistem perekonomian berbasis syariah Islam. Sistem perekonomian yang telah mapan bahkan di negara-negara maju bisa menjadi obat untuk menyembuhkan perekonomian dunia yang kini sakit. Dengan perkembangan perekonomian syariah yang semakin pesat, sebenarnya tidak ada lagi alasan bagi masyarakat dunia untuk tidak mengimplementasikan

perekonomian syariah ini. Jadi solusi perekonomian syariah sendiri sebenarnya tidak hanya dimaksudkan diaplikasikan pada negara-negara muslim atau penduduk muslim saja, namun bagaimana konsep tersebut juga bisa menjangkau masyarakat non muslim. Event yang bisa menjadi test case keampuhan ekonomi syariah sebagai bagian dari solusi krisis finasial adalah 5th World Islamic Economic Forum (WIEF) yang akan digelar 2-3 Maret 2009 mendatang di Jakarta. Forum tersebut rencananya akan dihadiri delegasi dari berbagai negara muslim sedunia serta undangan negaranegara non muslim. Bahkan, Presiden terpilih AS diharapkan bisa turut hadir dalam acara yang rencananya digelar di Ritz Carlton Pacific Place itu. Momentum ini tidak boleh dilewatkan begitu saja bagi Indonesia untuk lebih berperan dalam kancah perekonomian syariah. Co Chairman WIEF Sofyan Djalil menjelaskan bahwa WIEF bertujuan untuk mengembangkan program-program yang dapat mempromosikan aktivitas bisnis dari dua segmen utama masyarakat muslim yakni perempuan dan kaum muda. Diharapkan dua segmen tersebut bisa optimal dan meningkatkan kemampuan kreatif. Kami juga berharap forum ini bisa dimanfaatkan untuk mencari solusi yang dimungkinkan untuk berbagai permasalahan yang sedang dihadapi, ujarnya dalam dinner yang digelar di kemarin malam, di Jakarta. Sofyan menambahkan, lembaga-lembaga Islam memiliki banyak potensi yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan dunia. Seperti yang dilakukan astronomi dan matematika. Bisa jadi, perbankan syariah menjadi cara baru untuk membantu program pembiayaan untuk korporasi atau organisasi non profit, lanjutnya. Sebelumnya, 4th WIEF diselenggarakan di Kuwait pada 29 April-1 Mei 2008 dan dinilai sebagai salah satu konferensi bisnis penting dimana pembukaannya dilakukan oleh Emir Kuwait. Salah satu panitia WIEF, Tanri Abeng juga menjelaskan dalam perspektif Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim dengan jumlah terbesar di dunia, maka Indonesia memiliki banyak yang bisa ditawarkan sekaligus bisa banyak belajar dari negara-negara lainnya, paparnya. Forum tersebut diharapkan juga bisa dimanfaatkan berbagai pihak terutama dengan menindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan positif pasca event. Di antaranya exhibition investasi atau mendorong sektor pariwisata. Meski pertumbuhannya sedang menurun tapi Indonesia memiliki peran penting melalui kerjasama bilateral maupun multilateral untuk membantu mengembangkan perdamaian, kemandirian ekonomi, dan kerjasama yang saling menguntungkan antar negara, paparnya. Dari data yang dimiliki oleh sekretariat WIEF, industri keuangan Islam saat ini nilainya telah mencapai US$ 750 miliar dengan pertumbuhan mencapai 20% per tahun. Aset asuransi syariah diperkirakan telah mencapai angka US$ 1,1 miliar. Pasar perekonomian syariah dunia juga dinobatkan sebagai pasar dengan pertumbuhan terpesat yang diproyeksikan akan mencapai angka US$ 2 triliun pada 2010 dari saat ini US$ 900 miliar.

Apalagi bila harga minyak dunia, yang menjadi andalan negara-negara Islam, terus meningkat. Obligasi syariah hingga kini juga terus meningkat. Data terakhir menunjukkan pertumbuhan 64% menjadi US$ 5,5 miliar hingga April 2008. [E1]

Willson Gustiawan

Home Tentang Blog Ini Tentang Willson Gustiawan

Refleksi Tahun Baru: Saatnya Tahun Ekonomi Syariah


January 2nd, 2009 | Artikel

Menyimak perjalanan ekonomi setahun terakhir baik di tingkat internasional, regional, nasional maupun lokal yang penuh dengan ketidakgembiraan, banyak hikmah dan ibrah yang sepatutnya diambil menjadi peringatan. Walaupun tingkat tekanan yang berbeda-beda, hampir semua kawasan terkena imbas dari gelombang krisis ekonomi. Indonesia, kata Presiden SBY, terkena tsunami-nya. Sebagaimana telah jamak diketahui, cerita itu berawal dari subprime mortgage yang mulai memacetkan sektor finansial di Negeri Paman Sam. Kredit perumahan yang seharusnya tidak layak, setelah didandani disana-sini supaya kelihatan cantik, diobral dengan sangat murahnya kepada orang yang sebenarnya tidak sanggup membayar. Perusahaan keuangan seperti bank, bank investasi, asuransi, pemeringkat, dan lembaga finansial lainnya yang beraset besar, banyak berperan dalam menciptakan krisis itu. Mereka dengan tidak mempertimbangkan moral, memperanakpinakan produk subprime mortgage tersebut. Sehingga wajar jika krisis menimpa sebagian besar lembaga-lembaga finansial secara berjamaah, sebagai konsekuensi logis efek domino. Tidak saja di Amerika, Eropapun terkena imbasnya, sehingga ditengarai ada konspirasi internasional untuk mengkrisiskan perekonomian dunia. Babak selanjutnya dari cerita itu adalah akibat bangkrutnya perusahaan keuangan karena bubble economics, karyawan terpaksa dikurangi, pengangguran meningkat dan daya beli menurun. Produsen barang dan jasa menurunkan produksinya, kemudian mengurangi karyawannya, akibatnya penggangguran bertambah lagi, daya beli

menurun lagi. Jika hal ini telah melanda semua pelaku ekonomi dalam jangka waktu yang berketerusan, maka cerita mulai masuk pada babak resesi. Resesi disuatu negara, apalagi di Amerika Serikat yang dianggap sebagai kiblat sistem ekonomi kapitalisme, berakibat langsung atau tidak langsung pada negara lain. Indonesia misalnya, terjadi penurunan permintaan ekspor, sebagaimana diketahui bahwa Amerika Serikat adalah salah satu negara pengimpor terbesar produkproduk Indonesia. Negara dengan pertumbuhan ekonomi besar seperti China atau India pun tak lepas dari imbas resesi ini, apatah lagi negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih relatif rendah. Kesudahannya adalah resesi dunia. Cerita kelam kelesuan ekonomi dunia membawa dampak psikologis yang cukup serius. Orang menjadi apatis akan hari depannya. Mereka mempunyai alasan yang tepat untuk menyatakan gagal pada diri sendiri. Pesimis pun muncul dalam benak mereka. Ini sangat disayangkan. Di tengah suasana gulita seperti itu, masih ada secerca cahaya yang masih terus menyala. Dia akan tetap menjadi penerang dalam berekonomi. Dia menjadi penuntun langkah berikutnya bagi manusia yang sadar bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah berulang kali menenggelamkan kehidupan perekonomian mereka. Dia adalah sistem ekonomi syariah. Sistem ekonomi syariah diperkenalkan kembali pada dunia sejak tahun 1975, sebagai sistem ekonomi alternatif dari sistem yang ada ketika itu. Pertumbuhan yang pesat dari tahun ke tahun membuat orang mulai melirik sistem ini. Bank Dunia dan IMF mulai mempelajari keuangan syariah untuk melihat bagaimana hal itu dapat membentuk kembali sistem keuangan barat (Republika, 26/12/08). Dengan demikian sistem ekonomi syariah telah mendapat sorotan internasional untuk dijadikan solusi sistem ekonomi masa depan yang aman. Pemerintah China dan Perancis terus mendesak Bank Dunia dan IMF untuk memformulasikan sistem baru yang lebih aman, sebagai kritik atas lemahnya sistem finansial yang dibangun. Dana bail out yang dikucurkan oleh The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat pun, dikelola secara syariah juga, walaupun tidak secara eksplisit dikemukakan. Hal ini adalah terobosan pertama yang dilakukan The Fed sejak berdirinya yang tidak memakai bunga sebagai basis geraknya. Nyatalah bahwa sistem bunga tidak lagi menggembirakan. Jepang sudah lama menentukan suku bunganya hanya nol koma sekian persen atau dibawah 1%, sedangkan The Fed sudah menurunkan bunganya ke tingkat 0.25%. Dengan demikian, apalagi yang diharapkan dengan sistem bunga ini? Konsep ekonomi syariah di Indonesia mulai marak sejak hadirnya bank berbasis syariah pertama, disusul kemudian lembaga lembaga keuangan syariah lainnya. Namun memang, disadari bahwa

sosialisasi memperkenalkan sistem ekonomi syariah ini kepada khalayak ramai berjalan lambat. Disini peran anggota masyarakat seperti pakar ekonomi syariah, praktisi ekonomi syariah, ulama, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah, sangat dibutuhkan dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah. Di tengah pesimistis pelaku ekonomi lain, industri berbasis syariahlah yang yakin menempuh tahun 2009 dengan proyeksi pertumbuhan yang optimis. Untuk dunia perbankan misalnya, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan perbankan syariah dalam tiga skenario berdasarkan asumsi-asumsi yang telah diformulasikan dalam program grand strategy. Skenario pesimis sekalipun, memproyeksikan pertumbuhan sebesar 25% dengan total aset 57 trilyun rupiah, skenario proyeksi moderat dengan pertumbuhan 37% dan total aset 68 trilyun rupiah dan skenario proyeksi optimis dengan pertumbuhan 75% dan total aset 87 trilyun rupiah (Direktorat Perbankan Syariah-BI). Di tahun 2009 akan hadir lagi beberapa bank umum yang beroperasi dengan sistem syariah secara penuh, disamping bank umum yang akan membuka unit usaha syariahnya (UUS). Dengan ikhtiar keras yang senantiasa dilumuri doa, Insya Allah target pertumbuhan yang moderat dapat dicapai bahkan dilampaui. Hal ini mengingat bahwa dari tahun 2001 2007, pertumbuhan perbankan syariah dapat mencapai angka 40% (sedangkan saudaranya yang konvensional hanya 10%), ditambah lagi dengan adanya Implikasi penyelesaian UU Perbankan Syariah, UU SBSN, dan ketentuan perpajakan diharapkan akan mendorong minat investor untuk mendirikan BUS/UUS/BPRS pada tahun mendatang, serta memanfaatkan inovasi produk perbankan syariah. Nada optimis juga bisa dilantunkan, mengingat pemerintah melalui Meneg BUMN mendorong para BUMN untuk melakukan diversifikasi portofolio dananya ke bank syariah untuk memperbesar lagi market share bank syariah. Di tingkat internasional keuangan syariah bertumbuh lebh dari 35% setiap tahunnya. Saat ini terdapat lebih dari 400 bank syariah yang beroprasi penuh dengan aset lebih dari 600 miliar dolar AS. Walaupun demikian, dalam pengembangan ekonomi syariah ke depan, masih harus menghadapi sejumlah tantangan yaitu: membangun sumber daya manusia yang memadai, membangun perekonomian syariah dengan semangat keterbukaan agar manfaat menjadi bagian dari ekonomi global bisa diraih dan mengintensifkan edukasi dan sosialisasi mengenai ekonomi syariah kepada masyarakat luas. Demikian diungkapkan Muliaman D. Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia saat terpilih sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah. Tantangan itu harus dapat diatasi untuk menjadikan ekonomi syariah bukan hanya sekedar sebuah landasan ekonomi yang bisa mencegah krisis ekonomi, tetapi lebih dari itu ia mampu menawarkan solusi. Disini bisa diperlihatkan kesyumulan ajaran Islam sebagai

sistem yang universal, bahwa ekonomi syariah bukan sistem ekslusif yang diperuntukkan hanya kepada umat Islam, tetapi ia bisa digunakan oleh seluruh pelaku ekonomi.
Mengingat besarnya peluang pengembangan ekonomi syariah dan tantangan yang harus dihadapi di tahun mendatang, serta keinginan menjadikan ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi masa depan yang aman agar terhindar dari krisis kembali, maka tak salah jika Tahun Masehi 2009 dan Tahun Hijriah 1430 yang kebetulan beriringan datangnya dicanangkan sebagai Tahun Ekonomi Syariah.

Oleh: Willson Gustiawan Staf Pengajar Politeknik Negeri Universitas Andalas Padang, Sekarang Mahasiswa Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung

BI Dorong Perkembangan Ekonomi Syariah


Rab, Des 24, 2008 Ekonomi

Jakarta ( Berita ) : Gubernur Bank Indonesia Boediono mengatakan pihaknya akan terus mendorong perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Jangan ada keraguan bahwa BI akan mendukung perkembangan ekonomi syariah, katanya ketika memberikan sambutan pelantikan pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di Jakarta, Selasa [23/12]. Ia mengungkapkan, saat ini ekonomi syariah semakin dilirik dunia karena kekecewaan terhadap perekonomian saat ini yang ternyata telah mendorong krisis ekonomi. Ia menambahkan, dukungan BI tersebut tidak hanya berada di luar tetpi juga berada di dalam organisasi pengembangan ekonomi syariah. Setidaknya ada dua deputi gubernur BI yang kini menjadi pengurus di Masyarakat ekonomi Syariah. Jadi garansinya ada, katanya. Dalam struktur pengurus MES terdapat dua deputi gubernur BI yaitu Muliaman D Hadad sebagai ketua umum dan Siti Chalimah Fadjriah sebagai wakil dewan penasehat. Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad yang baru saja dilantik jadi Ketua Umum MES mengatakan akan terus berjuang dalam pengembangan perekonomian syariah sebab perekonomian syariah dapat menjadi salah satu pendorong ekonomi Indonesia. Kiranya perlu diartikulasi lebih besra lagi bahwa ekonomi syariah ini tidak hanya merupakan sebuah landasan ekonomi yhang bisa mencegah terjadinya krisis ekonomi yang bisa mencegah terjadinya krisi ekonomi seperti yang kita alami sekarang, namun juga harus ditawarkan sebagai sebuah solusi mengatasi krisis, katanya. Sementara itu manatan ketua MES Aries Muftie mengatakan, sebuah laporan

Bank Dunia menyatakan tahun 2020 Indonesia menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang kuat. Dan menurut laporan tersebut perkembangan perekonomian tersebut didukung oleh kinerja sektor keuangan syariah, katanya. Untuk itu, menurut dia, pengembangan ekonomi syariah di Indonesia perlu diperkuat guna mendukung pembangunan. Saat ini perekonomian syariah tak lebih dari tiga persen dari totla perkonomian, ini perlu didorong untuk terus berkembang menjadi pendukung perekonomian nasional, katanya. ( ant )

Syariah Dapat Menjadi Solusi Atasi Krisi

25-Des-08 15:14 JAKARTA, SELASA - Ekonomi syariah diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi krisis keuangan global yang tengah terjadi dan dapat menggerakkan perekonomian negara. Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D Hadad saat memberikan sambutan di pelantikan pengurus pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), di gedung BI, Jakarta, Selasa (23/12). "Ekonomi syariah ini tidak hanya merupakan landasan ekonomi yang bisa mencegah terjadinya krisis ekonomi, namun juga harus ditawarkan sebagai sebuah solusi untuk mengatasi krisis," kata Muliaman. Karena itu, Muliaman mengatakan, BI akan memformulasikan ekonomi Syariah sebagai kabar baik bagi seluruh insan pelaku ekonomi, baik di negeri ini maupun dunia inernasional. Malam ini, Muliaman resmi dilantik sebagai Ketua Umum MES Periode 2008-2011. Muliaman menuturkan keanggotaan MES berasal dari berbagai disiplin ilmu. Meski begitu, semua memiliki tujuan yang sama, yaitu memasyarakatkan ekonomi syariah. "MES ini bermacam latar belakang ada birokrat, bankir, pengusaha, pengamat, anggota DPR, pak Bareskrim, dan sebagainya. Semua agama bahkan yang non muslim juga ada. Namun tujuannya sama," tutur Muliaman. Muliaman berharap, ke depan MES dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ekonomi Syariah dan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Ekonomi Syariah Di Indonesia Tahun 1430 H: Peluang dan Tantangan Ditulis Oleh haque Friday, 09 January 2009 Oleh: Endra Nuryanto

Melihat kondisi perekonomian dunia saat ini membuat merinding bulu kuduk. Terpaan gelombang krisis global yang hebat ini seakan tidak pandang bulu dalam menerjang siapapun yang ada di hadapnnya, mulai dari negara yang disebut negara super power yakni Amerika Serikat maupun negara-negara maju lainnya seperti di kawasan Eropa dan Asia. Tentu keterpurukan perekonomian global saat ini sebagai bukti dan penegasan kembali bahwa terlihat dengan nyata, sistem ekonomi kapitalis yang menganut laize faire dan berbasis riba kembali menjadi pihak tergugat. Faham neoliberalisme tidak bisa dipertahankan. Pemikiran Ibnu Taymiyah dan Ibnu Khaldun adalah suatu ijtihad yang benar dan adil untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan masyarakat. Oleh karena kapitalisme telah gagal mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia zaman sekarang untuk mendekonstruksi ekonomi kapitalisme dan merekonstruksi ekonomi berkeadilan dan berketuhanan yang disebut dengan ekonomi syariah. Dekonstruksi artinya meruntuhkan paradigma, sistem dan konstruksi materialisme kapitalisme, lalu menggantinya dengan sistem dan paradigma syari'ah. Capaian-capaian positif di bidang sains dan teknologi tetap ada yang bisa kita manfaatkan, artinya puing-puing keruntuhan tersebut ada yang bisa digunakan, seperti alat-alat analisis matematis dan ekonometrik,.dsb. Sedangkan nilai-nilai negatif, paradigma konsep dan teori yang destrutktif, filosofi materalisme, pengabaian moral dan banyak lagi konsep kapitalisme di bidang moneter dan ekonomi pembangunan yang harus didekonstruksi. Karena tanpa upaya dekonstruksi, krisis demi krisis pasti terus terjadi, ketidakadilan ekonomi di dunia akan semakin merajalela, kesenjangan ekonomi makin lebar, kezhaliman melalui sistem riba dan mata uang kertas semakin hegemonis. Sekarang menjadi tanggung jawab para akademisi dan praktisi ekonomi syari'ah untuk menyuguhkan konstruksi ekonomi syariah. Karena ekonomi syariah memiliki keunggulan yang tak dimiliki sistem kapitalis, ekonomi syariah mewujudkan pembangunan ekonomi yang adil, maslahah, dan dapat mewujudkan kesejahteraan umat manusia, tanpa krisis finansial, tanpa penindasan, kezaliman dan penghisapan, baik antar individu dan perusahaan, negara terhadap perusahaan, maupun negara kaya terhadap negara miskin. Di Indonesia pangsa pasar ekonomi syariah tahun 2009 ditargetkan menjadi lima persen, dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar tiga persen. Kita yakin pangsa pasar yang lima persen nanti bisa memberikan kontribusi bagi persekonomian Indonesia untuk keluar dari krisis global, Ujar Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah Aries Mufti, sebelum acara Talk Show Penanganan Krisis Global, di Hotel sultan, Jakarta, Senin (3/11/2008). Saat ini memang perkembangan yang begitu mencolok masih pada sektor keuangan. Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di bidang keuangan syariah ini tentu saja membuka peluang bagi Indonesia untuk juga ikut lebih aktif didalamnya. Pengalaman di masa krisis menunjukkan bahwa bank (dan lembaga keuangan) syariah terbukti mampu bertahan dari berbagai guncangan dan relatif tidak membutuhkan banyak bantuan pemerintah. Ini berarti bahwa upaya pengembangan lembaga keuangan syariah juga

sekaligus akan membantu ketahanan perekonomian nasional. Untuk itu, harus didesain kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan lembaga keuangan syariah, sekaligus memungkinkan lahirnya pemikiran-pemikiran dari para ahli ekonomi untuk menghasilkan konsep atau teori ekonomi Islam yang betul-betul menguntungkan dan sejalan dengan hukum Islam. Bagi Indonesia, berbagai potensi yang ada seharusnya mampu mempermudah dan mempercepat perkembangan ekonomi syariah beserta perangkat yang diperlukan. Ini mengingat mayoritas penduduk beragama Islam dan kesadaran untuk memanfaatkan jasa perbankan berbasis syaraiah terus tumbuh. Karena itu, tidak berlebihan jika Indonesia seharusnya bisa menjadi basis dan penggerak perekonomian syariah dunia. Namun sayang sejauh ini, hal itu masih belum bisa terwujud dan beberapa negara tetangga justru lebih agresif dibandingkan Indonesia. Upaya strategis dalam hubungannya dengan pengembangan ekonomi Islam ini telah mulai dilakukan pemerintah, antara lain dengan penyusunan perangkat perundangan yang pada tahun 2008 ini telah disahkan yaitu UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. UU No 19 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan porsi pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari obligasi negara dan surat berharga lainnya yang memang memiliki peluang besar bagi Indonesia untuk memperolehnya dari investor Timur Tengah maupun umat Islam Indonesia sendiri. Adapun UU No 21/2008 yang secara khusus membahas perbankan syariah merupakan upaya pemerintah dalam menguatkan kontribusi lembaga keuangan syariah dalam memperkokoh pembangunan nasional. Lahirnya kedua peraturan perundangan ini dengan sendirinya akan menambah ruang bagi pengembangan ekonomi Islam dengan perbankan syariah sebagai lokomotifnya, meskipun berbagai pengembangan masih tetap perlu dilakukan, terutama terkait dengan kebijakan pendukung. Selain itu, harus juga diakui bahwa berbagai persoalan masih menjadi kendala perkembangan ekonomi Islam dan lembaga keuangan Islam di Indonesia. Permintaan akan jasa keuangan dan praktek ekonomi berbasis syariah berkembang lebih cepat dari perkembangan terkait pemikiran dan konsep mengenai ekonomi Islam. Ini berarti bahwa sumber daya insani yang memadai dalam tugas-tugas akademik dan intelektual untuk merumuskan berbagai pemikiran ekonomi Islam masih jauh dari mencukupi. Dilain sisi ternyata pemenuhan SDI yang langsung bersinggungan dengan wilayah praktis saat ini masih belum bisa memenuhi secara optimal, hal ini disebabkan karena pemenuhannya masih sekedar pemolesan. Pola-pola hubungan berbasis syariah baru sebatas akad dan ikrar, belum substansinya. Dengan kata lain, transaksi yang terjadi baru sekedar pada tahapan menghilangkan unsur riba dengan mendesain transaksi yang sah akad dan ikrarnya, dan belum menyentuh persoalan mendasar pada masyarakat yang membutuhkan peran aktif lembaga keuangan syariah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pendekatan terhadap ekonomi syariah di Indonesia dilakukan oleh dua kutub keilmuan, yaitu ilmu ekonomi dan ilmu hukum Islam. Keduanya memang merupakan basis bagi ekonomi syariah, namun harus didekati dengan

pendekatan yang integratif, sehingga tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri. Tentang substansi yang mendasari sebagai nilai-nilai utama ekonomi syariah ini memang masih terus dirumuskan oleh para pakar dan teoritisi di bidang ekonomi syariah. Berbagai buku ekonomi Islam yang ada saat ini memang masih sangat terbatas untuk menjelaskan polapola bisnis syariah yang tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, tetapi juga mampu memberikan kesejahteraan masyarakat luas. Kontribusi ekonomi Islam dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat sebenarnya merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang seharusnya juga menjadi ruh pengembangan ekonomi Islam beserta lembaga keuangan dibawahnya. Konsep kerjasama dalam kebaikan dan takwa (taawun fil birri wa taqwa), merupakan bagian dari prinsip Islam yang dijunjung tinggi. Namun dalam prakteknya, harus kita akui bahwa praktek keuangan syariah, semisal bank masih jauh dari konsep ini. Sampai saat ini, pembiayaan murabahah (jual-beli) masih mendominasi komposisi pembiayaan bank syariah. Ini berarti bahwa bank syariah masih belum berani bermain pada pembiayaan untuk investasi riil yang memang membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan pembiayaan jual-beli. Berdasarkan sektor ekonomi, kontribusi perbankan syariah juga belum mencerminkan upaya pengembangan kesejahteraan masyarakat. Sektor-sektor primer yang menguasai hajat lebih banyak anggota masyarakat belum sepenuhnya menjadi concern perbankan syariah dalam menyalurkan kreditnya. Perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya memang bisa berkelit bahwa pada tahap awal, pragmatisme bisnis masih diperlukan untuk menjaga eksistensi usaha. Namun demikian dalam jangka panjang, strategi dan pendekatan yang lebih membela kepentingan rakyat sudah saatnya menjadi fokus pelaku usaha bidang perbankan syariah. Kontribusi lain dari ekonomi Islam untuk kesejahteraan masyarakat sebenarnya dapat juga dilakukan melalui alokasi berbagai proyek untuk kepentingan rakyat banyak yang didanai melalui skema pembiayaan syariah. Perkembangan sukuk di tingkat internasional misalnya bisa dijadikan contoh. Tingginya likuiditas pada negara-negara kaya minyak di Timur Tengah sebenarnya bisa diserap menjadi dana potensial untuk membiayai proyekproyek pembangunan yang berorientasi pada rakyat banyak, semisal pembangunan jalan, sarana irigasi, dan lain-lain. Potensi ini sudah diakomodasi melalui penerbitan UU No 19/2008 dan sudah saatnya memberikan hasil yang positif. Untuk itu, peran pemerintah menjadi lebih dituntut untuk membangun iklim usaha yang baik sehingga berbagai peluang yang telah ada dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan nasional. Pemerintah sudah saatnya tidak hanya berkonsentrasi pada pengembangan lembaga keuangan syariah sebagai lokomotif pengembangan ekonomi Islam semata, tetapi sudah saatnya merambah pada upaya strategis menguatkan peran ekonomi Islam dalam perekonomian nasional melalui strategi jangka panjang yang mencakup lebih banyak aspek kehidupan. Islam sebagai nilai universal syamil dan mutakamil tentu saja tidak hanya dipraktekkan dalam kaitannya dengan masalah transaksi, tetapi juga dalam masalah manajemen, tata pamong (governance), pendidikan dan bahkan budaya bangsa dan ditahun baru ini semoga kita semua menyadarinya. Pemutakhiran Terakhir ( Sunday, 11 January 2009

Islamic Bank of Asia Cari Peluang di Indonesia Ditulis Oleh Bayhaque Tuesday, 10 February 2009 SINGAPURA - Islamic Bank of Asia (IBA) sedang mencari peluang akuisisi di Malaysia dan Indonesia. Hal itu dilakukan untuk meraih pasar ritel di kedua negara. Asia menjadi prioritas utama IBA dalam melakukan ekspansi, walau juga melihat peluang ekspansi di Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait. Bank-bank syariah mengalihkan perhatiannya ke konsumer ritel setelah pasar sukuk mengalami perlambatan karena krisis ekonomi global. Meningkatnya permintaan akan investasi yang beretika dan ketertarikan non-muslim akan keuangan syariah membuat bisnis ritel menjadi pasar yang potensial. Chief Executive IBA, Vince Cook mengatakan bank yang berbasis di Singapura ini mempertimbangkan berbagai pilihan untuk masuk ke pasar Malaysia dan Indonesia, termasuk membeli saham bank-bank di negara-negara tersebut. Singapura memiliki platform bagus dalam bisnis lintas negara. Indonesia dan Malaysia dapat melengkapinya dengan memberikan kami kesempatan membangun bisnis ritel di sana, kata Cook, sebagaimana dilansir gulf-daily.news.com. IBA sendiri telah melakukan survei ke sejumlah institusi, namun belum ada yang menjadi target utama. IBA yang terbentuk pada 2007 memiliki modal 500 juta dolar AS. Saat ini IBA fokus pada sektor komersial, pembiayaan korporasi, pasar modal dan layanan pengelolaan kekayaan. Bank dengan asset terbesar di Asia Tenggara, Singapores DBS memiliki 50 persen saham, sementara sisa saham lainnya dimiliki para investor negaranegara Teluk. DBS semakin tertarik akan perbankan syariah, terutama saat perekonomian di dua pasar utama Singapura dan Hong Kong mengalami perlambatan dan semakin terjerumus dalam ke jurang resesi. Singapura sendiri memiliki ambisi menjadi pusat keuangan syariah dan secara agresif terus mempromosikan konsep syariah.-

You might also like