You are on page 1of 69

BAB 1 PENDAHULUAN Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia, pertambangan, dan bangunan, mengandung

resiko berupa bahaya terhadap keselamatan kerja. Resiko tersebut juga terdapat padalangkah kehidupan yang lain, seperti halnya bepergian dengan kendaraan bermotor, mendaki gunung, dan bahkan tidakbekerja atau tinggal dirumah sekalipun. Resiko bahaya tersebut hanya terwujud menjadi kenyataan sebagai akibat kecelakaan, keteledoran, dan sebab lain diluar kemampuan manusia. Adalah suatu kearifan bagi manusia untuk mempelajari setiap kemungkinan untuk mempelajari setiap kemungkinan bahaya dalam pekerjaan agar mampu mengendalikan bahaya serta mengurangi resiko sekecil-kecilnya. Kemampuan manusia untuk mengendalikan bahaya seperti bahaya racun pestisida, zat radioaktif atau bahaya kebakaran gas alam cair, memungkinkan manusia memanfaatkan bahan-bahan tersebut dengan aman. Demikian pula bekerja dalam laboratorium kimia, tak lepas dari kemungkinan bahaya dari berbagai jenis bahan kimia. Pemahaman mengenai berbagai aspek bahaya dalam laboratorium, memungkinkan para pekerja dalam menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja. LABORATORIUM KIMIA Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian, pelayanan dan uji mutu atau quality. Berbagai jenis laboratorium kimia telah banyak dimiliki oleh perguruan tinggi maupun sekolah lanjutan atas, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya berbedapula desain, fasilitas, teknik dan penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya.

KESELAMATAN KERJA DALAM LABORATORIUM KIMIA Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para pekerjanya. Aman terhadap setiap kemungkinan kecelakaan fatal maupun dakit atau gangguan kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman, bebas dari rasa khawatir akan kecelakaan dan keracunan, seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien. Keadaan aman dalam laboratorium, dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pekerja atau kelompok pekerja untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan kerja dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang lain serta lingkungan. Ini adalah tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja, yang memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan. Selain itu, disiplin setiap individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja. Kedua faktor penting tersebut bergantung pada faktor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium. SEBAB-SEBAB KECELAKAAN Berdasarkan pengalaman baik di dalam laboratorium maupun dalam industri kimia, penyebab dari kecelakaan atau sakit akibat kerja berturut-turut adalah : sikap dan tingkah laku para pekerja; keadaan yang tidak aman; dan kurangnya pengawasan dari pihak pengawas (supervisor). Sikap dan Tingkah Laku Para Pekerja Sikap dan tingkah laku para pekerja yang lalai, menganggap remeh setiap kemungkinan bahaya dan enggan memakai alat pelindung diri, menempati urutan pertama sebagai penyebab kecelakaan. Sikap dan tingkah laku demikian sering dimiliki oleh para pekerja yang belum banyak pengalaman didalam laboratorium. Dalam dunia pendidikan, hal demikian sering terjadi pada praktikum-praktikummahasiswa tingkat pertama dan kedua bahkan mungkin pula pada tingkat yang lebih tinggi. Keadaan yang Tidak Aman Keadaan yang tidak aman dapat diakibatkan oleh bahan, alat, dan teknik. Bekerja dengan gas hidrogen sulfida, asam sianida atau metal isosianat, adalah contoh keadaan yang tidak aman karena bahan tersebut sewaktu-waktu dapat menimbulkan pencemaran

ruangan kerja atau lingkungan. Keadaan menjadi lebih tidak aman seandainya alat ventilasi ruangan, almari asam atau sistim pengaman gas (scrubber) tidak bekerja dengan baik. Kesalahan teknik juga merupakan suatu keadaan tidak aman. Seperti pemanasan eter atau aseton dengan api terbuka atau melakukan reaksi kimia eksotermis tanpa pendinginan. Pengawas (Supervisor) Pengawas juga memegang peranan penting. Prosedur dan cara kerja perlu diberikan oleh pengawas secara jelas dan sempurna sebelum dikerjakan oleh para pelaksana. Juga sangat penting pengetahuan pengawas untuk mengetahui setiap kemungkinan (mengantisipasi) bahaya yang timbul dari suatu bahan dan percobaan kimia. Kadangkala seorang pekerja tahu akan bahaya dan tahu pula keharusan memakai alat pelindung diri, tetapi sangat sering dirasakan bahwa memakai alat pelindung banyak menghalangi keleluasaan bergerak sehingga cenderung untuk tidak memakainya. Kalau hal itu tidak mendapat perhatian dari pihak pengawas, dapat pula menimbulkan kecelakaan atau gangguan kesehatan.

JENIS BAHAYA DAN KECELAKAAN DALAM LABORATORIUM Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium kimia adalah : Keracunan Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih sering terjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus. Iritasi Iritasi sebagai akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asam klorida, natrium hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata. Kebakaran dan Luka Bakar Kebakaran dan luka baker sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut organikyang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan sebagainya. Hal yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat. Luka Kulit Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi pada tangan atau mata karena pecahan kaca. Bahaya lainnya Seperti sengatan listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran lingkungan. Jadi jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi bahaya, tetapi potensi bahaya apapun sebenarnya dapat dikendalikan sehingga tidak menimbulkan kerugian. Suatu contoh, bahan bakar bensin dan gas cair mempunyaipotensi bahaya

kebakaran yang amat besar. Tetapi dengan penanganan dan pengendalian yang baik, transportasi jutaan ton setiap hari adalah hal biasa. Demikian pula dalam produksi dan penggunaan pestisida yang mempunyai potensi racun, hanya menimbulkan malapetaka apabila salah penanganan atau karena kecerobohan. SUMBER-SUMBER BAHAYA DALAM LABORATORIUM KIMIA Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni : 1. Bahan-bahan kimia yang berbahaya Yang perlu kita kenal jenis, sifat, cara penanganan, dan cara penyimpanannya. Contohnya: bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif, dan sebagainya. 2. Teknik percobaan Yang meliputi pencampuran bahan distilasi, ekstraksi, reaksi kimia, dan sebagainya. 3. Sarana laboratorium Yakni gas, listrik, air, dan sebagainya. Ketiga sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensibahaya terletak pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber beserta keterkaitannya perlu dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan setiap kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi sehingga mampu mencegah atau menghindarinya. Selain itu, perlu pula dipahami tentang alat pelindung diri serta cara penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.

BAB 2 BAHANBAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN CARA PENANGANANNYA Kemungkinanan penggunaan bahanbahan kimia bebahaya dalam laboratorium cukup banyak.Hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis reagen kimia yang dipakai.Meskipun kadang kala penggunaannya relatif lebih sedikit dari pada dalam industri.Suatu bahan kima dapat dikatakan berbahaya apabila termasuk salah satu atau lebih kategori dibawah.Untuk memudahkan cara mengenal dan menangani bahan kimia,dapat diakatagorikan sebagai berikut: BAHANBAHAN KIMIA BERACUN ATAU TOKSIK (TOXIC SUBTANCES) Pada dasarnya semua bahan kimia adalah beracun,tetapi bahayanya terhadap kesehatan sangat bergantung padajumlah zat tersebut yang masuk kedalam tubuh.Dalam dapur yang kita makan tiap hari adalah bahan kimia yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan.Tetapi,jika terlalu besar jumlah yang kita makan akan mmbahayakan kesehatan.Demikian juga dengan obat,apabila dosis tertentu. Dalam laboratorium, bahanbahan kimia dapat masuk kedalam tubuh melewati tiga saluran, yakni: 1. Melalui mulut atau tertelan, 2. Melalui kulit, 3. melalui pernapasan. Interaksi antara bahanbahan kimia dapat terjadi antara bahanbahan kimia yang bersifat elektrofilik seperti CCl4 dan CS2 denagan protein seperti enzim dan asam nukleat seperti DNA yang bersifat nukleofilik. Akibat interaksi tersebut, fungsi biologis dari selsel tubuh akan dapat terganggu. Misalnya CCl4 dan benzena dapat menimbulkan kerusakan pada hati; metal isosianat (metyl isocyanate = MIC) dapat menyebabkan kematian,dan kebutaan; senyawa merkuri (air raksa) dapat menimbulkan kelainan pada genetic atau keturunan; dan banyak senyawa organic yang mengandung cincin benzene,senyawa nikel krom dapat bersifat

karsinogenik atau penyebab penyakit kanker. Efek Akut dan Kronis Efek toksik bagi tubuh manusia dibagi dua yakni akut dan kronis.Efek akut adalah pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibat nya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu yang singkat Contoh: keracunan fenol dapat menyebabkan diare atau CO dapat menimbulkan hailing kesadaran atau kematian dalam waktu pendek (detik,menit,jam). Kronis adalah suatu akibat keracunan bahanbahan kimia dalam dosis kecil tetapi terusmenerus dan efeknya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Contoh: menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terklorinasi(seperti kloroform,karbon tetraklorida)dalam kadar rendah terus-menerus akan menimbulkan hati/lefer setelah beberapa tahun. Ukuran Toksisitas Toksisitas bahan kimia perlu diketahui oleh para pekerja laboratorium kimia untuk mengetahui derajat bahaya bahan tersebut dalam suatu percobaan. Pada hakikatnya suatu bahan kimia baru dapat dikatakan toksis apabila sudah ada bukti dan kenyataan. Bukti tersebut dapat diperoleh dari data percobaan pada berbagai jenis binatang seperti tikus, kera, anjing, dll. bukti atau kenyataan bahwa suatu zat berbahaya bagi manusia dapat diperoleh dari datadata epidemic. Suatu contoh keracunan metil raksa (methyl mecury) yang terjadi pada ribuan orang Iraq;keracunan air raksa di Jepang sebagai akibat ikan yang terkontaminasi air raksa;dan pekerja atau penduduk sekitar pabrik asbes di Amerika. Memang data-data epidemic tidak dapat dibantah, tetapi data-data tersebut baru dapat diperoleh setelah keracuna terjadi. Meskipun terdapat kesulitan dalam menentukan tingkat toksisitas, namun para ahli telah dapat mengemukakan konsep-konsep ukuran toksisitas. Dosis yang ternyata memberikan 7

jawab (respons) terhadap 50% binatang percobaan disebut effective dose atau ED. Kalau respon tersebut merupakan kematian,maka disebut letbal dose atau ED.

Tabel 2.2 NAB Bahan-Bahan Kimia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Nama Bahan Air Raksa Amoniak Anilin Asam Bromida Asam Klorida Asam Fluorida Asam Formiat Asam Nitrat Asam Sianida Asam Sulfat Asam Sulfida Asbes Aseton Benzene Benzyl Klorida Brom DDT Dioksan Eti Asetat Etil Eter Fenol NAB (ppm) 25 2 3C 5 3C 5 2 10 C 10 750 10 1 0.1 25 400 400 5 NAB (mg/m3) 0.05 18 10 10 C 7 2.5 C 9 5 10 C 1 14 5 serat/cm3 Panjang 5 m 1780 30 5 0.7 1 180 1400 1200 19

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Fluor Formaldehida Heksana Iodine Cadmium (uap, debu) Karbon Dioksida Karbon Disulfida Karbon Monoksida Karbon Tetraklorida Klor Kloroform Methanol Nitrobenzene Nitrogen Dioksida Ozon Sulfur Dioksida Timbale (uap, debu) Timbale Tetraetil Vinil Klorida

1 1 100 0.1 C 5000 10 50 5 1 10 200 1 3 0.1 2 5

2 1.5 360 1C 0.05 9000 30 55 30 3 50 260 5 6 0.2 5 0.15 0.1 10

Keterangan: ppm C = bagian dalam 1 juta (volume). = batas konsentrasi tertinggi dalam udara tempat kerja.

Daftar di atas diambil dari: Threshold Limit Values and Biological Exposure Indices for 1986-1987 American Conference of Governmental Industrial Hygienists. Keterpaan bahan-bahan kimia beracun dalam laboratorium berkemungkinan lebih pendek waktunya daripada dalam industry. Tetapi jumlah jenis bahan kimia yang dipakai 9

dalam laboratorium lebih banyak dan banyak pula yang belum diketahui sifat-sifatnya. Oleh karena itu, amat diperlukan informasi tentang Nilai Ambang Batas (NAB) atau threshold limit values (TLV) dari gas, uap, dan debu yang dikeluarkan setiap tahun oleh American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH). Daftar tersebut telah banyak diterima dan merupakan pegangan di banyak Negara. NAB dari suatu zat dapat berubah setiap tahun, bergantung pada perkembangan dari percobaan test toksisitas. Menghadapi ketidaktentuan dalam hal toksisitas di atas, justru kita harus lebih berhati-hati dalam penanganan bahan kimiatoksik. Penggunaan pelarut atau reagenreagen yang toksik diusahakan untuk diganti bila mungkin. Suatu contoh, benzene sebagai pelarut diusahakan diganti dengan toluene yang kurang toksi. Dalam hal toksisitas suatu zat tidak diketahui, perlu diadakan perkiraan, terutama dari struktur molekul. Senyawa dari gugus amino, nitro, dan gugus halogen reaktif perlu dicurigai akan kemungkinan bahayanya. Apabila ada kemungkinan bahan-bahan yang dipakai akan menimbulkan pencemaran udara kerja, maka sebaiknya percobaan-percobaan dilakukan dalam almari asam. Demikian pula dengan ventilasi ruangan kerja perlu diperhatiakan, agar ruangan tidak lembab dan tercemar oleh gas-gas berbahaya. Makan dan minum dalam laboratorium perlu dihindarkan untuk mencegah kontaminasi. Selain itu, sebagai usaha terakhir, bekerja dengan bahan-bahan kimia toksik harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai. Pelindungan pernafasan (masker), sarung tangan (gloves), dan kaca mata pelindung harus digunakan, meskipun kurangenak dipakainya, tetapi jelas akan lebih aman. Perlu diingat kembali, usaha pencegahan di atas lebih dititikberatkan pada pencegahan tidak hanya akibat-akibat fatal, tetapi lebih banyak uasaha menjaga kesehatan dalam jangka panjang atau menghindari akibat kronis.

BAHAN KIMIA KOROSIF/IRITANT (CORROSIVE SUBSTANCES) Dalam laboratorium, bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asam klorida, dan asam nitrat, dapat kita kenal karena dapat merusak berbagai macam peralatan dari logam. Bahan-bahan tersebut bila kena kulit juga menimbulkan kerusakan berupa rangsangan atau iritasi, dan peradangan kulit. Oleh karena itu, bahan kimia korosif dapat pula disebut irritant. Selain kulit, bagian tubuh yang lembab, atau berlendir seperti mata dan saluran pernafasan merupakan bagian tubuh yang rawan. Pengaruh bahan kimia korosif amat bergantung pada keadaan fisik dan kelarutan zat dalam permukaaan bagian tubuh yang terkena. Akibat yang ditimbulkannya dapat berupa efek setempat (primer) dan efek sistematik (sekunder). Suatu contoh, asam sulfat dan asam trikloroasetat (TCA) dapat menimbulkan luka setempat, sedangkan asam sulfide dapat menimbulakan efek sistematik yakni tidak hanya peradangan pada saluran pernafasan tetapi juga sampai pada paru-paru. Bahan kimia korosif dapat dikelompokkan sesuai wujud zat, yakni cair, padat,dan gas yang akan dibahas lebih lanjut. Bahan Korosif Cair Dapat menimbulkan iritasi setempat sebagai akibat reaksi langsung dengan kulit, proses pelarutan atau denaturasi protein pada kulit atau akibat ganguan kesetimbangan membrane dan tekanan osmosa pada kulit. Pengaruh iritasi akan bergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak dengan kulit. Asam sulfat pekat dapat menimbulkan luka yang sukar dipulihkan, contoh bahan korosif cair adalah: Asam mineral: HNO3 H2SO4 HCl HF H3PO4

Asam nitrat Asam sulfat Asam klorida Asam fluoride Asam posfat

11

Asam organic: HCOOH CH3COOH CH2ClCOOH

Asam formiat Asam asetat Asam monokloroasetat

Pelarut organic:

Petroleum hidrokarbon Karbon disulfida Terpentin

Bahaya bahan kimia korosif dapat dihindari dengan menghindarkan kontak dengan tubuh. Alat proteksi seperti sarung tangan, kaca mata pelindung, dan pelindung muka perlu dipakai untuk menangani bahan kimia korosi. Pada suhu kamar, bahan-bahan korosif dapat pula mengeluarkan uap yang korosif/irritant pula, sehingga pelindung pernafasan (masker) perlu pula digunakan. Pertolongan pertama selalu dilakukan dengan menyemprot atau mencuci dengan air yang cukup banyak pada bagian yang terkena, sebelum dibawa ke dokter. Bahan Kimia Korosif Padat Iritasi yang ditimbulkan oleh zat padat korosif amat bergantung pada kelarutan zat pada kulit yang lembab. Sifat korosif dan panas yang ditimbulkan akibat proses pelarutan adalah penyebab iritasi. Meskipun zat padat korosif kurang berbahaya dibandingkan bentuk cair, tetapi larutan pekat dan disperse zat padat dalam cair (slury) mempunyai bahaya yag lebih besar. Demikian juga zat tersebut dalam bentukdebu halus. Contoh zat padat korosif sebagai berikut:

Sifat Basa

Zat Natrium Hidroksida Kalium hidroksida Natrium silikat Ammonium karbonat Kalsium oksida/hidroksida Kalsium karbida Kalsium sianida

Rumus Molekul NaOH KOH Na2O.xSiO2 (NH4)2CO3 CaO, Ca(OH)2 CaC2 Ca(CN)2 CCl3COOH C6H5OH Na K P AgNO3

Asam Lain-lain

Trikloroasetat Fenol Natrium Kalium Posfor Perak nitrat

Cara penanganan bahan kimia korosif padat mirip dengan bentuk cairnya, yakni mencegah kontak dengan bahan dengan cara memakai pelindung diri (sarung tangan, kaca mata, dan sebagainya). Demikian pula cara pertolongan pertama, yakni dengan pencucian memakaim air sebanyak mungkin atau bila perlu dengan air sabun. Bahan Korosif Bentuk Gas Bentuk gas, merupakan yang paling berbahaya dibandingkan dengan bentuk padat dan cair karena yang diserang adalah saluran pernafasan. Kelarutan gas dalam permukaan saluran yang lembab atau lendir menentukan bahaya gas tersebut disamping jenis zat. Suatu contoh, gas ammonia bila terhisap, akan menyebabkan pembengkakan pada bagian atas saluran pernafasan yang mungkin dapat menibulkan kematian. Tetapi kalau keterpaan (exposure) terhadap ammonia tidak terlalu lama, penderita dapat segera sembuh karena saluran pernafasan bagian dalam tidak terganggu. Hal ini berbeda dengan fosgen, yang meskipun sedikit dapat menimbulkan iritasi, tetapi dapat menyebabkan 13

kecelakaan fatal karena dapat merusak sel udara (alveoli) dalam paru-paru. Gas klor mempunyai sifat bahaya di antara ammonia dan fosgen. Jenis gas iritan dapat digolongkan pada besar kecilnya kelarutan yang juga menetukan daerah serangan pada alat pernafasan. Golongan tersebut adalah sebagai berikut: Amat larut, dengan daerah serangan pada bagian atas saluran pernafasan: Ammonia Asam klorida Asam fluoride Formalhida Asam asetat Sulfurklorida Tionil klorida Sulfuril klorida NH3 HCl HF HCHO CH3COOH S2Cl2 SOCl2 SO2Cl2

Kelarutan sedang, efek pada saluran pernafasan bagian atas dan yang lebih dalam (Bronchin): Belerang oksida Klor Brom Arsen triklorida Posfor triklorida Posfor penta klorida SO2 Cl2 Br2 AsCl3 PCl3 PCl5

Kelarutan kecil, tetapi efeknya pada alat pernafasan bagian dalam: Ozon Nitrogen oksida Fosgen O3 NO2 COCl2

Lain-lain, efek iritasi oleh mekanisme bukan pelarutan: Akrolein Diklorometilsulfida Diklorometileter Kloropikrin Dimetilsulfat CH2CHCHO S(CH2CH2Cl)2 O(CH2Cl)2 CCl3NO2 (CH3)2SO4

Kelompok terakhir merupakan keanehan bila dibandingkan dengan tiga kelompok sebelumnya. Contoh, akrolein dan dimetilsulfat sedikit larut dalam air, tetapi ternyata amat irritant terhadap mata dan saluran pernafasan bagian atas. Karena sifatnya yang aneh, penanganan kelompok terakhir di atas harus berhati-hati. Secara umum untuk menghindari irtasi gas-gas tersebut, pemakaian alat pelindung pernafasan (masker) adalah mutlak perlu di samping alat proteksi mata dan kulit. Ventilasi amat diperlukan untuk menjaga agar konsentrasi gas dalam ruangan kerja tetap rendah.

15

BAHAN KIMIA MUDAH TERBAKAR (FLAMMABLE SUBSTANCE) Meskipun kebakaran tidak hanya terjadi dalam laboratorium kimia, mempunyai kemungkinan besar untuk terjadainya kebakaran. Hal ini disebabkan selain adanya penggunaan listrik dan pemanas lain, juga banyaknya dipakai bahan kimia yang mudah terbakar atau menimbulkan kepanikan dan kecelakaan, sering terjadi dalm laboratorium kimia. Untuk dapat menghindari terjadinya kebakaran yang bukan mustahil dapat menimbulkan kerugian besar, perlu kiranya dapat dihayati proses terjadinya kebakaran, bahan kimia mudah terbakar, dan cara penggulangan kebakaran. Proses Kebakaran atau Terjadinya Api Banyak kemungkinan pekerjaan dan percobaan laboratorium yang dapat menimbulkan kebakaran. Beberapa kemungkinan tersebut kadang kala dapat diperkirakan, kalau kita dapat memahami teori terjadinya api yang disebut segi tiga api. Dalam teori ini disebutkan bahwa api atau kebakaran dapat terjadi bila ada tiga unsure, yakni (lihat Gambar 2.1).

Ada bahan yang mudah terbakar dengan oksigen, tetapi apabila suhu tidak cukup tinggi, maka api atau proses kebakaran tidak akan terjadi. Demikian pula ada bahan dan panas, tetapi bila oksigen tidak cukup, api pun tidak akan terjadi. Dengan demikian, usaha untuk menghindarkan salah satu dari ketiga unsure tersebut di atas. Dalam laboratorium, udara mengandung cukup banyak oksigen. Jadi, tidak dapat ditiadakan. Maka untuk menghindarkan kebakaran, persoalannya adalah menghindarkan adanya pertemuan antara sumber panas/penyalaan dan bahan mudah terbakar. Sumber

penyalaan dapat ditimbulkan dari api terbuka (besar atau kecil), logam bersuhu tinggi (permukaan pemanasan, furnace, oven), reaksi kimia eksotermik, loncatan listrik, dan sebagainya. Sedangkan bahan kimia yang mudah terbakar, banyak terdapat dalam laboratorium yang perlu dikenal lebih lanjut. Jenis-Jenis Bahan Kimia Mudah Terbakar Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar dalam laboratorium dapat digolongkan menjadi tiga golongan yakni: a) Padat : belerang, posfor merah dan kuning, hidrida logam, logam alkali, dan lain-lain. b) Cair : eter, alcohol, methanol, n-heksan, benzene, aseton, pentane, dan

sebagainya. c) Gas : hydrogen, asetilen, dan sebagainya.

Pada umunya, zat cair lebih mudah terbakar daripada zat padat, dan zat gas lebih mudah terbakar daripada zat cair, tetapi zat padat berupa bubuk halus lebih mudah terbakar daripada zat cair atu mudah terbakar seperti gas. Diantara ketiga jenis di atas, golongan cair adalah yang paling banyak terdapat dalam laboratorium berupa pelarutpelarut organic. Pelarut Organik Pelarut organic seperti eter, alcohol, aseton, benzene, dan heksana sering dipakai dalam analisis kimia dan proses ekstraksi. Pelarut-pelarut tersebut mempunyai banyak kemungkinan bahaya kebakaran, karena zat-zat tersebut dapat menghasilkan uap yang dalam perbandingan tertentu dengan udara dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik. Pengalaman menunjukkan bahwa uap pelarut organic dapat berdifusi sejauh tiga meter menuju titik api, atau seolah-olah kita lihat api dapat menyambar pelarut organic pada jarak tertentu. Juga dapat terjadi pelarut organic pada suhu tertentu dapat terbakar dengan sendirinya (auto-ignition), meskipun tidan ada sumber api. Untuk dapat mengetahui kelakuan pelarut organic terhadap proses kebakaran, perlu diketahui pula beberapa sifat pelarut organic yang menentukan mudah tidaknya terbakar, yakni: 17

Titik nyala (flash point), adalah suhu dimana suatu cairan menghasilkan uap yang dapt membentuk campuran dengan udara yang dapat dibakar pada permukaan cairan. Cairan dengan titik nyala dibawah 60C (140F) disebut mudah terbakar (flammable liquid), seperti eter, aseton, benzene, dan sebagainya. Suhu bakar (ignition temperature), adalah suhu minimum suatu zat yang diperlukan agar zat tersebut dapat terbakar tanpa bantuan dari luar. Beberapa pelarut organic mempunyai suhu bakar yang lebih rendah daripada suhu api atau nyala. Eter dan karbon disulfide mempunyai suhu bakar yang rendah, yakni 180C dan 100C. ini berarti eter dan karbon dapat terbakar dengan sendirinya pada suhu 180C dan 100C, meskipun tidak ada nyala api dari luar. Daerah konsentrasi mudah terbakar (flammable range), adalah daerah konsentrasi dimana di bawah dan di atas tersebut, uap tidak dapat dibakar. Semakin lebar daerah konsentrasi tersebut semakin besar kemungkinan bahaya untuk terbakar. Titik didih, adalah suhu dimana tekanan uap zat tersebut sama dengan tekanan luar. Semakin rendah titik didih suatau pelarut organic semakin banyak uap yang dihasilkan di atas permukaannya, sehingga semakin besar kemungkinan dapat terbakar. Berat jenis uap relative terhadap udara, menentukan kecenderungan gerakan uap dalam udara. Berat jenis uap yang lebih berat daripada udara, menunjukan kecenderungan uap berada di bawah. Sedangkan berat jenis lebih kecil daripada udara akan mengakibatkan uap selalu bergerak di atas. Berat jenis cairan relative terhadap air, menunjukkan dapat tidaknya kebakaran pelarut tersebut dapat disiram dengan air. Pelarut organic dengan berat jenis lebih besar daipada air, dapat disiram dengan air bila terjadi kebakaran. Sebaliknya, bila berat jenis cair organic lebih kecil daripada air, justru akan merata dan bertambah besar api kebakaran bila disiram dengan air (kecuali bila pelarut organic tersebut larut dalam air).

Untuk mengetahui pentingnya criteria di atas, Tabel 2.3 memberikan contoh beberapa pelarut organic dengan sifat-sifat fisikanya. Table tersebut menunjukan bahwa etil eter dan karbon disulfide adalah pelarut yang amat mudah terbakar, tidak hanya karena titik didih yang rendah tetapi juga mempunyai flammable limit yang lebar. Selain itu, karbon disulfide dapat terbakar dengan sendirinya hanya pada suhu 100C (ignition temperature). Selanjutnya, perlu kita waspada terhadap pelarut organic yang mudah terbakar lainnya dan sering pula menimbulkan kebakaran yakni aseton, methanol, etanol, heksan, benzene, dan petroleum eter.

Table 2.3 Cairan Organic Mudah Terbakar No Pelarut Daerah kons(%) mudah terbakar 1 Aseton 3-13 Titik didih C 56 -18 538 Titik nyala C Titik bakar C BJ caira n BJ uap*

0.79

2 . 0 2 .

Benzene

1.4-8

80

-11

562

0.88

19

8 3 Bensin 1.4-7.6 38-204 -43 280-456 0.8 3 . 0 4 1 . 5 9 2 . 5 5 2 . 9 7 3 . 4 5 2 . 6 1 . 1 2 . 5 4 . 5 3

Etil alcohol

3.3-19

79

12

423

0.79

Etil eter

1.85-48

34

-45

180

0.71

Heksana

1.1-7.5

68

-22

261

0.66

Heptana (n)

1.2-6.7

98

-4

223

0.68

Karbon disulfida 1-44

46

-30

100

1.26

Methanol

6-36.5

65

12

464

0.79

10

Metal etil keton

2-10

80

-7

515

0.81

11

Minyak tanah

0.7-5

120-300

38-66

229

0.81

12

Oktana

1.0-4.6

125

13

220

0.70

. 8 6 13 Pentane 1.4-8 36 -49 309 0.63 2 . 4 8 2 . 5 0 3 . 1

14

Petroleum eter

1-6

30-60

-57

288

0.6

15

Toluene

1.4-6.7

111

4.4

536

0.87

*) Relative terhadap udara. Jenis-jenis Kebakaran Sesuai dengan bahan yang terbakar, kebakaran dapat dibedakan dalam beberapa jenis yakni: Kelas A: kebakaran kertas, kayu, karet, plastic, dan sebagianya. Kelas B: kebakaran pelarut organic seperti etanol, benzene, aseton, heksan, eter, dan sebagainya. Kelas C: kebaran instalasi listrik seperti trafo dan peralatan listrik. Kelas D: kebaran logam-logam alkali seperti kalium dan natrium. Pembagian jenis api tersebut penting untuk mengetahui cara penanggulangannya (lihat Bab 6).

21

BAHAN

KIMIA

MUDAH

MELEDAK/EKSPLOSIF

(EKSPLOSIVE

SUBSTANCES) Bahan-bahan kimia reaktif atau tidak stabil dapat mudah meledak atau eksplosif. Peledakan terjadi karena terjadi reaksi amat cepat yang menghasilkan panas dan gas dalam jumlah besar. Reaksi eksplosif demikian selain banyak menimbulkan kerusakan karena tenaga amat besar, tetapi juga disertai kebakaran. Dalam laboratorium maupun industry kimia, peledakan adalah kecelakaan yang sering terjadi dan menimbulkan banyak korban dan kerugian harta. Kemungkinan adanya reaksi eksplosif dapat diperkirakan dari dua aspek yakni: 1.Reaksi Kesetimbangan dengan oksigen Adalah selisih antara jumlah oksigen dalam system (senyawa atau campuran) dengan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi secara sempurna menjadi gas CO2 dan H2O.Ada tiga kemungkinan sifat tersebut,yakni : a. Kesetimbangan negatif,yakni suatu reaksi eksplosif yang terjadi karena adanya oksigen seperti contoh : C2H4O3 + 3 O 2 CO2 + 2 H2O ( P asam asetat ) Ini berarti bahwa zat p-asam asetat akan meledak bila ada oksidator, senyawa seperti etanol, asetildehida, aseton, dan asam asetat juga akan meledak bila dicampur dengan H2O2. Suhu penyimpanan: semakin tinggi suhu semakin mudah terjadi reaksi eksplosif. Benturan,gesekan mekanik: dapat menimbulkan pemanasan local yang eksplosif.Hal ini dapat terjadi pada saat proses pencampuran, penggerusan, dan pengangkutan. Kelembaban: kelembaban yang tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan adsorpsi air yang memudahkan reaksi kimia terjadi. Dengan sendirinya tempat penyimpanan harus bebas dari atap yang bocor di waktu hujan.Listrik: yang mungkin dapat memberikan pemanasan dan atau loncatan api. Pengaruh bahan kimia lain dalam penyimpanan. Bahan kimia reduuktor akan berbahaya bila dicampur atau berdekatan dengan bahan oksidator

yang tidak stabil. Bahan Kimia Oksidator ( Oxidising Agents ) Bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang dapat menghasilkan oksigen dalam penguraian atau reaksinya dengan senyawa lain. Bahan tersebut juga bersifat reaktif dan eksplosif serta sering menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat bahan oksidator sukar dipadamkan karena mampu menghasilkan oksigen sendiri. Bahan kimia oksidator dapat dibedakan dua jenis yakni: 1) Oksidator anorganik,seperti: -permanganat -perklorat -dikromat -hidrogen peroksida -periodat -persulfat Bahan-bahan tersebut banyak dipakai dalam analisis kimia sebagai reagen. 2) Peroksida organik -benzil peroksida -asetil peroksida -eter oksida

b. Kesetimbangan nol, artinya bahwa jumlah oksigen pereaksi dan hasil reaksi sama adalah sama, seperti reaksi : CH2O3 (asam performiat) CO2 + H2O 23

(NH4)2Cr207 Cr2O3 + H2O + N2 Ini berarti bahwa reaksi eksplosif dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada bantuan oksigen dari luar. c. Kesetimbangan positif, yakni suatu reaksi yang cenderung melepaskan oksigen, seperti: NH4NO3 2H2O + N2 + O Senyawa ammonium nitrat atau gliseralnitrat menjadi eksplosif bila ada reduktor yang dapat menyerap oksigen. Faktor faktor penyebab eksplosif Penanganan bahanbahan tidak stabil di atas harus berhati-hati, karena ada beberapa factor yang amat berpengaruh pada proses terjadinya ledakan, yakni: -Asam perasetat Zat zat tersebut banyak dipakai dalam sintesis organik. Oksidator Tersembunyi Dalam laboratorium kimia, mungkin kita sering menghadapi bahan oksidator yang jelas seperti asam perklorat yang masih tetap kita pakai dalam analisis kimia, dimana kita harus selalu waspada. Tetapi kadang kala kita menghadapi zat oksidator yang tersembunyi, seperti: etil eter, isopropyl eter, dioksan, tetrahidrofuran, dan eter alifatik lain. Pelarut-pelarut di atas yang telah mengandung peroksida akan meledak hebat apabila pelarut tersebut didistilasi atau diuapkan.Hal ini disebabkan oleh peroksida hasil auto oksidasi adalah tidak mudah menguap, sehingga dalam residu didistilasi menjadi lebih pekat atau terkonsentrasi yang oleh factor panas akan meledak. Karena seringnya peledakan oleh peroksida tersembunyi di atas,beberapa cara penanganan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a) Tes KI sebelum didistilasi pelarut di atas. Tes dilakukan dengan menambah 1 ml larutan KI 10 % ditambah larutan kanji kedalam 10 ml contoh eter. Warna biru menunjukkan adanya peroksida yang perlu diambil. Pengambilan peroksida

dilakukan dengan mengocok eter dengan larutan FeSO4 (60 gr FeSO4 dalam 110 ml air + 6 ml H2SO4). Dan tes kembali sampai tak ada pengaduk udara. b) Didistilasi dilakukan tanpa pengaduk udara. Memakai pelindung muka pada saat distilasi pelarut organik.

c) Sebaiknya tidak memakai pelarut yang lama. d) Tidak menyimpan sisa-sisa pelarut yang lama. e) Menyimpan pelarut dalam botol cokelat untuk mengurangi proses oksidasi. f) Karena proses eksplosif selalu disertai dengan kebakaran, maka percobaanpercobaan dengan senyawa-senyawa eksplosif sebaiknya dilakukan dalam almari asam, memakai alat pelindung dan siap dengan pemadam kebakaran.

BAHAN

KIMIA

REAKTIF

TERHADAP

AIR

(WATER

REACTIVE

SUBSTANCES)

Bahanbahan reaktif terhadap asam adalah bahanbahan yang mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas, gas mudah terbakar, dan gas beracun. Logam logam alkali seperti: Na, K, dan Ca selain reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam. Oksidator seperti kalium klorat/perklorat, kalium permanganat dan asam kromat amat reaktif terhadap asam sulfat dan asam asetat. Zat zat beracun seperti NaCN atau KCN bereaksi dengan asam membentuk gas asam sianida yang amat beracun: NaCN + HCl NaCl + HCN

Demikian pula logam logam seperti Cu, Zn, dan Al reaksi terhadap asam nitrat

25

menghasilkan gas NO2 yang beracun: Cu + 4HNO3 Cu (NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O Dengan seandirinya zat zat diatas dalam penyimpanan harus dijauhkan dari asam asam.

GAS BERTEKANAN TINGGI (COMPRESSED GASES)

Gas bertekanan tinggi banyak dipakai dalam laboratorium baik sebagai reagen, bahan bakar, atau gas pembawa. Gas-gas tersebut disimpan dalam silinder dalam bentuk: a) Gas tekan seperti udara, hydrogen, dan klor. b) Gas cair: nitrogen dan ammonia. c) Gas terlarut dalam pelarut organik dibawah tekanan misalnya asetilen. Bahaya dari gas-gas bertekanan tersebut, selain bahaya, karena sifat gas tersebut (beracun, korosif, mudah terbakar), juga bahaya mekanik seperti meluncurnya gas akibat tekanan yang terlepas atau ledakan. Selain itu, cirri khas

Tabel 2.4 Gas gas bertekanan yang sering dipakai dalam laboratorium kimia Gas Kegunaan NAB ppm LFL - UFL (%)Bahaya Mudah Asetilen Amonia Argon Bahan bakar AAS 2.5-81 15-28 aspiksian Beracun,aspiksian Aspiksian terbakar,

Reagen, pelarut 50 Gas pembawa kromatografi gas -

Klor Hidrogen Helium

Reagen Hidrogenasi, gas Gas karier Kromatografi

1 500 0 5 50 3-100 4.0-75

Beracun, iritant korosif Mudah terbakar aspiksian Aspiksian Aspiksian Beracun, korosif Mudah terbakar Beracun

karbon-dioksida Gas penginert Nitrogen dioksida Etilen Oksida Bahan bakar AAS Sterilisasi Sintesis

Bahaya utama adalah kebocoran yang akan mengeluarkan banyak gas dalam waktu amat pendek. Di antara gasgas yang bertekanan yang sering dipakai dalam laboratorium seperti terlihat pada Table 2.4.Silinder gas-gas tersebut harus disimpan di tempat yang tidak terkena panas, terikat kuat, dan bebas dari kebocoran kran.

27

BAHAN KIMIA RADIOAKTIF (RADIOACTIVE SUBSTANCES)

Bahan kimia radioaktif adalah bahan kimia yang dapat memancarkan radiasi sinar alpha, beta, atau gamma. Zat-zat radioaktif banyak dipakai dalam laboratorium sebagai bahan untuk sintesis dan analisis. Dapat pula dipakai dalam pengobatan. Sinar gamma mempunyai energy dan daya lebih kuat daripada sinar alpha. Sinar-sinar radiasi tersebut dapat mengganggu atau merusak sel-sel tubuh. Keterpaan radiasi dapat terjadi akibat sumber radiasi di luar tubuh. Terutama untuk sumber sinar gamma amat berbahaya karena mempunyai daya tembus yang besar. Melindungi diri dengan penahan timbal, menjauhkan diri dari sumber radiasi serta mengurangi waktu keterpaan, merupakan cara untuk menghindarkan diri dari radiasi. Bahaya radiasi dapat pula berasal dari dalam tubuh. Hal ini terjadi karena masuknya zatzat radioaktif lewat paru-paru (berupa uap atau debu), mulut dan atau kulit.Dalam hal ini bahan pemancar radiasi alpha dan bheta adalah sudah cukup berbahaya, karena dapat beredar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau berakumulasi dalam organ-organ tertentu, bergantung pada jenis zat.

BAB III LABEL DAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA Penandaan atau pemberian label terhadap jenis-jenis bahan kimia diperlukan untuk dapat mengenal dengan sepat dan mudah sifat bahaya dari suatu bahan kimia. Pengenalan dengan label ini amat penting dalam penanganannya, transportasi dan penyimpanan bahan-bahan atau pergudangan. Cara penyimpanan bahan-bahan kimia memerlukan pengetahuan dasar akan sifat bahaya serta kemungkinan interaksi antarbahan serta kondisi yang mempengaruhinya. Tanpa memperhatikan semua faktor tersebut, dapat mengakibatkan: kebakaran, ledakan, keracunan, atau kombinasi di antara kemungkinan ketiga akibat tersebut. LABEL ATAU SIMBOL BAHAYA Label atau simbol bahaya bahan-bahan kimia serta cara penanganan secara umum dapat diberikan sebagai berikut: Bahaya : eksplosif pada kondisi tertentu (Gambar 3.1). Contoh : amonium nitrat, nitroselulosa. Keamanan : hindari benturan, gesekan, loncatan api, dan panas. Bahaya : oksidator dapat membakar bahan lain, atau penyebab kesulitan dalam 3.2) peroksida kalium perklorat. hindari panas serta bahan reduktor

penyebab timlbulnya api pemadaman api (Gambar Contoh: hidrogen Keamanan : mudah terbakar dan

Bahaya : mudah terbakar (Gambar 3.3), meliputi: (1) Zat terbakar langsung. Contoh : aluminium alkil posfor. 29

Keamanan : hindari campuran dengan udara. (2) Gas amat mudah terbakar. Contoh : butana, proparia Keamanan : hindari campuran dengan udara dan hindari sumber api. (3) Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila kena api atau uap (4) Cairan mudah terbakar Cairan dengan flash point dibawah 21oC Contoh : aseton dan benzene Keamanan : jauhkan dari api terbuka, sumber api dan loncatan api. Bahaya : toksi berbahaya bila atau kulit, dapat tertelan, dengan juga

bagi terisap, kontak dan Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida.

kesehatan

mematikan. Keamanan : hindari kontak atau masuk ke dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan Bahaya : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh (Gambar 3.5). Contoh: piridin Keamanan : hindari kontak dengan tubuh atau hindari penghirupan, segera berobat bila terkena bahan. Bahaya : korosif atau merusak jaringan atau tubuh manusia (Gambar 3.6). Costal: belerang dioksida dan klor. Keamanan : hindari kontaminasi pernapasan, kontak dengan kulit dan mata. Bahaya : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan (Gambar 3.7). Contoh : ammonia dan benzot. Keamanan : hindari kontaminasi udara pernafasan kontak dengan kulit dan mata.

SYARAT-SYARAT PENYIMPANAN BAHAN Mengingat bahwa sering terjadi kebakaran, ledakkan atau bocornya bahan-bahan kimia beracun dalam gudang, maka dalam penyinipanati bahan-bahan kimia beberapa kemungkinan di bawah Im periti diperhatikan. a. Pengaruh Panas/Api Kenaikan suhu akan menyebabkan reaksi atau perubahan kimia terjadi dan mempercepat reaksi. Juga percikan api berbahaya untuk bahan-bahan mudah terbakar. b. Pengaruh Kelembahan Zat-zat higroskopis mudah menyerap uap air dari udara dan reaksi hidrasi yang eksotermis akan menimbulkan pemanasan ruang. c. Interaksi dengan Wadah Bahan kimia dapat berinteraksi dengan wadahnya dan bocor. d. Interaksi Antarbahan Kemungkinan interaksi antarbahan dapat menimbulkan ledakan, kebakaran, atau timbulnya gas beracun. Dengan mempertlinbangkan faktor-faktor di atas, beberapa syarat penyimpanan bahan secara singkat adalah sebagat berikut: 1. Bahan Beracun Contoh: sianida, arsenida, dan posfor. Syarat penyimpanan: Ruangan dingin dan berventilasi. Jauh dari bahaya kebakaran Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan gloves. 2. Bahan Korosif Contoh: asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Merusak wadah dan bereaksi dengan 31

zat-zat beracun menghasilkan uap/gas beracun. Syarat penyimpanan: Ruangan dingin dan berventilasi. Wadah tertutup dan beretiket. Dipisahkan dari zat-zat beracun. 3. Bahan Mudah Terbakar Contoh: benzena, aseton, eter, heksan, dan sebagainya. Syarat penyimpanan: Suhu dingin dan berventilasi. Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok. Tersedia alas pemadam kebakaran. 4. Bahan Mudah Meledak Contoh: amonium nitrat, nitrogleserin, trinitrotoluene (TNT). Syarat penyimpanan: Ruangan dingin dan berventilasi. Jauhkan dari panas dan api. Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis. 5. Bahan Oksidator Contoh: perklorat, permanganat, peroksida orgarilk. Syarat penyimpanan: Suhu ruangan dingin dan berventilasi. Jauhkan dari sumber api dan panas termasuk loncatan api listrik din bara rokok. Jauhkan dari bahan-bahan cairan mullah terbakar atau reduktor. Catatan : Pemadam kebakaran kurang berguna karena zat oksidator dapat menghasilkan oksigen sendiri.

6. Bahan Reaktif terhadap Air Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida, dan sebagainya. Syarat penyimpanan: Suhu ruangan dingin, kering, dan berventilasi. Jauh dari sumber nyala api atau panas. Barigiman kedap air. Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, Halos, dry powder). 7. Rabid Reaktif terhadap Asam Contoh: natrium, hidrida, sianida. Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau beracun. Syarat Penyimpanan: Ruangan dingin dan berventilasi. Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam. Ruangan penyimpanan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk kantong-kantong hidrogen. Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, gloves, dan pakaian kerja. 8. Gas Bertekanan Contoh: gas N2, isetilen, H2, dan Cl2 dalam silinder. Syarat penyimpanan: Disimpan dalam kcadaan tegak berdiri dan terikat. Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari. Jauh dari api dan panas. Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub. Tabel 3.1 Bahan-bahan Kimia "incompatible" dan Menghasilkan Racun Bila Dicampur Kolom A Kolom B Bahaya yang timbul bila 33

dicampur (kolom C) Slanida Hipoklorit Nitrat Asam nitrat Nitrit Asida Senyawa arsenik Sulfida Asam Asam Asam sulfat Tembaga, logam berat Asam Asam Reduktor Asam Asam sianida Klor dan asam hipoklorit Nitrogen dioksida Nitrogen dioksida Asam nitrogen oksida Hidrogen asida Arsin Hidrogen sulfida

BAHAN-BAHAN KIMIA Seperti diuraikan sebelumnya, ada bahan-bahan kimia yang tak boleh dicampur dalam penyimpanannya seperti asam dengan bahan yang beracun, bahan mudah terbakar dari oksidator, dan sebagainya. Bahan-bahan demikian disebut incompatible dan harus disimpan secara terpisah. Contoh bahan-bahan demikian seperti pada Tabel 3. 1 . Zat pada kolom A bila kontak dengan zat pada kolom B akan menghasilkan gas racun (kolom C). Bahan-bahan kimia incompatible dalam tabel 3.2 berikut, bila besentuhan (kontak) akan menghasilkan reaksi yang hebat, kebakaran atau ledakan. Tabel 3.2 Bahan-bahan Reaktif yang bila Bercampur Menimbulkan Reaksi Hebat, Kebakaran dan atau ledakan. Bahan Kimia Amonum nitrat Hindarkan Kontak dengan: Asam klorat, nitrat, debu organik, pelarut organik mudah terbakar, dan bubuk logam Asam asetat Asam kromat, asam nitrat, perklorat, dan peroksida Karbon aktif Asam kromat Oksidator (klorat, perklorat, hipoklorat) Asam asetat, gliserin, alcohol, dan bahan kimia mudah terbakar

Cairan mudah terbakar

Ammonium nitrat, asam kromat, hydrogen, peroksidadan asam nitrat

Hidrokarbon (butane, benzene, Flour, klor, asam kromat, dan peroksida benzin, terpentin) Kalium klorat/perklorat Kalium permanganate Asam sulfat dan asam lainnya Gliserin, etilen glikol, asam sulfat

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk zat-zat tertentu. Eter, parafin cair dan olefin membentuk peroksida karena kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan semakin besar jumlah peroksida. Isopropileter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat-zat yang sering menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter, tak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka, selama dihabiskan selama enam bulan, atau sebelum dipakai dites lebih dahulu kadar peroksida dan bila politik peroksida tersebut dipisahkan atau dihilangkan secara kimia (lihat Bab 2 tentang bahan kimia oksidator).

35

BAB IV TEKNIK PERCOBAAN BERBAHAYA Percobaan-percobaan dalam laboratorium dapat meliputi berbagai jenis pekerjaan diantaranya mereaksikan bahan-bahan kimia, distilasi, ekstraksi, memasang peralatan, dan sebagainya. Masing-masing teknik dapat mengandung bahaya yang berbeda satu dengan yang lain. Tentu saja bahaya tersebut sangat berkaitan dengan penggunaan bahan dalam percobaan, sehingga sukar untuk memisahkan bahaya antara teknik dan bahan. REAKSI KIMIA Semua reaksi kimia menyangkut perubahan energi yang diwujudkan dalam panas. Kebanyakan reaksi kimia disertai pelepasan panas (reaksi eksotermik), meskipun ada pula beberapa reaksi yang menyerap panas (endotermik). Bahaya pelepasan energi (panas) yang demikian banyak dan dalam kecepatan yanh sangat tinggi, sehingga bersifat destruktif terhadap lingkungan, termasuk pekerjanya. Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam laboratorium sebagai akibat reaksi kimia yang hebat arau eksplosif. Namum kecelakaan tersebut pada hakikatnya disebakan kurangnya reaksi. PEMANASAN Pemanasan dapat dilakukan denan listrik, gas, dan uap. Untuk laboratorium yang jauh dari sarana-sarana tersebut, kadang kala dipakai pula pemanas kompor biasa. Pemanas tersebut biasanya digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, distilasi, maupun ekstraksi. Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titk didih dibawah 100C), seperti eter, methanol, alkohol, benzena, heksan dan sebagainya, maka pengunaan penangas air adalah cara yang termurah dan aman. Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari 100C, dapat dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan pemanas listrik (heatinh mantel ). Pemanas tersebut ukurannya harus sesuai dengan pengertian atau apresiasi terhadap fakto-faktor fisiko-kimia yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia yakni konsentrasi pereaksi dan kenaikan suhu

besarnya labu gelas. DESTRUKSI Dalam analisis kimia terutama untuk mineral, tanah atau makanan, diperlukan destruksi contoh agar komponen-komponen yang akan dianalisis terlepas dari matriks. Biasanya reaksi destruksi dilakukan dengan asam seperti asam sulfat pekat, asam nitrat, asam klorida tanpa atau ditambah peroksida seperti persulfat, perklorat, hidrogen peroksida dan sebagainya. Selain itu, biasanya juga reaksi harus dipanaskan untuk memudahkan proses destruksi. Jelas dalam pekerjaan destruksi, terkumpul beberapa factor berbahaya sekaligus yakni bahan berbahaya (eksplosif ) dan kondisi suhu tinggi yang menambah tingkat bahaya. Oleh karena itu, destruksi harus dilakukan mat berhati-hati diantaranya: 1. Pelajari dan ikuti prosedur kerja secara seksama, termasuk pengukuran jumlah reagen secara tepat dan cara pemanasannya. 2. Percobaan dilakukan dalam almari asam. Hati-hati dalam membuka dan menutup almari asam pada saat proses destruksi berlangsung. 3. Lindungi diri dengan kaca mata/pelindung muka dan sarung tangan pada saat bekerja. 4. Terutama bagi para pekerja baru atau yang belum berpengalaman, diperlukan supervise atau konsultasi dengan yang lebih senior. DISTILASI Distilasi merupakan proses gabungan pemanasan dan pendinginan uap yang terbentuk sehingga diperoleh cairan kembali yang murni. Bahaya pemanasan cairan dapat dihindari dengan memperhatikan sub-bab pemanasan. Dalam pemanasan cairan biasanya ditambahkan batu didih (boiling chips), untuk mencegah pendidihan yang mendadak (bumping). Batu didih yang berpori perlu diganti setiap kali akan melakukan distilasi kembali. Untuk distilasi hampa, aliran udara melalui kapiler kedalam bagian bawah labu dapat merupakan pengganti batu didih. Bahaya yang sering timbul dalam pendingin Liebig adalah kurang kuatnya slang air 37

baik dari keran maupun yang menuju pipa pendingin. Lepasnya slang air akan menyebabkan banjir dan proses pendinginan tidak berjalan dan uap cairan berhamburan kedalam ruangan. Oleh karena itu, terutama untuk distilasi yang terus-menerus atau sesering ditinggalkan, hubungan slang dengan keran dan pipa pendngin perlu diikat dengan kawat. EKSTRAKSI Ekstraksi juga merupakan gabungan antara pemanasan cairan dan pendingin uap, tetapi kondensat yang terbentuk dikembalikan kedalam labu didih. Karena prosesnya mirip dengan distilasi, maka bahaya teknik tersebut serta cara pencegahannya adalah sama dengan teknik distilasi. PENGUKURAN VOLUME CAIRAN Memipet cairan atau larutan dalam volume tertentu dengan pipet, secara umum tidak diperkenankan memakai mulut untuk menghindari bahaya tertelan dan kontaminasi. Uap dan gas beracun dapat larut dalam air ludah (saliva). Memakai pemompa karet (rubber bulb) untuk mengisi pipet merupakan cara yang paling aman dan praktis, meskipun memerlukan sedikit latihan. Sedangkan untuk cairan yang korosif dapat dilakukan dengan pipet isap (hypodermic syringe). PENDINGINAN Karbon dioksida padat (dry ice) dan nitrogen cair adalah pendingin yang sering dipakai. Keduanya dapat membakar atau menggigit kulit, sehingga dalam penganannya harus memakai sarung tangan dan pelindung mata. Karbon dioksida dapat dipakai bersama-sama dengan pelarut organik menambah pendinginan. Karena banyak terbentuk gas (penguapan) maka pelarut yang digunakan harus nontoksik dan tidak mudah terbakar. Nitrogen cair biasa dipakai sebagai trap uap air dalam distilasi vakum, agar air tidak merusak pompa. Dalam pendinginan tersebut udara dapat pula tersublimasi menjadi padat, termauk oksigen dan hal ini berbahaya bila bercampur dengan bahan organik. Labu dewar tempat nitrogen cair perlu pula dilindungi dengan logam agar tidak berbahaya bila pecah. Bila karbon dioksida maupun nitrogen mempunyai berat jenis lebih berat daripada udara sehingga dapat mendesak udara untuk pernapasan. Oleh karena itu, bekerja dengan

kedua pendingin perlu dalam ruang berventilasi atau terbuka.

PENANGANAN ALAT GELAS (GLASS HANDLING) Ada 2 jenis gelas yang sering dipakai dalam laboratorium, yaitu gelas soda dan borosilikat. Jenis terahir tahan panas dan tahan bahan kimia sehingga kini lebih banyak dipakai daripada jenis pertama. Gelas soda mudah retak dan pecah tetapi mudah dibentuk, hanya dengan memakai bahan bakar udara. Sedangkan gelas borosilikat dengan titik lunak lebih tinggi memerlukan pembakar gas oksigen untuk membentuknya. Ada kecendrungan membentuknya nitrogen oksida bila silika dipanaskan dengan memakai gas alam, sehingga dalam pekerjaan tersebut diperlukan ventilasi yang cukup. PERLAKUAN TERHADAP AIR RAKSA Tetesan-tetesan air raksa dapat melenting atau meloncat tanpa dapat kita lihat dan pecah berhamburan di atas meja kerja. Partikel-parikel kecil ini juga sukar kita lihat apalagi kalau sampai masuk ke celah-celah atau retakan-retakan meja. Apabila tidak hatihati, maka ruang dimana kita bekerja dapat jenuh dengan uap air raksa, yang berarti telah jauh melebihi nilai ambang batas (NAB) air raksa. Untuk menghindari bahaya tersebut, daerah kerja dengan air raksa perlu dipasang dulang (tray) yang diisi air, agar percikan air raksa dapat dikumpulkan. Ventilasi yang sangat baik diperlukan, dan apabila tidak ada, maka bekerja dalam ruang yang terbuka jauh lebih aman daripada dalam ruang tertutup. BEKERJA DENGAN PERALATAN UV/SINAR-X Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan peralatan yang memancarkan cahaya ultraviolet (UV) seperti sprektofotometer atau kromatografi lapis tipis (TLC). Cahaya UV dapat merusak dan terutama menimbulkan kerusakan kornea mata. Peralatan yang memakai sinar-X, seperti fluoresensi atau difraksi sinar-X, lebih berbahaya lagi bila tidak hati-hati. Sinar-X mempunyai daya tembus yang kuat dan dapat merusak sel-sel tubuh. Usaha untuk menghindari serta melindungi diri terhadap kemungkinan keterpaan radiasi sinar-X (yang tak dapat dilihat) merupakan suatu keharusan dalam bekerja dengan alatalat tersebut. Dengan sendirinya, hal yang sama pula dilakukan bila kita bekerja dengan peralatan yang memancarkan sinar gamma yang lebih kuat dari sinar-X. 39

BAB V SARANA LABORATURIUM Sarana laboraturium seperti listrik, air, gas, uap, dam sebagainya adalah sangat penting dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan laboraturium. Tetapi sarana-sarana tersebut menimbulkan kerusakan maupun kecelakaan apabila tidak dijaga pennnggunaannya dengan baik dan tepat. LISTRIK Listrik sangat banyak penggunaannya di dalam laboraturium kimia, seperti untuk penerangan, pemanasan, dan sumber tenaga bagi banyak peralatan laboraturium. Bahkan daoat dikatakan listrik meruakan urat nadi kelancaran laboraturium dan apabila terputus hubungan listrik, praktis berhenti pulalah aktivitas laboraturium. Bahaya utama dari aliran listrik adalah sengatan listrik ( electrical shock ), hubungan oendek ( dapat menimbulkan kebakaran ), loncatan api pada switch ( berbahaya bila berdekatan dengan bahan kimia yang mudak terbakar ), lerusakan peralatan akibat kesalahan pada pemasangan kabel listrik atau kesalahan operasi. Oleh karena itu, listrik dalam laboraturium kimia perlu diperksa oleh ahli khusus listrik terutama dalam switch , slug, dan grounding system . Adanya kesrusakan dalam pemasangan perlu dilaporkan pada pengawas laboraturium. Peralatan dan instrument dengan memakai tenaga listrik perlu dilengakapi dengan petunjuk tertulis lengakap. Di Indonesia dimana masih dipakai dua jenis tegangan llistrik yakni 110 Volt dan 220 Volt, harus dapat dihindarkan pemakaian potensial yang tidak sesuai dengan peralatan. Demikian pula perbaikan peralatan, baru dapat dilakukan setelah hubungan listrik peralatan tersebut dilepaskan. Bila terjadi kebakaran dalam laboraturium, adalah sangat penting dapat segera mematikan sumber listrik, sebab pemadam kebakaran kebakaran seperti air atau busa ( foam ) dapat menimbulkan bahaya baru, yakni hubungan pendek. Dengan demikian,

switch untuk sumber arus laboraturium harus dapat diketahui letak dan cara operasi oleh staf atau pengawas laboraturium. AIR Penggunaan air dalam laboraturium sangat banyak, diantaranya sebagai pencuci peralatan gelas, pendingin, pemanas dalam penangas air, dan sebagainya. Juga penting untuk memadamkan api ( bila listrik telah dimatikan ) dan pencuci tangan bila terkena bahann kimia. Air menjadi bahaya bila kontak dengan bahan seperti Natrium yang dapat menimbulkan api, dan kontak dengan Posfor Clorida yang bersifat toksik dan beracun. Demikiain pula air dapat menimbulkan bahaya bila kontak dengan peralatan listrik Karena dapat menimbulkan hubungan pendek. Apabila air sebagai pendingan terutama dalam proses yang lama seperti destilasi, maka aliran air tersebut perlu dapat dikontrol. Terputusnya aliran air atau lepasnya saluran air pendingin akan menyebabkan proses pemanasan distilasi yang berlebihan yang dapat menimbulkan kebakaran. Atau sebaliknya, kenaikan tekanan air pendingin yang tiba-tiba dan pecah atau lepasnya slang air pendingin dapat menyebabkan banjir dalam laboraturium. Oleh karena itu, saluran ( slang ) air pendingin baik dari plastic maupun dari karet perlu terikat kuat dengan kawat pada pipa gelass pendingin, dan setiap saat perlu mendapat pemeriksaan dan pemeliharaan. GAS Gas, baik dalam bentuk gas pabrik, gas alam, atau gas campuran Propana dan Butana, dipakai sebagai bahan bahar laboraturium kimia. Gas pabrik terbuat dari batu batu bara bersifat toksik ( racun ) kerena gas tersebut mengandung Carbonmonoksida atau C0. Sedangkan gas lain praktkis tidak beracun kecuali bila terjadi pembakaran yang tidak semourna atau keracunan akibat konsentrasi terlalu tinggi. Namun, ketika jenis gas bakar tersebut diatas adalah sangat mudah terbakar dan mengandung bahaya peledak bila bercampur dengan udara dalam perbandingan tertentu. Sangat sering terjadi adanya kebocoran-kebocoran gas baik dari sambungan slang 41

gas maupun dari Bunsen yang padam kena angin. Ini dapat dideteksi dari bau gas. Bila hal ini terjadi, matikan semua api agar tidak menimbulkan peledakan atau penyalaan, buka jendela dan segera dicari tempat kebocoran. Kebocoran kecil yang dibiarkan, akan menyebabkan pekerja laboraturium tidak akan dapat mencium bau gas sebagai akibat terbiasa, tetapi bahanyanya racun dan kebakaran tidak berarti hilang. Sebagaimana listrik, pipa utama gas menuju laboraturium perlu dilengkapi dengan kran diluar laboraturium dan dikenal oleh staf dan pengawas laboraturium. Ini memudahkan untuk memutuskan aliran gas bila terjadi kebakaran laboraturium, tetapi perlu diingat bahwa sebelum keran sentral dibuka kembali, semua keran pada meja-meja laboraturium dan atau Bunsen harus dimatikan lebih dahulu. ALMARI ASAM DAN VENTILASI Percobaan-percobaan dilaboraturium banyak menggunakan bahan-bahan korosif (misalnya HNO3, HCl, H2SO4), toksik ( misalnya H2S, SO2, benzene) dan bahan-bahan mudah terbakar seperti Aseton, Benzena, Eter, dan sebagainya. Bekerja dengan bahanbahan demikian harus dilakukan dalam almari asam ( fume cupboard), dimana uap dan gas dapat dibuang langsung dengan ventilasi khusus. Almari asam, perlu ditempatkan dimana lalu lintas para pekerja dan aliran udara dari pintu dan jendela adalah minimum. Kecepatan aliran udara dalam almari asam minimum adalah 0.5 m/s. karena banyak bahan korosif maka motor dari ventilasi harus diletakkan diluar almari asam. Dengan sendirinya pipa atau cerobong pembuangan gas (Duct) harus terbuat dari bahan tahan korosif, dan tidak mudah terbakar. Peralon yang kuat cukup memadai untuk keperluan tersebut. Demikian juga keran gas dan air untuk keperluan almari asam harus diletakkan diluar almari tersebut guna menghindari dari kerusakan akibat korosi. Selain itu jendela kaca almari asam yang dapat dinaik turunkan perlu dilindungi dengan anyaman kawat halus dibagian dalamnya untuk melindungi dari kemungkinan pecahnya kaca jendela. Hal ini sangat penting bila bekerja dengan senyawa-senyawa peroksida seperti Asam Perklorat dimana bahaya peledakan sangat besar. Meskipun ada keharusan lemari asam dalam bekerja dalam bekerja dengan bahan kimia berbaha, tetapi kadang kala para tidak menaantinya apabila hanya bekerja dengan

sedikit bahan atau dengan bahan yang dinilai kurang berbahaya. Hal ini ditambah dengan adanya kemungkinan kebocoran almari asam, dan banyaknya penggunaan pelarut organik menyebabkan ruang laboraturium tidak dapat bebas dari uap atau gas beracun dan korosif. Aliran alira atau angin lewat jendelan dan pintu laboraturium tidak cukup sebagai pengontrol kesehatan ruangan. Dengan demikian, diperlukan tambahan ventilasi (electrical ventilation) agar udara dlam ruangan laboraturium selalu segar. Walaupun demikian, ruangan laboraturium bukanlah tempat yang sehat untuk makan dan minum, karena kemungkinan kontaminasi tetap ada. PEMANAS LISTRIK Pemanas listrik yang berupa bot plate sekarang banyak dipakai untuk pemanas reaksi, distilasi, dan ekstraksi. Meskipun pemanas tersebut tahan api, tetapi permukaan dapat melebihi titik bakar beberapa pelarut organik. Oleh ka rena itu, untuk pemanasan pelarut organik dimana adanya kemungkinan tumpah atau menetes kondensasi, penggunaan bot plate kurang tepat. Distilasi atau ekstraksi lebih aman apabila dipakai mantel pemanas istrik (heating mantel). Oven dan furish adalah juga pemanas listrik yang dipakai untuk pengeringan dan pemijaran. Suhu dalam oven dapat mencapai 250oC, sedangkan untuk furnish mencapai 1000o atau lebih. Seperti halnya bot plate, permukaan oven dan furnish juga menyebabkan kebakaran bila bersentuhan dengan cairan dengan uap atau gas pelarut organik. Dengan demikian, oven dan furnish harus diletakkan pada yang jauh dari penggunaan dan penyimpanan pelarut organik. Selain itu, kedua alat tersebut harus diletakkan diatas permukaan yang tahan panas. Bila diletakkan diatas meja kayu, harus ada jarak yang cukup untuk meja dan alat, sehingga dapat dihindari pengarangan meja atau kemungkinan kebakaran. ALAMARI PENDINGIN Almari pendingin (refrigerator) banyak dipakai untuk menyimpan bahan-bahan kimia yang mudah terurai seperti enzim, vitamin, dan bahan-bahan standar lainnya. Tetapi sering juga dipakai untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah menguap dan 43

senyawa-senyawa yang tidak stabil seperti peroksida. Dalam hal ini, almari pendingin yang biasa dipakai dalam rumah tang, dapat menimbulkan peledakan sebagai akibat uap bahan organik yang bercampur udara terbakar oleh loncatan listrik switch thermostat di dalam almari pendingin. Resiko peledakan apabila switch tersebut diletakkan diluar almari pendingin dan supaya lebih aman, lampu penerang juga perlu diambil. Karena tetap adannya kemungkinan peledakan, biasanya almari pendingin diletakkan ditempat yang jauh dari pintu keluar atau jauh dari lalu lalang pekerja. Bahan-bahan kimia yang disimpan dalam almari pendingin harus tertutup dan berlabel lengkap dengan jelas. Udara yang lembab dan bercampur uap bahan kimia didalam almari pendingin, dapat merusak label bahan yang disimpan. Oleh karena itu, label perlu dibuaat cukup kuat. Bahan-bahan kimia yang sudah tidak berlabel di dalam almari pendingin lebih baik dibuang atau dimusnahkan. Selain itu, makanan dan minuman tidak boleh disimpan bersama dengan bahan-bahan kimia untuk menghindari kontaminasi makanan. GAS BERTEKANAN TINGGI Kini banyak sekali digunakan gass-gas bertekanan tinggi seperti udara, hydrogen, oksigen, asetilen, nitrogen dan sebagainya. Gas-gas tersebut digunakan sebagai bahan bakar (seperti dalam spectrophotometer serapan atom) atau sebagai gas pembawa (carrier gas) dalam kromatografi gas. Gas bertekanan tinggi yang disimpan dalam silinder, mempunyai energy yang cukup besar sehingga dapat pula bersifat eksplosif. Silinder gas harus disimpan pada suhu dibawah 50oC sebab pada suhu 65oC keran akan terbukan dengan sendirinya oleh pengaman otomatis (repture devices). Tetapi untuk silinder yang kecil dan biasanya tidak mempunyai pengontrol otomatis, dapat menimbulkan peledakan pada suhu tinggi. Silinder-silider gas harus berlebel jelas, dan disimpan dalam keadaan terikat dengan rantai atau sabuk kulit pada tembok atau meja kerja. Demikian pula dalam pemindahan atau trasportasi silinder gas, harus dilakukan dalam keadaan terikat pada troli, agar tidak jatuh menimpa pekerja. Silinder gas bertekanan tinggi yang jatuh dan keran penutupnya terlepas, akan lebih berbahaya karena akan menluncur seperti roket. Cara penanganan dengan hati-hati serta sederhana seperti

diatas akan sangat mengurangi resiko, apalagi jika gas dalam silinder mudah terbakar seperti asetilen dan hydrogen, atau gas beracun seperti clor (Cl2). Untuk mencegah kontaminasi, silinder gas tidak boleh dikosongkan sama sekali agar tidak ada gas yang mengalir kembali ke dalam silinder. PEMBUANGAN AIR (DRAINAGE) Bak pembuangan air (sink) sebagaimana almari asam (fume cupboard) merupakan sarana penting untuk pemmbuangan bahan-bahan kimia keluar lingkungan laboraturium. Pipa-pipa pembuangan yang kebanyakan jterbuat dari besi, mudah rusak oleh buangan asam. Sedangkan pipa peralon atau pelastik mudah rusak oleh buangan pelaru organik. Ditinjau dari aspek lingkungan, pembuangan bahan-bahan kimia beracun akan sangan berbahaya bagi masyarakat sekeliling serta mengganggu lingkungan. Diindonesia hal ini perlu diperhatikan mengingat kebanyakan laboratorium berada ditengan kota atau padat penduduk. Sedangkan air parit atau sungai dimana buangan laboraturium bermuara, masih dipakai oleh dipakai oleh masyarakat untuk keperluan mencuci atau bahan untuk keperluan minum dan memasak. Oleh karena itu, pembuangan air buangan laboraturium perlu pengenceran atau pengolahan lebih dahulu. Pembuangan pelarut-pelarut organic seperti benzene, kloroform, dan sebagainya, tidak boleh dibuang langsung, melainkan perlu dikumpulkan terlebih dahulu dan diproses kembalia atau dimusnahkan secara tersendiri. Demikian pula pembuangan logam-logam berat yang berbahaya seperti air raksa dan senyawaan atau perak nitri hasil pembuangan titrasi argentometri dapat dikumpulkan untuk diendapkan dan diproses kembali (recovery). Lihat BAB. 9 Peraturan yang jelas dan tertulis tentang pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya perlu dicanangakan atau ditaati dalam laboraturium.

45

BAB VI ALAT PEMADAM KEBAKARAN Kebakaran dalam laboratoriumi paling banyak terjadi karena pemanasan, ekstraksi atau destilasi pelarut organik. Prinsip utama dalam penanggulangan kebakaran, adalah bahwa api sebelum membesar harus segera dipadamkan. Semakin besar api semakin sukar dapat dikuasai karena suhu yang telah tinggi akan mempercepat proses kebakaran. Selagi api masih kecil harus segera dipadamkan dengan kain atau karung basah atau selimut api (fire blanket). Tetapi api sudah terlalu besar dan membahayakan untuk ditutup dengan kain atau sarung basah, maka segera pula harus digunakan pemadam kebakaran. Pada prinsipnya pemadam kebakaran berfungsi salah satu atau lebih kriteria berikut : a) Menurunkan suhu bahan yang terbakar b) Mengurangi kontak dengan oksigen c) Mengurangi radikal penyebab reaksi berantai JENIS PEMADAM KEBAKARAN Bergantung pada jenis api yang terjadi, berbagai pemadam kebakaran yang dapat dipakai adalah : 1. A. Air Mudah diperoleh dengan cepat. Dalam pemadaman, air berfungsi sebagai pendingin dan menyelimuti bahan dari O2 oleh adanya uap air yang terbentuk. Air amat baik untuk api kelas A yaitu kebakaran kertas, kayu, karet, dan sebagainya. Tetapi pemadaman dengan air berbahaya untuk : B. Kebakaran pelarut organic ( heksan, eter, petroleum, eter, dan sebagainya), arena justru akan membesarkan atau memperluas kobaran api. Kecuali pelarut organic tersebut lebih berat dari air dan atau larut dalam air. C. Kebakaran akibat listrik, karena akan menimbulkan hubungan pendek. Kecuali apabila listrik dipadamkan lebih dahulu.

D. Kebakaran logam-logam alkali seperti Na dan K, karena akan memperbesar reaksi kebakaran. 2. Busa Adalah dispersi gas dalam cairan yang berfungsi mengisolasi bahan dan oksigen. Pemadam kebakaran jenis busa cukup efektif untuk api kelas A dan B, tetapi juga berbahaya untuk api kelas C dan D. 3. Bubuk kering (dry powder) Adalah bubuk halus campuran bahan kimia seperti: Na2CO3, K2CO3, KCl, (NH3)PO4, dan sebagainya yang mudah mengalir apabila disemprotkan. Dalam pemadaman api, bahan tersebut berfungsi sebagai: (a) Melindungi bahan dari O2 (b) Melindungi bahan dari radiasi panas (c) Menyerap radikal pembentuk reaksi berantai Jenis pemadan ini amat baik untuk kelas api A, B, dan D, tetapi tidak efektif untuk tempat yang berangin atau di luar. Selain itu, api dapat timbul kembali (reignition) setelah dipadamkan. 4. Gas CO2 Gas CO2 bertekanan tinggi, dengan efektif dapt dipakai untuk pemadaman segala jenis kebakaran (api A,B,C, dan D). Hal ini karena terjadi gas tersebut yang lebih berat dari udara dapt menutupi atau mengisolasi bahan yang terbakar dari O2. Namun kelemahannya adalah dapat terjadi penyalaan kembali. 5. Halon Adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terhalogenasi (umumnya turunan metana atau etana). Jenis pemadam kebakaran ini berfungsi sebagai: a) Pembentuk selimut inert yang mengisolasi bahan dari O2. b) Penyerap yang efektif terhadap radikal-radikal penyebab reaksi berantai. Sebagaimana gas CO2 , Halon dapt dipakai pemadaman api jenis A, B, C, dan 47

D. Mempunyai volume yang lebih kecil sehingga lebih praktis daripada CO2. Ada beberapa jenis Halon yang bergantung pada substitusi halogen dalm metana/ alkana seperti Tabel 6.1 berikut. Tabel 6.1 Jenis Halon Formula a. CF2BrCl b. CF3Br c. CF2Br2 d. Ch2ClBr e. Nomor *) T.t.d Nama Bromoklorodifluorometana H-1211 H-1301 H-1202 H-1011 -4 -57.5 24 69 46 (BCF) Bromotrifluorometana (BTM) Dibromodifluorometana Klorobromometana (CBM) Dibromotetrafluoroetana

CF2BrCF2Br H-2402 *) catatan :

Angka pada H yang pertama. Kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut menyatakan jumlah atom C, F, Cl, dan Br. Secara singkat penggunaan pemadam kebakaran dapat dilihat pada table 6.2 Tabel 6.2 Penggunaan Pemadam Kebakaran dan Jenis Api Kelas Api Bahan Terbakar (contoh) Pemadam kebakaran Bubuk Air Kertas, kayu, karet, dan A B C D kain Ya Benzena, eter, heksan, dan minyak cat Listrik dan motor Logam alkali (Na,K) Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Busa kering CO2 Halon Ya Ya Ya Ya

Tidak Ya

Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya

PENYEDIAAN PERALATAN DAN LATIHAN Peralatan pemadam kebakaran harus tersedia dalam suatu laboratorium kimia, mengingat banyaknya kemungkinan kebakaran. Karung atau selimut api (fire blanket) adalah peralatan sederhana dan praktis untuk memadamkan dengan cepat kemungkinan kebakaran kecil atau baru mulai. Pemadam kebakaran CO2 cukup pula memadai untuk suatu laboratorium meskipun dapat pula dilengkapi dengan bahan kimia bubuk atau BCF. Namun hal yang sangat penting adalah bahwa para pekerja atau mahasiswa yang bekerja dalam laboratorium harus mengetahui letak pemadam kebakaran dan cara operasinya. Selain itu, gas pemadam kebakaran dalam silinder seperti CO2 , perlu dilakukan pengecekan isinya dengan cara penimbangan, sebab ia dapat habis setelah beberapa tahun tidak pernah digunakan. Kedua hal tersebut ditekankan mengingat seringnya kejadian kebakaran, dimana para pekerja menjadi bingung dan tidak dapat mengoperasikan alat pemadam kebakaran. Atau kalaupun dapat memakainya, silinder gas ternyata kosong. Oleh karena itu, diperlukan latihan-latihan untuk mengoperasikan pemadam kebakaran, sambil membiasakan diri untuk tidak panik apabila menghadapi kebakaran.

49

BAB VII ALAT PELINDUNG DIRI Alat pelindung diri berfungsi mengisolasi tubuh pekerja terhadap keterpaan bahan kimia berbahaya. Pemakaian alat pelindung diri merupakan cara terakhir untuk pengendalian keterpaan apabila cara-cara pengedalian sebelumnya yakni mengurangi atau mengisolasi emisi polutan telah meksimum atau gagal. Untuk bekerja dalam laboratorium kimia, beberapa peralatan pelindung diri yang minimal diperlukan adalah: Pakaian kerja atau jas laboratorium Pakaian kerja tersebut berfungsi sebagai pelindung tubuh atau pakaian dari kontak dengan bahan kimia atau panas. Memakai pakaian kerja merupakan keharusan bagi pekerja laboratorium. Biasanya pakaian kerja tersebut terbuat dari katun. Bergantung pada kebutuhan, dapat pula terbuat dari plastik, wol, atau karet. Kacamata dan Goggles Pelindung mata amat perlu untuk bekerja dalam laboratorium karena mata amat rawan terhadap percikan asam, basa, atau terhadap kaca/gelas. Pelindung mata dapat berupa kacamata biasa dengan atau tanpa pelindung samping dan goggles (lihat Gambar 7.1).

Goggles

Gambar 7.1 Alat pelindung mata Perlindungan dengan goggles lebih aman dari pada kacamata karena goggles lebih kuat terikat dan lebih banyak bagian muka yang terlindung dibandingkan dengan kacamata. Tetapi kacamata lebih enak dipakai dari pada goggles. Oleh karena itu, di banyak laboratorim pemakaian kacamata diwajibkan bagi para pekerja atau mahasiswa sebagai persyaratan minimal pelindung mata. Goggles dipakai untuk percobaan yang mungkin amat berbahaya bagi mata. Lensa pada kacamata atau goggles terbuat dari plastik atau kaca yang antipecah. Perisai muka (face shields) Perisai muka dipakai untuk melindungi muka secara sempurna termasuk mata. Lihat Gambar 7.2. alat tersebut tahan terhadap benturan mekanik atau bahan kimia. Amat baik dipakai pada waktu menangani asam, basa, dan terutama bahanbahan atau percobaan yang eksplosif.

Gambar 7.2 Perisai muka. Alat pelindung pernapasan Alat pelindung pernapasan (respirator) adalah amat penting mengingat 90% kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosif lewat saluran pernapasan. Bergantung pada jenis dan kadar pencemaran, ada beberapa jenis respirator, yakni: a. Respirator yang memurnikan udara Jenis ini memakai filter atau kanister yang dapat menyerap atau 51

mengambil kontaminan dalam udara. (Lihat Gambar 7.3).

Jenis filter atau kanister yang dipakai bergantung pada jenis kontaminan yang ada. Kontaminan debu dapat disaring dengan filter mekanik. Semakin halus filter,semakin kecil ukuran debu yang dapat diambil. Kain verban yang biasa dipakai para pekerja.,hanya efektif untuk partikel debu yang besar,tentu saja tidak beermanfaat untuk kontaminasi gas dan uap beracun. Untuk gas dan uap beracun dipakai kanister yang dapat menyerap gas-gas tersebut secara kimia dan fisika. Dengan sendirinya kanister akan berbeda unuk gas/uap yang berlainan pula. Biasanya kanister tersebut diberi warna yang berbeda sesuai kemampuan penyerapan gas,seperti: Gas asam Gas asam sianida Gas klor : putih : putih dengan strip hijau : putih dengan strip kuning

Uap organik Gas amonia Gas karbon monoksida Gas asm dan uap organik Gas asam,uap organik,dan amonia

: hitam : hijau : biru : kuning :cokelat

Kanister-kanister tersebut dapat dicopot dan dipasang kembali sesuai dengan kebutuhan. Karena kanister menganddung bahan penyerap,maka umur/daya pakai juga bergantung pada lama pemakaian dan besarnya kadar kontaminan. Meskipun pemakaian kanister terbatas umur pakainya,tetapi cukup praktis dan aman sehingga banyak dipakai secara rutin. Tetapi peralatan ini dapat mengatasi adanya defisiensi (kekurangan) oksigen. Untuk ini dipakai pelindung pernapasan kedua dengan pemasok (supply) udara atau oksigen. b. Respirator dengan pemasok udara/oksigen Peralatan mirip peralatan pernapasan untuk para penyelam, dimana disediakan udara/oksigen untuk pernapasan. Alat pelindung demikian diperlukan untuk bekerja dalam ruang yang mungkin berkadar oksigen rendah seperti ruang tertutup atau terpolusi berat, seperti adanya gas aspiksian (N2, metan CO2) atau aspiksian kimia (NH3, CO, HCN, TEL) pada konsentrasi tinggi. Pemasok udara pernapasan berupa udara tekan, dapat dipakai selama 30 menit, sedangkan oksigen tahan antara 30 menit sampai 1 jam dan udara atau oksigen cair untuk perlindungan antara 1-2 jam. c. Pelindung kaki (sepatu) Untuk melindungi kaki kemungkinan tumpahan bahan kimia korosif/beracun, ssepatu biasa yang tidak licin dan bertumit rendah dapat dipakai. Pemakaian sandal atau sepatu yang terbuka perlu dihindari. 53

d. Sarung tangan (gloves) Mengingat bahwa bahan-bahan kimia dapat merusak kulit (seperti asam sulfat, asam nitrat, natrium hidroksida, TCA, dan sebagainya) atau teradsopsi lewat kulit(sianida, benzen, dan krom), maka sarung tangan amat diperlukan untuk menangani bahan-bahan kimia di atas. Bahan sarung tangan dapat dibuat dari karet atau neoprene. Gloves terbuat dari asbes/silika cocok untuk menangani bahan-bahan yang panas.

BAB VIII PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM LABORATORIUM Meskipun sudah banyak cara dan usaha untuk mencegah kecelakaan, tetapi masih pula dapat terjadi kecelakaan dalam laboratorium. Oleh karena itu, untuk menghindari akibat buruk diperlukan usaha-usaha pertolongan pertama bila terjadi kecelakaan. Meskipun banyak cara pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) yang umumnya cukup luas, tetapi P3K dalam laboratorium kimia dapat diarahkan pada kecelakaan berupa: luka bakar, luka pada mata, dan keracunan. Biasanya pertolongan pertama selalu diikuti pengobatan dengan pemberian antidote. Pemberian antidote kimia biasanya dihindarkan dan pemberian obat hanya dapat diberikan oleh dokter. Tetapi dokter jaga atau di rumah sakit memerlukan informasi jelas sebab-musabab kecelakaan. Terutama bila terjadi keracunan, maka jenis bahan kimia penyebab keracunan perlu diberitahukan agar dokter yang bersangkutan dapat memberikan obat dengan tepat. LUKA BAKAR Luka Bakar Karena Panas (Thermal Burns) Luka bakar karena panas dapat terjadi oleh kebakaran atau kontak dengan gclas atau logain panas, pertolongan pertama dapat dilakukan dengan mencelupkan bagian

yang terbakar ke dalam air es secepat mungkin. Pendinginan diteruskan sampai rasa sakit hilang dan tidak timbal kembali bila diangkat dari es. Bila tak mungkin bagian luka untuk direndam, maka pendinginan dapat dilakukan dengan kompres. Langkah pertolongan pendinginan diperlukan agar mengurangi rasa sakit dan yang penting adalah bahwa pendingman akan menghentikan atau memperlambat reaksi perusakan akibat kebakaran. Pcrtolongan pertama ini harus segera diikuti dengan pengobatan dokter. Bila luka kebakaran terlalu besar, segera beri tahu dokter. Pakaian yang menempel pada atau berdekatan dengan luka perlu dilepas. Hindarkan kontaminasi terhadap luka dan jangan membersihkan luka atau memberikan bahan pengoles. Menutup luka dengan kain atau verban yang steril dan bersih adalah cara terbaik dan segera dibawa ke dokter. Luka Bakar Karena Bahan Kimia (Chemical Burns) Bahan kimia seperti asam kuat, alkali dan oksidator dapat melukai atau merusak kulit, terasa panas seperti terbakar. Pertolongan pertama yang harus segera dilakukan adalah melepaskan kontak dengan bahan tersebut secepat dan sesempuma mungkin. Pakaian yang ikut terkena bahan segera dilepas dan bagian jaringan tubuh yang terluka segera dicuci dengan air sebanyak mungkin. Hindari penggunaan antidote penetral atau yang lain, sebab mungkin akan menimbulkan reaksi lain dengan jaringan yang terluka. Bawa ke dokter untuk memperoleh pcngobatan yang tepat. LUKA PADA MATA Benda Asing pada Mata Pecahan kaca atau benda asing lainnya dapat masuk pada mata. Benda-benda tersebut yang menempel atau terikat longgar dapat diambil dengan hati-hati. Tetapi kilau benda-benda tersebut tertancap kuat pada mata atau kornea, hanya dokter yang dapat mengambilnya. Pengambilan oleh bukan ahlinya, sering justru akan menimbulkan luka yang lebih parah. Luka Bakar Mata oleh Bahan Kimia Percikan atau aerosol dari bahan kimia yang korosif atau iritant dapat melukai mata 55

apabila kita lupa memakai pelindung mata. Pertolongan pertama segera diberikan dengan mencuci mata dengan air bersih, baik dengan air keran atau penyemprot air bila ada. Kelopak mata harus dibuka agar benar-benar pencucian dapat merata ke seluruh permukaan mata. Pencucian atau pembersihan ini sebaiknya dilakukan terus sampai kurang lebih selama 15 menit dan setelah itu segera bawa ke dokter ahli. Juga di sini ditekankan bahwa pertolongan pertama tidak boleh dicuci dengan larutan kimia penetral, sebab mungkin akan lebih memperburuk keadaan luka. Bahan-bahan kimia seperti asam sulfal, asam nitrat, asam klorida, dan asam fluorida demikian pula senyawa basa seperti natrium/kalium hidroksida, amonia dan senyawa-senyawa amin amat berbahaya bila kena mata. Cara pencegahan dengan memakai kacamata atau goggles merupakan cara terbaik. KERACUNAN Keracunan merupakan kecelakaan yang paling sering laboratorium. Kebanyakan disebabkan oleh masuknya bahan kimia ke dalam tubuh lewat saluran pernapasan atau lewat kulit dan arus jarang lewat mulut. Meskipun banyak antidote untuk menanggulangi keracunan, tetapi pencegahan masuknya bahan kimia lewat ketiga jalur di atas merupakan cara terbaik untuk menghindarkan keracunan. Keracunan Lewat Pernapasan Gas, nap, aerosol, embun, dan debu merupakan bcntuk zat beracun yang berbahaya. Gas-gas seperti Cl2, HCl, SO2, formaldehida, amonia adalah amat iritant dan kita segera dapat merasakannya bila kita menghirupnya karena efek lokal terhadap saluran pernafasan. Demikian pula uap seperti kloroform, benzena, hidrokarbon terhalogenasi, dan karbon disulfida dapat tercium baunya. Sebaliknya gas seperti karbon monoksida, metil klorida, dan air raksa amat berbahaya karena tak tercium baunya waktu kita mcnghirup gas-gas tersebut. Gas-gas seperti karbon monoksida, hidrogen sulfida, hidrogen sianida dapat menghilangkan kesadaran dan mematikan. Pertolongan pertama karena keracunan di atas harus segera diberikan yakni segera memindahkan korban dari keterpaan secepat mungkin menuju udara segar. Perlu harus diingat, bahwa apabila keracunan terjadi pada ruang tertutup atau oleh gas racun

konsentrasi tinggi, penolong harus memakai pelindung pernapasan dengan supply udara atau oksigen. Hal ini untuk mencegah jatuhnya korban tambahan dari pihak penolong. Bila keracunan berat terjadi, segera bawa ke dokter dengan memberi keterangan bahan penyebab keracunan. Apabila korban tidak bernapas, segera berikan pernapasan buatan berupa penekanan bagian dada serta pemberian pernapasan dari mulut penolong ke mulut korban (mouth to mouth resustation) sebelum dibawa ke dokter. Cara ini merupakan cara standar yang umum dipakai dalam P3K. Pemberian bahan penetral keracunan lewat pernapasan harus dihindarkan kecuali oleh dokter. Begitu pula tidak diperkenankan memberikan obat apapun lewat mulut bagi korban yang sedang tidak sadar, sebab ini justru akan menganggu jalan pernafasan. Keracunan Lewat Kulit Kulit dapat mengalami kerusakan berupa larutnya lewat oleh pelarut organik (sehingga kulit menjadi sensitif) atau kerusakan jaringan oleh asam-asam kuat. Tetapi dapat pula kontak denagn bahan-bahan seperti sianida, nitrobenzene, TEL, fenol, arsen triklorida dan krenol dapat menimbulkan keracunan sistem karena adsorpsi ke dalam tubuh lewat permukaan kulit. Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah mengambil bahan-bahan tersebut dan permukaan kulit. Ini dapat dilakukan dengan menyiram atau mencuci dengan air sebanyak-banyaknya, baik untuk zat yang larut atau tidak larut dalam air. Pakaian yang terkena bahan kimia juga segera dilepas, dan dicuci bagian kulit yang terkena bahan kimia. Antidote, seperti senyawa basa untuk asam atau alkohol untuk fenol harus dihindari sebagai pertolongan pertama. Hanya dokter yang botch memberikannya sebagai pengobatan. Keracunan Lewat mulut ('rertain) Keracunan lewat mulut atau tertelan jarang terjadi, kecuali kontaminasi makanan atau minuman dan kesalahan pengambilan bahan. Kebersihan ruang makan dan mimmi, dan hati-hati dalam penanganan bahan-bahan beracun, merupakan upaya praktis dalam mencegah keracunan lewat mulut. Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah memanggil dokter dan membawa 57

korban kerumah sakit dengan memberikan keterangan tentang jenis bahan kimia penyebab keracunan bila mungkin. Apabila korban muntah-muntah, beri minum air hangat agar muntah terus dan sekaligus mengencerkan racun dalam perut. Bila korban tidak muntah, maka perperlu diberikan minum segelas air ditambah dua sendok teh garam dapur agar yang bersangkutan muntah. Kalau tidak berhasil, masukkan jari atau kertas ke dalam tenggorokan agar muntah. Semua usaha ini dimaksudkan untuk segera mengambil bahan racun secepat mungkin sebelum terserap oleh usus. Usaha untuk memuntahkan tidak dilakukan apabila yang tertelan adalah pelarut petroleum atau hidtokarbon terhalogenasi. Demikian pula apabila korban pingsan atau tidak sadar, pemberian sesuatu lewat mulut harus dihindarkan. Pengobatan selanjutnya korban keracunan hanya diberikan oleh dokter. Langkah-langkah pertolongan pertama perlu dipahami oleh Para pekerja maupun Supervisor atau pengelola laboratorium. Kecepatan dalam menolong korban kecelakaan akan sangat membantu dalam mencegah akibat yang lebih parah. Namun pemberian antidote atau pengobatan selanjutnya hanya dapat diberikan oleh dokter.

BAB IX PEMBUANGAN DAN PEMUSNAHAN BAHAN KIMIA SISA PAKAI Dalam melaksanakan pekerjaan dan percobaan laboratorium kimia seperti titrasi, sintesis, distilasi, dan ekstraksi selalu menghasilkan bahan kimia sisa pakai yang perlu dibuang, Demikian pula kadang kala terdapat bahan kimia yang sudah tidak dipakai atau bahan kimia yang telah rusak atau bahan kimia yang tertumpah yang harus pula dibuang untuk meringankan beban laboratorium. Mengingat bahwa bahan kimia dari laboratorium kebanyakan beracun, maka pembuangan bahan kimia tersebut haruslah memikirkan pula kepentingan masyarakat dan lingkungan. Lebih-lebih bagi laboratorium yang terletak di tengah-tengah masyarakat berpenduduk padat. Air buangan dari laboratorium amat mungkin masuk dalam kali atau parit di mana air tersebut masih dipakai penduduk untuk mandi, mencuci, memelihara ikan dan sebagainya. Apabila bahan yang akan dibuang terlalu banyak dan atau amat baracun, maka bahan-bahan tersebut haruslah dimusnahkan. METODE UMUM PEMBUANGAN Secara umum pembuangan bahan kimia sisa pakai dapat dibagi dalam beberapa cara, yakni: 1. Pembuangan Langsung dari Laboratorium Bahan-bahan kimia yang larut dalam air dapat dibuang langsung melalui bak pembuangan dari laboratorium setelah: a. Penetralan, untuk zat-zat bersifat asam atau basa; b. Pengendapan, untuk zat-zat logam berat beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya. Setelah endapan dipisahkan, air dapat dibuang setelah dinetralkan 2. Pembakaran Terbuka Bahan-bahan kimia organik seperti pelarut-pelarut organik yang tidak begitu beracun dapat dibakar di tempat terbuka tetapi aman. Perlu diperhatikan bahwa 59

hasil pembakaran dapat bersifat toksik atau irritant (korosif) yang dapat menganggu masyarakat. 3. Pembakaran dalam Insenerator Untuk zat-zat yang toksik atau zat-zat yang apabila dibakar ditempat terbuka dapat menghasilkan zat-zat toksik, maka pembakaran akan lebih aman apabila dibakar dalam insenerator. Peralatan tersebut secara otomatis dapat membakar pada suhu 1000 C sehingga pembakaran sempurna. 4. Zat-zat Buangan Padat yang Reaktif atau Beracun Dapat dikubur dalam tanah dengan perlindungan tertentu. Perlindungan dimaksudkan agar zat-zat beracun tidak merebes kedalam sumur atau mata air, dan zat-zat eksplosif tidak menimbulkan bahaya pada penggalian tanah di masa dating. PROSEDUR PEMBUANGAN Di bawah diberikan contoh prosedur untuk mengatasi tumpahan bahan kimia atau cara pembuangannya yang aman. Tumpahan-tumpahan kimia (spills) pada kulit harus segera dicuci dengan sabun dan dibilas dengan banyak air. Apabila tumpahan tersebut mengenai pakaian atau sepatu, maka cuci dengan sabun atau musnahkan saja dengan dibakar. Juga tumpahan dapat terjadi pada meja atau lantai. Pemusnahan bahan kimia jumlah banyak (package lots) memerlukan cara penanganan tersendiri. Pembuangan langsung akan merusak lingkungan. Dalam hal menangani pembuangan atau pemusnahan bahan kimia perlu memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, pakaian laboratorium, atau pelindung mata. Untuk ringkasnya prosedur, dibawah ini akan membahas penanganan tumpahan pada meja atau lantai dan pembuangan/pemusnahan bahan kimia jumlah banyak.

Asam Inorganik Penanganan Bahan Tumpahan Tutup permukaan yang terkontaminasi dengan NaHCO3 atau campuran NaOH dan Ca(OH)2 (1:1). Campur dan bila perlu tambah air agar membentuk slurry. Buang slurry tersebut ke dalam bak pembuangan air. Pembuangan/Pemusnahan Bahan Tambahan pada asam sejumlah besar campuran NaOH dan Ca(OH)2 agar netral. Buang campuran tersebut ke dalam air yang sedang mengalir. Contoh: asam klorida, asam fluoride, asam nitrat, asam posfat, dan asam sulfat. Basa Alkali dan Amonia Penanganan Bahan Tumpahan Encerkan debgan air dan netralkan debgan 6 M HCl, serap dengan kain atau pindahkan pada suatu wadah untuk dibuang. Pembuangan/Pemusnahan Bahan Tuangkan dalam bak dan encerkan dengan air serta netralkan. Buang dalam pembuangan air basa. Contoh: ammonia anhidrat, kalsium hidroksida, dan natrium hidroksida.

Bahan Kimia Oksidator Penanganan Bahan Tumpahan Tumpahan zat padat atau cairan ditutup atau dicampur dengan reduktor seperti garam hipo, bisulfit, dan ferosulfat yang ditambah sedikit 3 M asam sulfat. Pindahkan dalam suatu wadah dan netralkan sebelum dibuang lewat bak air.

61

Pembuangan/Pemusnahan Bahan Tambah sejumlah larutan pereduksi (hipo, bisulfit, atau ferosulfat yang ditambah H2SO4). Biarkan reaksi selesai dan netralkan dengan NaOH atau HCl. Buang dengan banyak air. Contoh: amonium dikromat, amonium perklorat, amonium persulfat, dan asam perklorat. Bahan Kimia Reduktor Penanganan Bahan Tumpahan Tutup atau campur dengan NaHCO3. Biarkan reaksi selesai dan pindahkan ke dalam suatu wadah. Tambahkan kalsium hipoklorit, Ca(OCl)2 perlahan-lahan. Tambahkan air dan biarkan reaksi selesai. Encerkan dan netralkan sebelum dibuang ke dalam air. Pembuangan/Pemusnahan Bahan Gasa (seperti SO2) : Alirkan ke dalam larutan NaOH atau larutan kalsium hipoklorit. Padat : Campur dengan NaOH (1:1), tambah air sampai membentuk slurry. Tambahakan kalsium hipolorit dan air serta biarkan selama 2 jam. Netralkan sebelum dibuang ke dalam pembuangan air. Contoh: natrium bisulfat, natrium nitrit, natrium sulfite, dan belerang oksida. Sianida dan nitril Penanganan baham tumpahan Sianida : serap cairan pada kertas bekas/tissue. Upakan dalam lemari asam dan bakar atau: pindahkan ke dalam wadah gelas dan basahkan dengan NAOH dan aduk.ke dalam slurry tambahan ferosulfat berlebih. Setelah satu jam, dibuang ke dalam pembuangan air. Nitril : Tambah NaOH berlebih dengan Ca(OCL)2 untuk membentuk sianat.pindahkan keadah gelas dan buang kedalam pembuangan air setelah 1 jam bereaksi Pembuangan/pemusnahan bahan

Sainida

: tambahan bahan kedalam larutan basa dan kalsium hipoklorit

berlebih. Biarkan 24 jam dan buang kedalam pembuangan air. Nitril : tambahkan ke dalam NaOH alcohol untuk membentuk sianat,setelah 1

jam, uapkan alcohol. Tambah ke dalam residu sianat sejumlah larutan basa kalsium hipoklorit berlebih.setelah 24 jam buang kedalam pembuangan air. Asam organic Penanganan bahan tumpahan Tutup permukaan yang terkontaminasi dengan NaOH atau NaHCO3.campur dan tambah air bila perlu. Pindahkan slurry untuk dinentralkan dan dibuang dalam bak pembuangan air Pembuangan dan pemusnahan bahan Bahan berupa cair atau padat dilarutkan kedalam pelarut organic yang mudah terbakar. Bakar dalam insenerator. Contoh: asam asetat, asam benzoate, asam sitrat, asam formiat, asam oksalat,dan asam stearat. Halida Asam Organik Pembuangan bahan tumpahan Tutup dengan NaHCO3 dan pindahkan kedalam beaker serta tambah dengan air. Biarkan sebentar dan buang bersama dengan sejumlah air. Pembuangan dan pemusnahan bahan Campurkan dengan NaHCO3 dalam wadah gelas atau plastic dan tambahkan air dalam jumlah banyak sambil diaduk.buang kedalam bak air diikuti dengan banyak air. Contoh:asetil bromide,asetil klorida, dan benzoil klorida Aldehida Penanganan bahan tumpahan Sedikit:serap pada tissue dan uapkan dalam almari asam serta bakar. 63

Banyak:tutup dengan NaHSO3,tambah air dan aduk. Pindahkan ke dalam beaker gelas dan biarkan selama 1 jam. Buang dengan air dalam jumlah banyak. Pembuangan /pemusnahan bahan 1. Serap kedalam adsorbent, bakar secara terbuka atau dalam insenerator 2. Larutkan dalam aseton atau benzene,bakar dalam insenerator. Contoh: asetadehida, akrolein, benzaldehida, kloral, formaldehida, furfural, dan paraldehida.

Halide organic dan senyawa Penanganan bahan tumpahan Hindarkan sumber api. Absorpsi kedalam kertas tissue. Masukan kedalam wadah gelas atau besi.uapkan kedalam almari asam dan bakar.cuci wadahnya dengan sabun. Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Tuangkan kedalam NaHCO3 atau campurkan pasir dengan NaOH aduk baik-baik dan pindahkan kedalam insenerator 2. Larutkan kedalam pelarut organic mudah terbakar(aseton, benzene). Bakar dalam insenerator. Contoh: aldrin, klordan, dieldrin, lindane, tetraetilead, dan vinilklorida.

Asam organic tersubstitusi Penaganan bahan tumpahan Tutup tumpahan bahan dengan NaHCO3, pindahkan kedalam beaker dan tambah air. Biarkan reaksi selesai dan buang ke dalam bak air.

Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Tuangkan kedalam NaHCO3 berlebihan. Campurkan dan tambahkan air. Biarkan 24 jam setelah itu secara perlahan-lahan buang bersama sejumlah air, atau 2. Tuangkan kedalam absorben. Tutup dengan sisa kayu atau kertas, siram dengan alcohol bekas dan bakar,atau 3. Larutkan kedalam pelarut mudah terbakar atau sisa alcohol.bakar dalam insenerator. Contoh:asam benzene sulfonat, asam kloroasetat, asam trikloroasetat, dan asam fluoroasetat.

Amin Aromatik terhalogensi dan senyawa nitro Penanganan bahan tumpahan Serap dengan kertas tissue. Uapkan dalam almari asam dan bakar. Tumpahan dalam jumlah banyak dapat diserap dengan pasir + NaHCO3. Campur dengan potongan kertas dan bakar dalam insenerator.

Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Sepeti pada tumpahan banyak,atau 2. Dibakar langsung dengan insenerator dengan scrubber, atau 3. Campurkan dengan pelarut mudah terbakar (alcohol, benzene) dan bakar dalam insenerator Contoh:dinitroanilin, endrin, metal isosianat, nitrobenzene, dan nitrofenol.

65

Senyawa amin aromatic Penanganan bahan tumpahan Sedikit: serap dalam kertas tissue atau kertas biasa.biarkan menguap dalam lemari asam ,sisanya dibakar Banyak: tutup dengan campuran pasir dan NaOH. Aduk dan campur dengan potonganpotongan kertas dan bakar dalam insenerator.

Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Dapat dilakukan seperti pada tumpahan banyak. 2. Larutkan dalam pelarut mudah terbakar(alcohol, benzene) dan bakar dalam insenerator. Contoh:aniline, benzidine(karsinogenik), dan pyridine.

Posfat organic dan senyawa sejenis. Penaganan bahan tumpahan Adsorp dalam kertas tissue atau kertas bekas dan bakar.

Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Bakar langsung kedalam insenerator setelah dicampurkan dengan pasir dan dibasahi dengan pelarut organic yang mudah terbakar. 2. Campur dengan kertas bekas dan bakar insenerator dengan scrubber alkali. Contoh: malation, metal parathion, parathion, dan tributilposfat.

Eter Penaganan bahan tumpahan Hilangkan semua sumber api. Serap eter kedalam kertas tisuue/bekas.upkan sampai kering didalam almari asam. Setelah uap hilang semua, kertas dibakar.

Pembuangan/pemusnahan bahan 1. Siramkan ke atas tanah yg terbuka. Biarkan proses penguapan dan bakar jarak jauh, dengan amat hati-hati, atau 2. Larutkan dalam alcohol lebih tinggi(butyl alcohol),benzene atau petroleum eter. Bakar dalam insenerator.

Perhatian 67

Eter yang sudah lama dapat mengandung peroksida yang dapat meledak.oleh karna itu, dalam penagananya botol-botol tersebut harus dimasukan dalam silinder pelindung yang dapat menahan bila terjdi peledakan. Contoh :anisole, etil eter, dan metil eter

Hidrokarbon,alcohol, dan ester Penaganan bahan tumpahan Bahan cairan diserap kedalam kertas.uapkan dalam almari asam. Dan bakar kertasnya. Bahan padatan ditaruh diatas kertas. Bakar dalam almari asam.

Pembuangan/pemusnahan bahan

Campurkan bahan berupa cairan dengan pelarut yang lebih mudah terbakar. Dan bakar cairan insonerator. Bahan berupa padatan dibakar bersama kertas dalam insonerator. Atau bahan padat dilarutkan dalam pelarut mudah terbakar dan dibakar dalam insenerator. Contoh: antrasena, benzene,crude oil(minyak mentah),sikloheksan,fenol,toluene,dan metal akrilat.

Catatan: Cara-cara penaganan tertumpah dan pembuangan atau pemusnahan bahan diatas, hanya meliputi bahan-bahan kimia yang sering dipakai dalam laboratium.masih banyak bahan yang lain yang belum dibahas,cara-cara pemakain kembali atau recovery merupakan cara yang terbaik di Indonesia di mana bahan-bahan kimia cukup mahal.

69

You might also like