You are on page 1of 27

17Jumat,Desember Akatsuki NersHematologi

A. Definisi Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). B. Etiologi Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). C. Pathofisiologi

faktor

Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif xlinked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera. - Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %. - Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % 5 %. - Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % 25 % dari kadar normal. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan. Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha. Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, & iliopsoas. D. Manifestasi Klinis

1. Masa Bayi (untuk diagnosis) a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan) c. Hematoma besar setelah infeksi d. Perdarahan dari mukosa oral. e. Perdarahan Jaringan Lunak 2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup) a. Gejala awal : nyeri b. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas) 3. Sekuela Jangka Panjang Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot. E. Komplikasi 1. Artropati progresif, melumpuhkan 2. Kontrakfur otot 3. Paralisis 4. Perdarahan intra kranial 5. Hipertensi 6. Kerusakan ginjal 7. Splenomegali 8. Hepatitis 9. AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi. 10. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX 11. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah 12. Anemia hemolitik 13. Trombosis atau tromboembolisme F. Uji Laboratorium dan Diagnostik 1. Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah) a. Jumlah trombosit (normal) b. Masa protrombin (normal) c. Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik) d. Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler) e. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik) f. Masa pembekuan trompin 2. Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh

jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. 3. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin) G. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian sistem neurologik a. Pemeriksaan kepala b. Reaksi pupil c. Tingkat kesadaran d. Reflek tendo e. Fungsi sensoris 2. Hematologi a. Tampilan umum b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena) c. Abdomen (pembesaran hati, limpa) 3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri 4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya kerusakan sensoris, saraf dan motoris. 5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal : menyikat gigi) 6. Kaji tingkat perkembangan anak 7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan menatalaksanakan program pengobatan di rumah. 8. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr). H. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko injuri b.d perdarahan 2. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi 3. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain. 4. Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius I. Intervensi Keperawatan DP 1 Tujuan : Menurunkan risiko injuri Intervensi : 1. Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses pengawasan 2. Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif 3. Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat

pelindung : helm 4. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan aman 5. Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi. 6. Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah episode perdarahan akut. 7. Beri nasehat pasien untuk mengenakan identitas medis. 8. Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan menggunakan Asetaminofen. DP 1 Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan Intervensi : 1. Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP sesuai kebutuhan. 2. Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan penggantian faktor darah di rumah. 3. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan Beri tindakan pada area perdarahan 10 15 menit. Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian jantung. Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi. DP 2 Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak. Intervensi : 1. Tanyakan pada klien tengtang nyeri yang diderita. 2. Kaji skala nyeri. 3. Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak. 4. Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik. 5. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan saya akan memberi kamu injeksi untuk nyeri. 6. Hindari pernyataan seperti obat ini cukup untuk orang nyeri. 7. Sekarang kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat nyeri lagi. 8. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/ penatalaksanaan nyeri. DP 3 Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik. Intervensi : 1. Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan. 2. Latihan pasif sendi dan otot. 3. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.

4. Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik untuk supervisi ke rumah. 5. Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri. 6. Diskusikan diet yang sesuai. 7. Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi. DP 4 Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat. Intervensi : 1. Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan beberapa kemungkinan yang lain. 2. Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia. DAFTAR PUSTAKA 1. Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC, Jakarta. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Infomedika, Jakarta. 3. Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko Suyono, Hipocrates, Jakarta. 4. Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di universitasZurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johan Lukas Schonlein (1793-1864), pada tahun 1928. Pada abad ke 20, para dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Harvard, Patek danTaylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan antihemophilic globulin. Ditahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengadakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainnya atau sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing-masing kekurangan zat protein yang berbeda faktor VII dan IXdan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda. Meskipun hemofilia telah dikenal dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) disamping prosedur masa perdarahan dan pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryopresipitate yang dipakai sebagai terapi utama hemofilia diJakartadiperkenalkan oleh Masri Rustam pada tahun 1975. Pada tahun 2000, hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001 kasus yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 ini, 183 kasus terdaftar di RSCM, sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampun, Medan, Padang, Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya, Ujung pandang, dan Yogyakarta.

Diantara 183 pasien hemofilia yang terdaftar di RSCM, 100 pasien telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya menunjukkan bahwa 93 orang adalah hemofilia A dan 7 orang adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A mendapat Cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000, konsumsi cryoprecipitate mencapai 40.000 kantung yang setara dengan kira-kira 2 juta unit faktor VIII. Pada saat ini tim pelayanan terpadu juga mempunyai komunikasi yang baik dengan tim hemofilia dengan negara lain. Pada hari hemofilia sedunia tahun 2002, pusat pelayanan terpadu hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai pusat pelayanan terpadu hemofilia nasional. Pada tahun 2002, pasien hemofilia yang telah terdaftar di seluruhIndonesiamencapai 757, diantaranya 233 terdaftar diJakarta, 144 di Sumatera Utara, 92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah, dan sisanya tersebar dari Aceh sampai Papua. Tujuan Penulisan 1 1. Tujuan Umum Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menanbah pengetahuan tentang hemofilia. 3 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah: Untuk mengetahui definisi hemofilia. Untuk mengetahui jenis-jenis hemofilia. Untuk mengetahui fisiologis pembekuan darah. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi pada hemofilia. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien hemofilia. 2

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMOFILIA Definisi Hemofilia Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologi faktor VII dan faktor IX dalam plasma. (David Ovedoff, 2000) Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan salah satu faktor pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007) Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi (kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan operasi.(dr. Heru Noviat Herdata, 2008) Hemofilia adalah gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI yang ditentukan secara genetic. (Nelson, 2000) 5 Jenis Hemofilia (Kathleen Morgan Speer, 2007) Kelainan hemofilia memiliki dua tipe, yaitu: 6 Hemofilia tipe A, terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor VIII. Tipe 4

hemofilia ini bertanggung jawab terhadap 80% dari seluruh anak yang terjangkit, dan dapat diklasifikasi sebagai ringan, sedang, atau berat. 7 Hemofilia tipe B, disebut juga penyakit Christmas, terjadi karena kekurangan faktor IX yang diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu faktor koagulasi-tergantung vitamin K. Kira-kira 12-15% hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor IX yang diatur genetik. 8 Hemofilia C, disebabkan oleh kekurangan faktor XI. Hemofilia tipe ini paling kurang lazim dan di jumpai pada 2-3% dari semua penderita hemofilia. Defisiensi faktor XI diwariskan sebagai penyakir resesif autosom tidak lengkap yang mengenai pria maupun wanita. 9 Defisiensi faktor Hageman, disebabkan karena defisiensi faktor XII. Kejadian homozigot gen autosom menyebabkan defisiensi berat faktor XII. 10 Hemofilia vascular, disebut juga dengan penyakit Von Willebrand. Penyakit ini tidak sesering hemofilia A, tetapi mungkin lebih sering daripada hemofilia B. penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin dan diwariskan sebagai trait autosom dominant. 11 Tinjauan Fisiologis Pembekuan Darah Terdapat dua jalur dalam proses pembekuan darah, yaitu: 12 1. Jalur Intrinsik Lintasan intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII, dan X disamping prelikakrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk f actor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dengan XI terpajan pada permukaan negatif. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktifkan pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Faktor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu terbentuk, faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa, dan juga melepaskan bradikinin (vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-IIe dalam faktor X untuk menghasilkan serin protease 2 rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni Ca2+dan faktor IXa dan faktor X. perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung GIa (faktor II, VII, IX, dan X), residu GIa dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Faktor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Faktor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa yang sselanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut. 13 2. Jalur ekstrinsik Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang mengandung GIa, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan menggalakkan aktifitas enzimatik untuk mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan Arg-IIe yang sama dalam faktor X yang dipotongkan oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsik. Aktivasi faktor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsik dan ekstrinsik. 14 3. Jalur akhir Pada lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan

ekstrinsik , akan mengaktifkan protrombin (II) menjadi trombin (IIa) yang kemudian mengaktifkan fibrinogen menjadi fibrin. 15 Etiologi Hemofilia disebabkan oleh mutasi genetik. Mutasi gen yang melibatkan kode untuk protein yang penting dalam proses pembekuan darah. Gejala perdarahan timbul karena pembekuan darah terganggu. Proses pembekuan darah melibatkan serangkaian mekanisme yang kompleks, biasanya melibatkan 13 protein yang berbeda disebut I dengan XIII dan ditulis dengan angka Romawi. Jika lapisan pembuluh darah menjadi rusak, trombosit direkrut ke daerah luka untuk membentuk plug awal. Bahan kimia ini rilis diaktifkan platelet yang memulai kaskade pembekuan darah, mengaktifkan serangkaian 13 protein yang dikenal sebagai faktor pembekuan. Pada akhirnya, terbentuk fibrin, protein yang crosslinks dengan dirinya sendiri untuk membentuk sebuah mesh yang membentuk bekuan darah terakhir. Hemofilia A disebabkan oleh gen yang defek yang terdapat pada kromosom X. Hemofilia B (juga disebut Penyakit Natal ) hasil dari kekurangan faktor IX karena mutasi pada gen yang sesuai. Hemofilia C adalah hemofilia yang disebabkan karena kekurangan faktor XI diwariskan sebagai penyakit resesif autosom tidak lengkap yang mengenai pria dan wanita. Kondisi ini lebih jarang daripada hemofilia A dan B dan biasanya menyebabkan gejala ringan. Hemofilia vascular terjadi pada kedua jenis kelamin yang diwariskan sebagai trait autosom dominan. Hemofilia A lebih umum daripada hemofilia B. Sekitar 80% dari orang dengan hemofilia adalah hemofilia A. Hemofilia B terjadi pada sekitar 1 dari setiap 25.000 sampai 30.000 orang. Sebuah subkelompok orang dengan hemofilia B memiliki fenotipLeiden, yang dicirikan oleh hemofilia parah di masa kanak-kanak yang meningkat saat pubertas. (Nelson, 2000) 16 Patofisiologis (dr. Ifran Shaleh, SpBo, 2002) Pada saat cedera terjadi robekan pada pembuluh darah synivium dan darah akan terakumulasi di dalam sendi. Perdarahan akan terus berlangsung sampai tekanan hidrostatik intra artikuler melebihi tekanan arteri dan kapiler dalam sinovium sendi. Sebagai akibat efek tamponade ini akan menyebabkan iskemi pada synovium dan tulang sub khondral. Dengan perdarahan berulang terjadi hyperplasia dan fibrosis dari jaringan synovial. Proliferasi jaringan synovial akan membentuk pannus dan pannus ini akan mengikis tulang rawan sendi daerah perifer dan menutupi serta menekan permukaan tulang rawan di daerah tengah. Tulang rawan sendi juga akan rusak akibat enzim proteolitik yang di hasilkan jaringan synovial yang mengalami inflamasi di atas akan merusakkan tulang rawan sendi, di sampan itu juga akan terjadi pembatasan ruang lingkup sendi dan kontraktur sendi akibat fibrosis kapsul dan synovial sendi. Iskemi lokal juga akan menyebabkan terbentuknya kista sub khondral tulang. Reaksi inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu pertambahan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa menimbulkan : Pertumbuhan yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus atau valgus. Penutupan dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan perpendekan tungkai. 17 Manifestasi Klinis 18 1. Hemofilia A Karena faktor VIII tidak menembus plasenta, kecendrungan berdarah mungkin tampak nyata pada periode neonatus. Hematoma setelah suntikan dan perdarahan dari sirkumsisi adalah lazim, tetapi bayi yang terkena tidak menunjukkan abnormalitas klinis. Sewaktu mulai rawat jalan, kemudahan berdarah terjadi. Hematom intramuscular timbul karena trauma kecil. Trauma luka robek yang relatif kecil seperti pada lidah atau bibir, yang berdarah terus-menerus selama berjam-jam atau berhari-hari, merupakan kejadian yang sering menuntun ke diagnosis. Dari penderita dengan tingkat penyakit parah, 90% telah menunjukkan bukti klinis nyata peningkatan perdarahan pada umur 1 tahun.

Ciri khas hemofilia adalah hemartrosis. Perdarahan kedalan sendi siku, lutut, dan pergelangan kaki menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan dan pembatasan gerakan sendi; ini mungkin diimbas oleh trauma yang relative kecil tetapi tampak seperti spontan. Perdarahan berulang dapat menyebabkan perubahan degeneratif, dengan osteoporosis, atrofi otot, akhirnya sendi tidak dapat digunakan, tidak dapat digerakan. Hematuria spontan sangat mengganggu biasanya tidak merupakan komplikasi yang serius. Perdarahan intrakranial dan perdarahan kedalam leher merupakan gawat darurat yang mengancam nyawa. Penderita dengan aktivitas faktor VIII lebih dari 6% (6 unit/dL) tidak mempunyai gejala spontan. Penderita ini, dengan hemofilia ringan, mungkin hanya mengalami perdarahan yang memanjang setelah ekstraksi atau manipulasi gigi, pembedahan, dan luka. 19 2. Hemofilia B Penyakit ini klinis tidak dapat di bedakan dengan hemofilia A; perdarahan sendi dan otot adalah khas. Ia diwariskan sebagai cirri resesif terikat X, dan tingkat keparahannya adalah terkait dengan faktor aktivitas koagulan dalam plasma. 20 3. Hemofilia C Perdarahan pasca operasi dan pasca trauma adalah khas. Penderita mungkin juga mengalami epistaksis, hematuria, dan menoragia. Perdarahan spontan jarang. Penderita homozigot dengan defisiensi faktor XI mempunyai PTT (Partial Thrombin Time) memanjang, dan perdarahan serta waktu protombin normal. 21 4. Defisiensi Faktor Hageman Orang yang terkena tidak mempunyai abnormalitas perdarahan; malahan beberapa penderita mempunyai kecenderungan trombosis. 22 5. Hemofila Vaskular Ini meliputi perdarahan hidung, gusi, menoragia, perdarahan luka merembes lama, dan perdarahan yang menigkat setelah trauma atau bedah. Hemartrosis spontan sangat jarang. (Nelson, 2000) 23 Insiden Hemofilia merupakan penyakit yang relative jarang ditemui, diperkirakan insiden penyakit ini adalah 3-4 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika Serikat dan Inggris insiden penyakit ini adalah 810 orang per 100.000 kelahiran bayi laki-laki. Walaupun demikian diuperkirakan banyak penderita dengan hemofilia tipe ringan yang tak terdeteksi karena penderita tersebut tidak pernah mengalami cedera yang serius. (dr. Ifran Shaleh, 2002). 24 Pemeriksaan Diagnostik Sebagian besar pasien dengan hemofilia memiliki riwayat keluarga yang dikenal kondisi. Namun, sekitar sepertiga dari kasus terjadi tanpa adanya sejarah keluarga yang dikenal. Sebagian besar kasus tanpa riwayat keluarga timbul karena mutasi spontan pada gen terpengaruh. kasus lain mungkin karena gen yang terkena dampak yang melewati garis panjang wanita pengangkut. Jika tidak ada riwayat keluarga hemofilia diketahui, serangkaian tes darah dapat mengidentifikasi bagian mana atau protein faktor mekanisme pembekuan darah rusak jika seseorang memiliki episode perdarahan abnormal. The platelet (partikel darah penting untuk proses pembekuan darah) menghitung harus diukur serta dua indeks pembekuan darah, waktu protrombin (PT) dan diaktifkan waktu tromboplastin parsial (aPTT). Sebuah jumlah trombosit normal, PT normal, dan aPTT berkepanjangan merupakan ciri khas dari hemofilia A dan hemofilia B. Tes spesifik untuk faktor-faktor pembekuan darah kemudian dapat dilakukan untuk mengukur kadar faktor VII atau faktor IX dan mengkonfirmasikan diagnosis. Pengujian genetik untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi mutasi khusus bertanggung jawab untuk hemofilia juga tersedia di laboratorium khusus. (Muh. Andrian Senoputra, 2010).

25 Penatalaksanaan (Brunner & Suddarth, 2002). Di masa lalu, satu-satu nya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar beku, yang harus diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalami kelebihan cairan. Sekarang sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX di semua bank darah. Konsentrat di berikan apabila pasien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Pasien dan keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat di rumah, setiap kali ada tanda perdarahan. Beberapa pasien membentuk antibodi terhadap konsentrat, sehingga kadar faktor tersebut tidak dapat dinaikkan. Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang tidak berhasil. Asam aminokaproat adalah penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut pasien dengan hemofilia. Dalam rangka asuhan umum, pasien dengan hemofilia tidak boleh di beri aspirin atau suntikan secara IM. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya pencegahan, karena pencabutan gigi akan sangat membahayakan. Bidai dan alat orthopedic lainnya sangat berguna bagi pasien yang mengalami perdarahan otot atau sendi. J. Komplikasi 26 1. Timbulnya Inhibitor Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi jika seseorang menerima organ yang dicangkok. Sistem kekebalan tubuh melihat organ sebagai benda asing dan tubuh akan berusaha untuk menolaknya. Orang yang menerima organ cangkok perlu mendapat obat untuk menghentikan terjadinya hal ini. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. Ini merupakan komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak lagi efektif. Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat perdarahan dalam yang berat. 27 2. Kerusakan Sendi Akibat Perdarahan Berulang Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. 28 3. Infeksi Yang Ditularkan Oleh Darah Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.

29 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hemofilia 30 1. Pengkajian Pasien dengan hemofilia harus dikaji dengan teliti akan adanya perdarahan internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus, atau muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi. Tanda vital dan hasil pengukuran tekanan hemodinamika harus di pantau untuk melihat adanya tanda hipovolemia. Semua ektremitas dan tubuh di periksa dengan teliti kalau ada tanda hematom. Semua sendi dikaji akan adanya pembengkakan, keterbatasan gerak dan nyeri. Pengukuran kebebasan gerak sendi di lakukan dengan perlahan dan teliti untuk menghindari

kerusakan lebih lanjut. Apabila terjadi nyeri harus segera di hentikan. Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami sebelumnya dan setiap alat bantu yang di pakai seperti bidai, tongkat, atau kruk. Apabila pasien baru saja mengalami pembedahan, tempat luka operasi harus sering di periksa dengan teliti akan adanya perdarahan. Perlu dilakukan pemantauan tanda vital sampai dapat di pastikan bahwa tidak ada perdarahan pascaoperatif yang berlebihan. Semua pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan keluarganya menghadapi kondisi ini, upaya yang biasanya di pakai untuk mencegah episode perdarahan, dan setiap keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadapgayahidup dan aktivitas sehari-hari. Pasien yang sering dirawat di rumah sakit karena episode perdarahan akibat cedera harus ditanya secara teliti mengenai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut. Data tersebut sangat penting untuk menentukan sejauh mana pasien mampu menerima kondisinya dan penyuluhan apa yang perlu diberikan kepasien dan keluarganya mengenai upaya pencegahan terhadap trauma. No . 1 31 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Hasil yang Keperawatan diharapkan Risiko cedera Perdarahan pada (hemoragi) yang anak berhenti yang berhubungan ditandai dengan dengan tidak terlihat penyakit. perdarahan, lingkar area perdarahan tidak bertambah, rasa nyeri tidak meningkat, tandatanda vital sesuai usia, kadar faktor VII, IX, XI, XII meningkat, dan penurunan waktu tromboplastin parsial. Intervensi 32 Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis. abrasi atau laserasi sekurangkurangnya 15 menit. 33 Pertahankan agar area terjadinya perdarahan tidak bergerak (imobilisasi). 34 Tingikan area perdarahan diatas tinggi jantung, selama 12-24 jam. Rasionalisasi 1.Tekanan langsung pada tempat perdarahan dapat meningkatkan pembentukan bekuan. 2.Imobilisasi mengurangi aliran darah ke area perdarahan dan mencegah bekuan keluar. 3.Meninggikan area perdarahan mengurangi aliran darah ke tempat perdarahan dan meningkatkan pembentukan bekuan. 4.Es mempercepat vasokontrisi. 5.Pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VII, IX, XI, XII melengkapi pembentukan bekuan. Meminta orang tua atau anak memberi obat tersebut, memungkinkan mereka mempraktikkan tehnik tersebut untuk penggunaan di rumah.

35 Kompres area yang terkena dengan es. 36 Beri kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII, IX, XI, XII sesuai yang diprogramkan. Izinkan orang tua atau anak memberi obat tersebut jika mereka menginginkannya, dan juga mengetahui

cara pemberiannya. Apabila mereka membutuhkan pendidikan, ajarkan mereka cara menginsersi selang intravena, persiapkan lokasi kulit, juga cara memfiksasi perangkat intravena, mempersiapkan campuran laarutan, dan mulai pasang infus. 37 Pantau tanda vital anak, perhatikan setiap tanda bradikardi, takikardi, penurunan tekanan darah, peningkatan suhu. Laporkan setiap tanda ini dengan segera ke dokter.

38 Ukur lingkar area perdarahan, beri tanda pada kulit untuk memastikan pengukuran yang konsisten. Ukur kembali area tersebut setiap 8 jam, menggunakan alat ukur yang sama.

6.Tanda ini mengindikasikan komplikasi yang potensial, termasuk hipovolemia sekunder akibat perdarahan dan beban sirkulasi yang berlebihan, atau reaksi transfuse akibat pemberian kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII, IX, XI, XII. 7.Setiap penambahan panjang keliling lingkaranmengindikasik an perdarahan berlanjut sehingga tempat perdarahan harus diimmobilisasi dan kompres es perlu dilakukan. Menandai kulit dan alat pengukur yang sama setiap kali pengukuran memastikan konsistensi. 8.Pemantauan nilainilai laboratorium ini, membantu menentukan status pembekuan anak dan kebutuhan intervensi lebih lanjut. 9. Obat ini (tidak digunakan secara rutin) menghambat destruksi bekuan. 43 Penderita hemofilia beresiko tinggi mengalami sindrom imunodefisiensi didapat akibat penggunaan obat intravena dan produk darah. 44 Kortikosteroid mengurangi

39 Pantau faktor VII, IX, XI, XII anak dan kadar PTT sekurang-kurangnya satu kali sehari. Laporkan setiap kelainan pada

dokter. 40 Beri asam aminokaproat sesuai program jika anak direncanakan untuk pembedahan. 41 Ikuti pedoman The Centers for Disease Control and Prevention untuk menangani darah atau cairan tubuh.

peradangan; asetat desmopresin menstimulasi aktivitas faktor VIII pada kasus hemofilia A ringan.

42 Beri obat lain, misalnya, kortikosteroid dan asetat desmopresin (DDAVP), sesuai program. 2 Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh ekspresi wajah relaks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur, dan tidak ada kebutuhan obat anlgesik. 45 Kaji tingkat nyeri anak dengan menggunakan alat pengkajian nyeri. 47 Pengkajian ini memberi data yang sangat penting bertujuan untuk menentukan keefektifan intervensi untuk mengendalikan rasa nyeri, dan untuk memantau status perdarahan anak karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat mengindikasikan perdarahan berlanjut. 48 Obat analgesik dapat meredakan rasa nyeri (mode kerja obat bergantung pada obat spesifik yang di gunakam). Obat aspirin dan salisilat lain dapat memperpanjang

46 Beri obat analgesik (bukan salisilat atau produk mengandung aspirin), sesuai program. 3 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan pembengkakan. Anak mampu mencapai ROM maksimum pada sendi yang terkena ditandai oleh kemampuan melakukan latihan yang diprogramkan. 49 Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometrik, sesuai program.

waktu protombin dan menghambat agregasi trombosit.

50 Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang kebutuhan alat-alat pendukung, misalnya alat penopang dan tentang upaya mengembangkan program latihan ROM aktif dan pasif.

51 Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan nyeri, sebelum memulai setiap sesi latihan. 1 Latihan isometrik dapat

mempertaha nkan kekuatan otot dengan cara menegangk an otot-otot tanpa menggerakk an sendi. 2 Alatalat penopang membantu mempertaha nkan posisi fungsional dari otot dan sendi, serta mencegah atau mengurangi tingkat deformitas fisik. Latihan ROM pasif dan aktif meningkatk an tonus dan kekuatan otot sekitar sendi, serta membantu mencegah atrofi dan ketidakmam puan otot. 3 membe ri obat analgesik sebelum latihan, dapat meningkatk an rasa nyaman dan kerja sama. 4 Risiko cedera yang Anak tidak menderita cedera 52 Beri bantalan pada sisi pengaman

berhubungan dengan rawat inap atau prosedur di rumah sakit (atau keduanya).

akibat rawat inap atau prosedur yang diterapkan di rumah sakti yang ditandai oleh tidak hematoma, memar, dan hemoragi, serta kemampuan mempertahankan ROM total.

tempat tidur jika dibutuhkan.

53 Pastikan anak menggunakan setiap peralatan protektif (misalnya, pelindung kepala yang terbuat dari plastic (helmet), dan bantalan siku serta lutut) yang dibawa dari rumah. Juga pastikan ia menggunakan sikat gigi berbulu lunak untuk membersihkan giginya.

54 Ketika mengumpulkan specimen darah, lakukan pengambilan darah di jari daripada melalui pungsi vena jika memungkinkan. Ketika memberikan injeksi, gunakan rute subkutan (SC), jika memungkinkan. Setelah itu, beri tekanan pada area tersebut selama sekurang-kurangnya 5 menit.

55 Setelah setiap episode perdarahan, imobilisasi area perdarahan; kemudian tinggikan area tersebut diatas tingkat jantung, selama 12-24 jam dan kompres area tersebut dengan es.

56 Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada tepi yang tajam. 1 Membe ri pengaman tempat tidur mengurangi

risiko cedera, misalnya memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa sengaja. 2 Mengg unakan peralatan protektif membantu mengurangi risiko cedera akibat jatuh yang di sebabkan oleh kecelakaan atau permainan yang rutin di lakukan. Sikat gigi yang berbulu lunak memiliki kemungkin an lebih kecil mencederai pada gusi. 3 Menga mbil darah dengan cara menusuk jari, bukan melalui pungsi vena, mengurangi risiko kehilangan darah yang berlebihan, karena diameter

kapiler lebih kecil daripada vena dan berisi lebih sedikit darah. Rute subkutan membutuhk an ukuran jarum yang lebih kecil sehingga mengurangi risiko pengeluaran darah dari tempat pungsi yang lebih besar. Juga, jaringan subkutan mengandun g lebih sedikit pembuluh darah daripada otot. 4 Tindak an immobilisas i dan meninggika n area perdarahan sampai diatas tinggi jantung, dapat mengurangi aliran darah kearea perdarahan, dan mencegah keluarnya bekuan darah. Es mempercep at vasokontrik

si dan mengurangi rasa nyeri. 5 Mainan bertepi tajam dapat melaserasi atau menusuk kulit anak. 5 Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit kronis dan rawat inap di rumah sakit. Anak dapat mempertahankan citra tubuh positif yang ditandai oleh anak dapat mengekspresikan kemampuan juga keterbatasannya, berpartisipasi dalam perawatan diri, dan mau melanjutkan keterlibatannya dalam aktivitas sesuai usia (misalnya, bermain, tugas dari sekolah, dan berkomunikasi dengan temanteman sebaya). 57 Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam perawatannya, sesuai kebutuhan. Izinkan ia melakukan aktivitas sehari-hari, faktor pembekuan darah, dan berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi perawatannya, jika memungkinkan. 58 Anjurkan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang rawat inap di rumah sakit dan penyakitnya. 62 Meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kemampuan control dirinya terhadap situasi.

59 Beri anak aktivitas permainan yang sesuai usianya untuk digunakan di dalam ruang bermain, atau ketika anak harus terbatasi gerakannya di tempat tidur.

60 Anjurkan orang tua untuk membawa

63 Anjuran yang demikian memungkinkan anak mengungkapkan perasaan, seperti frustasi dan kecemasan yang dapat mengganggu harga diri yang positif. 64 Sebagai bagian penting dari pertumbuhan dan perkembangan yang normal, permainan dapat membantu mengalihkan perhatian anak dari kondisinya sehingga membantu meningkatkan harga dirinya. 65 Komunikasi dengan orang lain

tugas sekolah, dan jika memungkinkan untuk mengatur kunjungan teman sebaya serta saudara kandung anak. 61 Beri informasi tentang kelompok pendukung dan pusat-pusat hemofilia regional. Rujuk sesuai kebutuhan.

dapat meningkatkan interaksi yang normal dan mengurangi perasaan isolasi sehingga meningkatkan harga diri anak. 66 Kelompok pendukung dan pusat hemofilia dapat membantu anak menempuh hidup dengan menyandang penyakit kronis sehingga meningkatkan harga dirinya.

Ketidakefektifan koping keluarga: gangguan yang berhubungan dengan rawat inap berulang di rumah sakit serta penyakit kronis anak.

Orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat mendemonstrasikan keterampilan koping efektif yang ditandai oleh kemampuan berinteraksi dengan anak serta staf pekerja yang lain serta terlibat dalam beberapa perawatan rutin anak.

67 Gali perasaan orang tua dan anggota keluarga tentang kondisi kronis dan dampaknya padagayahidup mereka.

68 Rujuk keluarga ke pekerja sosial dan kelompok pendukung yang tepat (bila ada) sesuai kebutuhan. 69 Diskusi yang demikian memungkinkan Anda mengkaji kebutuhan anggota keluarga dan metode koping yang biasa mereka gunakan. 70 Keluarga dari anak berpenyakit kronis seringkali membutuhkan dukungan financial

serta emosional yang memadai. Apabila masih dalam usia pertumbuhan, orang tua juga memerlukan konseling genetik, untuk membantu mereka memahami aspek herediter dari penyakit. 7 Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah. Orang tua, jika memungkinkan, anak mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah dan mendemonstrasikan setiap prosedur perawatan di rumah. 71 Jelaskan kepada orang tua pentingnya menyiapkan lingkungan rumah yang aman untuk anak. Anjurkan tindakan kewaspadaan pengamanan berikut ini: Beri bantalan pada sisi pengaman tempat tidur dan sudut-sudut tajam pada perabot. Inspeksi semua mainan untuk melihat adanya pinggiran yang tajam. Bantu anak mengenakan pelindung kepala berbahan plastik serta sejenis bantalan pada siku dan lutut selama bermain Lapisi lantai dengan karpet. 72 Ajarkan orang tua menerapkan tindakan kewaspadaan berikut: Minta anak 76 Upaya pengamanan ini dapat mengurangi risiko cedera dan perdarahan akibat terantuk, jatuh, laserasi, dan pungsi.

77 Keluarga harus mengikuti kewaspadaan tertentu untuk mencegah episode perdarahan. Mengenakan gelang atau kalung medis yang

mengenakan gelang atau kalung pengenal siaga medis atau yang berfungsi sebagai pengidentifikasi bahwa anak adalah penderita hemofilia.

Pastikan bahwa anak menjalani pemeriksaan gigi rutin.

menerangkan tentang identifikasi anak sebagai penderita hemofilia dan dapat mengingatkan penolong secara langsung tentang kebutuhan perawatan kegawat daruratan. Pemeriksaan dan perawatan gigi rutin dapat mencegah penyakit gigi dan gusi yang dapat mengakibatkan perdarahan. Anak memerlukan diet tinggi zat besi karena hemofilia menyebabkan defisiensi zat besi. Produk salisilat yang mengandung aspirin dapat meningkatkan waktu perdarahan dan menghambat agregasi trombosit. Guru, perawat sekolah, dan pelatih anak perlu memahami keseriusan kondisi anak sehingga mereka dapat menerapkan tindakan kewaspadaan kesehatan dan keamanan serta tetap membantu anak mencapai kemampuan potensi yang tinggi. Seiring anak beranjak remaja, ia mungkin tergoda terlibat dalam

Konsultasi dengan ahli diet tentang kebutuhan zat besi anak.

Larang penggunaan obat salisilat dan senyawa yang mengandung aspirin.

Rundingkan bersama guru, perawat sekolah, dan pelatih anak tentang kondisi anak, dan kebutuhan restriksi tertentu.

perilaku yanberesiko tinggi. Memotivasi anak untuk menghindari perilaku tersebut, serta menjelaskan bahayanya dapat mengurangi risiko cedera. Memotivasi anak untuk berpartisipasi dalam olahraga serta aktivitas yang tidak terlalu berbahaya memastikan pertumbuhan dan perkembangannya sekaligus melindunginya dari cedera. 78 Mengendalikan perdarahan dapat mencegah hemoragi yang mengancam hidup. Teakanan langsung dapat menghentikan aliran darah ke sisi perdarahan dan memungkinkan pembentukan bekuan. Mengimobilisa si tempat dan meninggikan area perdarahan sampai setinggi diatas jantung dapat mengurangi aliran darah ke sisi perdarahan dan mencegah pengeluaran bekuan. Melakukan kompres es pada area perdarahan dapat meningkatkan

Seiring anak bertumbuh dewasa, anjurkan ia untuk menghindari perilakuk beresiko tinggi, seperti mengendarai sepeda motor, bermain sepak bola, skateboarding, dan rollerblading, serta jelaskan mengapa ia harus menghindari perilaku demikian. Tingkatkan partisipasi anak dalam kegiatan fisik yang lebih sesuai, misalnya berenang daripada bermain sepakbola.

73 Ajarkan orang tua bagaimana cara mengendalikan perdarahan anak: Beri tekanan langsung pada area perdarahan sedikitnya selama 15 menit.

Imobilisasi area perdarahan dan tinggikan area tersebut sampai di atas letak jantung.

vasokontriksi. Pemberian konsentrat memastikan penyempurnaan proses pembekuan. 79 Mengetahui informasi semacam ini dapat memastikan penggunaan serta pemberian obat yang benar untuk perawatan darurat di rumah.

Lakukan kompres es pada area perdarahan.

Beri konsentrat faktor VII, IX, XI, XII.

74 Ajarkan orang tua tujuan dan penggunaan konsentrat faktor VII, IX, XI, XII: termasuk penjelasan tentang cara pemberian, dosis, dan reaksi efek samping yang potensial. Juga jelaskan tehnik menyimpan dan mencampur obat,

80 Manajemen diri memberi kemampuan kendali diri pada anak terhadap intervensi serta meningkatkan kemandirian.

memasang slang intra vena, melakukan pungsi vena, menyesuaikan kecepatan infuse, dan mendokumentasikan setiap reaksi transfuse. 75 5. Apabila memungkinkan, ajarkan anak cara mengatasi penyakitnya. ( Kathleen Morgan Speer, 2007) 81 3. Evaluasi Hasil yang diharapkan 1.Nyeri berkurang 82 Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan anlgetik. 83 Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi. 84 Mempergunakan alat Bantu untuk mengurangi nyeri. 2.Melakukan upaya pencegahan berdarah 85 Menghindari trauma fisik. 86 Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan. 87 Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium. 88 Mematuhi janji dengan professional layanan kesehatan. 89 Menghindari olahraga kontak. 90 Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin. 91 Memakai gelang penanda. 3.Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahangayahidup. 92 Mengidentifikasi aspek positif kehidupan. 93 Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahangayahidup yang harus dilakukan. 94 Berusaha mandiri. 95 Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan. 4.Tidak mengalami komplikasi. 96 Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal. 97 Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal. 98 Tidak mengalami perdarahan aktif. (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB III PENUTUP 99 Kesimpulan Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi (kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Terdapat dua jalur dalam proses pembekuan darah, yaitu jalur intrinsic dan jalur ekstrinsik. Reaksi inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu pertambahan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa menimbulkan pertumbuhan yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus atau valgus dan penutupan dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan perpendekan tungkai. Hemofilia merupakan penyakit yang relative jarang ditemui, diperkirakan insiden penyakit ini adalah 3-4 orang per 100.000 penduduk.

You might also like