You are on page 1of 15

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Akhir-akhir ini banyak dibicarakan tentang pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai salah satu solusi terhadap krisis yang berkepanjangan. Pembahasan tentang pemberdayaan ekonomi rakyat tidak akan jauh dari upaya menggali peran dan melihat posisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM (sering disebut UKM saja) dalam perekonomian Indonesia. Kecenderungan negaranegara berkembang lebih banyak menerapkan pola bisnis kapitalistik dan neoliberalisme dalam era global menjadi tantangan yang sangat berat bagi pemerintah yang memiliki komitmen pemberdayaan terhadap ekonomi rakyat (Suseno, 2005). Di Indonesia, posisi UMKM menjadi begitu penting karena dari jumlah 44 juta perusahaan, 99 % perusahaannya termasuk dalam skala bisnis usaha mikro, kecil dan menengah. Namun persoalan selalu muncul bahwa kuantitas tidak selalu menjamin kualitas. Oleh karena itu, mereposisi UMKM melalui program pemberdayaan merupakan keniscayaan (Suseno, 2005). Namun bukan hal yang aneh bila sampai saat ini perkembangan UMKM di Indonesia seperti jalan di tempat. Beban pengusaha UMKM akhir-akhir ini malah bertambah berat karena kenaikan harga BBM, kesulitan permodalan dan pemasaran. Meskipun demikian, kepedulian terhadap perkembangan UMKM merupakan bentuk perhatian terhadap pemberdayaan golongan ekonomi lemah dan ekonomi berbasis kerakyatan. Sekaligus mengakui eksistensi mereka di tengah-tengah arus kapitalisme dan liberalisme yang begitu deras melanda dunia saat ini, termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia (Suseno, 2005).

7
Universitas Sumatera Utara

2.1 Definisi UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Definisi UMKM memang tergantung pada siapa yang membahas dan untuk apa dibicarakan. Ada yang menggunakan ukuran modal dan ada yang menggunakan jumlah tenaga kerjanya. Kalangan perbankan mendefinisikan UMKM berdasarkan jumlah kredit yang dipinjam. Sebagai contoh, hasil poolling di harian Waspada yang dilakukan oleh FORDA UMKM Sumut, Bitra Indonesia dan Asia Foundation, kelompok UMKM dibagi berdasarkan skala usaha (tidak termasuk tanah dan bangunan) diantaranya berkisar antara 0-25 juta, 25-100 juta, 100-200 juta,200-500 juta, 500 juta-1 milyar dan lebih dari 1 milyar. Ada juga yang mendefinisikan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Usaha mikro (industri rumah tangga) adalah unit usaha yang menggunakan 1-4 orang tenaga kerja. Sedangkan usaha kecil adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja 5-9 orang dan usaha menengah memiliki tenaga kerja sampai 20 orang (Hanif dkk, 2002). Salah satu ciri yang melekat dalam masyarakat Indonesia adalah permodalan yang lemah. Permodalan merupakan unsur yang dapat memperlancar peningkatan produksi dan sirkulasi dari sebuah usaha. Terjadinya kekurangan modal akan sangat membatasi ruang gerak aktivitas usaha yang ditujukan untuk peningkatan pendapatan. Dengan pemilikan dana yang terbatas sementara sumber dana dari luar yang bisa membantu mengatasi kekurangan modal ini sulit diperoleh, telah membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat itu dengan cepat (Mubyarto dan Hamid, 1986). Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam upaya pengembangan UMKM adalah keterbatasan modal. Bahwa pentingnya peranan Kredit UMKM

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor produksi nonalami (ada campur tangan manusia) yang persediaannya terbatas di kalangan pengusaha terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Lebihlebih karena kemungkinan yang sangat kecil untuk memperluas usaha. Di samping itu, dengan persediaan tenaga kerja yang sangat melimpah, diperkirakan bahwa cara yang paling mudah dan paling tepat untuk memajukan sebuah usaha adalah dengan memperbesar penggunaan modal (Mubyarto, 1989). Permodalan menjadi masalah klasik UMKM yang mengakibatkan usaha dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Sebagai contoh, ada pelaku usaha yang memulai usahanya dengan modal hanya 2 juta dan itupun pinjaman dari rentenir, tapi setelah 5 tahun, mereka memiliki omzet penjualan mencapai sekitar 150 juta/bulan. Ini menunjukkan kepada kita bahwa seandainya saja para pelaku UMKM bisa mendapatkan akses modal yang lebih baik dari perbankan bisa kita bayangkan tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh UMKM dalam mengembangkan usahanya tersebut. Bila tanpa dibantu permodalan yang berarti saja mereka bisa tumbuh dan berkembang, apalagi bila mereka mendapat dukungan permodalan (Wahyuni E, dkk, 2005). Ini menggambarkan bahwa betapa akses UMKM terhadap permodalan masih sangat kecil. Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih lebih berorientasi pada kredit konsumtif (kredit perumahan, kredit mobil dan lain-lain) yang alokasinya lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi. Kecilnya jatah kredit untuk sektor pembiayaan rupanya menjadi perhatian pemerintah. Bank Indonesia menetapkan pada tahun 2003 kucuran kredit untuk UMKM sebesar 42,3 Trilyun rupiah. Dana kredit tersebut berasal dari perbankan

Universitas Sumatera Utara

10

nasional termasuk Bank Syariah, BPR dan BPRS. Selanjutnya tahun 2004 meningkat secara signifikan sebesar 60, 4 Trilyun. Tapi kenyataannya, para pelaku UMKM masih saja mengeluh sebagai akibat dari rumitnya mengakses kredit di perbankan. Bank selalu saja memberlakukan persyaratan standar bagi debitur, termasuk berlaku juga bagi kalangan UMKM, misalnya mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha (Wahyuni E, dkk, 2005). Bukan rahasia lagi sulitnya akses permodalan bagi UMKM telah memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UMKM yang kerap mengalami kesulitan permodalan, akhirnya lebih memilih meminjam dari rentenir dengan bunga yang sangat tinggi. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam

melalui rentenir relatif tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat. Jauh berbeda dengan kredit melalui perbankan (Wahyuni E, dkk, 2005). Penambahan modal dalam kegiatan UMKM merupakan syarat mutlak untuk melakukan perbaikan dari segi baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Kebutuhan modal untuk kegiatan tersebut dapat diperoleh dari 2 sumber yaitu modal sendiri dan modal dari luar berupa pinjaman atau kredit. Dana milik sendiri yang dapat berasal dari tabungan dan penjualan harta benda milik pengusaha. Akan tetapi hal ini sangat riskan dilakukan mengingat kondisi ekonomi yang masih jauh dari kemandirian. Modal ini tidak hanya berupa uang, namun juga berupa investasi harta tak bergerak seperti tanah/lahan, sawah atau kolam yang dijadikan tempat untuk menjalankan usahanya. Adapun sumber dana kedua yaitu berasal dari luar yaitu dana pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

11

2.2 UMKM dan Perbankan Syariah Bank syariah berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang membutuhkan dana. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut bank melakukan kegiatan usaha yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang dikenal dengan kegiatan funding dan menyalurkan dana tersebut kepada pihak yang membutuhkannya Pada bank konvensional apabila dana tersebut dipinjamkan maka ada tambahan bayaran atas pokok pinjamannya dan ini disebut dengan bunga. Bunga di dalam hukum Islam adalah riba yang berarti haram. Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam memberikan jasa kepada peminjam dan penyimpan disesuaikan dengan hukum Islam. Maka sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Dari sistem bagi hasil inilah bank syariah memperoleh pendapatannya selain dari sumber-sumber yang lain (Gultom, S. 2004). Kegiatan bank syariah dalam hal pengalokasian dana yang paling penting adalah pemberian pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank syariah. Apabila nasabah meminjam dana dari bank maka ketika mengembalikan pinjaman tersebut nasabah akan menyerahkan sebagian keuntungan usaha atau proyek proporsi bagi hasil kepada bank. Oleh bank, pembagian keuntungan bagi hasil ini disebut dengan pendapatan bagi hasil dalam bentuk kas pada saat nasabah menyerahkannya (Gultom, S. 2004). Kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan syariah adalah pembiayaan. Menurut Mhd Syafii Antonio (2001), pembiayaan

Universitas Sumatera Utara

12

merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Sebagaimana uniknya peraturan yang memagari seluruh transaksi perbankan konvensional, perbankan syariah juga memiliki keunikan yang lebih banyak lagi. Selain terikat oleh rambu-rambu hukum positif, sistem operasional bank syariah juga terkiat erat dengan hukum Islam yang pelanggarannya berakibat pada kemudharatan di bumi dan akhirat. Perbankan syariah, disamping memiliki kekhasan itu yang sekilas itu di dalam operasionalnya tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Namun jika ditelusuri lebih dalam terdapat cakupan yang lebih luas daripada perbankan konvensional. Bahkan yang menjadi perbedaan utama adalah terletak pada kemaslahatan semua komponen yang terlibat dalam sistem perbankan syariah itu sendiri (Zulkifli, S, 2004). Tabel 2. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional Bank Syariah Perbedaan Bank Konvensional Tidak berdasarkan bunga, spekulasi Falsafah Berdasarkan bunga dan ketidakjelasan Dakwah, silaturahim (saling meAsas Keuangan kapitalis ngunjungi), tarbiyah (pembinaan), uswah (suri tauladan) dan musabaqoh (kompetisi) - Dana masyarakat berupa titipan dan Operasional - Dana masyarakat berupa investasi yang baru akan simpanan yang harus mendapatkan hasil jika diusahakan dibayar bunganya pada saat terlebih dahulu jatuh tempo - Penyaluran pada usaha yang halal - Penyaluran pada sektor dan menguntungkan yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama Harus memiliki Dewan Pengurus Organisasi Tidak memiliki Deawn Syariah Pengurus Syariah Sumber : Sudarsono, 2005

Universitas Sumatera Utara

13

Perkembangan dunia usaha tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sektor usaha perbankan. Pembangunan di berbagai bidang usaha dan industri tentunya memerlukan dana pendukung yang tidak sedikit. Untuk itu, peran sektor perbankan sangat menentukan. Hal tersebut tampak jelas pada perkembangan jumlah kredit perbankan yang mempengaruhi secara langsung sistem

perekonomian nasional (Santoso, 1996). Bank dan pembiayaan usahanya merupakan dua faktor yang saling berkaitan. Pengerahan dana masyarakat yang berupa usaha pembiayaan merupakan sumber daya modal yang tiada habis-habisnya. Fungsi usaha bank bertambah dengan semakin meningkatnya permintaan akan jasa keuangan dan konsultasi keuangan untuk efektivitas penggunaan sumber dana masyarakat. Dan pembiayaan adalah salah satu fungsi usaha bank tersebut (Santoso, 1996).

2.3 Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan, pengertian memukul di sini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis Al Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian si pengelola. Jika seandainya kerugian itu disebabkan karena

kecurangan atau kelalaian, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

14

2.4 Landasan Syariah Mudharabah Muqayyadah a. Al Quran .......dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT....... (Al Muzzammil : 20) Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT (Al Jumuah : 10) b. Al Hadits Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudlarabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika peraturan terebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani) Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradlah (mudlarabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan uttuk dijual. (HR. Ibnu Majah)

2.5 Syarat Mudharabah Muqayyadah a. Pihak yang tereksit dengan akad adalah pihak yang cakap bertindak hukum. b. Ucapan ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) yang diucapkan harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Penerimaan harus jelas dinyatakan di dalam akad/kontrak. 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan di tempat yang telah disepakati. 3) Penerimaan memiliki syarat yang harus sama dengan penawaran.

Universitas Sumatera Utara

15

c. Persyaratan modal harus : 1) Jasa (membiayai pendirian poliklinik/medical center) 2) Pembiayaan transaksional (usaha konstruksi bidang pembangunan fisik dan engineering, pembuatan jalan dan pembangunan gedung) 3) Transaksi ekspor yang didukung oleh L/C 4) Perdagangan yang bersifat transaksional (catering) 5) Perdagangan biasa (sepermarket, waralaba) d. Mekanisme pembiayaan Diangsur BANK NASABAH

PROYEK

LABA

RUGI

Skema Pembiayaan Mudharabah Sumber : PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Tanjung Balai 1) Akad disesuaikan dengan proyek/usaha yang akan dilakukan oleh nasabah/calon debitur 2) Maksimum pembiayaan disesuaikan dengan nilai

proyek/usaha/transaksi berdasarkan hasil analisis menggunakan proyeksi cash flow

Universitas Sumatera Utara

16

3) Tidak ada self financing 4) Waktu pembiayaan mudharabah muqayyadah sesuai dengan : a. Jangka waktu proyek (sesuai dengan kontrak proyek)

b. Jangka waktu pembiayaan maksimal adalah 3 tahun 5) Untuk menjaga amanah yang diberikan shahibul maal (bank), debitur (mudharib) berkewajiban menyerahkan kewajiban

misalnya jaminan berupa agunan. 6) Pengikatan jaminan mengikuti ketentuan yang berlaku atau sama dengan bank konvensional, dan dilakukan penutupan asuransi atas jaminan tersebut. 7) Pengakuan pembiayaan mudharabah muqayyadah sebagai investasi bank sejak akad pembiayaan ditandatangani serta Surat

Permohonan Realisasi Pembiayaan (SPRP) diterima bank. 8) Pengakuan keuntungan dilakukan pada saat terdapat pembayaran dari nasabah (untuk modal kerja) atau pada akhir proyek untuk pembiayaan transaksional/proyek selesai dan pembayaran telah diterima (cash basis) dan tidak ada pengakuan denda.

2.6 Risiko Mudharabah Muqayyadah Risiko mudharabah muqayyadah, penerapannya relatif tinggi, diantaranya : a. Side Streaming ; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak. b. Lalai dan kesalahan yang disengaja c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur

Universitas Sumatera Utara

17

2.7 Aplikasi Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada : 1. Tabungan berjangka yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,seperti tabungan haji,tabungan qurban,dan sebagainya. 2. Deposito biasa 3. Deposito Spesial (Special Investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah muqayyadah ditetapkan untuk : 1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa 2. Investasi khusus;disebut juga mudharabah muqayyadah,dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

2.8 Prosedur Pembiayaan Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan yang sehat. Yang dimaksud dengan proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi halal dan baik serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan atau bahkan lebih. Pada bank syariah, proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi baik

Universitas Sumatera Utara

18

yang sehat tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai (Zulkifli, S, 2004). Pembiayaan selalu berhubungan dengan aspek kepercayaan dan

menyangkut juga dengan karakter. Untuk itu, objektivitas penilaian kredit harus didasarkan pada profesionalisme usaha, bukan didasarkan subjektivitas. Maka, demi terlaksananya sebuah prudential banking diperlukan prinsip kehati-hatian dan azas konservatif dalam pemilihan lini bisnis dan nasabahnya ( Santoso, 1996). Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah juga menetapkan beberapa syarat dan proses yang harus dipenuhi. Adapun skema proses pembiayaan dapat dilihat pada gambar berikut ini : Permohonan Pembiayaan

Pengumpulan Data dan Investasi

Analisis Pembiayaan

Committee (Persetujuan)

Pengumpulan Data Tambahan

Pengikatan

Pencairan

Monitoring

Universitas Sumatera Utara

19

Tahap awal proses pembiayaan adalah permohonan pembiayaan yang dilakukan secara tertulis dari nasabah kepada officer bank. Namun dalam implementasinya, dapat dilakukan secara lisan terlebih dahulu, untuk

ditindaklanjuti dengan permohonan tertulis jika menurut officer layak dibiayai. Inisiatif pengajuan pembiayaan tidak mesti datang dari nasabah, tetapi juga dapat muncul dari officer bank. Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada kebutuhan tujuan pembiayaan. Untuk pembiayaan produktif data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan kemampuan usaha nasabah untuk melunasi pembiayaan ( Zulkifli, S, 2004). Analisis pembiayaan dapat dilakukan dengan dilakukan dengan metode 5C meliputi Character (Karakter), Capacity (Kapasitas/Kemampuan), Capital

(Modal), Condition (Kondisi) dan Collateral (Jaminan). Selain formula 5C di atas, terdapat 6 aspek yang perlu diperhatikan antara lain : aspek ekonomi/komersil, aspek teknis, aspek yuridis, aspek kemanfaatan dan kesempatan kerja dan aspek keuangan (Zulkifli, S, 2004). Untuk menjaga ojektifitas sebuah data maka biasanya analisis dilakukan oleh beberapa orang ataupun unit kerja antara lain : unit marketing, unit legal dan unit loan review. Dengan beberapa sudut pandang analisis ini diharapkan terjadi deviasi hasil analisis yang jika dikolaborasikan lebih lanjut dapat menghasilkan sebuah hasil analisis yang realistis dan objektif (Zulkifli, S, 2004). Proses persetujuan adalah proses penentuan disetujui atau tidaknya sebuah pembiayaan usaha. Proses persetujuan ini juga tergantung pada kebijakan bank, yang biasanya disebut sebagai komite pembiayaan. Tindakan selanjutnya setelah semua persyaratan dipenuhi adalah proses pengikatan, baik pengikatan

Universitas Sumatera Utara

20

pembiayaan ataupun pengikatan jaminan. Secara garis besar, pengikatan terdiri dari dua macam, yakni pengikatan di bawah tangan dan pengikatan notaris (Zulkifli, S, 2004) Proses selanjutnya adalah pencairan fasilitas pembiayaan kepada nasabah, sebelum melakukan proses pencairan, maka harus dilakukan pemeriksaan kembali semua kelengkapan yang harus dipenuhi sesuai disposisi Komite Peningkatan ada proposal pembiayaan (Zulkifli, S, 2004). Untuk kesemuanya itu, bank yang sehat harus mempunyai sistem pengendalian intern yang mengontrol seluruh volume usaha bank pada umumnya dan bidang perkreditan pada khususnya (Santoso, 1996)

2.9 Kerangka Pemikiran Setiap lembaga keuangan baik lembaga keuangan perbankan maupun lembaga keuangan nonperbankan, juga memiliki aturan baku. Peraturan baku tersebut menjadi pedoman kinerja perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Bank syariah sebagai lembaga keuangan perbankan, memiliki beberapa konsep yang berbeda dan lebih khusus dibandingkan dengan bank konvensional. Dalam pelaksanaannya, tidak semua perusahaan secara murni menjalankan aktivitasnya sesuai dengan konsep yang baku. Begitu juga dengan pelaksanaan konsep dan aturan baku pada perbankan syariah. Akan ada ketimpanganketimpangan yang terjadi di lapangan. Ketimpangan tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara implementasi dan disesuaikan dengan konsep yang ada.

Universitas Sumatera Utara

21

Sehingga dapat dilihat bagaimana tingkat kemurnian sebuah bank syariah dalam mnjalankan aktivitas perbankannya.

Bank Muamalat Indonesia

Prosedur Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Pedoman Penyaluran Pembiayaan

Implementasi Pembiayaan di Lapangan

Ketimpangan

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

2.10 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ada ketimpangan antara konsep baku dan pelaksanaan pembiayaan mudharabah muqayyadah pada Bank Muamalat Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

You might also like