You are on page 1of 34

1

BAB I
TIN1AUAN PUSTAKA

PRE EKLAMPSIA
1,2,3,4,5
DEFINISI
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan
ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-
tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. DeIinisi klasik preeklampsia
meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (dideIinisikan sebagai suatu tekanan
darah yang menetap _ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensiI),
onset baru proteinuria (dideIinisikan sebagai 300 mg/24 jam atau _ 2 pada
urinalisis bersih tanpa inIeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang
bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi
dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.
3
Pre-eklampsia merupakan salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa
menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan,
persalinan dan masa niIas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
1


EPIDEMIOLOGI
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6 dari seluruh kehamilan
dan 12 pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa data yang ada, Irekuensi
dilaporkan sekitar 3-10. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada
multigravida, terutama primigravida usia muda.
Faktor-Iaktor predisposisi untuk terjadinya pre-eklampsia adalah
molahidatidosa, diabetes mellitus, kehamilan ganda, hidrops Ietalis, obesitas dan
umur yang lebih dari 35 tahun.

2

ETIOLOGI
1
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan oleh para ahliyang mencoba menerangkan penyebabnya,
oleh karena itu disebut 'penyakit teori, namun belum ada memberikan jawaban yang
memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab pre-eklampsia adalah
teori 'iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit ini.
2
PATOGENESIS
6
Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari pre-eklampsia
sebagai berikut:
1. Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan
invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disIungsi endothel dipicu oleh
pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprenting
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesiI
tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi
mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan 'ery Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing
Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak
non-esteriIikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamildengan kadar albumin
yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esteriIikasi dari
jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin
sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi
TxPA maka eIek toksik dari VLDL akan muncul.
3

Dalam perjalanannya keempat Iaktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast danterjadinya
iskemia plasenta.


Gambar 1. Skema Patogenesis Preeklampsia. (Roeshadi, R. Haryono. 2006)

4

Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat
penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah
hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-
zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam
sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatiI stress yaitu suatu
keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan
oksidatiI stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut
disIungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh
darah pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disIungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan dan angiotensin II sehingga
akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktiIkan sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara
keseluruhan setelah terjadi disIungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia
jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disIungsi dan kegagalan organ seperti:
O Pada ginjal: iperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
O Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
O Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan
oedema menyeluruh.
O Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopati.
O Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan Iungsi hati.
3

O Pada susunan syaraI pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
O Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.

GEJALA KLINIS
Gambaran klinis penderita preeklampsia sangat bervariasi, dari penderita
tanpa gejala klinik sampai penderita dengan gajala klinik yang sangat progresiI,
berkembang dengan cepat dan membahayakan nyawa penderita. Pada preeklampsia
umumnya perubahan patogenik telah lebih dahulu terjadi mendahului maniIestasi
klinik.
6
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya proteinuria.
1

O Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan berat badan kg setiap
minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1
kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap
timbulnya pre-eklampsia.
O Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30
mmHg atau lebih di atas tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat.
O Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatiI menunjukkan 1
atau 2 atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan
6

kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6
jam.

Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Pada pre-eklampsia
ringan tidak ditemukan gejala-gejala subjektiI. Pre-eklampsia ringan, bila disertai
keadaan sebagai berikut:
1,2,6
1. Tekanan darah 140/90 mmHg tetapi kurang dari 160/110 mmHg yang diukur
pada posisi berbaring telentang. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam sebaiknya 6 jam.
2. Proteinuria kuantitatiI 0,3 gr atau lebih per liter, atau pemeriksaan dipstick _
1

Pada pre-eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah Irontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual dan muntah. Gejala-
gejala ini sering ditemukan pada pre-eklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi,
edema menjadi lebih umum dan proteinuria bertambah banyak.
Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini
ditemukan:
1,2,6
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 pada pemeriksaan
kualitatiI.
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.
5. Edema paru atau sianosis.
6. Kenaikan serum kreatinin
7. Trombositopenia (100.000/mm)

7

Pada pre-eklampsia berat dapat menjadi impending eklampsia. Impending
eklampsia adalah gejala-gejala oedema, proteinuria, hipertensi disertai gejala
subjektiI dan objektiI. Gejala subjektiI antara lain; nyeri kepala, gangguan visual dan
nyeri epigastrium. Sedangkan gejala objektiI antara lain; hipereIlexia, eksitasi
motorik dan sianosis.
Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan
seperti (Lipstein, 2003):
O Nyeri epigastrium
O Nyeri kepala Irontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan
syaraI pusat)
O Gangguan Iungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino
transIerase
O Tanda-tanda hemolisis dan mikro angiopatik
O Trombositopenia 100.000/mm3
O Munculnya komplikasi sindroma HELLP

DIAGNOSIS
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya pre-eklampsia sukar
dicegah, namun pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan
dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias
tanda utama: hipertensi, edema, proteinuria. Adanya satu tanda harus menimbulkan
kewaspadaan, apalagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat
diramalkan; dan bila eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh
lebih buruk.
1,2


8

Uji diagnostik pre-eklampsia
1. Uji diagnostik dasar
O Pemeriksaan tekanan darah
O Analisis protein dalam urin
O Pengukuran tinggi Iundus uteri
O Pemeriksaaan Iunduskopi
2. Uji laboratorium dasar
O Evaluasi hematologi (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, sediaan hapus
darah tepi)
O Pemeriksaan Iungsi hati (SGPT, SGOT)
O Pemeriksaan Iungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
3. Uji untuk hipertensi
O #oll-over test
O Pemberian inIus angiotensin II

PENATALAKSANAAN
1,2,3,4,5,6,7
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdirir atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup di luar uterus. Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat
dicapai pada penanganan pre-eklampsia, terutama bila janin masih samgat prematur.
Dalam hal ini diusahakan tindakan medis untuk dapat menunggu selama mungkin
agar janin lebih matur.
Pada umumnya, terdapat beberapa indikasi untuk merawat pasien pre-
eklampsia di rumah sakit, ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan diastolik 90
mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 1 atau lebih.
9

3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Edema secara tiba-tiba.

Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya ada 1 tanda ditemukan, perawatan
belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan dapat ditingkatkan. Penanganan
pada pre-eklampsia terbagi 2, yaitu pada pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia
berat:
2
O Penanganan pre-eklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre-
eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran
darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan
vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut
bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar.
Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema
bekurang. Pada umumnya, pemberian diuretik dan antisedativa pada pre-
eklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan
proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu,
pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala pre-eklampsia
berat. Biasanya dengan tindakan yang sederhana ini tekanan darah turun, berat
badan dan edema turu, proteinuria tidak timbul atau mengurang. Setelah keadaan
menjadi normal kembali, penderita diperbolehkan pulang, akan tetapi harus
diperiksa lebih sering daripada biasanya.

O Penanganan pre-eklampsia berat
Pada dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat mungkin harus
berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm
persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio
sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda
10

impending eklampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan. Pada kehamilan preterm _ 34 minggu yang akan dilakukan terminasi
pemberian kortiko steroid seperti dexamethasone atau betamethasone untuk
pematangan paru harus dilakukan.
Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk
memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:
1. Magnesium sulIat
Tujuan utama pemberian magnesium sulIat adalah untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja magnesium sulIat
sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja sebagai -
metyl D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat
masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro
musculer function) ataupun pada susunan syaraI pusat. Dengan menurunnya
kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan kontraksi
otot yang berupa kejang dapat dicegah. Magnesium sulIat dapat diberikan
menurut Regim Prichart. Awalnya diberikan 4 gram secara intravena selama
4-5 menit dan 10 gram secara intra-muskuler. Selanjutnya diberikan 5 gram
setiap 4 jam secara intramuskuler. Sedangkan menurut Regim Zuspan,
magnesium sulIat seluruhnya diberikan secara intra-vena dengan dosis
sebagai berikut:
Awalnya diberikan 6 gram secara intra-vena selama 510 menit, kemudian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 gram/jam melalui inIus. Pada
pemberian magnesium sulIat kita harus berhati-hati terhadap gejala
keracunan yang dapat ditandai dengan munculnya:
ReIlex patella yang menurun ataupun hilang
PernaIasan 16 x per menit
Rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun, dan
Cardiac arrest
11

Antidotum pada keracunan magnesium sulIat adalah kalsium gluconat 10
dalam 10 cc diberikan secara intravena.

2. Anti hipertensi
Pada preeklampsia berat anti hipertensi diberikan jika tekanan darah 180/110
mmHg. Tujuan pemberian anti hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya
cardiovaskuler atau cerebrovaskuler accident. Sebenarnya banyak pilihan
anti hipertensi yang dapat diberikan, tetapi pilihan yang pertama adalah
hydralazine. Mekanisme kerja hydralazine adalah dengan merelaksasi otot
pada arteriol sehingga terjadi penurunan tahanan periIer. Hydralazine dapat
diberikan peroral atau parentral. Kerjanya cepat, bila diberikan intravena
sudah dapat dilihat eIeknya dalam 515 menit. EIek samping hydralazine
adalah sakit kepala, tacycardia, dan perasaan gelisah. Obat anti hipertensi
yang juga banyak digunakan adalah niIedipine. NiIedipine adalah satu-
satunya pilihan obat untuk hipertensi dalam kehamilan yang terdapat di
Indonesia. Obat ini mudah didapat, harganya murah, dan mudah
penggunaannya. NiIedipine termasuk calcium cannel antagonist, hanya
diberikan peroral dengan dosis 10-20 mg, dapat diulang setiap 30 menit
sesuai kebutuhan. EIek samping obat ini adalah sakit kepala, rasa panas,
sesak naIas, dan sakit di dada. Tidak mengganggu aliran darah utero plasenta.
Kalau diberi peroral, eIek kerjanya sudah terlihat dalam 5-10 menit dan
mencapai puncaknya setelah 60 menit dan dapat bekerja sampai 6 jam.
Mekanisme kerja niIedipine adalah dengan vasodilatasi arteriol.

3. Kortiko steroid: dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru.
Pada preeklampsia berat kortiko steroid hanya diberikan pada kehamilan
preterm 34 minggu dengan tujuan untuk mematangkan paru janin. Semua
kehamilan _ 34 minggu yang akan diakhiri diberikan kortiko steroid dalam
bentuk dexamethasone atau betamethasone. National Institute oI Health
12

menganjurkan pemberian kortiko steroid pada semua wanita dengan usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan preterm, termasuk
penderita pre-eklampsia berat. Pemberian betamethasone 12 mg intra-
muskuler dua dosis dengan interval 24 jam, atau pemberian dexamethasone 6
mg intra-vena empat dosis dengan interval 12 jam.

Pengobatan pre-eklampsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih prematur. Penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat
menyebabkan eklampsia atau kematian janin. Cara pengakhiran dapat dilakukan
dengan induksi persalinan atau seksio sesarea menurut keadaan. Pada umumnya
indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah:
1. Pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan.
2. Pre-eklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari.
3. Pre-eklampsia berat.
4. Eklampsia.













13

SINDROMA HELLP
4,6
DEFINISI
Diperkenalkan oleh Luis Weinstein pada tahun 1982, merupakan satu
kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia berat yang ditandai dengan
adanya: hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan penurunan jumlah trombosit.
Sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari preeklampsia berat. Sindroma
HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia tetapi dikutip dari 5
melaporkan bahwa sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Dan dilain
pihak banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk yang
ringan dari Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang terlewatkan karena
pemeriksaan laboratorium yang tidak adekwat
Sindrom HELLP adalah komplikasi kehamilan mengancam kehidupan
biasanya dianggap sebagai varian dari pre-eklampsia. Kedua kondisi ini biasanya
terjadi selama tahap akhir kehamilan, atau kadang-kadang setelah melahirkan.

FREKUENSI
4
Angka kejadian dari sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Hal ini disebabkan karena timbulnya sindroma ini sulit diduga serta
gambaran klinisnya yang mirip dengan gejala penyakit non obstetrik. Menurut Sibai
dkk (1986), angka kejadian sindroma HELLP berkisar 212 dari seluruh penderita
preeklampsia berat. Sedangkan angka kejadian sindroma HELLP pada seluruh
kehamilan berkisar antara 0,2 sampai 0,6 . 8,10
Di RS Dr. Pirngadi Medan menurut penelitian Siregar (1997) yang dilakukan
selama satu tahun angka kejadian sindroma HELLP didapati 1,54 (1 kasus dari 65
kasus preeklampsia berat dan eklampsia). Sofoewan (2000) melaporkan pada
penelitian retrospektiI di RS Dr. Sardjito Yogyakarta didapati 3 kasus (4,4 )
sidroma HELLP murni dan 11 kasus ( 16,2 ) sindroma HELLP Parsial dari 68
kasus pre-eklampsia berat yang ditelitinya sejak Januari1998 sampai September 2000.

14

KLASIFIKASI
4,6
Terdapat dua klasiIikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati.
Audibert dkk (1996) 24 melaporkan pembagian sindroma HELLP
berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang di dapati yaitu :
O Sindroma HELLP murni bila didapati ketiga parameter di bawah ini, yaitu :
hemolisis, peningkatan enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit
dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell,
scistocyte atau sperocytes ; LDH ~ 600 IU/L ; SGOT ~ 70 IU/L ;
bilirubin ~ 1,2 ml/dL dan jumlah trombosit 100.000/ mm3 .
O Sindroma HELLP parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak
ketiga parameter sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma HELLP
Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu:
Hemolysis (H)
Low Trombosit counts (LP)
Hemolysis Low trombosit counts (HLP)
Hemolysis Elevated liver enzymes (HEL)

2. Berdasarkan jumlah dari trombosit.
Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kelas,
yaitu :
O kelas I jumlah trombosit 50.000/mm3,
O kelas II jumlah trombosit ~ 50.000-100.000/mm3
O kelas III jumlah trombosit ~ 100.000-150.000/mm3.




13

GEJALA KLINIS
4,6
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau
kuadran kanan atas (90), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum
dibawa ke rumah sakit (90), serta mual dan muntah (45 86). Penambahan berat
badan dan edema (60), hipertensi dapat tidak dijumpai sekitar 20 kasus,
didapatinya hipertensi ringan (30) dan hipertensi berat (50).
Magann dkk (1993) melaporkan hubungan antara kenaikan tekanan darah
dengan jumlah trombosit. Dimana didapatinya tekanan darah sistolik berbeda secara
bermakna pada ketiga kelompok pasien. Pasien dengan Kelas I (jumlah trombosit
50.000 /mm3) ternyata lebih sering dengan tekanan darah 150 mmHg dibanding
dengan pasien kelas II (jumlah trombosit ~ 50.000-100.000/mm3 ) dan kelas III
(jumlah trombosit ~ 100.000-150.000/mm3), walaupun rerata puncak tekanan sistolik
postpartum tidak berbeda secara bermakna. Hipertensi berat ternyata tidak dijumpai
pada semua penderita dengan sindroma ini.
Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang-kejang, jaundice,
perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai
hipoglikemia, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal dan diabetes
insipidus yang neIrogenik. Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasanya dijumpai
pada kasus sindroma HELLP yang timbulnya postpartum atau antepartum yang
ditangani secara konservatiI.

PENATALAKSANAAN
4,6

Prioritas utama penanganannya adalah stabilisasi kondisi ibu terutama
terhadap tekanan darah, keseimbangan cairan, dan gangguan pembekuan darah.
Kontrol terhadap tekanan darah yang tinggi perlu segera dilakukan terutama bila
dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraI pusat dan kegagalan ginjal.
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa
penelitian menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan
usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal
16

apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan yang
konservatiI untuk mematangkan paru-paru janin dan atau memperbaiki gejala klinis
ibu. Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-
satunya terapi deIenitiI.
Pendekatan konservatiI dengan mematangkan paru-paru janin dan atau
memperbaiki gejala klinis ibu dengan mempergunakan kortikosteroid. Tompkins dan
Thigarajah (1999) melaporkan pemberian kortikosteroid baik betametason maupun
deksametason meningkatkan pematangan paru, meningkatkan jumlah trombosit,
mempengaruhi Iungsi hepar (kadar SGOT, SGPT dan LDH menurun) serta
memungkinkan untuk pemberian anastesia regional. Amorim dkk (1999) melaporkan
pemberian kortikosteroid antepartum, betametason 12 mg / IM yang diulang 24 jam
kemudian dan diberikan tiap minggu sampai persalinan pada kehamilan 26 sampai 34
minggu dapat meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian kortiko steroid pasca-
persalinan dapat diulangi dengan tujuan untuk mempercepat perbaikan laboratorium
dan keadaan penderita.
Prinsip penanganan pada sindroma HELLP sama dengan pre-eklampsia berat.
Prioritas pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap abnormalitas
pembekuan darah. Penanganan sindroma HELLP secara ringkas dapat dilihat dari
tabel 1

Tabel I. Penatalaksanaan Sindroma HELLP
1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :
a. Bila DIC (), koreksi Iaktor pembekuan
b. Pemberian proIilaksis anti kejang dengan SulIas Magnesikus
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke Iasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar subkapsular
2. Evaluasi kesejahteraan janin:
17

a. Non Stress Test
b. ProIil bioIisik
c. UltrasonograIi biometri
3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan 35 minggu
a. Jika paru telah matang, segera lahirkan
b. Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan
Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan.

Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan
segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu
dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila
tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada
semua kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan 32 minggu dengan serviks yang
telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan 32 minggu dengan serviks yang
belum matang, seksio sesarea elektiI merupakan pilihan.

PROGNOSIS
4
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19 27 untuk
mendapat resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko
sampai 43 untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Sindroma
HELLP kelas I merupakan resiko terbesar untuk berulangnya sindroma ini pada
kehamilan selanjutnya.
Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berkisar 10 60 tergantung dari
keparahan penyakit ibu. Bayi yang ibunya menderita sindroma HELLP akan
mengalami pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan sindroma kegagalan pernaIasan.




18

BAB II
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESA PRIBADI
O Nama : Ny. O
O Umur : 40 tahun
O No MR : 59.01.93
O Pendidikan : SLTP
O Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
O Agama : Islam
O Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
O Alamat : Jalan Gaperta Ujung No116
O Masuk RSUPM : 22 April 2011,pkl 00.50 wib

Keluhan utama : Nyeri kepala
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak tgl 21/04/2011 pukul 18.30 wib,
Pandangan kabur dijumpai, nyeri ulu hati dijumpai sejak tanggal 21/04/2011 pukul
1830WIB. Mual dijumpai sejak tanggal 21/04/2011 pukul 2200WIB. Muntah tidak
dijumpai. Mules-mules mau melahirkan tidak dijumpai, keluar lendir darah dan
keluar air dari kemaluan tidak dijumpai. Pasien sebelumnya pernah dirawat di Ruang
V RSPM dengan diagnosa PEBSGKDR (30-32minggu)PKAHB.Inpartu tetapi
kemudian pasien PAPS.
RPT : Hipertensi dalam kehamilan ()
RPO : NiIedipine


19

Riwayat Haid
O HPHT : 10-09-2010
O TTP : 17-06-2011
O Lama siklus : 28 hari (teratur)
O Lama haid : 6-7 hari
O Volume : 2-3x ganti doek / Hari
ANC : Bidan 4x, PIH 1x
O Trimester I : 1x
O Trimester II : 2x
O Trimester III : 2x
Riw. Persalinan :
1. _, aterm, SC a/I CPD, dokter, RS, 3800 gr, 2 tahun, sehat
2. Hamil ini.

II.PEMERIKSAAN FISIK
A.STATUS PRESENT
Sens : Compos Mentis anemis : (-)
TD : 170 / 90 mmHg ikterus : (-)
HR : 86 x/i sianosis : (-)
RR : 32x/i dispnoe : ()
T : 36,8 C oedema : () pretibial


20

B.STATUS GENERALISATA
1. Kepala
O Mata : Conjungtiva palpebra inIerior pucat (-),pupil isokor
/,reIleks cahaya / N, pandangan kabur ()
O Telinga : Tidak Ada Kelainan
O Hidung : Tidak Ada Kelainan
O Mulut : Tidak Ada Kelainan
2. Leher : Tidak Ada Kelainan
3. Dada : Payudara ka/ki membesar simetris, areola mammae
hiperpigmentasi, nipple tidak terjadi retraksi.
4. Perut : Membesar asimetris,striae gravidarum ()
5. Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan
6. Ekstremitas InIerior : Oedem pretibial (/)
7. Genitalia : Tidak ada kelainan
C. STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : Membesar asimetris
LI ( TFU) : Pertengahan BPX-Pusat (Leopold)
LII (Teregang) : Kanan
LIII (Presentasi) : Kepala
LIV (Turunnya kepala) : 5/5 (Iloating)
Gerak : ()
His : (-)
Djj : 152 x/menit , teratur (dapptone)


21

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil laboratorium 22/4/11 (IGD)
Hb : 8,6 gr/dl
Leukosit : 11.400 / mm3
Ht : 26
Trombosit : 402.000/mm3
KGD ad random : 80 mg/dl
Urinalisa :
Warna : Kuning
Protein : 3
Fungsi Hati : SGOT : 50 U/I
SGPT : 68 U/I
Fungsi Ginjal : Ureum : 71 mg/dL
Creatinin : 2,50 mg/dL
Enzim Jantung : LDH : 852 U/I

E. DIAGNOSA SEMENTARA
PEB dengan Impending eklampsia HELLP Syndrome Partial SG KDR (32-34
mgg) PK AH B.Inpartu

F. RENCANA
Terminasi kehamilan dengan SC Cito a/i Impending Eklampsia


22

G. PROGNOSIS
Buruk

H. TERAPI
- O2 2-3 l/i
- MgSO4 40 10cc (4gr) iv loading dose
- Drip MgSO4 40 30cc (12gr) 14 gtt/i (Maintenance Dose)
- Inj. Dexamethasone Rescue 10mg
- Inj. Ampicilin 2gr skin test
Penatalaksanaan : - Awasi VS,His,DJJ
- Persiapan operasi

LAPORAN OPERASI
Ibu di baringkan di meja operasi dengan inIus dan kateter terpasang baik.
Di bawah general anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
dengan betadine dan alkohol 70, kemudian di tutup dengan doek steril
kecuali lapangan operasi.
Di lakukan insisi PIanennstiel 10cm mulai kutis,sub kutis.
Dengan menyelipkan pinset anatomis, Iascia di gunting ke kanan dan ke
kiri. Kemudian di pisahkan Iascia dari otot- otot dan otot di kuakkan
secara tumpul.
Peritoneum di klem di kedua tempat lalu di gunting ke atas dan ke bawah.
Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, identiIikasi SBR dan
vesikouterina.
Di lakukan insisi pada SBR secara konkaI (insisi low servical, sampai sub
endometrium), lalu endometrium di tembus secara tumpul.
Dengan meluksir kepala, lahir bayi _, BB 1350 gram, PB 42 cm, A/S 5/5,
anus ().
23

Tali pusat di klem di dua tempat, lalu di gunting di antara nya.
Plasenta dikeluarkan secara PTT, kesan lengkap.
Lalu di bersihkan uetrus dengan kassa terbuka. Kesan : bersih
Lalu di lakukan jahitan hemositosis Iigure oI eight dan uterus di jahit
dengan chromic catgut no 2.0 secara interlocking .
Lakukan overhecting dengan plain catgut no 1
Lakukan reperitonealisasi dengan plain catgut no 1.0 dan sterilisasi
Pameroy pada kedua tuba.
Klem peritoneum dipasang dan kavum abdomen dibersihkan dari bekuan
darah dan cairan ketuban. Kesanbersih.
Peritoneum dijahit dengan plain catgut No.00 dan dijahit approximal.
Kedua ujung Iascia dijepit dengan kocher dan dijahit secara jelujur dengan
vicryl 2.0
Subkutis dijahit secara simple suture dengan plain catgut No 00.
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vicryl 2.0
Luka operasi ditutup dengan kasa steril dan Bethadine solution.
Liang vagina dibersihkan dengan kapas sublimat.
Keadaan umum ibu post operasi baik.

Pengawasan pasca operasi :
1. NPO sampai peristaltik ()
2. Awasi vital sign, balance cairan dan tanda perdarahan
3. Cek Hb 2 jam post operasi, jika 8 gr/dL, transIusi sesuai kebutuhan.
4. Terapi Post Operasi :
O IVFD RL 500 cc MgSO4 40 30 cc (12gr) 14 gtt/i
24

O Inj. Ampicillin 1 gr/12 jam / iv
O Inj.Metronidazole 500 mg/8 jam / drips
O Inj. Transamin 1amp 500 mg/8 jam selama 24jam
O Inj.Ketorolac 1 amp/8 jam
O Dexamethasone rescue 10-10-5-5/12jam

KALA IV :
Tanggal 22 April 2011
1.Jam 0400 0430 0500 0530 0600
2.TD(mmHg) 160/100 160/90 150/90 150/90 140/80
3.HR(x/i) 82 82 86 88 84
4.RR(x/i) 20 18 18 16 16
5. Kontraksi () () () () ()
6.Perdarahan 10cc 5cc - - -

HASIL LABORATORIUM 21AM POST OPERASI
Hb : 8,3 gr/dl
Leukosit : 20,700/ mm
3

Hematokrit : 24
Trombosit : 398.000/ mm
3





23

Tanggal 23/04/2011
ku
nyerl luka
operasl

S Sensorlum Compos MenLls Anemls (+)
1u 130/70mmPg lkLerlk ()
P8 88x/l Slanosls ()
88 20x/l uyspnoe ()
1 363'C Cedem ()

SC Abdomen Soepel perlsLalLlk ()
1lu 1 [arl dl bawah pusaL
/v ()
L/C LerLuLup perban
ASl (/)
Lochla (+) 8ubra
ASl (/)
8A8 ()
8Ak (+) vla kaLeLer uC400cc/2[am

Pasll Lab Pb/PL/Leu/1rom 79/21/17300/403000
urlnallsa
warna kunlng
roLeln (++)
ulagnosa

osL SC a/l L8 dengan lmpendlng
Lklamsla + PLLL Syndrome arslal +nP1



1erapl

lvlu 8L 300cc+MgSC4 40 30cc
ln[Amplclllln 1gr/12[am
ln[dexameLhasone 101033/12[am
meLronldazole drlps 300mg/8[am
ln[Lransamln 300mg/8[am
ln[keLorolac 1amp/8[am
nlfedlplne 3x10mg


8encana
Lransfusl 8C 3bag

(21x 60 x4)/173 28 3
26

Tanggal 24/04/2011
ku
nyerl luka
operasl

S Sensorlum Compos MenLls Anemls ()
1u 190/70mmPg lkLerlk ()
P8 78x/l Slanosls ()
88 24x/l uyspnoe ()
1 363'C Cedem ()

SC Abdomen Soepel perlsLalLlk (+)normal
1lu 1 [arl dl bawah pusaL
/v ()
L/C LerLuLup perban
ASl (/)
Lochla (+) 8ubra
llaLus (+)
8A8 ()
8Ak (+) vla kaLeLer uC200cc/[am

ulagnosa osL SC a/l L8 dengan lmpendlng
eklampsla+PLLL Syndrome arLlal +nP2
1erapl
lvlu 8L 20gLL/l
ln[Amplclllln 1gr/12[am
ln[dexameLhasone 101033/12[am
nlfedlplne 3x10mg
ln[meLronldazole drlp 300mg/8[am
ln[ keLorolac 1amp/8[am

Pasll Lab Pb 92gr/dl
posL Lransfusl LeukoslL 11700/mm3
PL 27
1romboslL 316000/mm3




27

Tanggal 25/04/2011
KU
nyeri luka
operasi

SP Sensorium Compos Mentis Anemis : (-)
TD 170/90mmHg Ikterik : (-)
HR 78x/i Sianosis : (-)
RR 24x/i Dyspnoe : (-)
T 36,7C Oedem : (-)

SO Abdomen Soepel, peristaltik (),normal
TFU 2 jari di bawah pusat
P/V (-)
L/O tertutup perban
ASI (-/-)
Lochia (), Serous
Flatus ()
BAB (-)
BAK () via kateter, UOP:100cc/jam

Diagnosa Post SC a/i PEB dengan impending

eklampsiaHELLP Syndrome Partial
NH3
Terapi
IVFD RL 20gtt/i
Inj.Ampicillin 1gr/12jam

inj.metronidazole drip 500mg/8jam
NiIedipine 3x10mg
inj ketorolac 1amp/8jam

Hasil Lab Hb 10,0gr/dl
Leukosit 12,900/mm3
Ht 30,2
Trombosit 250,000/mm3
D-dimer 250ug/ml
SGOT/SGPT 15/17
Ureum/Kreatinin 78/2,12mg/dl
LDH 332 U/I
Urinalisa Warna Kuning
Protein

28

Tanggal 26/04/2011
KU
nyeri luka
operasi

SP Sensorium Compos Mentis Anemis : (-)
TD 160/80mmHg Ikterik : (-)
HR 82x/i Sianosis : (-)
RR 20x/i Dyspnoe : (-)
T 37,2C Oedem : (-)

SO Abdomen Soepel, peristaltik (),normal
TFU 2 jari di bawah pusat
P/V (-)
L/O tertutup perban
ASI (-/-)
Lochia () Serous
Flatus ()
BAB (-)
BAK ()

Diagnosa Post SC a/i PEB dengan impending

eklampsiaHELLP Syndrome Partial
NH4
Terapi CeIadroxil 3x500mg
metronidazole 3x500mg
ranitidine tab 3x1
as.meIenamat 3x500mg
captopril 2x25mg
SF 2x1
Vit B.comp 3x1
Linoral 3x1







29

Tanggal 27/04/2011
KU
Tidak ada
keluhan

SP Sensorium Compos Mentis Anemis : (-)
TD 130/90mmHg Ikterik : (-)
HR 80x/i Sianosis : (-)
RR 24x/i Dyspnoe : (-)
T 37,0C Oedem : (-)
SO Abdomen Soepel, peristaltik (),normal
TFU 2 jari di bawah pusat
P/V (-)
L/O tertutup perban
ASI (-/-)
Lochia () Serous
Flatus ()
BAB ()
BAK ()
Diagnosa Post SC a/i PEB dengan impending

eklampsiaHELLP Syndrome Partial
NH5
Terapi CeIadroxil 2x500mg
metronidazole 3x500mg
as.meIenamat 3x500mg
captopril 2x25mg
SF 2x1
Vit B.comp 3x1
Linoral 3x1

Rencana Cek darah rutin,LFT/RFT,Urinalisa
Hasil Lab Hb 10,8gr/dl


Ht 32,8


Leukosit 19,830/mm3


Trombosit 307,000/mm3


SGOT/SGPT 14/17


Ureum/Kreatinin 77/2,04
Urinalisa Warna Kuning


Protein

30

Tanggal 28/04/2011
KU
Tidak ada
keluhan

SP Sensorium Compos Mentis Anemis : (-)
TD 130/90mmHg Ikterik : (-)
HR 80x/i Sianosis : (-)
RR 24x/i Dyspnoe : (-)
T 37,0C Oedem : (-)
SO Abdomen Soepel, peristaltik (),normal
TFU 3 jari di bawah pusat
P/V (-)
L/O tertutup perban :kesan kering
ASI (-/-)
Lochia () Serous
Flatus ()
BAB ()
BAK ()
Hasil Lab

Hb/ Ht/ Leukosit/ Trombosit
10,6/32/ 13,340/ 259,000
Urinalisa :
Warna : kuning
Protein :




Diagnosa

Post SC a/i PEB dengan Impending
eklamsia HELLP Syndrome NH6
Terapi

CeIadroxil 2x500mg
metronidazole 3x500mg
as.meIenamat 3x500mg
amlodipin 1x5mg
captopril 2x25mg
Vit B.comp 3x1

Rencana PBJ



31

ANALISA KASUS

Seorang wanita, Ny.O, usia 40 tahun, datang ke RSUPM pada tanggal 22 april
2011 pukul 00.50 Wib dengan keluhan nyeri kepala. Hal ini dialami pasien sejak
tanggal 21 april 2011 pukul 1830 WIB. Pandangan kabur (), nyeri ulu hati () sejak
tanggal 21 april 2011. Mual () sejak pukul 2200 WIB. Sebelumnya pasien pernah
dirawat di RSPM dengan diagnosa PEBSGKDR (30-32mgu)PKAHB.Inpartu
selama 10 hari tetapi pasien PAPS.
Pasien datang ke IGD dengan tekanan darah 170/90mmHg, serta pemeriksaan
proteinuria 3. Dari hasil laboratorium, trombosit 402.000/mm
3
, SGOT 50 U/I, SGPT
68 U/I dan LDH 852 U/I. Sehingga pasien di diagnosa dengan PEB dengan
Impending eklampsi HELLP Syndrome Parsial.
Setelah dilakukan SC Cito, lahir bayi laki-laki, BB 1350 gram, PB 42cm, AS : 5/5
dan anus ()
Pada Iollow up, keadaan pasien mengalami pembaikan dan pulang berawat
jalan pada tanggal 29 april 2011 dan diminta kontrol ke poli pada tanggal 2Mei 2011.

32

BAB III
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
O Pre eklamsia berat bila ditemukan
tekanan darah sistolik _ 160 mmhg dan
tekanan darah diastolik _ 110 mmhg,
proteinuria lebih 5 gr/24 jam atau 3

O Preeklamsia berat sering memerlukan
pengobatan dengan obat antihipertensi
dan antikejang dan diikuti dengan
terminasi kehamilan




O Sindroma HELLP parsial yaitu bila
dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak
ketiga parameter sindroma HELLP.
Hemolisis, peningkatan enzim hepar dan
penurunan jumlah trombosit dengan
karakteristik : gambaran darah tepi
dijumpainya burr cell, scistocyte atau
sperocytes ; LDH ~ 600 IU/L ; SGOT ~
70 IU/L ; bilirubin ~ 1,2 ml/dL dan
jumlah trombosit 100.000/ mm3
O Pada kasus ini ditemukan tekanan
darah 170/90 mmHg dengan
proteinuria 3


O Pada pasien ini telah dilakukan
stabilisasi dengan pemberian MgSo4
40 10cc 4gr pada Loading dose dan
MgSo4 40 30cc 12gr pada
maintenance dose dan pemberian
niIedipine dan telah dilakukan terminasi
kehamilan

O Pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan dijumpai
LDH 852 U/I. Dengan ini dapat
ditegakkan menjadi sindroma HELLP
parsial.


33

PERMASALAHAN

W Apakah penanganan untuk pasien ini sudah tepat?
W Apakah pada pre-eklampsia berat bisa melakukan partus spontan pervaginam?
























34

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Pre-Eklampsia dan Eklampsia. Ilmu Kebidanan ed. 3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta. 2005. 281-300
2. Mochtar, Rustam. Toksemia Gravidarum. Sinopsis Obstetri jilid 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 1998. 198-208
3. Pangemanan, Wim T., omplikasi Akut pada Pre Eklampsia. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya; Palembang. 2002
4. Dina, Sarah. Luaran Ibu dan Bayi pada Penderita Pre Eklampsia Berat dan
Eklampsia dengan atau tanpa Sindroma Hellp. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. USU digital library; Medan. 2003
5. Cunningham, Mac Donald. Obstetri Williams ed. 18. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta. 1995
6. Roeshadi, R. Haryono. &paya Menurunkan Angka esakitan dan Angka
ematian Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara. USU digital library; Medan. 2006
7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Tarakan; Kalimantan Timur. Cermin
Dunia Kedokteran. 2001

You might also like