You are on page 1of 15

PENDAHULUAN Latar Belakang Asam urat (AU) telah diidentifikasi lebih dari 2 abad yang lalu, namun beberapa

aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Selama beberapa tahun hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout, namun sekarang AU telah diidentifikasi sebagai marker untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik (Wisesa & Suastika, 2009). Kejadian pasti dari hiperurisemia dan gout di masyarakat saat ini belum jelas. Prevalensi hiperurisemia asimptomatik di Amerika Serikat adalah 5%. Sedangkan di Inggris sekitar 6,6% dan di Skotlandia sebesar 8%. Di New Zealand, hiperurisemia lebih banyak dijumpai pada lakilaki dari suku Maori (27,1%) dibandingkan laki-laki Eropa (9,4%) (Kasjmir, 2009). Di China pada tahun 2006, Nan dkk. mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 25,3% dan gout sebesar 0,36% pada orang dewasa usia 20 - 74 tahun (Wisesa & Suastika, 2009). Di Indonesia sendiri angka epidemiologik ini belum ada. Satu survei epidemiologi yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia di atas 15 didapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 24.3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita. Secara keseluruhan prevalensi kedua jenis kelamin adalah 17,6%. Paulas HE, dkk mendapatkan insidensi bahwa hiperurisemia diantara pasien laki-laki dewasa yang dirawat di rumah sakit berkisar antara 2.3 17.6% (Kasjmir, 2009). Hiperurisemia telah lama dikaitkan dengan penyakit kardiovaskuler dan sering dijumpai pada penderita dengan hipertensi, penyakit ginjal dan sindrom metabolik. Hubungan ini telah diteliti sejak akhir abad ke-19 dimana dihipotesiskan bahwa asam urat mungkin merupakan

penyebab dari hipertensi dan penyakit ginjal. Pendapat ini lalu diabaikan hingga tahun 1950an dengan semakin baiknya pemahaman dan terapi hiperurisemia (Feig et al., 2008). Tetapi data epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa hiperurisemia merupakan faktor resiko yang penting bagi penyakit kardiovaskuler (Jhonson et al., 2003; Heinig et al., 2006; Feig et al., 2008). Beberapa studi juga menunjukkan hubungan antara asam urat dengan hipertensi, obesitas, penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 70% penderita dengan hiperurisemia mengalami obesitas, lebih dari 50% dengan hipertensi, 10-25% meninggal akibat penyakit ginjal dan sekitar 20% meninggal akibat komplikasi kardiovaskuler (Heinig et al., 2006). Sundstrm et al (2004) meneliti hubungan antara kadar asam urat serum dengan insidensi hipertensi dan peningkatan tekanan darah pada 3329 partisipan nonhipertensi dari Framingham Study dan menemukan bahwa kadar asam urat adalah prediktor independen insidensi hipertensi dan peningkatan tekanan darah pada pengamatan jangka panjang (Sundstrm et al., 2005). Bukti klinis dan eksperimental menunjukkan peningkatan kadar asam urat dapat

menyebabkan hipertensi. Pada studi eksperimental dengan hewan coba tikus yang diberikan inhibitor uricase, oxonic acid menunjukkan peningkatan tekanan darah setelah 3-5 minggu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi adalah hiperurisemia menyebabkan vasokonstriksi renal akibat penurunan kadar endothelial nitric oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal dan mengaktifkan sistem renin angiotensin-aldosteron. (Heinig et al., 2006; Feig et al., 2008). Walaupun beberapa bukti dapat membantu, hal ini belum dapat mendukung penatalaksanaan umum hiperurisemia asimtomatik untuk mengurangi risiko kardiovaskuler. Akan tetapi, terdapat bukti-bukti yang cukup untuk membenarkan uji klinis untuk mengukur apakah menurunkan

kadar asam urat dapat bermanfaat secara klinis untuk mencegah atau menangani penyakit kardiovaksuler dan penyakit ginjal (Feig et al., 2008). Kadar asam urat serum mempunyai hubungan erat dengan faktor risiko kardiovaskuler (Feig et al., 2008; Heinig et al., 2006; Jhonson et al., 2003; Sundstrm et al., 2005; Wisesa & Suastika, 2009) serta berhubungan pula dengan tekanan darah secara cross-sectional (Sundstrm et al., 2005). Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Kadar Asam Urat Serum dengan Tekanan Darah pada Pasien dengan Hiperurisemia di Poli Penyakit Dalam RSU Provinsi NTB.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah pada pasien dengan hiperurisemia di Poli Penyakit Dalam RSU Provinsi NTB. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di ruang Poli Penyakit dalam RSU Provinsi NTB pada bulan Juni-September 2010. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dengan hiperurisemia yang berobat di Poli Penyakit Dalam RSU Provinsi NTB selama periode pengambilan data penelitian, yakni pada bulan Juni-September 2010.

Sampel Sampel yang dikehendaki pada penelitian ini adalah pasien dengan hiperurisemia yang berobat pada Poli Penyakit Dalam RSU Provinsi NTB selama periode pengambilan data penelitian yakni pada bulan Juni-September 2010 yang berada dalam kriteria inklusi dan di luar kriteria eksklusi. i. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien hiperurisemia berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pasien laki-laki dan perempuan berusia 18 tahun ke atas. Pasien memiliki data rekam medik yang lengkap mengenai kadar asam urat serum. Pasien bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani pesetujuan informed consent. ii. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien perokok, pasien dengan riwayat konsumsi alkohol, pasien dengan gangguan ginjal, pasien dengan penyakit jantung dan stroke, pasien Diabetes Mellitus, pasien wanita hamil, pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi, dekongestan hidung, anti influenza, serta kontrasepsi oral, pasien dalam keadaan tidak rileks dan tidak tenang.

Metode Pengumpulan Data Pada pasien dengan kadar asam urat di atas normal (hiperurisemia) berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (prosedur terlampir) dalam rekam medis, diberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya, untuk menentukan apakan pasien tersebut termasuk kriteria inklusi atau eksklusi dilakukan anamnesis serta pengamatan pada hasil rekam medis. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan diluar kriteria ekslusi adalah sampel penelitian. Sampel kemudian diukur tekanan darahnya.

Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan bantuan program lunak komputer SPSS. Untuk mengetahui distribusi sampel digunakan uji normalitas. Apabila sampel terdistribusi normal, dilakukan uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak.

HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian dari 15 orang sampel penelitian dapat dibuat gambar dan tabel karakteristik sampel sebagai berikut. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin


20% Laki-laki 80% perempuan

Gambar 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan Gambar 1. di atas, didapatkan jumlah subyek dalam penelitian ini sebanyak 15 orang. Subyek laki-laki sebanyak 3 orang (20%) dan subyek perempuan sebanyak 12 orang (80%).

Karakteristik Sampel berdasarkan Umur

Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur


7% 40% 40% 13% < 40 Tahun 41-50 Tahun 51-60 Tahun > 60 Tahun

Gambar 2. Karakteristik sampel berdasarkan Umur

Berdasarkan Gambar 2. di atas, dapat dilihat bahwa jumlah terbanyak penderita hiperurisemia adalah pada rentang umur 41-50 tahun sebanyak 6 orang atau sekitar 40% dan > 60 tahun sebanyak 6 orang atau sekitar 40%. Jumlah terendah ada pada umur di bawah 40 tahun yaitu sebanyak 1 orang atau sekitar 6,7 %.

Karakteristik Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Karakteristik Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


60 50 Persen 40 30 20 10 0 Kurang Normal Overweight Obesitas 0 53.3 46.7 0 Karakteristik Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Gambar 3. Karakteristik Sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan Gambar 3. di atas, didapatkan pasien hiperurisemia sebagian besar memiliki indeks massa tubuh kategori normal, yaitu sebanyak 8 orang atau sebanyak 53,3% dan sebanyak 7 orang atau 46,7% memiliki indeks massa tubuh overweight.

Gambaran Kadar Asam Urat Serum Sampel

Gambaran Kadar Asam Urat Serum Sampel


45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

Persen

40

33.3 20 0 6.7 10 mg/dl

Gambaran Kadar Asam Urat Serum Sampel

6 - 6,9 mg/dl

7 - 7,9 mg/dl

8 - 8,9 mg/dl

9 - 9,9 mg/dl

Gambar 4. Gambaran Kadar Asam Urat Serum Sampel

Berdasarkan Gambar 4. tersebut, sebagian besar sampel (40%) memiliki kadar asam urat antara 6-6,9 mg/dl. Didapatkan 6,7 % sampel memiliki kadar asam urat 10 mg/dl.

Gambaran Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Sampel Tabel 1. Gambaran Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Sampel Klasifikasi menurut JNC VII Normal Normal tinggi (Pre Hipertensi) Hipertensi Stadium I Hipertensi Stadium II Total Frekuensi 2 5 7 1 15 Persentase 13,3% 33,3% 46,7% 6,7% 100%

Berdasarkan Tabel 1. sebanyak 46,7% subyek memiliki tekanan darah sistolik pada Hipertensi Stadium I, dan sebanyak 13,3% subyek memiliki tekanan darah sistolik normal.

Gambaran Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Sampel Tabel 2. Gambaran Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Sampel Klasifikasi menurut JNC VII Normal Normal tinggi (Pre Hipertensi) Hipertensi Stadium I Hipertensi Stadium II Total Frekuensi 1 4 5 5 15 Persentase 6,7% 26,7% 33,3% 33,3% 100%

Berdasarkan Tabel 2. sebanyak 33,3% subyek dengan tekanan darah diastolik pada Hipertensi Stadium I, 33,3% pasien dengan Hipertensi Stadium II, dan sekitar 6,7% memiliki tekanan diastolik yang normal.

Tabel 3. Hasil Analisis Korelasi Kadar Asam Urat Serum dengan Tekanan Darah Sistolik Asam Urat Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) Asam Urat 1 Sistolik .576* .025 15 1

Sistolik

15 .576* .025

N 15 15 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 4. Hasil Analisis Korelasi Kadar Asam Urat Serum dengan Tekanan Darah Diastolik Asam Urat Asam Urat Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 1 Diastolik .536* .039 15 1

N 15 Diastolik Pearson .536* Correlation Sig. (2-tailed) .039 N 15 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

15

PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross-sectional pada pasien dengan hiperurisemia yang sedang menjalani rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUP NTB yang dilakukan selama Bulan Juni-September 2010. Penelitian ini mencari hubungan antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah pada pasien dengan hiperurisemia. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 15 orang subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan berada di luar kriteria ekslusi. Subyek yang terpilih memiliki hasil rekam medis kadar asam urat serum melebihi normal (laki-laki >7 mg/dl, wanita >6 mg/dl) yang diperiksa di Laboratorium Kimia Klinik RSUP NTB dengan alat multianalisis HORIBA ABX PENTRA 400. Subyek yang terpilih kemudian diwawancara dan dilakukan pemeriksaan tekanan darah sebanyak dua kali. Berdasarkan karakteristik subyek penelitian, didapatkan pasien dengan hiperurisemia dengan jenis kelamin perempuan jumlahnya lebih banyak yaitu sebanyak 12 orang atau 80% daripada jumlah subyek laki-laki, yaitu sebanyak 3 orang atau 20%. Conen et al (2004) mendapatkan pada sejumlah penduduk Seychelles berusia 25-64 tahun prevalensi hiperurisemia

pada laki-laki sebesar 35,2% dan pada wanita 8,7%. Fan et al (2009) mendapatkan pada sampel berusia 40-75 tahun, hiperurisemia pada laki-laki jumlahnya lebih tinggi dibanding pada perempuan (21.5% vs 10.2%, P < 0.01). Adanya perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan pada penelitian sebelumnya, konsumsi alkohol pada laki-laki termasuk dalam parameter yang diteliti, dimana pada penelitian ini konsumsi alkohol tidak diteliti karena merupakan faktor perancu dalam mencari hubungan kadar asam urat serum dengan tekanan darah. Sebagian besar subyek memiliki indeks massa tubuh normal, sebesar 53,3%, sebesar 46,7% subyek memiliki indeks massa tubuh overweight. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa lebih dari 70% pasien hiperurisemia dengan obesitas (Heinig et al., 2006), Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh perbedaan pola makan (diit) pada pasien hiperurisemia yang menjadi subyek pada penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah penderita hiperurisemia semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia, khusus pada wanita. Hal ini disebabkan hormon estrogen yang diketahui bersifat urikosurik, yakni mampu meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin (Johnson et al., 2003; Kasjmir, 2009). Berdasarkan gambaran hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien dengan hiperurisemia di Poli Penyakit Dalam RSUP NTB, sesuai klasifikasi JNC VII, untuk tekanan sistolik didapatkan sebagian besar pasien dengan hiperurisemia (47,7%) berada pada hipertensi stadium I dan sebanyak 13,3% memiliki tekanan sistolik normal. Sedangkan untuk tekanan diastolik, didapatkan 33,3% pasien dengan hipertensi Stadium I, 33,3% pasien dengan hipertensi stadium II, dan sekitar 6,7% memiliki tekanan diastolik yang normal. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa penderita dengan hiperurisemia lebih dari 50% mengalami hipertensi (Heinig et al., 2006).

Berdasarkan hasil analisis statistik, setelah dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, didapatkan kadar asam urat serum, tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik memiliki distribusi normal. Oleh karena itu, dapat dilakukan uji hipotesis parametrik dengan melakukan perhitungan koefisien korelasi Pearson untuk menentukan hubungan kadar asam urat serum dengan tekanan darah. Hasilnya adalah antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah sistolik diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,576 dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0,025 atau lebih kecil dari 0,05 (tingkat kesalahan) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah sistolik, dengan kekuatan hubungan sedang. Antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah diastolik diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,536 dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0,039 atau lebih kecil dari 0,05 (tingkat kesalahan) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah diastolik, dengan kekuatan hubungan sedang. Hasil analisis ini tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki hubungan bermakna yang cukup kuat (r=0,8 untuk tekanan sistolik, r=0,6 untuk tekanan diastolik) (Feig & Johnson, 2003). Pada penelitian yang dilakukan Outpattham et al (2008) juga didapatkan hubungan yang signifikan dan positif baik antara kadar asam urat serum dengan tekanan sistolik ( r =0.186, P < 0.001) maupun kadar asam urat serum dengan tekanan diastolik ( r =0.255, P < 0.001). Sundstrm et al (2004) juga menemukan korelasi positif antara kadar asam urat serum dengan perubahan tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik setelah 4 tahun kemudian. Berdasarkan hal ini, maka tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah telah tercapai. Tanggung jawab terhadap pengaturan tekanan darah arteri jangka panjang hanpir seluruhnya dipegang oleh ginjal. Dalam hal ini ginjal berfungsi melalui dua mekanisme penting, yaitu

mekanisme hemodinamik dan mekanisme hormonal. Mekanisme hemodinamik sangat sederhana. Bila tekanan arteri naik melewati batas normal, tekanan yang besar dalam arteri renalis akan menyebabkan lebih banya cairan yang disaring sehingga air dan garam yang dikeluarkan dari tubuh juga meningkat (Guyton, 1997). Berdasarkan penelitian eksperimental, mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada hiperurisemia adalah hiperurisemia menyebabkan vasokonstriksi renal akibat penurunan kadar endothelial nitric oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal dan mengaktifkan sistem renin angiotensin-aldosteron. (Heinig et al., 2006; Feig et al., 2008). Lebih jauh lagi hiperurisemia akan menyebabkan perubahan mikrovaskuler pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis pada hipertensi esensial. Hal ini disebabkan karena proliferasi sel otot polos vaskuler, inflamasi dan stress oksidatif. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah dikoreksi dan diberikan diet rendah garam (Heinig et al. 2006; Feig et al., 2008). Asam urat diketahui dapat merangsang produksi sitokin dari leukosit dan kemokin dari otot polos pembuluh darah, merangsang perlekatan granulosit pada endotelium, adesi platelet dan pelepasan radikal bebas peroksida dan superoksida serta memicu stres oksidatif. Dari sini diduga terdapat peranan potensial AU atau xantin oksidase bagi terjadinya disfungsi endotel dan dalam memediasi respon inflamasi sistemik yang akhirnya bermuara pada cardiovascular events (Wisesa & Suastika, 2009). Kekurangan dalam tehnik menyingkirkan beberapa kriteria ekslusi merupakan keterbatasan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui adanya penyakit ginjal, penyakit jantung dan stroke, serta scoring untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien (untuk mengetahui pasien dalam

keadaan tenang atau tidak) dilakukan secara subyektif dan tidak disingkirkan dengan pemeriksaan standar. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki hal tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 subyek dengan hiperurisemia di Poli Penyakit dalam RSUP NTB pada bulan Juni-September 2010, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar asam urat serum dengan tekanan darah dengan kekuatan hubungan sedang. 2. Sebanyak 46,7% pasien dengan Hiperursemia memiliki tekanan darah sistolik pada hipertensi stadium I klasifikasi JNC VII, sebanyak 33,3% pasien dengan hiperurisemia memiliki tekanan darah diastolik pada hipertensi stadium I dan sebanyak 33,3% pada hipertensi stadium II. 3. Semakin tinggi kadar asam urat serum, kemungkinan pasien untuk mengalami peningkatan tekanan darah menjadi semakin besar. SARAN 1. Sebaiknya pemeriksaan kadar asam urat serum dilakukan secara rutin sebagai salah satu item untuk memantau kondisi kardiovaskuler pasien, di samping pengukuran tekanan darah rutin. 2. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala lebih besar untuk mengetahui prevalensi hiperurisemia di NTB.

DAFTAR PUSTAKA

Conen et al. 2004. Research Article : Prevalence of hyperuricemia and relation of serum uric acid with cardiovascular risk factors in a developing country. BMC Public Health 2004, 4:9 (Full Text). Available from : http://www.biomedcentral.com/1471-2458/4/9 (Accessed : 2010, August 8) Fan et al. 2009. Prevalence and associated risk factors of hyperuricemia in rural hypertensive patients (Article in Chinese). Zhonghua Yi Xue Za Zhi. 2009 Oct 20;89(38):2667-70. (Full Text) Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20137264 (Accessed : 2010, September 30) Feig et al. Copyright 2006. Serum Uric Acid: A Risk Factor and a Target for Treatment? J Am Soc Nephrol 17: S69S73, 2006. (PDF) Feig et al. 2008. Uric Acid and Cardiovascular Risk. N Engl J Med 2008; 359: 1181-21. (PDF). Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Terjemahan HM Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Setiawan, I., dkk., Trans.). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 1996). Hediger MA, Johnson RJ, Miyazaki H, Endou H. 2005. Molecular physiology of urate transport. J Physiol 2005; 20: 125-133. Heinig et al. 2006. Role of uric acid in hypertension, renal disease and metabolic syndrome. Cleveland clinic journal of medicine 2006; 73(12): 1059-1064.(PDF) Jhonson et al. 2003. Is there a Pathogenic Role for Uric Acid in Hypertension and Cardiovascular and renal Disease?. Hypertension.2003;41:1183.(Full Text) Available from : http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/41/6/1183 (Accessed : 2009, December 21)

JNC 7 Express. 2003. Prevention Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Sevices. USA. Kasjmir, Yoga. 2009. Hiperurisemia. Sub Bagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Available from: http://www.irwanashari.com/2009/03/hiperurisemia.html (Accessed : 2009, December 16) Sundstrm et al. 2005. Relation Between Serum Uric Acid to Longitudinal Blood Pressure and Hypertension Incidence. Hypertension. 2005.;45;28-33. (Full text) Available from: http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/45/1/28 (Accessed : 2009, December 21) Ouppatham et al. 2008. The relationship of hyperuricemia and blood pressure in the Thai army population. Journal of Postgraduate Medicine.2008. Volume : 54.Issue : 4. Page : 259262. (Full Text) Available from : http://www.jpgmonline.com/article.asp (Accessed : 2010, October 11) Wisesa dan Suastika, 2009. Hubungan Antara Konsentrasi Asam Urat Serum Dengan Resistensi Insulin Pada Penduduk Suku Bali Asli Di Dusun Tenganan Pegringsingan Karangasem. Jurnal Ilmu Penyakit Dalam Volume 10;2:110-123.

You might also like