You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan masalah kesehatan di
dunia yang sangat penting dikarenakan angka kejadian yang tinggi.
Prevalensi tekanan darah tinggi meningkat sering dengan peningkatan usia.
Peningkatan pendapatn perkapita dan perubahan gaya hidup,
menyebabkan meningkatkan prevalensi penyakit degeneratiI, seperti penyakit
jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain.
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah,
yang dapat diklasiIikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau
esensial yang penyebab tidak diketahui dan hipertensi skunder yang dapat
disebabkan oleh penyakit ginjal dan lain-lain. Hipertensi sering kali tidak
menimbilkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi
dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu,
hipertensi perlu dideteksi diniyaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala.
(Sidabutar, R.P., Wiguno P., 1999)
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat
terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin dan umur) dan yang dapat
dikontrol (seperti kegenukan, kurang olahraga, merokok serta konsumsi
alcohol dan garam). Penderita hipertensi yang sangat heterogen membuktikan
bahwa penyakit ini bagaikan mosaik, diderita oleh banyak yang datang dari
berbagai subkelompok beresiko di dalam masyarakat. Hal tersebut juga
bahwa hipertensi dipengaruhi oleh Iaktor resiko ganda, baik yang bersiIat
endogen seperti neurotransmitter, hormone dan genetik, maupun yang bersiIat
eksogen seperti meroko, nutrisi dan stressor. Bagi penderita tekanan darah
tinggi, penting mengenal hipertensidengan membuat perubahan gaya hidup
positiI. Hipertensi dapat dicegah dengan mengatur pola makan yang baik dan
aktivitas Iisik yang cukup.
(Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan, 2001)
Diuretik thiazid bermanIaat pada diabetes, biasa sendiri atau sebagai
bagiab dari regimen terapi yang dikombinasikan. Terapi dengan klortalidon
menurunkan titik akhir primer pada penyakit jantung kronis Iatal dan inIrak
miokard untuk tingkat derajat yang sama sebagai dasar terapi pada lisinopril
atau amlodipin. Perhatian potensial adalah kecenderungan dari diuretic tipe
thiazid untuk hiperglikemia buruk, terapi yang ditunjukan kecil dan tidak
memproduksi kejadian kardiovaskular dibandingkan golongan obat yang lain
(Chobanian et al., 2004).
Obat-obat yang dewasa ini digunakan untuk terapi Hipertensi dapat
dibagi dalam beberapa kelompok, yang berturut-turut akan dibicarakan lebih
mendetail di bawah ini:
a. Diuretik
b. u- receptor blockers
c. - receptor blockers
d. Obat-obat SSP
e. Antagonis kalsium
I. Penghambat ACE
g. Vasodilator
h. AT-II- receptor blockers (antagonis-ATII)
Mekanisme obat hipertensi berbagai macam dan cara kerjanya dapat
dibagi dalam beberapa jenis, yakni :
a. Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : diuretika
b. Memperlambat kerja jantung : beta-blockers
c. Memperlebar pembuluh : vasodilator langsung (di/hidralazin, minoxidil),
antagonis kalsium, penghambat ACE dan ATII- receptor blockers
d. Menstimulasi SSP : agonis alIa-2 sentral seperti klonidin dan moxonidin,
metildopa, guanIasin, dan reserpin
e. Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh yakni :
O u-1-blocker : derivate quinazoli (prazosin, doxazosin, alIuzosin,
tamsulosin), ketanserin (ketansin)
O u-1 dan -2-blockers : Ientolamin
O -blockers : propanolol, etenolol, metropolol, pindolol, bisoprolol,
timolol dan lain-lain
O u/ blockers lebetolol dan carvedilol
(Tan Hoan Tjay dan Rahardja Kirana, 2007)

1.2. Anemia
Anemia terjadi ketika kita memiliki kurang dari normal jumlah seldarah
merah dalam darah atau ketika sel-sel darah dalam darah tidak memiliki
cukup hemoglobin. Hemoglobin adalah protein, ini yang memberikan warna
merah darah. Fungsi utama adalah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh. Jika memiliki anemia, darah tidak cukup membawa
oksigenke sumua bagian dari tubuh. Tanpa oksigen organ dalam jaringan
tidak dapat bekerja seperti yang seharusnya. Lebih dari 3 juta orang di
amerika serikat mengalami anemia. Wanita dan orang-orang dengan penyakit
kronis berada diresiko terbesar untuk anemia. Anemia terjadi ketika:
a. Tubuh kehilangan terlalu banyak darah (seperti pada periode berat, tertentu
penyakit, dan trauma)
b. Tubuh memiliki masalah membuat merah sel darah
c. Sel darah merah rusak atau mati lebih cepat dari tubuh dapat
menggantikan mereka dengan yang baru
d. Lebih dari satu masalah ini terjadi pada waktu yang sama
Penggolongan obat hematopoetika, obat-obat yang digunakan pada
diIesiensi darah terdiri dari sedian besi, asam Iolat dan sianokobalamin.
Sedian popular seringkali pula mengandung mineral spura, seperti seng, selen
tembaga, kobalt, molibdan dan mangan, terdapat terdapat dalam bahan
makanan dalam jumlah kecil sekali. Ekstrak hati mengandung vitamin B12
dan asam Iolat namun jarang sekali digunakan kerena vitamin B12 dan asam
Iolat sudah biasa didapat dalam keadaan murni.

Dewasa ini tersedia beberapa obat baru untuk digunakan pada keadaan
khas yang dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Faktor-Iaktor pertumbuhan elektrosit antara lain epoetin darbepoetin, yaitu
glikoprotein yang dibuat dengan teknik rekombinan. Obat ini menstimulir
pembentukan elektrosit dan khususnya digunakan oleh penderita anemia
berat.
b. Faktor-Iaktor stimulasi koloni yang menstimulir terutama pertumbuhan
granulositneutropil, antara lain Iilbrastin dan lenograstin.
(Charles M. Peterson,2008)

1.3. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Gastroesophageal ReIlux Disease (GERD) adalah bentuk yang serius dari
Gastroesophageal ReIlux (GER), yang umum. GER terjadi ketika esophagus
bagian bawah sphincter (LES) membuka secara spontan, untuk berbagai
periode waktu, atau tidak menutup dan isi perut naik ke dalam esophagus.
GER juga disebut asam reIluks atau asam regurgitasi, karena pencernaan
yang disebut asam timbul dengan makanan. Kerongkongan adalah tabung
yang membawa makanan dari mulut ke perut. LES adalah sebuah cincin otot
bagian bawah esopagus yang bertindak sebagai seperti katup antara
kerongkongan dan lambung. Ketika terjadi reIluks asam, makanan atau cairan
dapat dinikmati dibagian belakang mulut. Ketika asam lambung direIluks
menyentuh lapisan kerongkongan dapat menyebabkan pembakaran di dada
atau tenggorokan disebut mulas atau asam pencernaan. GER sesekali umum
dan tidak selalu berarti satu telah GERD. Persistent reIluks yang terjadi lebih
dari dua kali seminggu dianggap GERD, dan akhirnya dapat menyebabkan
lebih masalah kesehatan yang serius. Orang-orang dari segala usia dapat
memiliki GERD.
(Institut Kesehatan Nasional, 2007)



Penggolongan obat-obatannya diantaranya yaitu:
a. Antasid
Golongan obat ini cukup eIektiI dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esoIagitis. Selain sebagai
buIIer terhadap asam lambung (HCl), obat ini dapat memperkuat tekanan
esophagus bagian bawah. Kelemahan obat ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menyebabkan diare terutama mengandung
magnesiumsereta konstipasi terutama antasid yang alumunium,
penggunaan sangat terbatas bagi pasien dengan gangguan Iungsi ginjal.
Dosis 4 x 1 sendok makan.
b. Antagonis reseptor H2
Yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidine, tamotidin,
dan nizatdin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini eIektiI
dalam pengobatan penyakit reIluks gastroesoIagical jika diberikkan dosis
2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya
eIektiI pada pengobatan esoIagitis derajat sedang sampai ringan tanpa
komplikasi.
Dosis pemberian :
O Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
O Ranitidin : 4 x 150 mg
O Famotidin : 2 x 20
O Nizatidin : 2 x 150 mg
c. Obat-Obat Prokinetik
Secara teontis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
Metoklopramid obat ini berkerja sebagai antagonis reseptor dopamin.
EIektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dikombinasi dengan antagonis
reseptor H2 atau penghambat pompa proton karena melalui sawar darah
otak, maka dapat tumbuh eIek terhadap susunan saraI pusat berupa
mengantuk, pusing angitasi, tremor. Dosis: 3 x 10 mg.
Domperidon golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan eIek samping yang lebih jarang dibandingkan metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupu eIektivitasnya
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini dapat diketahui meningkatkan tonus LES
serta mempercapat pengosongan lambung. Dosis 3 x 10-20 mg sehari.
d. SukralIat (Almuniam Hidroksid Sukrosa OktesulIot)
Berbeda dengan antasid dan penekanan sekrest asam, obat ini tidak
memiliki eIek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan
meningkatkan mukosa esophagus, sebagai buIIer terhadap HCl di
esophagus serta dapat meningkatkan pepsin dan garam empedu. Golongan
obat ini cukup aman di berikan karena bekerja secara topicai (sitoproteksi).
Dosis 4 x 1 gram
e. Penghambat Pompa Proton
Golongan ini merupakan drug oI choice dalam pengobatan GERD.
Golongan obat-obat ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal
dengan mempengaruhi enzim H,K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap
akhir proses pembentukan asam lambung. Obat-obat ini sangat eIektiI
dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus bahkan
pada esoIagitis erosiIa derajat berat serta yang reIrakter dengan golongan
antagonis reseptor H2. Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis
penuh, yaitu :
O Omeprazole : 2 x 20 mg
O Lansoprazole : 2 x 30 mg
O Pantoprazole : 2 x 40 mg
O Rabeprazole : 2 x 10 mg
O Esomeprazole : 2 x 40 mg
Umumnya pengubatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial)
yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy)
selama 4 bulan atau on demand therapy. Tergantungg dari derajat
esoIagitinya. EIektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika
dikombinasikan dengan golongan prokinetik. Untuk pengobatan GERD
diberikan dosis standar, yaitu:
O Omeprazole : 2 x 20 mg
O Lansoprazole : 2 x 30 mg
O Pantoprazole : 2 x 40 mg
O Rabeprazole : 2 x 10 mg
O Esomeprazole : 2 x 40 mg
(Tan Hoan Tjay dan Rahardja Kirana, 2007)

You might also like