Professional Documents
Culture Documents
ffiHffiEBUT
BUET
ffi0tv!0t!0
I,IPIITAN I([III$[I$
H[PIIBIII( H[[ATA
H$IANI$
Pasanu surut
00037
ffip *7.S$E
9 770126
ililillrililillllllllll ililil1il
427302
TEMPO
No. 4037/ M-20 November 2011
A1bum....... ........
.. . .. .
. ...
..... ........
.....10
Bahasa......,.......... ............154
(atatan
Eta|ase........,.............
1n0vasi............,.....
Kartun............,......
.........12 ..'14
Pinggir
...178
. ...........
.......16
..
.......128
M0men................,..
..............20
...
SeniRupa...........
Mereka mendapat sebutan Indonesianis, dan mereka mencintai Indonesia. Mereka menyelami dunia religi, potitik sosial serta budaya Indonesia, dan menghasilkan karya ilmiah yang mengagumkan, yang tidak hanya berguna bagi bangsaini, tapi juga bagi bangsa lain untuk memahami Indonesia. Para Indonesianis itu datang dari Prancis, Amerika, Australia, Belanda, Jerman, dan Rusia. Tak sedikit yang sempat dicekal Orde Baru, seperti Ruth McVey, yang menulis soal komunisme. Atau Ben Anderson, yang mengupas pembunuhan jenderal-jenderal pada 1965.
flrr
Tari....
...176
[ingkungan........
.... 45
Kesehatan................
......36
160
lt li.l, i ir
I
rii I i
163
16s
I55iProyekPrestisius
Bernama Mandalika
Pemerintah akan membangun pusat pariwisata baru di Mandalika, Lombok' Nusa
seluas
:;
1,
,T,6
1.175 hektare Yang memanjang di pinggir pantai selatan Lombok r,t telah disiapkan' Targetnya, sejuta ;.:' wisatawan mancanegara datang'::,,,. ke tempat ini Per tahun.
KULIT MUKA: KENDRA H. PARAMITA
..
..ials++ , : 1.
.,1.,
r,tt
[,
Tipikor
DESAKAN mengevaluasi
-.rffit
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di daerah terus menggelinding. Maraknya vonis bebas di pengadilan khusus itu menjadi pemicunya. MisalnYa vonis bebas terhadaP sejumlah kepala daerah nonaktif di Pengadilan Tipikor Bandung. Belakangan, Pengadilan TiPikor Samarinda ju$a melePaskan 14 anggota Dewan Yang didakwa korupsi.
4 I rEMPo
zo NovEMBER 201
''-ffiKffiffiffiK&
ruKffiffiffiHffi
ESTORAN yang didirikan pada 1927 itu sampai kini masih menyajikan hidangan yang menggoyang lidah. Na-
x dx f?,Eg,,e S#ff#-cx,ea
eadm&exfe
p'?c"{esds
Trio. Letaknya di
Jalan Gondangdia Lama Nomor 29A, Jakarta Pusat-sisi depannya berdinding kayu berwarna hijau. Rumah makan ini terkenal dengan sajian Cantonese cuisine, Ada 2oo masakan Canton yang dimasak dengan
resep
{x#s3x,6*
&{,&g
I^**&iu
sf aed*
&ad*ra**
sdse.
P**
ras&;fl*l*ex,ex"
turun-temurun.
**xa*earagr
Tiga sekawan peneliti dari Prancis, Denys Lombard (almarhum), Christian Pelras, dan Pierre Labrousse, pada dekade 197O sering makan di restoran tersebut. Sembari menyantap, di situ
mere.kaberdiskusi soal Indonesia. Dari restoran itu pula mereka beranganangan membuat majalah yang mam-
Sradspra**
s*#e, &*8.* dex,$eauagdx,3?
dd4,,e
t
*"r#m"c{.s3 &ppa*x.$$*cs,
pu menampung penelitian-penelitian mendalam tentang Nusantara. Hasilnyal. Arcltipel,jurnal berwibawa yang bertahansampaikini.
Kita tahu dari tangan tiga cendekiawan itu lahir karya-karya babon mengenai Indonesia. Dari Lombard lahir
Ka*s*r.ea*
&$es*
ffi**
flmrae$ex*
*fur.maerra,
T #flm
tigajilidNzrala
fsB{$E{ts,
Carrefour Jaaanais). Dari Pelras terbitManusia Bugis. Akan halnya Labrousse men)'usun Kamas IJmum Indone sia-Prancis yang sangat tebal.
Kesetiaan mereka terhadap kajian I ndonesia mengagu mkan. Denys Lombard meninggal di Paris, 1998, pada usia 6o tahun. Sebelum wafat, ia sempat menyunting kisah perjalarran saudagar Prancis, Augustin de Beaulieu, ke Sumatera. Umur Pelras kini sudah
di atas
7O
kalah sariana luar negeri yang sangat mencintai Indonesia. Mereka menye-
lami dunia kuliner, religi, dan politik kita serta mampu menyajikan data dan analisis yang mengagetkan. Kita, misalnya, tak akan pernah tahu me-
tahun.Pada2OO4,Pelras ak-
miliki kerajaan berpengaruh Sriwijayabila sejararvan G. Coedes tak menerbitkan artikel I e Royaume de Crfuiiayapadar$l9.
Tahun 197o-an adalah masa gemi-
tif terlibat dalam diskusi untuk mempersiapkan pementasan kontemporer kisah La Galigo oleh sutradara auanfgarde Amerlk:a, Robert Wilson, di Esplanade, Singapura. Sedangkan Labrousse sehat r,valafiat di Paris dan te-
lang studi Indonesia. Penelitian tentang Indonesiaberdatangan dari Prancis, Amerika, Australia, Belanda, Jerman, dan Rusia. Studi-studi itu mencakup spektrum yangluas: dari arkeologi sampai militer. Banyakbuku kar-
para Indonesianis, itu karena kami ingin membaca ulang peran penting
para pemerhati Indonesia ini. Mere-
AdapulastudiTakashi Shiraishitentang Mas Marco Kartodikromo atau Haji Misbach. Selain itu, ada studi terhadap bapak Republik kita-Sukarno,
51 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
da ne s ia.
Kahin Center, Universitas Cornell, inilah ketujuh kalinya perhelatan itu diadakan. Di Jerman, Universitas Freiburg bar-u saja menyelenggarakan sebuah seminar Asia Tenggara yang menitikberatkan evaluasi lti tahun desentralisasi dan otonomi di Indonesia. Sebanyak t6o pakar terlibat dan 6o kertas kerja didiskusikan. Untuk membahas masalah Indonesianis ini, kamimengundang Dr Roger ToI, Direktur KITLV Jakarta. Roger Tol adalah pakar studi Bugis dan Melayr. Darinyakami mendapatkisah hidup beberapa Indonesianis di Belan-
Pierre
Labrousse dan Restoran Trio.
ditio.Di
ffi
Belanda, kit4 mendengar Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Leidenyangdidirikan Profesor Teeuw ditutup. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV)-Mekah bagi para peneliti Indonesia di Belanda karena di sana tersimpan ratusan ribu buku dan berbagai dokumen mengenai Indonesia dari awal abadke-2o sampaikini-terancam bangkrut. Anggaran lembaga itu dipotong besar-besaran. Di Rusia, hal serupa terjadi. Di St
da. Kami juga mengundang para Indonesialis mudayangtengah melakukan penelitian di Indonesia. Di antaranya Michael Buehler dan"Kikue Hamayotsu-keduanya asisten profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Northern lllinois. Buehler meneliti kota-kota dan kabupaten-kabupaten yang mempraktekkan'syariat Islam dan Hamayotsu meneliti partai-paft ai
di Indonesia. Bersamaan dengan itu, kami menu-
Petersburg, ada museum antropologi dan etnografi Kunstkammer-museum dengan dinding hljau di pinggir
Sungai Volga, yangpada musim
dingin
Hatta, Siahrir, dan Tan Malaka-dari Audrey Kahin hingga Rudolf Mrazek. Semuanya memberi kita ilmu tentang demokrasi dan pluralisme. Karya-karya mereka tak luput dari kritik. Beberapa buku disebut bias atau taklagi cocokjika diteropong dari kacamata masa kini. Pengelompokan Clifford Geertz terhadap masyarakat
airnya beku seperti balok es. Museum yang didirikan Peter Agung dan dibuka pada 1714, itu menyimpan banyak barangkoleksi asal Indonesia. Di sana bekerja ahli Batak bernama Dr Elena Rer,rrnenkova. Elena mampu memba. ca aksara Batak kuno. Ia menulis disertasi tentang ritual kapal roh-roh Batak. Menurut Elena, dulu koleksi barang etnis asal Indonesia menjadi pri-
gasi koresponden kmpo melakukan reportase ke sarang-sarang Indonesianis di Universitas Monash, Australia; Universitas Cornell. Amerika: dan
Jawa-priayi, santri, dan abangansudah banyak ditolak. Tapi uraiannya mengenai Bali {4lamNega ra : Th e Th ea!re Stote in lgtrt Cenlur.l1 Balidianggap masi\ relevan. Teori tentang ma-
syarakat yang dibayangkan Ben Anderson dalam Im a,gined Communities hingga kini masih dipakai untuk meneropong sejarah kawasan lain diAsia
Tenggara.
madona. Di ruang utama Kunstkammer yang bentuknya bundar dulu penuh dipajangbarang-barang etnis dari 2f provinsi Indonesia. Untuk melengkapi koleksi Indonesia, pengelola museum bahkan pernah menukar koleksi barang etnis Siberia yang dimilikinya dengan barang Indonesiayang di-
***
PEMBACA, edisi khusus para Indonesianis ini iuga dibuat karena turunnya minat terhadap studi Indonesia di mancanegara. Di Amerika, kuliah bahasa I ndonesia pada musim panas sudah sepi peminat. Di Arstralia idem
miliki museum Eropa. Tapi kini sudah berbeda. Di ruang utama sekarang disuguhkan barangAsia lain, sementara barang-barang Indonesia, kecuali Batak. digudangkan. Tak semua bernuansa suram, memang. Pada Agustus, I-Iniversitas Cornell dan UniversitasYale, Amerika Serikat, mengadakan Cor-nell-Tale Seoenth Northeastet"n Conference on In-
kan bisa memberikan informasi tentang para Indonesianis-dulu dan sekarang. Para peneliti yang mencintai Indonesia dengan segenapjiwa dan ra-
ganya.
20 NOVEMBER 2011 TEMPO
I 55
!i,.ti-fi.l
ffitffiT-ffi1
Pasca-Orde Baru
di Mata Cornell
Cornetl University pernah jadi kibLat kajian lndonesia dengan sejumtah pakar berpengaruh, dari George McTurnan Kahin hingga Benedrct Anderson. Namun kegiatan kajian Nusantara dl sana kemudran redup cukup [ama dan kekurangan mahasiswa yang bermtnat mempetajari lndonesia. Kini mereka mencoba bangkit dan mengktaim kembati posisinya sebagai pusat kajian Asia Tenggara yang mumpuni. Sejumtah penetiti muda juga bermuncutan dan tersebar di berbagal kampus di negerl itu. Mereka adatah penetltiyang kini aktif mengamati dan mencatat
perubahan sosiat-potitik lndonesia pasca-0rde Baru.
zo NOVEMBER 2011
TEMPo I 57
di lthaea
AKBAR TAHUN
Sayrrr Asam
INI
MENGHIDUPKAN KEMBALI KAJIAN INDONESIA YANG SEMPAT MATI SURI
diprakarsai
Corne[1 dan Yate
University
pada Agustus
Menu Indonesia yang dimasak Jolanda Pandin, doktor linguistik dari Toraja yang jadi pengajar tetap kelas bahasa Indonesia di Cornell, itu cepat tandas. Puluhan orang asing yang menghadiri konferensi tentang
derson, Ruth McVey, serta Fred Bunnell, dan menyimpulkan bahwa Pe-
lainkan konflik internal di Angkatan Darat. Ali Moertopo dan BennY Moerdani sempat datang ke Cornell
Indonesia yang diprakarsai Cornell dan Yale University pada akhir Agustus lalu itu menyapu semua hidangan.
George
McT. Kahin
Inilah konferensi tentang Indonetahun ini di Amerika Serikat. April lalu, di kampus
sia terbesar kedua
Bukan kebetulan apabila konferensi itu diselenggarakan di George MiT. Kahin Center. Kahin dikenal sebagai peletak dasar studi Indonesia modern. Sebelumnya, penelitian
dan bersumpah tak akan memotong rambut sebelum Indonesia benar-benar merdeka. Di Yogyakarta, Kahin punya mobil jip yang mudah dikenali karena dua bendera terpancang di sana: di kiri bendera Amerika dan di kanan bendera Indonesia. Kahin adalah akademikus cumaktivis. Disertasi nya, " Nationalism and
Reoolution in Indonesia" (1952), diakuinya memang berpihak pada
Indonesia.
Indonesia lebih banyak didominasi Leiden School, yang menekankan studi filologi dan indologi.
Malangbagi Kahin. Iadicekal masuk Indonesia hingga 1991. Di Amerika, oleh Senator McCarthy, ia ditu-
Kahin datang ke Indonesia berbekal selembar "visa" yang diberikan Siahrir. Iabertemu dengan Bung
Kecil itu ketika berpidato di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di NewYork pada 194,8. Berbekal surat itu, Kahin leluasa memasuki teritori yang dikuasai Republik. Di Indonesia, Kahin bergaul dengan banyak tokoh, di antaranya Agus Salim, Ali Sastroamidjojo, dan Hamid Algadri. Ia pernah bertemu dengan Bung Tomo, yang gondrong
58 | TEMPo
20 NOVEMBER 2011
.:.t*
ACARA seminar di George MiT. Kahin Center dibuka dengan Penyampaian makalah oleh Kikue Hamayotsu, dosen ilmu Politik di Universitas Northern Illinois, Chicago. Dia memaparkan adanya Pening-
di
Indonesia. Sebagian
ETilEIITIGEEIIITITfI
an yang digunakannya
untuk meng-
Cornell Modern Indonesia Project juga mati suri. Perubahan-perubahan di dalam lingkungan kampus
berku-
rangnya pengaruh bahasa Arab secara drastis terhadap bahasa Indonesia. Ini teriadi sejak standardisasi bahasa Indonesia dilakukan oleh Lembaga Bahasa dan Budaya yang berpusat di Universitas Indonesia pada 195o-an, Sejak saat itu, sistem penulisan bahasa Indonesia dalam naskah Arab Jawi atau Arab Melayu
jian Indonesia, termasuk menurunjumlah dana penelitian. Patsy Spyer, guru besar antroPologi di NewYork University, menggambarkan, dulu peneliti leluasa berkelinya
aran di lapangan hingga 18 bulan. "sekarang mahasiswa sudah beruntung bila mendapat dana meneliti setahun saja," ujarnya kepada jurnal Cornell Chronicle.
takadalagi.
$.1..1.
adanya
6 =
;
I
ci
KONFERENSI di Cornell merupakan titik balik perhatian akademikus internasional terhadap Indonesia-setelah Perang Dingin berakhir dan Indonesia memasuki periode reformasi.
peningkatan
intoleransi
terhadap umat beragama di lndonesia.
dana penelitian berlimpah ruah. Washington saat itu menggelontorkan banyak dana untuk meneliti Indonesia karena pengaruh Partai Komunis Indonesia menguat. "Para PenelitiAmerika ingin tahu apakah Indonesiaakan berubah menjadi negara komunis atau tidak," kata Vincent Houben, Kepala Program Studi Asia
di
memanfaatkan liburan untuk mengumpulkan bahan penelitian," kata perempuanJepangitu. Konferensi ini menampilkan berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu. Andre Rivier, perwira Angkatan Darat Amerika Serikat dan mahasiswa pascasarjana Yale, misalnya, meneliti hubungan kebijakan keamanan Amerika dengan reformasi militer di Indonesia sejak r99s.
Jacqueline Hicks, yangmenulis di-
orang Amerika mempelajari Indonesia menurun. Jumlah mahasiswa yang mengikuti Kursus Musim Pa-
nas
di
Wisconsin Madison-tem-
Jerman. Para peneliti itu, kata Houben, memberikan nasihat dan saran kepada Washington mengenai kebijakan yang perlu ditempuh terhadap Indonesia.
sia-terus berkurang,
Padadekade 198o dan 199o, bahasa Indonesia jadi primadona pilihan mahasiswa. Pada 2ooo, jumlah mahasiswanya anjlok karena mereka lebih memilih negara lain di kawasan
Paige
sertasi tentang politik dan korupsi di Indonesia p ada 2oo4 di Universitas Leeds, Inggris, menganalisis fasilitas kesehatan d:[n pendidikan yang disediakan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Berkurangnya fasilitas itu melemahkan organisasi sosial itu hingga keduanya gagal menjadi penyalur dukungan masyarakat kepada partai dan calon po-
Johnson Tan, guru besar madYa Departemen Masalah Masyarakat dan Internasional Universitas North Carolina Wilmington. Menurut dia, setelah peristiwa 11 SePtembet 2OO1, orang lebih banyak memberikan perhatian pada terorisme dan keamanan Timur Tengah. Seharusnya itu tak teriadi, "Karena saat ini Asia justru mengalami kemajuan ekonomi Yang
baik,"katanya.
sebe-
Pu-
nah. Cornell Modern Indonesia Project kini mencoba berbenah diri dan bangkit. Empat dana hibah diberi-
kan kepada sarjana-sarjana Indonesia tahun ini-sesuatu yang tidak terjadi tahun lalu.
litik.
Pemakalah lain adalah para mahasiswa. Taylor Purvis, mahasiswa ilmu politik di Yale, misalnya, memaparkan soal pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Sleman, Yog-
yakarta, untuk bidang kesehatan. Purvis baru saja meraih Bates Junior Fellowship dan Tristan Perlroth Prize untuk perjalanan ke Yogyakarta selama empat pekan-kesempatKevin Fogg, caton doktorjurusan sejarah di Yate, membahas berkurangnya pengaruh bahasa Arab secara drastis terhadap bahasa lndonesia.
nah kuat di masalalu, kemudian vakum. Tapi saatini saya melihat orang berminat lagi," kata Eric Tagliacozzo, Direktur Cornell Modern Indo-
nesiaProject.
ZO
G'$ru##?!J.rr.rrire
nrfi iilll[E{:lilTlrrfr
"IIDUR"
lepon," kata dosen ilmu Politik dan pemerintahan di Cornell itu. 'Yang kami miliki hanyalah energi intelektual, semangat, dan keahlian intelektual." Produk yang paling bertahan dari
lembaga ini adalah IndonesiaJour'
no.l, jwnal ilmiah enam bulanan yang memuat hasil Penelitian, komentar, dan resensi buku tentang
Indonesia yang ditulis ahli dari se-
Iuruh dunia, khususnya dari Cornell Jurnal ini dibiayai Cornell sebagai bagian dari Southeast Asia Prog-
di lantai tiga gewhite Hall, cornell dung University, Ithaca, New vork,itucukuplapangunUANG
Negeri Amerika Serikat untuk menyaingi Southeast Asia Program di YaIe University. Lembaga yang kini sepenuhnya didanai Cornell ini menunjukkan peran pentingnya dalam sejarah ketika dua penelitinya, BenedictAnderson dan Ruth McVeY, me-
niversity,
ram. Kini jurnal itu disunting Tagliacozzo dan Joshua Barker dari University ofToronto. "Jurnal itu sudah diproduksi selama lebih dari 6o tahun. Jadi, ada uang yang cukuP sebenarnya, karena kami mencetak lebih dari jumlah pelanggan reguler kami," ujar Tagliacozzo. Untuk Pengembangan, ia memPerluas Program pendidikan dan penelitian, yang kini tak hanya berfokus pada ranah
nerbitkan,4Preliminary Analg
sis
of
Elso\
In-
the October 1, 1965, Coup in Indonesfa", atau dikenal sebagai CornellPaper, yang kontroversial. Lembaga ini sempat 'tidur" selama hampir satu dekade setelah Benedict Anderson dan James Siegel pensiun,
Gebrakan pertamanYa adalah konferensi The State of Indonesian Studies pada April lalu, yang menghadirkan 18 ahli Indonesia dari seluruh dunia, termasuk Belanda, Australia, Jepang, dan SingaPura. Mereka membahas berbagai asPek Perkembangan Indonesia mutakhir, dari bahasa hingga politik. Api semangat untuk menghiduPkan kembali lembaga ini diikuti dengan pendirian American Institute for Indonesian Studies, yang didanai Henry Luce Foundation dan Council of American Overseas Research Center serta SamPoerna Foundation. Sekretariatnya di kawasan Casablanca, Jakarta, akan resmi dibuka pada 9 Januari 2o12. Organisasi ini hanya terbuka untuk peneliti dari Indonesia dan Amerika. "Untuk me-
Party Politics and D emocratization in Indonesia: Golkar in the Post-Suharto Erakarya Dirk Tomsa.
Di sepanjang sisi timur ruangYang
menghadap ke jalan serta berkarpet-
dan mulai bangkit lagi pada 2oo$, yang dipelopori Pepinsky dan koleganya, Eric Tagliacozzo, yang kini menduduki kursi direktur lembaga
tersebut.
"Kami merasa bahwa lembaga ini penting dan harus mereklaim kembali posisi Cornell Universif sebagai
of Cornell
pelopor penelitian intelektual tentang studi Indonesia di luar Indonesia," kata Pepinsky, penulis buku Economic Crises and the Breakdoun of Authoritarian Regimes: Indone-
Modern Indonesia Proiect, membangun kembali kebesaran lembaga studi Indonesia yang pernah ber.jaya pada 1960-1970-an. Didirikan
in
ComParatioe
baga
kerja dari meja masing-masing dan berhubungan lewat surat elektronik 1-2 kali seminggu. "Kalau perlu saja, bar-u kami berhubungan lervat te-
Director of Cornetl
Modern I ndonesia Project.
kataThomas PepinskY.
T
60 I rEMPo
a..
ffid
-s I 'luccLotQeruturlw
Turun den$an
MINAT STUDITENTANG INDONESIA DIAMERIKA SERIKAT MENURUN.
ULI silam; James Bourk { iliHoesterey mengutarakan - ff/ ."t.unanya. Pada bulan
G$n
S, #t
orang-orang USAID-Indone-
sia. Presiden Indonesia East Timor Studies Couneil Lake Forest College Chicago ini akan mendiskusikan perihal potensi peneliti baru dan kerja
sama dengan universitas-universitas
komendasi untuk peningkatan kerja sama di sektor pendidikan tinggi yang berada di bawah program kemitraan komprehensif yang gencar dilaksanakan pemerintah Amerika Serikat belakangan ini; Laporan tersebut menulis, sekitar 12 tahun lalu mahasiswa Amerika yang belajar ke Indonesia se-
di tndonesia. Selain itu, "Meningkatkan daya tarik Indonesia di mata mahasiswa di universitas-universitas dan masyarakat Amerika Pada
umumnya," kata HoestereY. Minat warga Amerika memPelajari Indonesia memang sedang menukik. Penurunan tersebut mengundang keprihatinan sejumlah Pihak, tqrmasuk kampus-kampus yang memiliki program Asia Tenggara, dan pemerintah Amerika sendiri. "Penurunan 4,O persen arus siswa Pendidikan tinggi Amerika-Indonesia dalam 12 tahun terakhir cukuP mengganggu," demikian bunyi laPoran
banyak 213. Sedangkan dua tahun lalu hanya 13O orang. Lalu, tercatat 13 ribu mahasiswa Indonesia mengambil pendidikanjangka panjang di Amerika pada 1997. Dua tahun si-
sePa-
ruh, menjadi sekitar /.5o0 orang. Associate professor DePartemen Studi Asia Selatan dan Tenggara
Universitas California di Berkeley, Jeffrey Hadler, mengakui jumlah mahasiswanya yairg mengambil studi tentang Indonesia menurun' Tapi,
Perpustakaan Kroch.yang menyediakan data ddn dokumentasi tentang Asia di Universitas Cornet[.
Mahasiswa tak lagi dipenuhi minat mengetahui lndonesia.
pun Southeast Asian Studies Summer lnstitute (SEASSI)' yang menawarkan kelas bahasa Indonesiapada musimpanas. Menurut Preiiden COTI Yang juga pengajar bahasa dan budayaAsia Selatan dan Tenggara Universitas California di los Angeles, Juliana Wijaya, dulu banyak Peminat untuk kelas-kelas di bawah COTI, Yang biasa membawa siswanya belajar ke Indonesia. Sehingga, ujarnya, penyeleksian saat itu cukup berat. Kini keadaannyajauh berbeda. "Saat ini hanya tercatat sekitar 20 Pelamar," katanya. Padahal, untuk itu semua' Yang diterima per tahun 1o-12 orang.
setiaptahun.
Penurunan juga terlihat dari kelas bahasa Indonesia di kampus ang-
lota Consortium for the Teaching of Indonesia (COTI) yang menawarkan kelas bahasa Indonesia untirk tingkat mahir setiap semester atau-
Amelia, banyak mahasiswa Amerika berminat mengikuti pelajaran bahasa Indonesia pada SEASSI di Uni-
versity of Wisconsin-Madison. "Bisa mencapai lebih dari 50 orang," katanya. Pada 2.OOO'an, angka tersebut menurun drastis. Menurut Amelia, sejak ia menjabat koordinator enam tahun silam, jumlahnYa naik-turun. 'Tapi belum kembali Pada dekade sebelum 2ooo." Jumlah tetinggl Yang
University
pada 2009.
tercatat selama Amelia menjadi koordinator adalah Pada 2oo7. Pada tahun itu jumlah mahasiswa setahun
62 I TEMPo
20
NovEMBER 20l1
ETfiEIIIITCTEIIII?I'
Pada 1960-an, ujar Buehler, Pemerintah Amerika menilai Indonesia penting karena takut Indonesia dikuasai dan menjadi komunis' Ketika itu ada konstelasi Perang Dingin, dan Partai Kqmunis Indonesia merupakan partai komunis terkuat di dunia di luar Cina. "Karena itu, mereka memberi cukup banyak uang untuk meneliti Indonesia," katanya. Menurut Buehler, Pusat Studi Indonesia di Cornell dan Northern Illinois University kala itu mendapat pendanaan besar untuk memanegara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di luar itu semua, dalam lima belas
capaijenjang S-3. Kondisi seperti itulah yang membuat sejumlah pihak kini beruPaya menaikkan minat para mahasiswa Amerika untuk menengok kembali Indonesi a. Caranya, antara lain, memperbaiki apa yang ada selama ini. SEASSI, misalnya, menyempurnakan kurikulum dan kualitas pengajar studi tentang Indonesia.'Antara lain dengan membuat Program belajar dengan standar Pendidikan dan metode pengajaran yang sangat baik dan bertanggung jawab," kata MarY
hami dinamika
di
JoWilson. akan
o a
=
tahun terakhir ini, ujar Buehler, terjadi peningkatan standar penelitian. Seorang profesor, rqisalnya, harus membandingkan dua negara atau lebih. "Kalau hanyaberfokus pada Indonesia, Anda tidak akan mendaPat banyak insentif dalam penelitian." William Liddle, Indonesianis Yang juga pengajar Universitas Ohio, me-
Asia Tenggara, terutama Indonesia. Rencana tersebut masuk Program kemitraan komPrehensif Amerika-Indonesia, antara lain dengan cara meningkatkan jumlah Penerima beasiswa Fulbright. "Hanya, saya tidak tahu realisasinya;" kata Liddle.
tercatat 31 orang. Tahun-tahun berikutnya menurun, dan tahun ini tercatat hanya 16 mahasiswa. Beragam alasan yang menjadi latar belakang turunnya jumlah mahasiswa itu. Juliana Wijaya dan Mary Jo Wilson-Koordinator Prog-
Yang
SEJUMLAH universitas terus melakukan upayaagar studi Indonesia tetap ada, diminati, dan "hiduPi'. Haryard Kennedy School, misalnYa,
mengambil kuliah saya dari awal sampai sekarang tetap sedikit," kata pria yang telah mengajar tentang
Asia Tenggara selama 4,o tahun ini.
donesia. Dengan dana US$ 1o,5 juta dari Yayasan Rajawali, Program In-
Seperti
di kampus-kamPus lain'
untuk
Universitas
Catifornia di Berketey.
Liddle, lebih tertarik belajar tentang Cina, Jepang, ataupun EroPa. "Indonesiatqrlalu jauh, kurang maju, dan
tidak dikenal orang. Menurut Liddle, banyak mahasiswa S-1 Amerika tidak tahu di mana Indonesia. 'APakah Indonesia bagian dari Bali?" kata Liddle mengutip pertanyaan seiumlah mahasiswanya. Bahkan ada pula yang mengacaukannya dengan
moi<ratis dan pengembangan institusional di Indonesia. Kennedy School inilah yang beberaPa waktu lalu mengadakan kursus untuk kepala daerah baru terpilih di Indonesia untuk belajar di sana. Adapuri cara Yang diPakai Para pengajar di Universitas Ohio adalah tetap terus-menerus membicara-
Indocina.
Amerika. Michael Buehler, asisten profesor Departemen Ilmu Politik Northern Illinois University, menunjuk alasan lain. "Buat pemerintah Amerika, Indonesia tidak terlalu penting lagi," katanya. Sehingga, ujar Buehler, danayang dianggarkan pemerintah pun tidak begitu besar.
Liddle adalah salah satu Indonesianis paling menonjol dari Negeri Abang Sam. Setelah lulus Program doktor pada akhir 196o-an dengan
mengambil studi tentang Indonesia, praktis sejak itu tidak ada lagi Indonesianis yang bersinar dari kamfus Ohio ini. Hingga I$$o-an hanYa ada segelintir-benar-benar segelin-
rikaSerikat.
r
I 63
Michael. Buehler.
dari Amerika
DI INDONESIA TERTARIK SEJAK USIA BELIA
Generasi l(eempat
ICHAEL Buehler berusia sembilan tahun ketika mengikuti bapak baptis-
ADA KECENDERUNGAN PARA PENELITI MUDA DI AMERIKA SERIKAT UNTUK MENGKAJI ISLAM
Buehler berada di barisan Indonesianis muda di Amerika Serikat masa kini. Umumnya para peneliti asing yang mengkaji Indonesia dikelompokkan dalam tiga generasi. Generasi pertama adalah yang datang di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti George MiTurnan Kahin dan Clifford Geertz. Generasi kedua muncul di masa 196Oan, seperti Benedict Anderson, WiIliam Liddle, Daniel S. Lev, dan Herbert Feith. Generasi ketiga hadir di era 197o-an dan sesudahnya, seperti Robert W. Hefner dan Takashi Shiraishi. Maka orang seperti Buehler, yang datang ke Indonesia pada l9So-an ke atas, dapatlah kita masukkan sebagai Indonesianis generasikeempat. Ada banyak ahli muda di Negeri Abang Sam dari generasi baru ini. Beberapa di antaranya adalah Thomas Pepinsky di Cornell University, Benjamin Smith di University of Florida, Tirong Vu di University of Oregon, dan Dan Slater di University of Chicago, James Bourk Hoesterey di University of Michigan, Rachel Rinaldo di University of Michigan, dan Jeffrey Hadler di University of Cali-
nya, seorang pegawai di perusahaan susu Nestle, bermukim di Jakarta selama tiga tahun sejak rgss. Dia orang Swiss dan melihat Indonesia sebagai dunia yang jauh berbeda dengan kampunghalamannya. Perbedaan itu makin kentara ketika dia melancong dari Flores sampaiAceh pada 1997.
partemen Ilmu Politik Northern Illinois University, Amerika Serikat, ini, hal seperti itu bagaikan laboratorium. "Banyak pertanyaan yang menarik dan bergaya bagi ilmu poli-
tik,"ujarnya.
Sehingga, ketika
dia
menyiap-
kan disertasinya di London School of Economics and Political Science pada 2OO4, dia mencari topik tentang Indonesia yang paling penting dan aktual. Pilihannya jatuh pada masalah otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah, yang melahirkan disertasi "Politics in Formation:
Buehler tertarik terutama pada politik Indonesia. "Di Swiss saya tak bisa merasakan politik lagi karena di sana sudah mapan," kata pria yang
pernah menjadi konsultan masalah pemerintahan, reformasi politik, dan
strategi pemberantasan korupsi pada
AnAnalysis ofthe
niaitu.
Sebaliknya, dia melihat setumpuk masalah terpampang di Indonesia,
2OO5 Direct Elections of Local Goaernment Heads in Indonesia". Pengalamannya selama penelitian itu membuatnya terus mengamati perkembangan daerahdaerah di Indonesia saat ini, termasuk lahirnya peraturan daerah ber-
itu mengenal Indonesia sejak belia, seperti James Bourk yang berdarmawisata ke Pa-
basis syariah.
64 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
ETfiEITIIGE+Ifl?TI
Eunsook Jung, guru besar madya di Fairfield University, mengikuti program pertukaran pelaj ar selama enam bulan di Yogyakarta pada 1995, saat masih mahasiswa tingkat sarjana di University of Korea. "Saat itu rezim Soeharto masih berkuasa dan saya sempat berbicara dengan banyak
mahasiswa yang menginginkan perubahan. Itu membuat saya benar-be-
Kiri-kanan:
Rachet Rinatdo, guru besar madya di University
of Virginia.
Jutie
Chernov Hwang, guru besar madya di Goucher Cottege.
nar ingin belajar tentang Indonesia lebihjauh,"kataJung. Dia kemudian menulis tesis tentang gerakan perempuan Indonesia. Karya ini diteruskannya dengan disertasi di University of Wisconsin tentang partisipasi politik tiga organisasi Islam, yakni NU, Muhammadiyah, dan Partai Keadilan Sejahtera. Perkenalan dapat pula melalui jalur pertukaran pelajar, seperti Ame-
sana-
ricanFieldService(AFS),yangdialami Jeffrey Hadler, guru besar madya di University of California, Berkeley. Hadler tiba di Jakarta pada 1985 saat berusia 17 tahun dan bersekolah di SMA Negeri 3. Kebetulan bapak angkatnya orang Minang dan membuatnya tertarik pada budaya Sumatera Barat. "Percaya atau tidak, masa saya setahun di Indonesia itu benar-benar menanamkan benih pada
saya. Saya sudah memikirkan budaya Indonesia," kata Hadler, yang kemudian menulis disertasi "Places
kemari dalam kota, berbelanja, bekerja dengan banyak profesi, menyetir, bekerja di ladang padi," kata Rachel, yang kemudian menulis disertasi tentang peran agama dalam mendorong perempuan tampil di ruangpublik. Tampaklah bahwaparapeneliti ini
memusatkan perhatiannya pada topik tertentu, seperti perempuan dan Islam. Aktualitas tema juga menjadi pertimbangan. Doreen Lee, guru besar madya di Northeastern University, misalnya, tiga tahun lalu menulis disertasi di Cornell tentang gerakan mahasiswa 1998. Kini ia melanjutkan penelitiannya tentang fenomena generasi muda Indonesia masa kini, khususnya kemunculan budaya visual baru, seperti grafiti. "Saya baru memotret dan bertemu dengan Para seniman grafiti di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta," kata perempuan yang fasih berbahasa Indonesia dan
kataBuehler. Julie Chernov Hwang, guru besar madya di Goucher College, misalnya, menulis disertasi tentang mobilisasi damai kaum muslim dengan membandingkan gerakan Islam di Indonesia, Malaysia, dan Turki. "Politik Islam itu seksi. Tapi yang pertama-tama menarik dari politik Indonesia adalah dinamikanya. Indonesia sangat dinamis, lebih dari semua negara di dunia," kata Julie, Yang kini sedang meneliti Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan gerakan radikal di In-
Like Home: Islam, Matriling, and the History of Family in Minangkabau" di Cornell University. Dia juga baru meluncurkan Sengketa Tiada
Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Kolonialisme di Minang' kabau, edisi bahasa Indonesia dari bukunya yang diterbitkan Freedom Institute, dan kini sedang meneliti
sosokNashar, pelukis asal Padang. Bagi Rachel Rinaldo, guru besar madya di University ofVirginia, perkenalannya dengan Indonesia adalah sebuah kejutan budaya. Dia tinggal pada sebuah keluarga di Malang selama setahun lewat program AFS. Saat itu Rachel baru berusia 17 tahun dantaktahu banyaktentang Indonesia. Di kepalanya, gambaran negaralslam adalahArab Saudi atau Iran dengan perempuan ber-burqa dan tidakboleh keluar rumah. "sampai di Indonesia saya melihat Islam yang begitu berbeda. Saya me-
Para peneliti ini rajin berkunjung ke Indonesia dan menggali banyak aspek. Kemunculan Para Indonesianis generasi keempat ini memberikan harapan bahwa ranah kajian Indonesia tidaklah sepi peminat. Namun hingga saat ini tamPaknya belum muncul suatu tesis atau karya dari tangan mereka Yang benar-benar dapat membantu memetakan macam apa masYarakat Indonesia, seperti struktur abangan-santri-priayi di masyarakat Jawa yang diperkenalkan Clifford Geertz melalui karya monumentalnYa, The Reli-
donesia.
Mandarinini.
Doreen mengakui adanya semacam tren dalam pilihan toPik Penelitian, seperti budaya pop dan Islam.
tanya.
gionofJaoa.
Menurut Buehler,
PencaPaian
tuk
ti
yang dulu dilakukan banyak Peneliti, kini tak dapat dilakukan lagi,"
Geertz itu sukar didapat para peneliti sekarang, karena masyarakat Indonesia kini jauh lebih kompleks dan sedang dalam masa transisi. "Dalam perubahan semacam ini, susah untuk melihat pola baru atau struktur dalamnya. Mungkin butuh sePuluh tahun lagi untuk bisa melihatnYa," katanya.
I
20 NOVEMBER 2011 TEMPO
I 65
W'
I
{i p u,{&
{ t *tr;;"{.;{.#r
ENfl:IiIIIGGfiIiITITfI sus
nibals, tentang upacara berburu kepala di suku Korowai. Lalu Lioing oith the Kombai 9 Lir:ing ruith the Mek, lerrlar.g kehidupan suku Mek.
Terakhir, pada 2oo9, dia terlibat pembuatan film untuk seri Human Pl an e t uttrkBBC, yang mengangkat kehidupan suku Korowai. Film ini
masuk unggulan penerima BAFTA
Award, penghargaan film setara dengan Oscar di Inggris. Menj elang akhir program PhD -nya pada Departemen Antropologi University of Wisconsin-Madison, per-
hatian Hoesterey beralih dari Papua ke Bandung, dari masalah kesukuan ke Islam. Saat itu banyak muncul dai baru-seperti Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym dan Yusuf Mansyur=
di Pesantren Aa Gym
JAMES
'Intel CIA
B
.,.,""?AMES Bourk Hoesterey mlr-
Dia lalu mempelaiari Manajemen Qalbu milik Aa Gym. Ia rajin menjumpai para dai kondang, termasukMuhammadArif Ilham, Jefri alBuchori, dan penyanyi Opick. Para pengikut dai mengangkat alis melihat Hoesterey masuk komunitas mereka. Ketika dua tahun berada di lingkungan Pesantren Daarut Tauhid, Jalan Gegerkalong Girang, Bandung, ia disambut dengan baik tapi dicurigai sebagai mata-mata. Menurut Hoesterey, pengasuh Daarut
%a{na di
S $i taiiat"t hatipadaNusantara, $i r7 taho,, silam. Usianya baru . Si 19 tahun, baru semester perMarquette University, Amerika Serikat. Mendapat kesempatan pelesir dua pekan ke Papua bersa-
tuk meneliti Indonesia. Untuk persiapan, ia mengambil kursus bahasa Indonesia di Cornell University, Falcon. Kesempatan kembali ke Indonesia datang pada 1998. Ia menetap dua bulan di Sumatera Barat, meneliti budaya merantau masyarakat Minang untuktesis masternya di
Tauhid berkomentar enteng. "Kalau Jim (James) intel CIA, tidak apaapa. Nanti kalau pulang ke Amerika, dia akan menjelaskan kepada pemerintah Amerika dengan informasi lebih lengkap dan lebih benar tentang Islam di Indonesia." Penelitiannya di Bandung meng-
Gymnastiar.
ma serombongan mahasiswa lain, ia masuk lewat pelabuhan Biak. Ia lalu ke Jayapura, dan naik ke daerah pe. gunungan dekat Wamena untuk bertemu dengan suku Dani.
"Saya melihat Indonesia dari tempat seperti Papua, tempat transmigran Jawa dan banyak orang asli. Ada yang sukses, ada yang menghadapi kesulitan," kata Hoesterey, kini peneliti di Center for Southeast Asian
University of South Carolina. Selama lima tahun sejak 2ooz, ia menjadi konsultan antropologi dalam beberapa proyek pembuatan film dokumenter Discot:erg Channel. Pada 2OO2, dia ikut membuat The Chief aho Spea,ks uith God, film tentang
agamasuku BunanMee di Papua. Pada 2OO3, dia terlibat lagi dalam pembuatan film dokumenter Planes, Pigs, and the Price ofBrides, tentang cara suku Migani bergotong-royong membangun lapangan terbang pe-
hasilkan disertasi "Sufis and Se[fhelp Gurus: Islamic Psychology, Religious Authority, tmd Muslim Sub' jectiaity in Conte'mporary Indonesia". Dia melihat peran ulama seperti Aa Gym sebagai "penolong umat Islam" untuk mengerti tidak hanya soal fikih, tapi juga peran penting budaya populer. Pada Yusuf Mansyur dan pesantren Wisata Hati yang dikelolanya, Hoesterey mempelajari ajaran yang menekankan kekuatan bersedekah. Orang-orang ini, bagi Hoesterey, meniadi figur baru yang punya peran penting dalam kebangkitan dunia Islam di Indonesia.
T
Studies, University of Michigan, Amerika Serikat. Ia memberi kuliah tentang Islam dan budaya pop di
Lake Forest College.
James muda langsung terpikat pada negeri ini. Ia memutuskan melanjutkan kuliah S-z dan S-3 dalam bidang antropologi budaya un66 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
Apuluh empattahun silam, pemuda Jepang itu tiba di Indonesia. Baru 29 tahun usianya saat itu.
Tapi Takashi Shiraishi su-
dari
Universitas Tokyo pada tg7+-berminat meneliti sejarah Indonesia periode awal IgOO-an hingga 192o-an. "Sesuatu yang revolusioner terjadi di Indonesia pada masa itu," tutur Takashikepada Tempo. Menurut dia, nasionalisme Indonesia lahir pada masa itu. "Politik modern hadir di Indonesia." Rencananya, Takashi berfokus pada pergerakan Islam dan komunis pada masa itu. Tak main-main persiapannya. Sebelum ke Nusantara, dia mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa.
Takashi
Shiraishi
juga mengunjungi tempat pengusaha batik dan mempelajari sejarah keluarga mereka untuk mengetahui pentingnya in-
kashi termasuk penting untuk memahami keberagaman Islam. 'Ada berbagai macam
kelompok Islam," ujarnya.
+a+
mengunjungi Jakarta, Solo, dan Yogyakarta. Riset dan wawancara dilakukannya. Dia juga ingin mengenal sosok Haji Misbach, tokoh Is-
lam komunis di Surakarta. Melengkapi data, Takashi iuga meneliti arsip di Den Haag, Belanda. Di situ, dia mengumpulkan hampir semua salinan dokumen kolonial Belanda
tentang Jawa Tengah, khususnya Semarang dan Solo, serta Yogyakarta
pada periode yang ia teliti.
pada Desember 1983. Dua tahun berikutnya, tuk menempati posisi itu,
liti di
harus melengkapi disertasinya dan mempublikasikannya dalam bentuk buku. Pada lggO,AnAge in Motion dipublikasikan. Tujuh tahun kemudian, barulah buku berjudulZaman B er gerak terbit di Indonesia. Ketua Komisi Ilmu Sosial Aka-
cukup banyak menghasilkan karya soal Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan bisa disebut sebagai pelopor. Intelektual Daniel Dhakidae dan sejarawan Taufik Abdullah menilai Indonesianis asal Cornell yang paling senior adalah George McTurnan Kahin. Karya monumentalnya berjudul Nasionalisme dan Reaolusi di Indonesia, dipublikasikan pertama pada 7552, menyoroti perjuangan pra dan pasca-kemerdekaan.
EWEHilUEE[Iilffi
lfrrtAffiNf*
fiE$ffi$*LIffiH kult}l,$$I
tll!. txlNfifit{
peneliti dari Leiden, Belanda, dengan pendekatan etnografi dan geografi, yang bertujuan menguasai tanah jajahan. "George Kahin tak memandang Indonesia sebagai Hindia Belanda, melainkan sebagai Indonesia," kata Daniel.
ft:-j'rr
ma ala orang Jarva. "Tak mungkin berbicara soal Jawa kalau tak membaca buku ini," kata Taufik. Daniel dan Taufikjuga rnengatakan Geertz membangun teori dari hasil penelitiannya di negeri ini. Meski bisa dianggaP monumental, karya para Indonesianis asing tak luput dari kritik. Peneliti Utama Lem-
Keunggulan Kahin-meninggal
Januari
2OOO
baga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bidang Politik yang belurn lama pensiun, Mochtar Pabottingi, menllai Imagined Communities karYa Ben Anderson tak luPut dari hesalahan konsep soal komunitas bcrbayang. Menurut Mochtar, komunitas berbayang bukan rnengacu Pada nafzion seperti diungkap Ben, melainkan pada nasionalisme. "Tak mungki:n nation 1'ang sudah terx'ujud disebut sebagai berbal'ang lagi. Natiott itu nyata, nasionalismeiah 1'ang berbayang," kata Mochtar.
pada usia 82
tahun-
terletak pada kondisi faktual yang dilihat langsung. Kahin hadir seki-
tar setahun setelah Indonesia merdeka. "Dia melakukan penelitian di tengah revolusi," kata Daniel. Karya Kahin inilah yang, menurut dia,
O'GormanAnderson. Daniel dan Taufik Abdullah menilai karya Ben Anderson, kini 75 tahun, yang cukup monumental sebagai Indonesianis adalah Jaoa in a
kan semua komunitas Pada dasarnYa bahkan Pada hubungan . berbayang, "Itt nonsense. Hubungan dua orang. b kita dengan orang tua di rumah masak dibayangkan? Itu nYata."
Ctifford
Geertz
buku yang merupakan olahan dari disertasi Ben bertajuk "Pemuda Revolution" ini menyoroti peran pcmudadalam revolusi. Meski demikian, keduanya mengakui karya Ben yang cukuP fenomenal adalah Imagined Communities. "Karya ini membuatnya lebih terkenal ketimban gJaoa in a Time of Reoolution," kata Taufik. MusababnYa, Ben menggabungkan penelitiannYa soal nasionalisme di Indonesia dengan nasionalisme di sejumlah negara lain. Dari studinya itulah Ben kemudian membuatteori soal nasionalisme. "Melalui buku ini, Ben bisa disebut ahli sosial," ujar Daniel.
Religion oJJnoajuga agak mengabur belakangan ini. Musababnya, terj adi perubahan dan PencamPuran antarakaum priayi, abangan, dan santri.
gap karya yang dibangun Para Indonesianis itu masih bisa meu'akili kondisi faktual. "Yang jelas, karYa mereka sangat relevan Pada masa-
nya."
I 69
ffi
ffi:"
x*
a
r-Fi,;
e*
mo, advokat pertama Indonesia, di bilangan Menteng, sebelum akhirnya menetap di sebuah kontrakan di Kebayoran Baru. Kelak, periode
.,#
ri
r: jnt fii
M,
pertamanya di Indonesia itu melahirkan The Transition to Guided Democro,cy: Indonesia,n Politics 1957lgsg,yaqgmenjadi buku klasik dan banyak diruiuk orang. Berulang kali datang ke Indonesia, Lev tak melulu menulis dan me* neliti. Iajuga kerap bertukar pikiran dengan pemuda dan kaum cendekia Jakarta. Di sini iaberkenalan antara lain dengan Adnan Buyung Nasution
dan Yap Thiam Hien. Rumah Buyung
di Menteng ketika itu selalu menjadi tempat diskusi politik dan hukum yang gayeng. Bahkan, menurut Buyung suatu kali, dari diskusi-diskusi itulah tercetus gagasan pembentukan Lembaga Bantuan Hukum. Lev memang tak cuma piawai dalam studi ilmu politik. Ia juga fasih
IHIAM
HIEN
hadap Indonesia langsung melejit. Semula Lev mendalami studi hukum internasional, tapi kemudian banting setir ke ilmu politik. "Dia pikir ini proyek hebat dan penting untuk membantu negara Indonesia yang belum lama berdiri," kata Arlene. Sejak itulah Dan Lev tenggelam dalam tumpukan teks tentang Indonesia di 1o2 West Avenue-markas The Cornell Modern Indonesia Project. Di sana, lelaki kelahiran Ohio, 23 Oktober, 1933, itu kemudian mengenal sahabat-sahabat Indonesia pertamanya, antara lain Idrus Na-
Prof Daniel
Lev ltengahl
bersama rekan,
Jakarta
1197 1]|.
berbicara tentang hukum Indonesia. Setelah menulis The Transition, ia menulis Zoru; and Politics in Indonesia serla Islamic Courts in Indonesia. Tak mengherankan jika ia akrab
dengan banyak sarjana hukum Indo-
Amerika,
Daniel S. Lev Ikanan atasl.
nesia. Pada awalnya, Lev mengenal advokat semacam Besar, Yap, dan
sillam Simanjuntak, Erman Rajagukguk, dan AriefTarunakarya Surowidjojo. Belakangan, ketika berdiskusi, kata Arief Surowidjojo, Lev kerap berseloroh. "Kalian ini pengecut. Kalau mau perubahan, terjunIah ke politik," kataArief menirukan Lev. Menurut pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan itu, Dan Lev memang berharap anak-anak muda
MiTurnan Kahin, sang guru. Pada suatu hari pada 1955, menurut Arlene, Lev bertemu dengan George Kahin. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi, sejak bertemu dengan pendiri The Cornell Modern Indonesia Project itu, minat Lev ter70 I rEMPo
20 NOVEMBER zo11
Tigatahun di Jakarta, Lev dan Arlene Lev berpindah-pindah kediaman. Mulanya merekatinggal bersama keluarga Didi Djajadiningrat, kemudian di rumah Besar Martokoesoe-
li
EnrfirE[E{rillnfl
I
I
l
I
lt
bisa mengubah keadaan. Itu sebabnya, saban datang ke Jakarta, Lev senantiasa mampir ke kantor LBH atau Pusat Studi Hukum, serta berkelilingke banyak daerah untuk me-
Tak ketinggalan pula soal makanan. Menurut Arlene, suaminya amat menyukai makanan Indonesia yang pedas-pedas. "Meski dia juga suka
gudegYogya," kata perempu art 74 ta-
lihatperubahan.
Pergaulannya dengan para aktivis hukum itu tak menjauhkan Lev dari orang-orang jelata di sekel ili ngnya. MenurutArief Lgvpernah me-
hun ini. Arief Surowidjojo juga punya kenangan soal kegemaran Lev yang ini . Tiga bulan sebelum Lev wafat, Arief tinggal di rumahnya selama seminggu. Selama itu, Arief memasakkan makan siang menu Indonesia untuk Lev. "Di tengah sakitnya ketika itu, Lev tampak bahagia," ujar
ja diisolasi khusus tempat Lev merokok. Ia kerap mengajakArief dan kawan-kawan berdiskusi sembari merokok di sini. Lev memang pecandu berat kretek-bukan rokok putihdan kopi. Sepeninggal Lev, kini, ruangan tersebut jadi musala. Barangkali gara-gara rokok pula ia divonis karrker paru-paru. Tapi,
sebelum wafat pad'a 2oQ 6, gara-gara sakitnya itu, Lev menghabiskan wak-
i
I
modali seorang tukang sate di Pasar Santa untuk berdagang. Iajuga berkawan dengan seorang dokter telinga di Pasar Senen. "Dia terkesan
Arief.
tu menulisbiografiYap Thiam Hien. Buku ini obsesi lamanya. Lev kenal Yap luar-dala,m dan amat mengagumi perjuangannya. "Pengabdiannya pada keadilan dan kesediaannya
diri sendiri berpengaruh kepada siapa pun yang di dekatnya," tulis Lev suatu kali. "Mereka seperti kakak-adik," kata Arlene. Buku yang kelak dinamai No Concession: The Life of'tap Thiam Hien,
mengorbankan
Indonesia Human Rights LawYer itu hampir rampung ketika Lev menutup mata. Arlene dan Sebastian
Pompe, sarjanahukum asal Belanda yang lama tinggal di Indonesia, melengkapi bab yang tercecer. Sedang-
Daniet S. Lev
berbicara
dengan Ong
Hok Ham,
r.ne-
Jakarta,
198t,.
Yang lucu, kata Arief, sepulang dari Indonesia, Lev pernah menandaskan serantang rendang sekaligus di Bandara Tacoma Seattle. Garagaranya, petugas melarang sang profesor membawa rendang melewati pintu pemeriksaan. "Daripada disita, dia habiskan rendangnya di depanpetugas." Sebelum wafat, Lev mewariskan
nyempurnakannya dengan memberi kata pengantar. "Saya cumabikin introduction yang rada panjang,?' kata Benmerendah. Ben Anderson pula, di antara Para sahabat Indonesianisnya, yang mendampingi saat-saat terakhir Lev. Ke-
duanya memang bersahabat sejak sama-sama aktif di The Cornell Modern Indonesia Project. Ketika Ben
datangke Indonesiapada awal 1960an, adalah Lev yang mencarikannya tempat indekos dan menitiPkannYa di rumah keluarga Mohammad Husein Tirtaamidjaj a, anggota Mahkamah Agung, ayah desainer Nusjirwan Tirtaamidjaja alias Iwan Tirta. Mendengar Lev koma, Ben, Yang
sebagian koleksi bukunya kepada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan. Berkardus-kardus buku ia kirim dari Seattle. "Lev sendiri yang memilih buku-bukunya," kata Arlene. Di perpustakaan Pusat Studi, buku-
sedang berada
di Afrika Selatan,
ty of Washington, pastilah rumahnya menjadi pusat kegiatan. Seperti saat diselenggarakannya Simposium Gender Indonesia, ketika ber: bagai peneliti, wartawan, dan aktivis berkumpul di Seattle, antara lain Ben Anderson, Dede Oetomo, dan Sita'Kayam, maka rumah Lev dan Arlene menjadi tempat reriungan.
Untuk mengenang
jasa dan pemikiran Lev, perpustakaan ini dinamai Daniel S. Lev Law
Library. Tapi jejak Lev tak puma ada di rak
langsung terbang ke Seattle. Begitu masukke ruangan temPat Levterbaring di rumah sakit Seattle, atas usul Ailene, Ben menggenggam tangan Lev dan berbisik ke telinganya. 'Aku berjanji akan merampungkan bukumu," kata Ben. Seolah-olah tinggal menupggu Ben, dua puluh menit kemudian, Lev menghadap Yang Mahakuasa.
I
20 NOVEMBER 2011 TEMPO
71
'Sr,g##F?#,{g${gdf tug
it:
i.*:r:t
:,.:il
&
Buku.-buku
I{arvard,
dan Ohio
*.
tEisHHdi*
Cornell,
'Sakti'
#fJ i?fl
FE!iY:
Profesornya, Clifford Geertz, adalah antropologyang meneliti tentang pertanian di Pulau Jawa dan Bali. Dia mendeskripsikan agama di Jawa serta mengecilnya'jatah" tanah pertanian, yang dibagi-bagi di antarakerabat di masyarakat Indonesia seiring dengan meningkatnyajumlah penduduk. "Menarik buat Barat karena, dalam teori modernisasi, mestinya tanah bertambah besar,"kata Rizal Mallarangeng, yang menjadi muridWilliam Liddle di Ohio State University. William, menurut Celi-panggilan Rizal-pernah belajar kepada Geertz. Oleh Daniel Dhakidae, Geertz dan Kahin dianggap sebagai dua perintis studi tentang Indonesia modern. Harvardjuga sering bekerja sama dengan Universitas Berkeley, yang menghasilkan ekonom Indonesiayanglaku pada masa Orde Baru.
. i:
=
i = i :'i,r,
Tt
;i*
ia,
tJ
[ !f y* ii ii ;
dirintis George MiThrnan Kahin, kampus ini menghasilkan Indonesianis ternama, seperti Benedict Richard O'Gorman Anderson, Ruth McVey, Herbert Feith, Daniel S. Lev, dan Harold Crouch. Untuk lebih menyemai pemikirantentang Indonesialintas benua, dipublikasikan juga majalah Indonesia. P ar a Indonesianis Cornell, menurut salah satu lulusannya, Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial Daniel Dhakidae, adalah simpatisan perjuangan dan demokrasi Indonesia karena, "Mereka ikut menentukan arah Indonesia."
]. iliiq{}
ST.i'l,Til
#rui'.JS*.*iTT:
Profesor William Liddle merupakan Indonesianis yang banyak melahirkan pakar politik dari Tanah Air hinggakini. Menurut pendiri Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, salah satu muridnya, pendekatan kuantitatif yang umum dipakai di Amerika Serikat, yang terbiasa dengan survei, merupakan ciri khasnya dalam melihatperilaku dan proses politik.
zz J reupo
zo NovEMBER 2oi1
ErfititilllEEq'lilllTiln
Karya Monumental
ItEti.d Thiakiry
InerEiwt3&e
lsts ,- ts}?
cf r!r&
HftEi*#-{r.Li;{td F:F!i} *il!"+*Lil;i*G Il4 :i;iiiii'il::::i:t'i i11'';';3 Natsir, Buku ini adalah hasil petualangan George Mifirrnan Kahin bersama elite politik Indonesia, seperti dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sejak 19+6. Kahin adaSjahrir, Sukarno, Hatta, dan Tan-Malaka, saat lah serdadu wajib militeryangjatuh cintapada Indonesiaketikatergabung dalam pasukan terjunpayung itu dalam catatpendudukan Jepang. Kahin'{kut"berperang me}awan Belanda dan merekam semuakejadian 'a.rnyu, menulis untuk yarrg k"mudiur, rn"rrladi disertasi dai diterbitkan menjadi buku tersebut. Selain itu, dia peran kalangan etnis Tionghoa di Indonesia dan terbit menjadi buku t"risrryu ai Stanford University tentang Political Thinking of the Indone s ian Chine s e pada79 4 6.
l.
j,.l+lrci,t1i,;Tii"iil;5i;ij!riii.r-iT;L:iiiri.:i::1'.iri:,'::r:i!.iil
..-..,,-";;:.','-".-
-i'ilri+ri
kini masih dirujuk pemerhati IndoSampai nesia yang ingin melihat struktur budaya sampai
Karya Benedict Richard O'Gorman Anderson ini, menurut Daniel Dhakidae, di lingkungan Department of Government Cornell University, merupakan karya tentang Indonesia yang antitesis Kahin' Menjelaskan perlawanan Indonesia terhadap Belanda bukan dari kalangan elite, seperti Sukarno-Hatta dan Sjahrir, tapi karena gerakan pemuda. Ben juga menulis tentang simbol-simbol partai dan kekuasaan yang dipakai elite Indonesia kala itu dalam Languctge anil Potoer: Euqtloring Political Cultures in Indone sia, yangditerbit-
dan Bali selama puluhan tahun, menilai perilaku ini bisa dibagi men-
EEffiNEffi
ma-
kan Cornell pada 1990. Bersama Ruth McVey, dia menyelidiki langsung peristiwa Gerakan 3O September 1965 dalam A Preliminary Anil'gsis of October 1, 1p65, Coup i'n Indonesia. Tulisan itu sebetul,ryu 6u.o sebuah rangkuman yang disebar ke beberapa akademikus Amerika sahabat keduanya, tapi bocor ke Indonesia pada masa Soeharto. Akibatnya, sejak 1973, dia dicekal masuk Indonesia' Cekalnya
Imagiied Communities: Reflections on the Origin and Sprett'd of Natioialism, terbit pada 1983, adalah karya Ben tentang gerakan
nasionalisme di seantero dunia. Ben mengambil contoh di Amerika Utara dan Prancis, yang mengalami revolusi pembebasan oleh kesadaran masyarakat yang menentang monarki.
'--*
(:
e
'
'-i
1J
iii;:::::ji.li
i!:
1.;
li i..
:J i*: ii;
. ",l,i'i i i,i
l":
L r
i!
i;
i. ; T i l: 1.
Buku
syarakat: priayi, santri, dan abangan. Geertz juga
menghasilkan Agr i c ul I ural Inoolution: The Process of Ecological Change in Indonesia, yang men-
kar-
yaRuthMcVey
ini
dianggap
ini mengungkap persiapan dan alasan Sukarno memilih Demokrasi Terpimpin setelah Demokrasi Parlementer. Karya Daniel S.
Lev
ses
nisme
di
In-
jadi
pedoman melihat perkembangan ekonomi masyarakat dalam modernisasi. Alih-alih bertambah luas seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, di Indonesia, sawah sepetak menjadi petak-petak lebih kecil untuk rezeki masing-masingkeluarga.
dan AsiaTenggara.
donesia
luarkan Sukarno.
:',. i:-'i
Maklum, Asia
Tenggara saat
itu
mengha-
iit
11,
:,
i':ii'
iiil
I il, !.; i
Vietnam, dan Kamboja, termasuk Indonesia. Dia menjelaskan kemunculan Partai Komunis Indonesia pada 1814 hingga meredup setelah memberontak terhadap Belandapadal926.
san tentang perilaku politik Indonesia yang berkaitan dengan kelompoketnis di Indonesia' Karya William Liddle ini menjadi salah satu rujukan penting memahami politik Indonesia
hinggakini.
73
*;*:1g*r.ir:::"::i
1:!::
l:.'ii
IITIEI]IIEIIN
AUSIRALIAN VOLUN'TEERS
INTERNATIONAL
'=,,ffi
..:.i$f:"
#
-rd*
r:5"
Merindukan Zarnan
Sepanjang 1960 hingga 1990-an, Austratia metahirkan lndonesianis andaI dan terkemuka. Oimotorl ilerbert Felth, studi tentang lndonesia berkembang pesat di kampus-kampus Negeri Kanguru. Sejumtah kajian mengenar lndonesia kemudian menjadi karya monumentatdan
-netilar
bahasa dan kajian lndonesia anjtok. Kebijakan pemerintah Austratia membatasi baniuan dana untuk pengajaran bahasa-bahasa Asia, termasuk lndonesia, ikut menyumbang
kian turunnya minat studi tentang lndonesia. Bahkan, di sejumtah kampus, program studi lndonesia matisuri.
ZO
'fuud,'#?,q*:&ffi;;'{dtg
EMANDANG Men-
di
kam-
pus pusat Universitas Monash di Clayton, Victoria, Australia, waktu serasa mundur ke puluhan tahun silam. Berdiri sejak t963, gedung berlantai yang menjadi tetenger Universitas Monash itu menjadi saksi bisu lahirnya para Indonesianis, pemikir atau ahli tentang Indonesia, dari Negeri
11
komputer di perpustakaan kampus itu mencatat, hasil riset dan kajian mengenai Indonesia dari semua
kampus di Australia lebih mahasiswaAustralia.
d
ari 4. 5OO
buah-meski tak semuanya karya Ambil contoh buku karya Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Buku terbitanl962 itu merupakan hasil penelitian intensif Feith tentang perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia pasca-Perang Dunia
Kanguru,
Di salah satu universitas terbesar di
wan-kawan merintis pendirian pusat studi Indonesia. Dengan semangat menyala-nyala, ketiga cendekiawan itu berhasil mengembangkan pusat studi tersebut. Menempati South
II. Buku ini membuktikan perhatian Feith terhadap sistem politik dan demokrasi di Indonesia serta perda-
maiandunia.
dan melahirkan Ben Anderson, Daniel S. Lev, serta sejumlah Indonesianis lain, Feith membangun studi Indonesia di Monash dan melahirkan Lance Castles serta sejumlah nama
Buku karya John Legge, kolega Herb Feith, berjudul Szkarno: A Political Biography merf adi buku yang populer sekaligus penting. Buku ini hasil pengamatan Legge tentang pemimpin karismatis Sukarno yang memprakarsai negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika untuk bersatu di bawah semboyan "The New Emerging Forces" demi meng-
judul Pujanggct
pentinglain.
Sepanjang 196o-an hingga awal IggO-an, studi Indonesia di Universitas Monash khususnya dan Australia umumnya mengalami masa keemasan. Diskusi, seminaE toorkshop, dan
Biography.
Harold Crouch, dari The Australian National University, sudah tak asing lagi. Karyanya, The Army and
Politics in Indonesia, yang diterbitkan Cornell University Press, Amerika. pada 1978, membedah peran mi-
Baru: Kesusasteraan dan Nasionali,sme di Indonesia 1933-1942. Bukl yang merupakan disertasi Foulcher di Universitas Sydney, Australia, padal974 itu menielaskan kedudukan politik Pujangga Baru-salah satu angkatan dalam kesusastraan Indonesia-dalam peta sejarah perjuangan pembentukan konsep kebudayaan
pertunjukan kesenian Indonesia acap digelar di kampus-kampus di Australia. Banyak tamu seniman, cendekiawan, dan pakar dari Indonesia berkunjung ke sana. Menurut Kepa76 I TEMPo
zo NoVEMBER zo11
liter dalam kehidupan politik Indonesia. LaIu buku Keith Foulcher yang te-
Indonesia. Med:ia, Culture, and Politics in Indonesia atau dalam versi Indonesia berlrdd Media, Budaya, dan Politik
EttEriirfitll
Herb Feith,
U
niversitas
Monash.
bab, ia sudah melakukan penelitian sebagai mahasisu,a di Indonesia pada pertengahan 199o-an. "Saya
dekat sekali dengan mereka dan saya mengagumi perjuangan kaum oposan yang dengan keberanian luar biasa
merasakehilangan."
.:..t
banyak terjadi pertukaran mahasiswa antara Indonesia dan Australia. Masa itu meredup sejak 199o-an. Jumlah mahasiswa yang belajar bahasa dan penelitian Indonesia, dari tingkat S-r hingga S-3, di universitas-universitas di sana makin berkurang. Hingga 2OO1, universitas di seluruh Australia yang membuka program pengkajian Indonesia beriumlah 28. Tapi jumlah itu sekarang menciut hingga tinggal 15 universitas. Data ini dikemukakan David T. Hill dari Universitas Murdoch, Perth, Australia Barat, dan dilansir koran The Aus t r ali an p ada F ebruari lalu. Greg Barton, KepalaYayasan Herb Feith, Universitas Monash, membenarkan soal penurunan itu. Menurut Barton, minat mahasiswa belajar ka20 NOVEMBER 2011
fl.-"'d&;].",!:i
di Intlonesia, karya pasangan suamiistri David T. Hill dan Krishna Sen, membedah pengaruh budaya dan politik Indonesia terhadap perkembangan mediapers di Tanah Air. Karya setebal 248 halaman itu dikategorikan sebagai buku wajib bagi mahasiswa Australia yang ingin belajar kaiian Indonesia, khususnya di bidang mediapers. Dari kalangan Indonesianis yang lebih muda, salah satu buku yang penting adalah karya Edward Aspinall berjudrl Opposing Suharto:
Compromis
e,
Cha,nge i.n
rupakan tesis dosen The Australian National University itu menjabarkan secara luas bagaimana rakyat, yang mempunyai iktikad besar mengubah sistem politik yang mandek, akhirnya secara kolektif bagai gelombang mampu mengakhiri rezim pemerintah Soeharto. Buku yang terdiri atas
sepuluh bagian itu penting bagi mahasiswa Indonesia dan non-Indonesiayangingin mempelajari studi sosial-politik kontemporer Indonesia. Nama Aspinall memang tak asing bagi para aktivis prodemokrasi. Se-
TEMPO I 77
'{vd#n&{ffiiis,
EOET'Ii'!IIN
= q
Menzies Buitding
menge-
Universitas
Monash di Clayton,
luarkan trar:el warningtingkat empat, yang menyarankan warga Australia, termasuk pelaiar dan mahasiswa, tidak mengunjungi Indone-
Victoria, Australia.
langan guru dan dosen bahasa Indonesia. Seperti dituturkan Nani Pollard, dosen di Universitas Melbourne, pengajar kajian Indonesia di kampusnya hanya tinggal empat orang. Di Universitas Monash
gara, tapi setelah reformasi, mulai melebar ke daerah, ke masyarakat sipil. Jadi, bukan soal negara lagi," ujarnya. Tragedibom Bali pada 2OO1, yang
menewaskan ratusan orang, termasuk warga Australia, juga berdampak pada tema penelitian. Menurut Greg Barton, peristiwa itu memicu para peneliti mengungkap soal Is-
idem&itto.
Setelah Partai Buruh menang di bawah pimpinan Kevin Rudd, yang
fasih berbahasa Mandarin, Canberra mulai kembali mengucurkan dana untuk mendukung pengajaran bahasa-bahasa Asia, termasuk Indonesia, melalui National Asian Languages and Studies in Scirools Program. Pada2OO8, Rudd mem-
lam di Indonesia. Pemerintah pun menyuntikkan dana bantuan kepada lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat, yang mulai "galak" menyelenggarakan konferensi dan diskusi tentang Islam, bahkan mulai menyalurkan dana ke u niversitas-universitas untuk membukalembaga an Islam.
ri Paul Keating pada 1996, Australia dianggap perlu tahu lebih banyak tentang tetangga Asia. Canberra bahkan berperan aktif dalam Kelompok Kerja Sama Ekonomi AsiaPasifik (APEC). Maka dana kajian
dan pengajaran bahasa-bahasa Asia
berikan dana sekitar Aus$ 62,+ juta untuk tiga tahun. "Memang pemerintah Australia seharusnya
lebih banyak memberikan dukungan dana untuk pengajaran tentang Indonesia," kata David Hill. Meski minat studi Indonesia me-
kaji-
mengucur melalui program-program pendidikan, baik tingkat sekolah menengah maupun universitas.
Namun, saat John Howard berkuasa, sejak awal 7997, pemerintah Liberal mulai mengurangi bantuan dana untuk belaiar bahasa-bahasa Asia. Howard lebih konserva-
puluh tahun terakhir. "Kalau tren ini berlanjut, sebelum 2o2O, pelajaran bahasa Indonesia akan hilang dari universitas di seluruh Australia, kecuali di Negara Bagian Northern Territory dan Victoria," kata David memperingatkan. Dia khawatir terhadap ketiadaan regenera-
dengan kebi-
jakan mendekati tetangga Asia dengan "Look North Policy" yang dikawal Partai Buruh. Pengaruh pemotongan dana itu mulai terasa di ka78 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
rah, hingga masalah lingkungan hidup. "Di zamarr Orde Baru, perhatian peneliti terpusai kepada ne-
silndonesianisdiAustralia. r
3Trrclffiamrti,r
I
il
i
,* r EBIH dari empattahun ini, #/ bilik kerja Rochayah MaS/ chali menjadi tempat pe&l nampunganbukudananee#W ka bentuk bahan kuliah kaangan berukuran sembilan meter
term.ed:iate Indonesian memilih belajar di ruangan itu. Adapun mahasiswa yang terdaftar mengikuti mata kuliah tersebut hanya lima orang. Dengan hanya satu anggota staf, jurusan Indonesia di UNSW praktis tinggal menunggu ditutup. Bayangkan, Rochayah harus sendirian mengurus administrasi, mengajar, memberikan bimbingan tugas akhir, dan sebagai peneliti juga dituntut menghasilkan karya ilmiah. "Satu jurusan hanya punya satu dosen, menyedihkan,"
0ktober 2002.
meniabat Kepala Program Indonesia sekaligus satu-satunya staf pengaiar program itu di IINSW. Bahan perkuliahan itu, yang sebagia,n lainnya sudah dibuang karena tak tertampung, menjadi kenangan masa keemasan kajian Indonesia di UNSW pada dekade 1990 hingga tragedi bom Bali 2oo2. Rachayah masih ingat betul ketika ia baru bergabung dengan kampus itu, pada 1995, para pengajar yang dimotori David Reeve-salah satu Indonesianis terkemuka di negeri koala ini, kewalahan dengan limpahan dana pemerintah Federal Australia untuk mengembangkan kurikulum kajian Indonesia. "Kami sampai mempekerjakan mahasiswa Indonesia di sini untuk direkam suaranya sebagai penutur asli," ujarnya. Kini, selain menjadi tempat pe-
tuturnya.
Mengenai nasib departemen yang dipimpinnya, Rochayah pun pasrah. Menurut dia, empat tahun lalu Dekan Fakulta^s Sastra dan Ilmu SosiaI UNSW berencana menutup Departemen Kajian Indonesia tapi batal karena larangan pemerintah federal. Karena universitas tak mendapat izin untuk menutup langsung, Jurusan Indonesia "ditutup" secara perlahan. Setelah David Reeve pensiun pada 2oO7, dekanat tidak menunjuk atau merekrut penggantinya.
20 sampai 30 mahasiswa yang belajar tentang Indonesia, dari tingkat SI hingga program doktoral. Tapi sekarang hanya 9-1o mahasiswa (lihat
wawancara dengan Paul Thomas).
Wing lantai tiga di Menzies Building di Universitas Monash di kampus pusat di Clayton. Di sanaterdapat ruang kelas yang cukup untuk rlo orang dan sebuah ruang kantor berukuran sekitar 4 x 6 meter. Kini I(aji an Indonesia dilebur ke dalam Pusat Pengkajian Asia Tenggara yang bernaung di bawah Monash Asia Institute, yang menempati kampus Caul-
7br (program studi mandiri), mulaizOog disusutkan menjadi Tuirur, bagran dari kajian Asia. Dampaknya, Departemen Indonesia hanya
bisa menawarkan mata kuliah baha-
nyimpanan material pengajaransetelah Reeve pensiun-bilik kerja Rochayah jugakerap menjadi ruang kelas. Di ruangannya terdapat meja danlimakursi. "Daripada naiktanggakekelas, mahasiswalebihsukadatang ke ruang saya," katanya. Kamis pertengahan September lalu, misalnya, dua mahasiswa program sarjana yang mengikuti mata kuliah iz-
sadanitupun
sebatas
matakuliahpi-
Mantan dosen Studi Indonesia di Universitas Monash, Barbara Hatley, menyatakan bahwa sejak zoooan terjadi penurunan minat terhadap bahasa dan kajian Indonesia. Pada awal lggo-an, di Monash, kegiatan seminar, workshop, dan pertunjukan teater sering digelar oleh Hatley (sekarang profesor emeritus), pakar yang juga mendalami kesenian Jawa.
lihan. "Banyak mata kuliah yang dulu kami kembangkan kini didrop," kata
Rochayah. Penurunan minat terhadap kajian Indonesia juga terjadi di Universitas Monash. Menurut Kepala Kajian Indonesia di Universitas Monash, Paul Thomas, sebelum rezim Orde Baru
80 | TEMPo zoNoVEMBER2oll
EUEfii'lIIlll
Menumt Michele Ford, meski jumlah peminat menurun, bidangbidang yang menjadi obyek Penelitian justru semakin luas, tak melulu menyoroti kekuasaan dan hak asasi manusia seperti di era Orde Baru. 'Ada penelitian tentang bahasa lokal di Indonesia, atau masalah otonomi daerah," kata akademikus Yang giat meneliti isu perburuhan Indonesia itu. Menurut Ford, sifat orang Indonesiayang ramah dan terbuka sangat mendukung penelitian.
Tapi beragamnya obYek kajian tentu tak banyak bermanfaat bila minat mahasiswa kian tergerus. Dampak menurunnya minat ini
adalah penutupan kajian Indonesia di Universitas Western Sydney. Sedangkan bahasa Indonesia tidaklagi tercantum pada mata kuliah pilihan international studies di Universitas Teknologi Sydney. Selain di Sydney, dan diskusi politik serta kunjungan tamu dari Indonesia, sePerti Putu Wijaya, Goenawan Mohamad, dan W.S. Rendra, yang pernah membacakan puisi. "Grup Teater Gandrik pada 1999 pernah Pentas beberapa hari di AJexander Theatre," tutur hanya tersisa sepertiganya. Tak pelak, ujarRochayah, peristiwabom BaIi dan aneka teror di Tanah Air menjadi penyebab turun drastisnya minat calon mahasiswa terhadap kajian Indonesia.
tiga kampus lain menutuP bidang kajian Indonesia sejak 2o06, Yaitu Universitas Curtin (Perth), Universitas Griffith (Gold Coast), dan
Universitas Teknologi Queensland
(Brisbane). Nasib program Indonesia di negeri tersebut berbanding terbalik dengan rekomendasi Parlemen Yang
menyatakan kaj ian Indonesia-ber-
Hatley.
Penurunan minat studi Indonesia
juga terjadi di Universitas Tasmania, tempat Barbara kini mengajar. Menurut dia, makin kurangnYa minat mahasiswa belajar tentang In-
itu
Yang
izinkan muridnya melakukan studi tur ke Indonesia karena alasan keamanan. Padahal, dari studi tur itulah siswa
rintahfbderal.
di
Universitas Tasmania, ada 283O mahasiswa yang belajar tentang Indonesia, tapi sekarang tinggal 5-6
mahasiswa.
Lalu, apa yang menyebabkan turunnya minat mahasiswa terhadaP kajian Indonesia? Ambruknya rezim Orde Baru boleh dibilang sebagai salah satupenyebabnya'
perguman tinggi. "Ini berdamPak pada minat mahasiswa," kata Dwi, yang menjabat kepala departemen di
kampus tertua Australia itu.
Kini In-
donesia tak lagi dianggap misterius dan tertutup. Tapi damPak Perubahan politik di Indonesia tak ter-
Meski mengalami penurunan PeUniversitas Sydney masih jauh lebih baik dibanding kampus sekota UNSW. Universitas SydneY masih memiliki tiga pengajar tetap dan tiga
pengajar tak tetap. Dengan pembagtan tugtls, para pengajar memiliki lebih banyak r'vaktu untuk melakukan pe-
Indonesianis David T. Hill dari Universitas Murdoch, seperti dikutip koran The Australia?z, menyayangkan kebijakan itu tak didukung oleh penyediaan sumber daYa Yang memadai. Tanpa dana Yang memadai, kampus akan menutuP Program yang sepi peminat karena dianggaP takmenghasilkanuanS. Padahal kajian Indonesia tidak sebatas bahasa, taPi juga Pemahaman tentang manusia dan budaYa, sehingga bisa meningkatkan kualitas hubungan kedua negara Yang bertetangga ini. "Dalam beberaPa tahun ke depan, kita terancam kekurangan tenaga ahli Yang memahami In-
lalu signifikan.
Sebagai contoh,
jumlah mahasisperiode
wayang mengambil mata kuliah izt erme cliat e I n dan esf nn pada
1997 -2OO Aberkisar 3O orang per tahun, tapi pada 2OO5 dan setelahnYa
donesia,"kataHill.
20 NOVEMBER
2Ol1TEMPO I 81
ffir"etwx
${**1ixlr:*xq;t
il1ks
'
Nick gemar berselancar di atas ombak selepas sekolah menengah atas 18 tahun lalu. Iapernah enam bulan tinggal di pantai selatan Sukabumi itu pada 1994,. Berbekal kamus saku bahasa Indonesia, Nick, yang buta sama sekali akan bahasa ini, memberanikan diri bergaul dengan nelayan dan masyarakat di sana. Setelah itu, hidupnya selalu berhubungan dengan apa pun yang berbau Indonesia. Meski kuliah di Perth University Jurusan Filsafat
Re-Examination
ofSfate
Responsihitity
for Violence.
Riset untuk
Jacqueline Baker di
Kampung Metayu, 2008. Meneliti preman Jakarta. Dr Nicholas Herriman bersama istri dan anaknya.
Anthropotogy
Thesis of the Year
Eropa karena anjuran orang tuanya, hati dan pikirannyaterus ke Indonesia. Dalam sebuah penerbangan ke Bali, misalnya, Nick menemukan tulisan Benedict R.O'G. Anderson di maj alah Garuda Ind onesia. Ben, ahli Indonesia dari Cornell University, Amerika Serikat, menulis dengan sangat memikat perihal wayang. Di sepanjang perjalanan,
2008
Nick terus memikirkan tulisan itu dan kian tertarik mempelajari Indonesia. "Tulisan itu sangat menggugah," katanya. 'Apalagi setelah
saya membaca bukunyayang
terke-
Maka, sembari kuliah, Nick bekerja paruh waktu di restoran Indonesia di kotanya. Ta mengasah
kemampuan berbahasa Indonesianya dengan menjadi pemandu wisata bagi orang-orang kaya Indonesia yang berwisata ke Perth. Berbekal pengetahuan dan kemampuan bahasa itulah Nick mendaftarke gra-
nama yang banyak meneliti politik dan media di Indonesia. Hill, yang mengajar mata kuliah tentang budaya, membuat Nick kian paham bagaimana negeri ini tumbuh dan membuatsejarah. Nick memilih bidang studi antropologi ketika ia bertemu dengan mentornya yang lain di Murdoch: Carol Warren. Warren telah meneliti dan menulis buku tentang desadesa di Asia Tenggara. Nick begitu antusias ketika Warren membahas budaya dan komunitas masyarakat desa di Sulawesi Selatan.
Dari David Hill, Nick meneruskan penelitian tentang politi( Indonesia masa Demokrasi Terpimpin. Iasecarakhusus meneliti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra),
yang didirikan Partai Komunis Indonesia. Ia memetakan perdebatan
dimotori penyair Goenawan Mohamad dan Wiratmo Soekito, dengan Lekra, yang dikomandoi Pramoedya Ananta Toer. "Saya tertarik menulis mereka karena pertentangan ekstrem ideologi sayap kiri dan kanan," katanya.
E(lEfiiETrI
Di bidang antropologi, karYa terbaru Nick berupa studi pembunuhan dukun santet di BanYuwangi, Jawa Timur. Selama setahun Pada 2Ooo, Nick tinggal di Malang dan Banyuwangi. Ia menuniPang di rumah seord.ng haji yang menjadi sesepuh di sana dan mengetahui banyak isu yang ditelitinya.
Michete Ford
bidang studi yang diambilnYa beda jauh: teknikindustri. Karena petgaulan itu, ia sering terlibat dalam kegiatan mahasiswa dan orang-orang Indonesia di Australia. Selama musim Panas 199o' Michele men$ambil kursus bahasa Indonesia. KemamPuan bahasa inilah yang mengantar Michele
Pekan-pekan pertama tinggal di Banyuwangi, Nick keraP sakit; Ia terteror oleh ceritapembunuhan sadistis terhaddp orangyang dituduh sebagai dukun santet Pada 1998. Di
mendapat beasiswa dari Australia National University belajar tentang Indonesia di Universitas Gadjah Madd setelah lulus dari University of New South Wales. "Dulu
logat saya medok. Suami sering me-
Peneliti lndonesia asal Australiayang mendapat "bonus" Pasangan hidup selama mengkaji negeri
ngoreksi,"katanya. Lain Michele,lain Jacqueline Baker. Perempuan 33 tahun ini seParuh Dayak separuh Australia. Ibunya orang Sarawak, MalaYsia, Yang
selesai Pada 2007. Nick rnemberi judul bukunYa "sorcerer" Kilrtngs in Banyuwangi: A Re-Era mination ofstate ResPonsibility for Violence. Tak dinyana, penelitian itu dianugerahi Penghargaan sebagai Best AnthroPology Thesis of the Year 2oO8.
ney Univelsrty
itu
kampungnya. Suami-istri ini lalu pindah ke pinggiran Darwin. Jacqui lahir di sana. Ia adalah peneliti antropologi politik di University of Wollongong,
daknaikbus.
Dengan hanya duakursi yang masih kosong, keduanya terlibat Pembicaraan. Hubungan itu kian serius
Kesimpulan penelitiannya berbedajauh dengan hipotesis Yang ia bangun pada awal riset. Nick datang ke Banyuwangi dengan asumsi pembunuhan dukun santet merupakan kekerasan negara dan ma-
New South Wales, dan baru saja menyelesaikan disertasi di I ondon School of Economic, Inggris, tentang relasi polisi dan tentara di Indonesia. PenelitiannYa berfokus
pada dana-dana pertahanan dan keamanan sejak struktur anggaran pendapatan dan belanja negara berubah pascareformasi 1998.
puan
r1,1
Ia
nipulasi elite menyingkirkan musuh-musuh politik. "KesimPulan saya justru sebaliknya, Pembunuhan itu geiolak di masyarakat bawah saja," katanya.
minya, Muliawarman, yang kemudian berbisnis komPuter, di Riau sekalian meneliti gerakan buruh di
sana.
Buruh adalah isu utama Penelitian pengajar studi Indonesia di Sydney University ini. Selain di Riau, ia
Konklusi ini membuatnYa sering sengit ditentang dalam d iskusi-diskusi. Soalnya, hampir semua Pene-
menyigi gerakan-gerakan buruh di Medan, Aceh, hingga kota-kota besar di Jawa. Tujuh buku sudah ia tulis dengan tema itu. Juga ratusan karya tulis ilmiah di jurnal-jurnal internasional. Michele menjadi editor di Insid.e Indonesia. Satu bukunya terbit pada 2oo9 berjudul trVorkers and In tellectuals : NGOs, Trade [Jnions, and The Indonesirtn Labor Mooement. Sama seperti Nick, Michele tak
sengaja meminati obyek kajian ini' Sebermula ia kerap bergaul dengan
mahasiswa Indonesia yang samasama kuliah sarj ana di University of New South Wales, SydneY. Pddahal
20 NOVEMBER 2011
TEMPO I 83
I(IFfiIENMI
I$mh,,,
Beilty Moerdani
dah'r,,I
EI\I}trY 'Moerdani.
nrsia saat terbit pada Novemliei,,I988. :Dirbagian atas sam-, put;iei'teia judul artikel utamaI
,,.,,:,Cerrgkeraman
i'irr:r.riiir':r':r:,rA..}}ar'
nya majalah khusus Indonesia yang dikenal selalu menampil,.,,rr,,:kAn,,isu:rgarar:Sl ini? pada ta,:it:,,,bun4ahun rw,al,tgAO.an, si. i,irr,:,tuasi,,politik antara Australia rliii, diilii i,Indonesia:',,selalu tegang:. .r ii,,Media Austlaliar :tidak senang r,r:t,,dengan tewasqy*. tqjuh warta.
i
,
:,:":.--::;
r.:.
.,.'t
i:,r:,'i:lt.:-;::.:ltll.:i;:i]::l'-.',;':i1li:fi:"X:;i1;rj"I"j11:I11*
.r,
Leste. Mereka banyak menurberita nggatif tentang ;[p{$1ggia,' SementarA,itlr pe. ileiitioh,Ausiralia selalu ber.
r
pinitmtn hahkar
deri
,,rr:,,.:r6*r1tu
'
,,,:.,,,,,,,,Tipindividu, PatWalsh, John \Maddi4gham, dan Max Lane; "r, ibaiamb8k,reencari solusi. "Luar biasa," Walsh menuturkan ke.
': uangennf,a,kepada Tbntpo ; rltidak kurang pakar Indonesia di :,rAustralla dan:Cantierra berupaya menjalin hubungan tapi se:, jauh itu mayoritas'rn-asyarakatyang di tengah meqj adi sinis dan ,",,
rrr
:r,
:iit]]i.tiiliingminatn5ra.?,,,
itu, Walsh,,.Waddingham, dan Lane rqer]gangsap rpe0ting.rrnemberi informasi letrih seimbang, yang membuka,i,,,&n pjntu,r,baripernbaca untuk melihat apa yang te{adi sehar i,,, ,,r r,,r,ii:haii dirludonesia. Mereka berkonsultasi dengan pakar, :se,,:,,,pertiHrlb,Feith;rSiauwTiong Diin, Bar*rara Schiller, dan tokoh r ,, r,lain, d$6i'|adan pengembangan sosiaf akademia, dan serikat
11';,1rir".r,.,r.I'(arela
.,,,
ngan.iaminan rumah mereka, Kantornva sela:l nra bertahunitahun'beriokbl di ruang deptn,rxmah Walsh di Melbourne. Annie, istriqya; seoiangguru, meiehkan waktu di luar jam kerjanya mengurusopeiasi logistik rnajalah. Para kontributor yang sudah diakui proftsionalitasnya,'dari berbag*i proftsi, menyun&angkan tulisaxlmereka,gratis. Berangsur.angsur }rside,, Indanesia,'fiendapat kepercayaan dari pembaca lebihluaS, melewati batas.batas teritori,akade. mia, aktiyis, dan peneliti lingkungan seitraia, Kian banyak editor muda yarig mqny,qdia.kan waktunya h'ekeija,untuk maj alah
r
tnr. Pada perlengahan l99o'an,kantornyapun trerpindah ke settuah gedung milik Unihqg Chureh,,yang,mCnyslvakan ruangannl,a dengan murah,keparla badan sosiral. Setelrh $g8,,para pengelola,sempat, saling bertanyar,?pa langkah, S&qiutnya? Apakah peran lteside Indonerda sudah tidak diperlukan?]lNa-
ir,l.1,ri. ,l:',t::ti
,,,,,r;,,:,,,,;,tilfamli,,berusaha agar Insid,e Indanesz:a,tampil pro{bsional, ,,:,,t:,l,,,independenltidak semata penerbitan solidaritas," tutur Walsh. ,,,,,,;,,}d.tinunrtr,diar,,
,'r,r,r'r,,',rnainsi'h&k
::r,rr',,1{eriai:,pelaksanaan
i,rr:irrr
hukumrprattek lingkungan, peran penulis dA.npelgtiang;isu perempuan;'dan lainnya. l,i,:,,',,i r,1BgEifu iedi$pertamadengansampul BennyMoerdani bere,,,,,,i,,,,dai,. kamkadarbanyak pihakyang segera'menempatkan' kami
ii,
oposisi pemer,intah Indonesia, padahal bukan itu mak,isud,kami;ll kata lMalsh- Dia melihat sejak itu edisi-edisi selan. r,,,,:r;*-n r,Urin$gap:cenderung menelanjangi Indonesia, sehingga, b**nUnt U*,diA-uitralia tidak mau diasosiasikan dengan In,,:,..,,,,, ,':::',.:. stdii Inildnesdo karena khawatir dianggap antilndonesia.
:,,ri'rse,b',qgai
r,, .ll,
, Kini:umur Inxide Inclone;iasudah'g8rt*u i. Insidb'Indon* sekarang t ertnl :online. "Ifu ttorl-nya in-erpindah-pindah an-r tara laptop anggota dewan editdrialqya: ?ara pereigelola Inside Indonesi,a sekarang adalah Indonesianis muda rAustialia,,se;, perti Edward Aspinall, Michelle Ford; Emma Baulch. Siobhan Campbelf dan para Indongsiarris lebih berpengalaman, seperti Keith Foulcher, Gerry van Klinken; dan Virginla Uooker,, itema y.ang mereka langani tetap hak asasir manusia; korupsi, lingkungan, dan aspekyang berkaitan,denganitu; Pada edisi Oktober-Desember 2o1l ini, misalnya, mereka meriuiunkan laporan utamatentang perubahan lingkungan di desa-desa Indone-r
st o
.,, ,
sia.
r... : i ,il.,li
84 I TEMPo
20
NovEMBER zotl
'{ndmffifffi,zi^x,
Pak Herb
KARYANYA, ANALISISNYA, MENINGGALKAN KESAN MENDALAM PADA PARA
ILMUWAN, YANG KEBANYAKAN LALU MENJADI SAHABAINYA. DIA MENJALIN JARINGAN KAJIAN INDONESIA TIDAt( HANYA DI AUSTRALIA, IAPI JUGA
MENGAITKANNYA KE AMERI1(A SERIKAT
tanpa
akademikus tentang keadaan geopoSebagai kepala departeriren ilmu sosial-politik di Universitas Melbourne, Macmahon Ball pun
litikAustralia.
mempromosikan'politik kawasan.
Dan kuliah-kuliahnya tentang Asia
Tenggaralah yang rriulzi-mula menarik minat seoiang mahasiswa muda, dengan semangat belajar menggebugebu, untuk menekuni perkembangan di lndonesia.
bukakan pintu untuk pengembangan studi Indonesia; tapi juga berhadil menanam bibit persahabatan Indonesia dan Australia. Persahabatan
yang menyebar hingga ke lahanlahan akademi, sosial, dan politik. Tanpa sosok Herb Feith, sukar dibayang-
Akrab
bersama warga Pendoworejo, Yogyakarta [1ee5l.
kan hubungan'Indonesia-Australia
akan beringsut lebih jauh dari lingkaran diplomasi resmi, ataupun bergerak keluar dari lingkungan akade-
dan, adalah pegawai tinggi di Kementerian Penerangan. Herb segera mulai berkorespondensi dengan Molly. Dengan dukungan orang tua dan
sahabat-sahabatnya, Herb merancang. Setelah lulus sarjana sosial-politik, Herb akan ke Indonesia untirk bekerja di Kementerian Penerangan selama dua tahun, dengan gaji lokal dan perumahan yang sejajar dengan pegawai negeri lokal. Bersama teman-teman dekatnya, termasuk Betty (yang kemudian menjadi istrinya), Herb mem-
mi.
Sejak remaja, Herb sudah memikepekaan sosial-politik yang tinlgi. Keluarganya tiba di Melbour-
liki
dari
dukung aksi para pelaut Indonesia yang memboikot kapal-kapal milik Belanda yang memfekerjakan mereka. Dan ketikdr sengketa menajam karena Belanda ingin kembali menduduki Indonesia, Australia bersama Amerika Serikat dan Belgia turut dalam negosiasi perdamaian 1g47 antara Belanda dan Indonesia. Padaperiode itu, 184,8, tersebutlah seorang.akademikus, William Macmahon Ball, yang dikitim pemerintah Australia ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dalam misi persahabatan-kunjungan yang lantas meninggalkan kesan sangat dalam dan mempengaruhi pandangan sang
tahun. Dua tahun meneliti politik Asia Tenggara, khususnya Indonesia, pada Maret 1950, Herb inembaca
Sche-
telah Belanda pergi dari Indonesia, republik yang baru lahir ini sangat
membutuhkan tenaga kerja terdidik dan energetik. Karena itu, VGS bertujuan membantu mengurus sarjaiia dari berbagai bidang di Australia yang ingin bekerja di Indonesia dengan gaji dan fasilitas lokal. Dengan pekerjaannya di Kementerian Penerangan dan jaringan kontak Molly dan suaminya, Herb berkenalan dengantokoh-tokohyangdika-
tulisan wartawan Douglas Wilkie, tentan$ kisah-kisah kirnjungannya ke Indonesia. Iapun memintaWilkie
berceritalebihjauh.
Herb mengutarakan keinginannya membantu rei2ublik yang baru berdiri ini dengan mengabdikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Wilkie memberi kontak penting bagi Herb, yaitu Molly Bondan. Molly dan suaminya, Mohamad Bon-
86 I rEMPo
20 NOVEMBER zo11
ntlEfiII'NTEI
pai sekarang masih menjadi rujukan utama para pakarAsiaTenggara dimancanegara. Kendati Herb tidak secara harfiah mendirikan kajian Indonesia sebagai lembaga, pengaruhnYa terasa oleh Indonesianis dari berbagai lapangan. Greg Barton, Herb Feith Research Professor pada kajian Indonesia di Universitas Monasn-, me-
ngatakan Herb dikagumi dan dihormati bahkan juga oleh Pakarpakar yang tidak selalu setuju dengan pendirian politiknya. "Karena mereka tahu benar bahwa Herb Punya integritas yang tak tergoyahkan dan tidak pernah berkomPromi dengan prinsip-prinsip moralitasnya sendiri, baik dalam hiduP mauPun secara profesional," katanya' Ketika diangkat sebagai Herb Feith Research Professor, ujarnya dengan pe-
The Decline of
Constitutional
DemocracY
ih
Indonesia: Buku terbitan 1962 hasit penetitian intensif Herb tentang perkembangan potitik, ekonomi, dan sosiaI di lndonesia pascaPerang Dunia ll,
nuh rendah hati, dia merasa seperti mendapat kehormatan Yang mendampingi tugas Yang berat. Sebab,
"Bagaimanapun saya
saya merasa
beruPaYa,
atmoko, juga dengan orang-orang yang kemudian menjadi tokoh berpengaruh. Namun dia juga me-
sia in the Period of the Wilopo Cabinet, April lgsz-June 1953, menjadi
pai standar yang diwariskan Herb." Sejarawan Anlon Lucas. ossociate professor dari Universitas Flinders di Australia Selatan, juga mengatakan pengaruh Herb sangat terasa oleh pakar dari
manfaatkan peluang untuk berteman dengan orang-orang kampung, yang sering dikunjunginYa. Dan pola ini tidak berubah keti-
ka di kemudian hari Herb tinggal di Indonesia bersama keluarganya, karena mereka, terutama i-Ierb sendiri dan Betty, tidak lagi dapat memisahkan hiduP mereka
dengan negaraini.
sumber perhatian luas. Ini adalah karyabesar pertama dari seorang ilmuwan Australia mengenai Politik pasca-kemerdekaan Indonesia. Bahan-bahan yang digalinya dari dalam berkat posisinya, dan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia, membuat isinya basah-dan tamPil dalam gambal tiga dimensi. Karyanya, analisisnYa, sering meninggalkan kesan yang dalam Pada
berbagaijurus-
an, bahkan yang tidak PunYa kaitan langsung dengan Politik. Lucas mengaku dia sendiri bukan satu-sa-
kebanYakan
tunya yang menjadikan Herb sebagai eonloh academic encellence dan kornitmen yang penuh Pada segala ha1 yang dikerjakannYa. Efek Herb pada rekan-rekannya sering personal sekaligus profesional. Lucas bercerita, umpamanYa, untuk Penelitiannya, Herb mengenalkan dia dengan mantantahanan Politik, Hardoyo, yang bantuannYa banYak sekali padanya. Lalu, sewaktu Lucas menufis tentang gerakan bawah ta-
Herb, dengan pidatonYa Yang disampaikan dalam sebuah Pertemuan Partai Buruh Australia, membuat hadirin tercengang. Dia tegas-tegas mengatakan, "Kita
adalah bagian dari Asia." Dan dia juga menekankan, karena ketidaktahuan warga Australia, Asia jadi sumber rasa takut dan curiga, bukan rasa suka dan respek, yang sesungguhnya lebih layak dan lebih tepat. Tesis masternya, yang diselesaikannya di Universitas Melbourne, Political Dert elopments in Indone-
nah, peran HardoYo dalam menghubungkan dia dengan Para mantan tahanan politik sangat krusial. "Meskipun lapangan saYaberbeda dengan Herb, dia selalu memberi perhatian penuh Pada Pekerjaan saya,"iutur Lucas. Seorang Indonesianis lain dari
Universitas Melbourne,
TEMPO | 87
Felth karangan
Jerma Purdey.
dak terbatas pada satu Iapangan ilmu. Ketika Universitas Melbourne membentuk kajian Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pada 195O,
kungan barunya, Herb melangkah ke pentas hidup di Melbourne tanpa kendala. Dia mahir berbahasa Inggris, prestasinya menonjol di sekolah, dan pergaulannya lancar. Namun semua ini tidak menyebabkan dia lupa bahwa warga Eropa dalam situasi perang, terperangkap dalamkesulitan, dan serbakekurangan. Dia pun segera memanfaatkan akhir minggu danjam-jam seusai sekolahnya untuk membantu mengumpulkan berbagai sum-
Herb diakui menyuntikkan substansi tak terbatas ke dalamnya. Sebagai ilmuwarr yang pernah dibimbing Herb dalam penulisan tesisnya, Coppel malah menuturkan pengalaman menarik. Proses penulisannya cukup lancar, ujar Coppel, tapi begitu sampai pada tahap
penuntasan, dia menghadapi berbagai kesukaran. Ini karena Herb tak henti-hentinya "membuka" ke-
lah putra tunggal pasangan Austria Yahudi, Arthur dan Lily Feith,
yang membesarkan dan rnendidiknya dalam lingkungan bernapas intelektual dan mendorong rasa ingin tahu. Apa pun yang dibahas orang tuanya, Herb selalu diikutsertakan. Dia tumbuh menjadi insan yang berotaktajam dan memiliki kepekaan budaya yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, kian nyata bahwa Herb tidak bisa melihat masalah yang menyebabkan penderitaan orang Iain tanpa ingin membantu mencarikan
solusinya. Masa kanak-kanak Herb di Wina
paling akrab dengannya-mungkin karenaJim setara dengan Herb dalam kepekaannya terhadap keadilan sosial dan politik dunia. Melalui Jim, Herb berkenalan dengan
remaja-remaja Metodis lain, di antaranya Betty Evans, yang kemudian menjadi istrinya. Jim dan Betty selalu membantu Herb dalam upaya-upaya menolong korban perang
diEropa.
Ibunya, Lily, yangtaatberagama, kendati prihatin melihat putranya kian menjauh dari ibadahnya di sinagoge, tidak pernah menghalangi persahabatan Herb dengan kelom-
tasambiltertawa. Meskipun pada umumnya Indonesianis Australia sangat tinggi komitmennya dan luas pengetahuannya, mereka mengaku sukar "mengisi sepatu" yang ditinggalkan Herb.
terinterupsi dengan pendudukan Nazi atas Austria. Dengan bantuan seorang tokoh masyarakat di Melbourne yang bersedia menia-
.:.ra
88 | TEMPo
20
di sponsor, pada 1939, Arthur dan Lily membawa putra mereka yang belum genap sembilan tahun itu
mengungsi.
NoVEMBER zo11
[urfiiEtttN
SGpeda,
M.TNAMPUN[ AKTIVIS PROl(TMEROTKAAhI TIl4Ofi IIMUR. SELALU tr4It,4BEflIKAN UAI\IG TAl'4BAHAN UNTUK IUKAI.IG BEEAK
DAN TUKANG TAMBAL BAN SEPEDA LANGGANANNYA,
1,
g;dffK{Vogyakarta masih lelap, tepat puku} dua diniha${i' ri, Herbert Feith sudah rnemulai hari dengan membaea'
Dengantekun danteliti, Herbertmembuatcatatan pada "" kertas"kEcil. Setelah itu, tidur lagi. Subuh, Herbert bangun lagi untuk lari pagi di sekitar Bulaksumur. dekat kampus Universitas Gadjah Mada. Itulahyangdicatat Dominggus Elcid Li, pemuda NusaTenggara fllnur, kini mahasiswa doktoral sosiologi University of Manchester. Inggris, tentang HerberL Feith. Pada 1999, setclah jajak pendapat TimorTimur, Elcid masih kuliah S-t di UniversitasAtma Jaya Yogyakartaclan untuk beberapa lama menginap di rumah Herbertdanistrinya, Betty. Pada saat yang sama pula, Herbert dan Betty menalnpung sebuah kelualga Timor Titiur pmkemerdekaan. "Beta agak ngerijuga. Soalnya. rumah' y,ang prointegrasi ada di depan," kata Elcid pekan lalu kepada Tempo.
keduanyamenjadisahabat.
,,ii,i
Pertama kali tiba diYogyakarta, Herb berdiam di rumah Ichlasul selama dua bulan. Hal yang selalu Ichlasul ingat,adalah tali jam tangankulit milik Herb yang sudah sangatkumal dan
Fe-
ith adalah orang sederhana yang bergaul,dengan siaparsqja. Saat ia tinggal di Yogyakarta, rumah dinasnya di kawasan Bulaksumur menjadi tempat singgah anak sekolah, mahasiswa, dosen, peneliti. wartawan, dan
akLivis. Karena Herb selalu menckankan kesederhanaan. ketika ke Jakaria meqgunjungi sahabat sahabatnya; para wartawan senior. diplomat. dan
s.eqama
banyak tambalan serta bqjunya yang tipis-ttpts karena terlalu sering dipakai, dicuci, dan disetrika. "Pembantursaya sampai takutmencucinya,takutsobqV ceritalryasembaritergqlak,,,,, Rekan Ichlasul,Yahya Muhaimin; juga tak bisa melupakarr arloji Heib. Dia melihat arloji itu pertama kalisewaktu merekt bertemudi UGM. MenurutYahya, lali jam,tangan itutelahrne; ngelupas hampirjadi duabagiani Jamny sendiri sudah sangat kuno. Yahya mengaku ingat, dia sempatberbisikkepada,Ich' lasul,'"Mal, dosenmu,kok melaiat banget; ra pat ut nganggo iam npna kwi; mbok'di; tukokke." Yahya. pengajar di Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, pernah bertemu dengan Herb pada 1980. Saat itu, Yahya dan Ichlasul ke A*stralia dan singgah ke rumah Hertr. "Waktu,itu saya betul-betul kaget," kataYahya. Sama sehalitqhtgrbayangkan seorang profesor yang begifu .ttr. kenal tinggal di apartemen yang kusdrir;
r
pqneliti, dia ,dikenal jarang mau menggunakan tisu. Herb selalu siapdengan selampe kumal yangwarnanya sudah memudar yang dia kantongi.
de-
ngan sepeda ontel tua. Dcngan mengenakan,bxiklrrsuh dau meraruh tas cokelat dijok belakang. "Dia mengayuh pedalnya ke mana saja untuk mengajar, menghadiri seminar, mengu4jungikenalan, atau berbelaqja pisang," ujar Elcid. Herb tiba di Yogyakarta pada 1986. Dia mengajarkan ilmu politik di Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Gadjah Mada dan aktifdi Pusat Studi Perdamaian U-GM. Adalah lchlasul Amal. ketika itu Rektor UGM. yang mengrrndangnya. "Saya minta d ia mengajar di I ndonesia setelah dia pensiu n <lin! pada1gs4," kata lchlasul. Herb rnemutuskan pensiun dini karCna,peminatmata kuliah tentang Indonesia di Australia terus berkurang. ,,Iihlasul nienganal Herb saat mengeqjakan skripsinya di UGM; berjudul "Partai Politik dan Politik Luar Negeri Indonesia". pada I966. Diabanyak menggunakan buku karya Herb sebagai refercnsi. Bclakangan. ketika Ichlasul melanjutkan se-
rapaperpustakaan.diYogyakarta' r'r', r,i :,,,,r. Menurut Elcid; sikap Heib ilubukau,karena tak punya cukup uang, melainkan karena mudahjatuh kil. sihan. Herb selalu memberikan uang tambahanriuntuk tukang becakdantukangtambalbansepedalangganannJa. :',.; ;"1 :,' Kesedeihanaan pulayang membuat Herb mernilih rhengell,: darai sepeda nntelketimbang mobil. Thpi, naik mobil ataupun sepeda, menurut lchlasul, Herb bukan pengendara 1,ang bailty
"Dia sembrono!" kata Ichlasul. Ichlasul ingat benaq suatu,ke.
tika mereka keluar bareng naik mobil dengan gearang teman. Herb yang menyetir. "Tibatiba dia menoleh ke teman di sam-
plnsreyrJilaklihatketlepan."
Barangkali kesembronoan ftu pulayan$ mengarrtar Herbert Feith pergl pada usia 71 tahun, mendahului para sahabatnyaPada 15 November 2oO1, dalam perialananrdariMonash Ulrir versity pulang ke rumahnya di C.len Iris, dia dan Sepeda o-ntd. r,:ialri,r.rl:irrlrir nya ditabrak kereta api.
.:,l.lt,l:|
20 NOVEMBER 2011
TEMPO
89
,a r rY rI,j: 'ltlndfr;l,l*v.ilnks
j"ry,*4:*,j-4x .
p&ffiil Y*#ffitu?&$:
Asing". Dalam tesisnya itu, ia menulis ihwal sejarah bahasaMelayu. Dia menyatakan bahasaMela)'u secara resmi meniadi bahasa Indonesiapada Sumpah Pemuda, Oktober 1928. Dan sejak kedatangan bangsa Eropapada abadke-17, bahasa Melayu telah menyebar di Australia. Konon, juru masakKapten Matthew Flinders (ahli navigasi Inggris yang mendarat diAustralia pada 18o1) adalah orang Melayu. Thomas, yang kini kandidat PhD di Universitas Monash, tengah menyelesaikan tesis tentang kajian sejarah bahasa Melay,u-Indonesia di Australia. Judul tesisnya "Ialking North : The Journey of Australia's fi rst Asian Language ". Penelitiannya banyak dilakukan di Australia tapi adabahan dari koran dan arsip dari Indonesia. Berikut ini petikan wawancara dengan Paul Thomas di kantornya, W SoJ, yang terletak di Gedung Menzies lantai 3, Universitas Monash, kampus Clalton.
B etulkah s ej ak S o eharto langser p a.da 1 9 9 8, min at mah osisen
rintahAustralia?
Ya, semua faktor itu bisa mempengarrrhi pilihan mahasiswa, terrtama tr ao el w arning (setelah bom Bali, Mar:riott, danbom di Jimbaran) yang dikeluarkan pemerintah, yang tidak membolehkan murid dan mahasiswa mengunjungi Indonesia. Itu yang menjadi hambatan, dan dana dari pemerintah memang berkurang daripada pemerintah sebelumnya. Berap a besar p enul",num-
tatkala dia berkunjung ke Tropenmuseum di Amsterdam, Belanda. Di museum itu, Thomasmelihat pameran besar tentang Indonesia. Di sana diabisa melihat pameran seperti desa-desa di Jawa, ada beberapa gubuk, ada rumah kecil dengan segala peralatan dapur, seperti wajan. Jadi pameran itubukan pameran wayang atau lukisan, tapi tentang masyarakat biasa di Indonesia. Kunjungan ke museum itu rupanya mengubah minatnya untuk belaj ar tentang Indonesia, karena mulai tertarik denganbudaya Indonesia. Setelah meraih gelar S-1 di Universitas South Australia, ia melanjutkan program S-2 bidanglinguistik terapan di Universitas Melbourne. Thomaslulus S-2 de-
kratis, kami harap minat mahasiswa akan naiktapi temyatatidak. Pada zaman Soeharto, jumlah siswa lebih banya\. Tapi, kalau di Victoria (negara bagian), misalnya di Universitas Monash, Melbourne, dan Deakin, dalam ]imatahun terakhir j umlah siswanya cukup stabil. Sedangkan di Universitas La
ftgct? Sulit dipastikan karena datanya tidak seragam. Kalau kita bandingkan Victoria dengan negarabagian lain, barangkali Victoria cukup stabil, jumlah siswanya tidak turun begitu banyak. Di Monash cukup stabil kecualiyang mulai padatingkat satu atau pemula. Misalnya, sebelum Orde Baru kami biasa menerima 2o sampai 3 o mahasiswa yang mulai
Trobemenurun. In i kar enafo.ktor ap a? Ap akah kcnena gt ergeseran minat ke Cina dan Ind:i a, atau maneulng a or gan isa.si I slem mil:itq.n y ang tidak p opular di Atrstr ali.a,
Culcupbesarjuga.... untuk mereka yang belum belajar bahasa IndoYa, cukup besar
92 | TEMPo
20 NOVEMBER zo11
EUEriifltf7tr
anmodern.
dcngan hku, bio gr afi. Sukamro, ,nunglcin An da. bis a meny ebutkan dalam s epruluh t alrun ter aleldr irui leary a b e sar y ang diter bitkan olah Indana si anis mud.a?
Hmm..., karya buku dari penulis yang mempunyai pengaruh cukup kuat itu agak sulit. Buku-buku
nesia.
Untuk
S-1 memang
tumn..,.
pendidikan di universitas jauh lebih umum, dan kalau kita lihat struktur pendidikan di universitas lebih tersebar. Dulu para pakar berkumpul dalam satu atau dua departemen, sekarang lebih tersebar, ada yang di Monash Asian Institute di kampus Caulfi eld, di kampus Clayton. Adapun mengenai aktivitasnya sekarangharus dilihat dari segi disiplin. Misalnya penelitian pakar di bidang arkeologi kadang-kadang hasilnya tidak dipikirkan. Seperti Universitas Woolongong (di New South Wales) penemuan Hobbit (manusiakerdil purbakala di NTT) tidak diperhitungkan, padahal itu penemuan penting di bidang antropologr.
seperti karyaJohn kgge dan Herbert Feith memang sulit ditemukan karena mereka semacam pelopor dan waktu itu tidak banyak informasi tentang Indonesia. Jadi, ketikabuku mereka keluar, banyak yang mencarinya. Untuk para peneliti setelah mereka, kitabisamenyebut penulis buku yang cukup bagus, seperti Barbara Hatley menerbitkan buku tentang teater di Indonesia, Harry Aveling di bidang sastraAsia Tenggara, tentangpuisi-puisi Indonesia, Greg Barton tentang Islam. Tapi apakah buku ituberpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh politik
di Australia, saya tidak tahu.
f:
j aroh,
arkeologi Indanesia menu.nrn dib andinglcon dcngan bidangbi"snis? Ya. Jangan lupa bahwa tahun 196o-an dan l97o-an belajar baha-
negaraitu.
K@leu lita berbicara tentang topik p eneliti an, ap akoh a.da pergeseran tem.a tesi"s g ang diht-
lissixoa?
Dari segi penelitian, saya kjra penelitian yang paling menonjol itu kajian tentang Islam. Sudah banyak dilakukan penelitian tentang Islam di negara-negaraArab, Amerika, dan Eropa tapitidakbegitu
banyak tentang Islam di negara-negaraAsia Tenggara. Jadi sekarang Islam di Indonesia menjadi salah
sa asing adalah wajib. Masuk universitas Melbourne harus bisa berbahasa asing. Adapun di Universitas Monash, sebelum diwisuda, mahasiswa harus bisa berbahasa asing. Jadi ini agakberbeda. Sekarangtidak wajib lagi. Ini karena bahasa
memikirkan
Kalau H erb ert Feith men erbitkan kary a b e sar s ep erti The D ecline of Constitutional Democracy in Indones ia, d.an John Legge
tari perut. Dulu saya kira itu tarian dari negara-negara Arab, padahal itu kebudayaan populer. Jadi ada kemungkinan kalau dangdutjadi budaya populer Indonesia. Juga standar fi lm Indonesia perlu ditingkatkan. Sebab, kalau Indonesia bisa berpromosi lewat film yang bagus, saya kira orang akan lebih memikirkan kebudayaannya. Adapun seni mpa Indonesia cukup maju. Kami sudah melihat beberapa, yangdijual lewat Singapura atau negara Asia lainnya. Saya kira itu cukup menarik meski kurang dipromosikan di Australia.
lai ar
I
20 NOVEMBER 2011
TEMPO I 93
lit
Buku baru saya pada 2OtO, Imperial Alche mg : Nationalism and, Political ldentity in Southeast Asia (Alkimia Imlterial: Nasional_ isme dan trdnntitos Politik diAsia TengS4ara), kembali ke tema_tema tersebut {engan cara yang lebih komparatif dan terpisah. Buku yang ditulis lama sesudah semangat asli revolusi mereda ini mem_ buat dua kesimpulan pokok mengenai nasionalisme Indonesia. Pertama, ia sama seperti sebagian besar bentuk nasionalisme y4ng lain di Asia, yang memiliki perbedaan tajam dengan berba_ gai bentuk nasionalisme di Eropa. Sebab, ia memproklamasikan
leh diganggu-gugat. bukan memecah-belun i-p"riu-enjadi le_ bih b4nyak unit yang homogen secara etnis dan bahasa. Buh*u ulkimia (meqjelmakan besi menjadi emas) ini berhasil secaraluas di Asia dijelaskan oleh terlongkarnya nasionalisme menjadi bebera_ pa jenis, sehingga suatu nasionalisme anti-imperial yang kuat se_ cara emosional tapi mestinya tidak bertahan lama dapat ditrans_ formasikan menjadi modal universal modern dari suaiu nasionalisme negara_tanpa memberi banyak ruang gerak pada apa yang saya sebut sebagai jenis nasionalisme etnis yang homogen. Kesimpulan kedua kembali ke tema lama: jalan revolusioner In_ dpnesia menuju kemerdekaan merupakan sesuatu yang amat pentinq unJyk mernbedakannya dengan sebagian besar tetangganya. Pada akhir abad ke-2o, retorika Sukarno yang romanti, i"rrtu.rg melupakan masa lalu dan membangun masa depan yangbaru ti: dakdiingkari pihak militea yang mengambil alilrkekuasaan di bawah Soeharto, tapi ia dinriliterisasi menjadi legitimasi terhadap dwifungsi militer. Sama seperti kasus dua negaraAsia lainnyayang menempuh jalan revohrsioner menuju pengakuan sebagai r"guiu -od".o, yaitu Cina dan Vietnam, identitas nasional Indonesia, sebagaimana diajarkan di setiap sekolah dan kursus p+ di era Soehario, dida_ ta+al atas tradisi perjuangan revolusioner yang diciptakan, dan pada bahasa dan budaya nasional yang baru'dan"netral. Ticlak didasarkan atas aneka ragam prestasi yang telah tercapai oleh ba_ nyak budayayang ada di Indonesia. Harga yang dibayar akibat jalan revolusioner itu sangat tinggi, dalam hal merusak ekonomi (terutama pada periode t6+s-t|Z:o, ketika Indonesia ketinggalan jauh di belakangMalaysia dan Thailand), menggerogoti supremasi hukum, merrg".a-pir.gkan berbagai budaya tulis yang hidup di Nusantara, dan menuntut tingkat
kekerasan politik yang tinggi, terutama untuk lebih-kurang setengahjuta orang, yang karena kematian mereka pada 1965-1966, terbukalah dan dimungkinkan suatu pola tunggal yang baru, yang dibeban kan secara otoriter. Tapi ganjarannya adalah kesatuan Indonesiayang bisa kita lihat hari ini, dengan dua generasi yang dididik dalam sistem yang sangat tersentralisasi, sehingga identitas politik Indonesia masa kini adalah salah satu identitas di Asia yang paling berjalan berdasarkan konsensus, selain berdiri kukuh, sehingga tidak perlu dipaksakan lagi. Suksesnya transisi ke demokrasi, walaupun pada awal diiringi bentrokan SARA yang penuh kekerasan, telah menunjukkan betapa besarnya sukses itu, dan 66 tahun kemudian orangorang Indonesia boleh berbangga. Pandangan sekilas pada sejarah nonrevolusioner di India atau Malaysia, yang beberapa budaya dan daerahismenya memiliki kedudukan hukum yang berbeda tapi terus berkembang dan menfrsahkan pemerintah nasionalnya, menegaskan poin ini. Keserbasamaan yang nyaman dalam hal bahasa dan langgam suarayang dihasilkan oleh setengah aba.d pertama di Indonesia yang sering menyakitkan itu seJ<arang merupakan aset yang sangat besar, karena seorang Indonesia dapat mengikutsertakan diri dengan dunia dengan semangat terbuka yang demokratis, tanpa ada kekhawatiran akan mengkompromikan identitasnya. Harga tinggi yang telah di-
94 J TEMPo
lli,',,
20 NOVEMBER 2011
II6lf.Wf
dah 66 Tahun
,&N?H*NV ffiH!*+ identitas Indonesiayang relatif berjalan melalui konsensus seperti yang dimiliki hari ini tercapai, antara lain, dengan membungkam paksa mereka yang pada awalnya tidak melihat hal itu sebagai sesuatu yang menyenangkan atau bahkan rhungkin. Kelompok yang paling utama ditaruh di luar pembicaraan nasional adalah minoritas yang penting, yang telah menyadari perbedaan sudah berurat berakar di orde Belanda, atau akses ke peradaban Eropa yang diberikan melalui orde itu, sehingga mereka telat menyokong republik revolusioner ini. Banyak orang Tndo-Eropa, Cina. Eropa, Arab. Yahudi, Jepang, dan yang lain dari elite internasional merasa mereka harus pergi setelah 19,1,8. Orang lain, seperti orang Kristen atau minoritas lainnya, yang menyokong federalisme sebagai cara terbaik untuk berhubungan dengan negarayangbaru merdeka ini, harus diam setelah pihak mereka kalah bersaing. Merekayang berjuang demi pendapatbahwa kekerasan anti-imperium hanya dapat dibenarkan sebagai jihad untuk kepentingan suatu negara Islam disisihkan atau dibungkam dalam perang terhadap Daiul Islam, sementara banyak dari orang demokrat Indonesiayang dibungkam karena mendukung pihak PRRI yang ka-
tahpadalg5o-an. Pada akhirnyd, seluruh sayap kiri yan$ revolusioner, termasuk banyak dari pemikir Indonesiayang paling melit dan inovatif, dibunuh, dikurung, atau ditindas dalam kekerasan besar-besaran pada 1965-1966. Selama era Soeharto, banyak tokoh minoritas di Indonesiayang paling mampu berrirusan dengan dunia luar dengan percaya diri bahkan tidak ditanggapi atau menyensor diri
bayar untuk mencapai konsensus ini seharusnya membesarkan tekad orang-orang Indonesian hari ini untuk membangun masyarakatyang bebas, terbuka, dan terdidik mengenai dunia, yang mampu bersaing dan maju dalam dunia masa kini yangbersifat global. Apakah ini bisa terjadi? Terbukti, setelah 13 tahun berlalu sejakjatuhnya kekuasaan otoriter Soeharto, terjadi reformasi yang sangat mengesankan di bidang politik demokrasi dan kebebasan pers. Namun reformasi belum memberikan sebanyakyang diharapkan untuk menghasilkan sistem pendidikan yang efektif, supremasi hukum dan pengurangan korupsi, toleransi terhadap ideide dari kelompok minoritas, dan terciptanya suatu ruang publik yangkritis, di mana mitos populer yangberlaku boleh dipertanyakan dan dunialuar diikutsertakan. Sistem pendidikan selama 6o tahun terakhir sangat sukses dalam menghasilkan tingkat melek huruf dan kelancaran berbahasa Indonesia, juga menghasilkan budaya politik bersarna. Tapi ia dalam debat publik dalam negeri. Dengan persaingan dunia global masa kini yang sangat tinggi,
membuat orang Indonesia kurahg mampu untuk mengerti atau berurusan dengan dunia luar. Justru sukses nasionalisme Indonesia dalam mengartikan orang Indonesia sebagai para penghuni suatu Nusantara yang majemuk membawa risiko untuk menjadi bagian dari masalah yang baru, dengan meningkatkan kesulitan untuk berurusan secara efektifdengan sistem global yang rumittapi menyatu, sebagaimana sekarang kita semua alami. Model
keberhasilan menciptakan identitas nasional Indonesia memiliki sisi negatifyang baru, yaitu agak kekurangdn warga global yang kosmopolitan dan rasa tidak nyaman atau kesulitan yang banyak dialami orang Indonesia ketika di luar negeri. Walaupun semakin banyak orang Indonesiabelajar diluar negeri, merekayangadadibidangilmu sosial menulishampirsei:araeksklusiftentang negaranya sendiri, Iridonesia. Hanya tinggal segelintir iImuwan di universitas di Indonesia yang meneliti dan mengajar tentang negara selain Indonesia. Namun hampir 9O persen karyatertulis tentang Indonesia di jurnal-jumal akademis iniernasional ditulis oleh orang yang tidak tinggal di Indonesia-sesuatu yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang faling tidak efektif di duiiia dalam menjelaskan dirinya kepada dunia. Kurun waktu 66 tahun itu telah berhasil menciptakan negara yang terdiri atas orang-orang Indonesia asli. Barangkali tugas pendidikan pada 66 tahun berikutnya adalah menciptakan warga global. Mereka yang sangat menghargai peran penengah para
minoritas.
*PR0FESOR EN/ERTTUS Dr AUSTRALIAN NATT0NAL uN
tr-t rt
irrti:E 3lj:il
I 95
&mreffiffim
ffiKKeffiffiffiretu
I
t I
ffiffi
e,.' ie, i-'a,a''=''"' '.+.
,E.l
ffiffiffiK
%t
' ..
i 'l g
'
&
'$
9:=
e.aF
,.lt,'f
,.1,1',',*4.
.'.#,$
;itnxi#r.. ,e$r" f.l1$fl
riis*gd'
,##.
lif fiiATAlr ilAJiAi{ lNilfiNISlA nl f RilPA l"iIi!i.iRi]i\l iAJAI,I, i[ftUTAMA i]I BILAi'.INA !]AI{ TfiAI'}i]!S. liITLV PiiSAI l'(A.l iAN li |0 N [$ i,A TIHT[iA L]A|\ l'[fr t] [l,iTi }l G lll UUNIA, l{YARi5 ilAl!fiiiilUT itiRUSA, SASiRA
I
ilAiiI BAHASA Ii\I[}{]|TSiA YP'hif; $[Pi PIMil'jAT ii] U l{iVI RS i iAi L il n f ii ]iTUTLi ir IAl"j -l il 14 t.At"l GijHil
BTSAR DIPAii$|tA$.
a
ilI
JIRI'1AI.,J, ii,LAilAATJ
SIDii{IT
i.:
14El'ifiAFA
$rMiiA !lii
iliiJllill?
.lQe
ffi?r;r##,p,fldk5 fd.Epf,tog
ATANYA meneraHein
Indonesia.
Hein
Steinhauer selalu
senangiika diajak mengenang kisah petualangannya di sekitar Kepulauan Alor atau Pulau Letti saat ia meneliti bahasa setempat. Ahli bahasa Austronesia kelahiran Amsteidam pada 1943 ini menghabiskan banyak tahun di Indonesia hingga bisa ikut berpartisipasi menelurkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat. Ia pernah bekeria di Pusat Bahasa di Jakarta dan ikut menjadi bagian dari tim yang membentuk Tata Bahasa Baku Bahasa Indone-
buku-buku
I
ndonesla.
siapadal$88.
Di salah satu ruang di kediamannya yang asri, sebuah PerPustakaan didedikasikan untuk buku-buku
Indonesia. Steinhauer mengoleksi hampir semua karYa sastra Indonesia, klasik ataupun kontemporer.
Salah satu koleksinya adalah buku ber.judul Tuanku rRoo, Yang ditulis Mangaradja Onggang Parlindungan. "Saya suka sekali membacabuku
ini, penuh humor dan cerdas. Dulu kan buku ini dilarang beredar di Indonesia," kata Steinhauer.
tang bahasa dan sastra Indonesia serta bahasa etnis lainnya di Indonesia membawa Hein akhirnYa
mengaiar di Universitas Amsterdam Jurusan Indonesia, kemudian di Universitas Leiden Jurusan Bahasa dan Sastra serta Universitas Radboud, Nijmegen, Belanda. Sayang, karier mengajarnya di bidang bahasa Indonesia harus berakhir di Universitas Amsterdam dan Universitas Leiden pada 2OO5.'Jurusan saya sudah tidak punYa Peminat,"
ll]l!|lrylll
katanyalirih. Boleh dikatakan selama ini Belandamenjadi salah satu pusat studi
bahasa Indonesia dan bahasa-baha-
pergi ke Hindia Belanda menjadi penasihat pemerintah untuk bahasa Timur dan hukum Islam. Ia tinggal di Aceh dan mengeluarkan buku soal Aceh' Pada 1898, ia diangkat menjadi penasihat urusan bumiputra dan Arab. Pada 19o6, ia balik
ke Belanda dan menjadi guru besar Leiden hingga 1927. Hurgronje meninggal pada 1936 di usia 79 tahun. "Bisa disebut, Snouck Hurgronje
Stutterheim, Bernard
KemPer,
kitabisabalikke
sosok Snouck
Hur-
gronje, penasihat Pemerintah Belanda pada zaman kolonial. Pada umu r 27 tahun, ia berangkat ke Mekah, bermukim di sana selama dua tahun, dan menghasilkan dua jilid buku tentang Mekah. Pada 1889, ia 98 I TEMPO
20 NOVEMBER ZO11
en
sampai W.F. Wertheim. 'Ada Yang namanya Van der Truk. Dia Austronesianis. Dia menYusrin kamus besar bibliografi setebal lebih dari 1.OOO halaman," katanYa. Tol ingat pernah menjadi asisten Pakar bahasa bernama Petrus van Heuven' "Dia menguasai semua bahasa Sumatera, dari bahasa MelaYu samPai Aceh. Saya jadi asistennYa menyu-
Eliuril
jumlah
saJawa, misalnya, digabungkan dengan studibahasa India. Jumlah pelajalnyaberkurang dan jumlah anggota stafdianggap terlalu besar. Jadilah digabungkan," kata Hein. Penurunan minat ini, kata Hein,
ini menun-
jukkan penurunan angkayang makin lama makin menonjol. Krisis pada 199o-an membuat Prog-
juga disebablan oleh berkurangnya motivasi dari generasi-generasi lama untuk menarik perhatian ge-
ram pertukaran Pelajar dihentikan sementara. Situasi ini berlanjut dan makin buruk ketika
dua to.
nerasibaru. Menurut Hein, adadua figur penting yang dulu mendorong meningkatnya minat terhadaP bidang bahasa dan sastra Lldonesia.
Mereka adalah profescir bahasa dan sastra Indonesia, A. Teeurr, serta ahli bahaia Jawa, E.M. Uhlenbeck.
= = = 2
koh utamajurusan ini pensiun. Griperasi penerusnya juga mengeTbangkap minat ke wilaYah Yang lebih luas. "sayangnya, genelasi saYa
tidak bisa mengikuti semangat Pro. fesqr Teeuw dan Uhlenbeck untuk
terus menghidrrpkan jurusan ini," kata Van der Molen. Jlrrusan bahasa dan sastra Indonesia kemudian ditutup dan pengajarnya, seperti Hein Steinhauer dan Van der Molen, bekeria sendiri-sendiri di institusiberbeda. Dengan sedih,Van der
't
t':'
ti-
Mulai awal abad ke-20, Leiden menghasilkan kajian-kajian yang cemerlang mengenai sastra dan bahasa Nusantara. Tapi, ironisnya, jurusan bahasa dan sastra Indonesia, yang
berdiri sejak 1975, kini ditutup. Menurut Hein, Universitas melakukan efisiensi terhadap bidang studi. Bidang studi minus peminat ke-
ningkatkan minat belajar bahasa dan sastra Indonesia ini juga diakui oleh Willem van der Molen, ahli bahasa Jawa dan anggota staf di KITLV. Pada 197o-?n, Van der Molen masih calon mahasiswayaflS se-
dak punya penerus dalam studi bahasa etnis yang dikuasainYa. Fridus Steijlen, antroPolog Yang mengkhususkan diri Pada Indonesia kontemporer, juga menyayangkan pembubaran jirrusan bahasa dan sastra Indonesia. Sebagai antropolog, ia mengakui sesungguhnya aruat penting adajurusan khusus untuk mempelajari bahas4 In; donesia dan bahasa Nusantara. Sekarang ia melihat Para mahasiswa antropologi, sejarah Yang mempelajari Indonesia, cenderung tidak merasa perlu belajar bahasa Indonesia. Steijlen, yang banyak menulis
Hein mengakui jumlah mahasiswa yang berminat mempelajari bahasa dan sastra Indonesia dari tahun ketahun memang menipis dalambebgrapa tahun terakhir. "Studi baha-
mahasiswa meningkat, tidak hanya dijumlah sekitar dua ini, jurusan bahasa dan sastra In$onesia bisa berdiri secara khusus di Universitas Leiden,'l k4taVan der Molen, yang pernah menulis artikel tentanglegenda Rama dan Sint4 bgrjudul "Ih e StorY of Rama and Sita throughtheAges:
Fro m Pal m Leafto Comi c St r i p".
Profesor Teeuw, yang menjabat Kepala Bahasa dan Sastra Indonesia sejak 1955 hingga 1976, suk-
bahasaJawa.
r
I 99
DI BELANDA, BAHKAN EROPA, DALAM BIDANG INDONESIA DAN KARIBIA TERANCAM DIIUTUP
EDUNGberlantai tiga itu terlihattenang. Letaknya di sudut kompleks Jurusan Sejarah dan Sastra Universitas Leiden, yang r dengan Sungai Rhine. Itulah gedung Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV). Institusi yang sudah berumur16O tahun ini merupakan Mekah bagi studi tentang Indonesia. Setiap tahun KITLV mendatangkan ribuan buku dari Indonesia ke Leiden. Dari waktu ke waktu, peneliti Indonesia selalu ke Leiden untuk meminjamnya. Di salah satu ruang yang paling sibuk, ruang perpustakaan, tampak
Jakarta) ini.
ge-
dekat stasiun kereta api yang sekarang menjadi u."u pr.ki. r"p"da. "Saat itu, hanya peneliti, anggota KITLV sendiri, serta beberapa tamu dari Indonesia yang tahu tentang institusi kami. Tapi, sejak kami pindah ke kompleks universitas, kemudian ada Dutch Central
Catalogue yang bisa diakses secara online, KITLV berkembang sangat pesat. Peneliti dan pelajar dari berbagai belahan dunia bisa meman-
=
ci
IKITLVI.
Rini Hogewoning, sang "ibu perpustakaan". Ia sudah 38 tahun bekerja di situ. Ia selalu siap menerima dan memberikan pesanan buku ke-
garan sedikit demi sedikit makin dikurangi pada tahun-tahun ke depan. Pemotongan anggaran membuat KNAW kelabakan. "KNAW kemudian memilih menghilangkan saja satu institusinya, yaitu KITLV," kata Rosemarijn, ahli sejarah khusus bagian Suriname dan Karibia
lulusan Universitas Leiden dan Universitas Florida di Gainesville.
padaparapeneliti.
Setiap orang yang memesan buku
*1.,
Sayangnya, koleksiyang cantik ini terancam diacak-acak. Pada Maret lalu, tiba-tiba saja datangberita mengejutkan. Lembaga induk mereka, De Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen
Tentu saja hal itu mengejutkan, mengingat selama ini komite internasional yang menilai kinerja ke18 institusi di bawah KNAW selalu memberikan nilai etcelle,nt :un-
harus ke meja Rini untuk mengambil buku pesanan. Koleksi buku KITLV tersimpan di lantai bawah tanah. Buku-buku pesanan itu akan tiba melalui lift kecil yang berfungsi sebagai pengantar buku, antara lantai bawah dan Iantai perpustakaan. Aturan ini berlaku tidak hanya untuk publik, tapijuga bagi staf
(KNAW)
jika dikaitkan
dengan penelitian dan koleksi arsip tentang Indonesia," kata Rosemarijn, yang sudah bekerja di KITLV selama 2r1, tahun.
Dan yang paling membuat berang
barkan KITLV," kata Rosemarijn Hoefte, Koordinator Ahli Bidang Karibia sekaligus Kepala Bagian
MediaKITIV.
Rencana pembubaran berawal dari pemotongan anggaran besarbesaran di berbagai bidang yang dilakukan Kantor Kementerian Pendidikan Belanda. KNAVI, yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, akan mengalami.
nyimpan sebagian koleksi KITLV yang unik saja. Selebihnya akan dibuang," ujar Rosemarijn. Menurut dia, mereka juga akan memeriksa jika ada koleksi KITLV yang sama dengan koleksi perpustakaan lain.
rlitrtilil
"t{-l'['lrV
KLtLt'
z
e
&er&sa,h& m*nc*r;i dxkarngr*ra dexr{ berbugai piho,k, bo,ik politikas setempa,t mee&p{.e}?, penaeni{rufo&
tr*adcraee*eu."
Fridus Steijten
"Sej ak
juang agar itu tidak terjadi. Kemungkinan lain, KITLV tidak akan ditutup tapi anggarannya akan dipotong hingga 6O persen." Jika membayangkan kemungkinan terburuk, Fridus setuju dengan pendapat untuk bergabung saja dengan Universitas Leiden, mengingat, secara fisik, KITLV memang
sudah di wilayah Leiden. "Secara intelektual, bergabung dengan Universitas Leiden adalah yang terbaik,
mengingat Leiden selalu dikenal sebagai bulevar arsip Indonesia. Universitas ini juga punyajurusan antropologi, hukum, bahasa, dan sejarah, yang masih-masing punya kebutuhan terhadap arsip KITLV." Penggabungan ini juga disepakati Henk Schulte Nordholt. Di Belanda, kata Henk Schulte Nordholt, tak hanya KITLV yang terancam. Tropenmuseum, Amsterdam, yang seakanakan merupakan rumah bagi kebudayaan negeri-negeri tropis, mengalami pemangkasan anggaran hampir setengahnya. Museum Maluku di Utrecht terancam, sedangkan museum khusus dengan koleksi Indonesia di Delft sudah pasti ditutup. KITLV kini berusaha menca-
meneliti sejarah kontemporer Indonesia. Fridus bergabung dengan KITLV tepat ketika lembaga itu ma-
lam di Indonesia. Lalu peneliti senior asal Universitas Amsterdam yang juga Direktur KITLV periode 19912OOO, Peter Boomgard, ahli sejarah
lingkungan dan ekonomi Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Tim ini diperkuat David Henley, ahli dalam bidang sejarah lingkungan, demografi, dan ekonomi Indonesia, serta ahli sastra dan media GerardTermorshuizen. Pada 2OO3, tim peneliti KITLV
suk di bawah KNAW pada 2oO1. Fridus ingat betul proses negosiasi untuk membujuk KITLV menjadi
salah satu institusi resmi KNAW. "Sebelumnya, KNAW hanya men-
KITLV. Karena itu, KNAW meminta KITLV bergabung saja menjadi institusi resmi KNAW. Keuntungannya, KITLV bisa membentuk tim
dan departemen penelitiannya sendiri," kata Fridus. Fridus ingat, dalam negosiasi untuk menjadi bagian dari KNAW, Direktur KITLV Gert Oostindie meminta KITLV diberi kapasitas penelitian yang lebih, khususnya di bidang Indonesia modern. Usul ini disambut baik oleh KNAW, mungkin karena situasi politik di Indonesia pada 2OOo, dua tahun setelah Soeharto lengseg menjadi isu yang seksi di matapemerintah dan media-mediadi Belanda. Sebelum KITLV bergabung de-
kemudian dilengkapi dengan masuknya ahli Bali, Profesor Henk Schulte Nordholt (lihat tulisan tentang Henk Schulte Nordholt). Dia menjadi koordinator untuk semua
program yang berhubungan dengan Indonesia kontemporer. Selain memiliki peneliti tetap, KITLVbekerja sama dengan peneliti-peneliti yang bekerja berdasarkan proyek jangka waktu panjang dan jangka pendek. "Semua program penelitian yang menyangkut Indonesia, di KITLV-lah tempat yang ter-
membicarakan kabar buruk akan nasib institusi itu. "Mereka meminta bantuan kami mencarikan jalan kerja sama yang mungkin, seper-
ti
dengan universitas-universitas di Indonesia," kata Ramon. Untuk ke depannya, kata Ramon, jika KITLV tidak bisa dipertahankan, buku-buku dan arsip itu mungkin akan kembali ke Indonesia. Di masayang akan datang, menurut Henk, KITLV juga mempertimbangkan pembelian buku di In-
tang Tan Malaka. Itu dilakukan Poeze di sela-sela pekerjaannya sebagaikepalabagian media saat itu.
KITLVJakarta dan kemudian didigitalisasi di sana. 'Tadi tak perlu lagi kami membawa ribuan buku per tahun dari Indonesia ke sini. Cukup didigitalisasi di Jakarta, dan bisa diakses dari sini."
101
ffi'g;r##.i*;tJ;*.,euu
Suatu Hari
UIAMA DI TELEVISI
BELANDA SAAT LIPUTAN PERIODE REFORMASI 1998 DAN SAAT PROSES REFERENDUM TIMOR TIMUR PROYEK TERBARUNYA KINI ADALAH MEREI(AM SEJARAH ORANG BIASA
DI INDONESIA
De$ ll '1i,," partemen Penelitian KITLV, Leiden, terasa hangat. Bukan semata karena penghangat ruangan, tapi juga lantaran situasi ruangan yang terasa ramah, santai, spontan. Di satu tepi adalah rak yang penuh buku, berkas dokumen, gambar, bahkan kantong kertas. Satu di
d" j];.' $ xhi 1.,u.. Tapi kantor *-'#:""ili:'/ Henk Schulte Nor*
$if ii'
dholt, Kepala
ter Jihad, karya M. Nadjib Azca. Ini buku berdasarkan disertasi sang penulis, dengan Henk Schulte Nordholt scbagai pembimbingnya. Di dinding belakang meja kerjanya tergantung sebuah lukisan tra-
Judulnya,4y'
"Bali adalah rraining ground say a sebagai Indonesianis," kata Nordholt. Ia ingat pertama kali menjejakkan kaki ke Bali belum berumur 29 tahun. Henk menetap lebih dari setahun di Bali, didampingi istrinya, Margreet, dan anak pertama mereka yang baru berumur setahun, Eelke. Waktu itu mereka tinggal di Desa Blahkiuh, takjauh dari
Sangeh.
disional Kamasan, Bali. Henk adalah ahli antropologi politik Bali. Sebagian hasil penelitiannya tentang Bali sudah dibukukan clan diterjemahkan ke bahasa Indortesia, an-
hingga 194,O. Nordholt membahas struktur politik kerajaan Bali prakolonial. Bali prakolonial merupakan jaringan di antara kerajaan-kerajaan kecil, yang terpusat pada seorang pemimpin kuat. Kalau sang
1oz I rErupo
zo NovEMBER zo11
ii i
ti
[i:-f.ttl
l,
I
I
pemimpin terlalu pasif, jaringan akan berlepasan, dan tak ada negara. Di saat yang szima, di tingkat
akar rumput terdapatjaringan irigasi subak yang otonomi serta komunitas lokal yang berjalan cukup
1993), adalah antropolog budaya Flores dan Sumbawa di Universitas Amsterdarri. Sebagai ambtenagr di masa kolonial, Herman Schulte Nordholt pernah lama tinggal dan berdinas di Kefamenanu, NTT, dan
Sumbawa. Sempat jadi tahanan Jepang, Schulte Nordholt senior baru
mandiri
*.t.:.
Bukan hanya Bali yang diteliti
Henk. Minat Henk terhadap Indonesia sangat luas. i(arya penelitian Henk yang mutakhir baru saja di terbitkan dalam jurnal ilmiah Universitas Cambridge, I,nggris. Judulnya ModernitE and Cultural Citithe Netherlands Indies: An Ilfu s tr at ed Hy p othesis. zenshi.p
194,7.
Adapun kakaknya,
Nicolaas
Schulte Nordholt, adalah Indonesianis yang pernah mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, Jawa Tengah. Bukunya an-
in
Ini mengenai kelas menengah Indonesia di masa kolonial, yang mengidentifi kasi dirinya secara kultural sebagai manusiamodern. Mereka dipengaruhi iklan majalah saat itu, dari iklan cokelat hingga pasta gigi. Dari iklan bola lampu hingga
kereta api. Kaum kelas menengah Indonesia
Untuk proyek ini, Henk dan timpiringan hitam dan kaset di berbagai pelosok. Salah satunya berburu nya tentu sajake Jalan Surab aya, J a-
tara lain State-Citizen Relations in Suharto's Indonesia (1987) d'an In' donesid: mensen, politiek, economie, cultuur (1995). Nico, yang lahir pada 194,o di Flores, pernah tinggal lama di Salatiga, pada 1965 hingga
1981, selain di Jakarta. Beberapatahun terakhir ini Nico aktif memim-
ticated happiness". Mereka berpartisipasi dalam kehidupan kultural modern, "Tapi tidak dalam kehidupan politik, karena akan langsung dikirim, misalnya, ke Boven Digul,"tutur Hbnk. Kaum kelas menengah ini direkrut oleh penjajah Belanda untuk posisi-posisi di pemerintahan kolonial atau di jawatan. Dan nanti, pada lg5o-dn, kaum menengah ini pula yang merhegang posisi di pe-
mi lebih pada musik tradisional seperti gamelan". Padahal musik masyarakat urtian, musik populer, merupakan bagian dari kehidupan keseharian. Dan bisa menunjukkan perkembangan inasyarakat Pendukungnya.
Proyek lain adalah Recording the
kakak-adik Nordholt
ini aktif
menjadi narasumber utama berbagai televisi Belanda saat di Jakarta ter.iadi demonstrasi besar-besar-
Future: An Audiovisual Archive of Everyday Life in Indonesia in the 21st Century. Ini, tutur Henk, merupakan proyek filin dokumenter yang sudah berjalan beberapa tahun, dan akan terus berjalan beberapa tahun ke depan. Mereka merekam orangorang awam di jalan, di pasar, di mana pun. Mengajak mereka berbicara tentang Segala hal, tentang keseharian mereka, bagaimana mereka menghadapi masalah, apa harapan dah mimpi mereka. Gagasan tegas Henk Schulte Nordholt adalah menciptakan sejarah yang berbeda: sej arah orang-orang biasa.
an yang menumbangkan Soeharto. Sebagai negara bekas penjajah, Belanda tentu mengikuti secara intensif peristiwa yang penuh diniensi itu sejak awal. Televisi menyiarkan laporan perkembangan dari Indonesia setiap hari, dilengkapi diskusi dan analisis. Nicolaas dan Henk
tutur Henk, apakah merekaterlibat dalam pemerintahan Indonesia karena cita-cita kebangsaan mereka, ataukarena mencari kesempatan memperoleh posisi belaka. Itulah salah satu karya penelitiah Henk terbaru secara individuPertanyzi,arlnya,.
Schulte Nordholt pun waktu itu hampir setiap hari berbicara di televisi.
cara di televisi," ujar Henk. 'Tadinyalucu," tuturbapak dua anak ini. "Kami berbagi tugas: saya untuk siaran pagi, dan Nico untuk siaran
al. Adapun dalam posisinya sebagai Kepala Departemen Penelitian KITLV yang dijabatnya sej ak 20 o 5,
Henk menggagas, memimpin, dan menjalankan sejumlah proyek khusus. Salah satunya proyek Articula-
**{
Bukan kebetulan kalau Henk
Schulte Nordholt menjadi Indonesianis. Studi Indonesia seakan su-
103
k*uxm
Bantin$ Setir dari fndoeina
PENELIII PRANCIS MENGANGGAP INDONESIA KHAZANAH SILANG BUDAYA. DULU ISLAM INDONESIA DIANGGAP KHAS, DENGAN CIRI
KHUSUS YANG BERBEDA DENGAN ISLAM TIMUR TENGAH KINI, KARENA MENGUAINYA ISLAM ALA ARAB, ISLAM INDONESIA HANYA DIANGGAP BAGIAN BIASA DARI DUNIA ISLAM PADA UMUMNYA
ta, bilangan Prapanca, Jakarta. Prof Dr Claudine Salmon,73 tahun, duduk santai sambil membacabukunya, Sosfra Indonesia Awal: Kontribusi Oro,ng Tionghoa. Peraih Nabil Award ini sedang menginap di rumah sahabat-
tang kesenian Keraton Yograkarta oleh Louis-Charles Damais, epigraf Prancis. Damais juga menulis tentang epigrafi Indonesia (1952) dibuletin de'Ecole Francaise d'extremeOrient-Lembaga penelitian Prancis untuk Timur Jauh (BEFEO). Penelitian khusus Indonesia berkembang setelah 197o-an. Perintisnya Denys Iombard, sejarawanberpengaruh dengan bukunya yang poprler, Le carrefour jaoanais (Jawa
Sebagai Persimpangan Budaya).
para ahli Prancis lebih banyak dilakukan melalui lembaga penelitian. Lembaga itu antara lain Centre
nyaitu.
riput. Senyrrmnya sumringah menyambut kedatangan Tempto awal pekan lalu. Penampilannya sangat santai, dengan celanajins biru dipadu blus hitam dan sandal jepit. Masih cukup gesit dan bersemangatjika
Dia
tuk Timur Jauh), dan Institut National des Langues et Civilisations Orientales (Inalco, Institut Nasional untuk Bahasadan PeradabanTi-
pula penggagas Archipel, jurnal ilmiah yang paling populer dan berpengaruh tentang Indonesia pada
19fl. "Banyak riset yang dibuat para ahli sejak awal dimuat di sini. Semuanya patut dibaca," ujar Feillard.
mur).
Semua lembaga itu berkantor di Paris, hanya EFEO yang memiliki kantor di Jakarta. Di samping itu, ada Indonesia.nis di sejumlah universitas di Prancis, seperti di Marseilles, Lyon, Paris, I,e Hawe, dan La Rochel]e.
di Indonesia 45 tahun lalu. Ingatannya masih tajam menceritakan perjalanan penelitian tentang kebudayaan dan masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Penelitian para ilmuwan Pranawalnyadimulai dari sejarah dan budaya. Latar belakang ilmunya sejarah, arkeologi, linguistik, dan filologi. Tokohnya antara lain Denys Lombard, Christian Pelras, Pierre Labrousse, Claudine Salmon, Muriel Charras, Marcel Bonneff, PierreYves Manguin, Claude Guillot, Daniel Peret, Arlo Griffiths. Juga Henri Chambert Loir. Penelitian Henri di antaranya mengenai sejarah Bim4
cis
ngaruh bagi khazanah sejarah Indonesia. Mulanya dia tak berniat meneliti di Indonesi4 melainkan di Vietnam. Wajar bila banyak peneliti Prancis yang mengeksplorasi bekas jajahan negaranya di Indocina (Kamboia, Vietnam, Laos) atau
Empat atau tiga dekade lalu, Indonesia masih cukup menarik bagi peneliti Prancis. Tapi kini tarikan magnet Indonesia sudah melemah. "Di bidang saya, geografi budaya, pada 2OOO-2OO3 masih ada lima
orang yang meneliti Indonesia. Setelahnya nol. Ada satu-dua, tapi tak
dan S ei arah.
ngan topik aktual. Francois Raillon pernah menerbitkan buku mengenai pers mahasiswa. Penelitian-
itu.
nya tentang koran Mahosisua Indonesia di awal Orde Baru diterbitkan LP8 ES dengan judul Po litik dan
1OO
dree Feillard, mengatakan tulisan tentang Indonesia dimulai pada 1939 oleh Bousquet G.H. lewat Racherches sur les deu^n s ectes
ne s
Mo*wrx,yea
musulma-
(Wakt ou Tel ou' et Walet o u Limn) d.e Lombok. "Penelitian tentang dua jenis ibadah kaum muslimin Lombok itu ditulis di Rer,'ue des Etudes Islamiques," ujar Andree Feilard kepada Ging Ginanjar dari Tempo.
Ideologi Mcthasisu;a Indonuia. Banyak yang mengkhususkan diri pada politik dan Islam di Indonesia. Andree Feillard bam saja menerbitkan buku berjudul The End ofInnocence: Indonesian Islam and tlte Temptations of Radicalfsm" Koleganya yang
Iairr, sepet'ui Rern;i Madinier, memi-
&er.&;irasr"
s{edx,& &!,&r&*
eer"{*{x,}{e}&
cew&&
m?,sr&d{, c&d
pai zo. Francois Raillon menunjuk bahwa faktor berubahnya wajah Islam Indonesia, terkait dengan kebangkitan kaum radikal di Indonesia, sedikit-banyak mempengaruhi
e$w**xr*g
Xmdoraes{ex,
dS'folawra
&sx,&u,
minatmeneliti. "Dulu Islam Indonesia dianggap khas, dengan ciri khusus yang berbeda dengan Islam Timur Tengah," papar Raillon.'Tapi sekarang Islam
NoVEMBER 2011
IiIiEIEIil
.'|'.Iq
sa
J
dari dunia lslam pacla umumnl'21' adinva,.jika acla pcneliti Islam vang mengkaji Inclonesia, ia lebih mcr.rcinpatkannl.a sebagai bagian kecil saia dari dunia lslam l'ang- lebih bcsar, )'ang didominasi Arab.
*.1..4.
14e-
reka adaLL}r Prof Dr Claudine Salmon, Prof Dr Picrre-\-r'cs N{anguin, dan Prof Dr Arlo Griffiths. Claucline masih aktif menulis berbagai artikcl, Pien'c-Yr,es Man guin, 6 6 tahun, masih melaliukan pcnelitian c1i Sumatera, dan Arlo Griffiths, 35 tahun, mencliti arkcologi tli J au'a 'fimur.
h.rcloncsia Claudine datang p:rcla 1966-19S17. Saat itu clia tenguh mertr elcsrtikittt tesis tcrrLalrg 'e.ix-
,i-,"i.j:+!ii;..
t....,..:.J::!#a; -
tli
rah '-fiongkok clan pengaruhnl-a di Victnarn. Tiba di Indoncsia justrtr clia menen'rukan hal vang lebih bcrhalga. Nil"rirnl'a dia blnting setir
he Indonesia clan n'rencliti lebih da-
tcrclapat naska}r tulisan tangan, tcri emahan ratus;rn uolcl belbahasa Tionghoa terbitan 185O atau scbelurnn1-;1. "Pad:rha1
bcsar sekali pengaruh Cinn di Inclonesizr," percmpuan lu Iusan LTniversitas Sorlronne, Prancis, ini bertutur'
Scpaniang emPat dckade ini, dia aktif mcnulis berbagai buku, paper tentang budaya, sastra, clan masliilrakat Cina Inclonesia. Arr'ah'rva dia mempclajari ber'bagai prasasti clan barang peninggalan Cina. "I'lesti ke malla-nlana dalam u'aktu lat.tlzr, harus bolak-balik. Nlenotret obl'ck dcngan fiim biasa. Eh, hasilnl'a ticlak
iclas atau tidaktcrbaca. Pavah scka-
baru dari sudut pandang sastra. Kemuciian clia nrer-rciiti catatan kuncr
zibacl he-]8-19, arsip, surat kzibar, rnikrolilm, silsilah kehrtrrga Cina,
Lri rnemudar."
as-
sia ailalalt lslamnl'a lang pribumi, khas lnclonesia. lnclonesia dulu mcnurtjuhkarr suatu vcrsi Islar-rr 1'ar-rg tak harus mcrrgikuti tradisi 'llilnur'
pek pribumi clalam lslam Incloncsia clan mengttatnl'a keislan-ran ala Arab atau At-r'ika Utarzr membuat lslam lndonesia cliiinggap bagian bia-
'ffndapr*t,i,{r /rI(r
Arl.o Griffiths
Hin-
meneinukan
prasasti di kan!ang
kambing.
drr-Buddha. Bidang ini mulai tak lagi laku di Belanda. Dia pun rnelamar ke EFEO, lembaga penelitian
bidang sosial dan Asia Tenggara. Dia meneltrsuri birdaya di Kamboja, kemudian masuk ke Indonesia untuk mempelajari budaya HinduBuddha, Sanskerta, dan batas-batas wilayah Indonesia kuno. "Kalau tidak ada perbandingan dengan negara lain kurang lengkap dan menarik," ujarArlo, yang datang di Indonesia tiga tahun lalu. Dia mengkhususkan diri pada
pendatdan teks prasasti. Dia melihat
banyak pdninggalan ini di Sumater'a, Jawa,dan Bali. Berbagai prasasti yang disimpan di museum dan ditemukan di lapangan akan dia data.
Pendataan yang dia sebut "semacarh
4iu banyak menghabiskan waktu untuk menulis artikel. Sesekali juga diminth rrienerbitkan kembali buku-buku lama. Rencananya, buku Literory Migrotion: Trarlitionril Fictiorx in Asia
(17th-2oth Century) bakal diterbitkanulang. Rumahnya hanya berjarak tiga kilometer dari Menara Eiffel. Jika tak sedang sibuk, dia berolahraga ringan. Gdrakart ringan yang di.
ajarkan sewaktu sekolah menengah
Setelah pensiun,
ta membantu penelitian. Penelitiannya membuktikan Kerajaan Sriwijaya lahir dan bi:rkembang di Palembang. Keberadaan Sriwijaya juga memberi maknh penting bagi perkembangan Buddha di Asia Tenggara dan Cina Selatan. Dia menemukan bukti adanya hubungan dertgan India di Sumatera sebelum munculnya Sriwijaya.'Meski belum ada lndianisasi, sudah ada hubungan dengan India," ujar Pierre.
ini meliputi tempat prasasti disimpan, hurufyang dipakai, jumlah baris dalam prasasti, dan sebagainya. Hal iniakan dikelompokkan berdasarkan faktor kronologi, geografi, dan bahasanya. Ada bahasa Sanskerta dan Melayu kuno.
sensus"
Penelitiannya memang baru sebatas ini. Belum mendalami isi prasasti; meski sebenarnya dia mampu
me-
ti.
dia, tak kurang ada tiga ribu prasasSayangnya, menurut dia, belum
nyegarkan tubuhnya. "Stipaya otot tetap ada, kan kitanya kalau sudah tua ototjadi kurang," ujar kelahiran Beumenil, dusun di dekat Kota Biuyeres, Prancis Timur, ini.
litian Arkeologi Nasional. Dia berharap menemukan kota di iepi Surigai Citarum itu. Tapi malah menemukan kuburan animisme dari kebudayaan Buni. 'Ada kuburan besar tapi belum ketemu kotanya, mungkin perlu digali lagi," ujarnya. Sriwijaya meirjadi penelitian yang cukup menarik. Karena dia bisa mengeksplorasi lapdngan dengan cukup optiinal. Lokasi di dekat sungai dan laut membuat Pierie kerasan. "seperti di rumah sendiri,"ujarnya sambil terkekeh.
*+*
Lain Claudine, lairi Yves Manguin. Menjadi girru besar di Ecole des Hautes Etirdes en Sciences Sociales (Se-
banyak yang diterjemahkan, baik terjemahan dari bahasa Jawa kuno atau Melayrr kuno ke bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.'Yang ada sekarang ini haru alih aksara," ujar pria yang baru saj a menikahi peiempuan Indonesiaini.
Pertengahan O*tober lalu dia melakukan penelitian di bekas Kerajaan Singasari-Majapahit di Jawa Timur. lajuga mengunjungi beberapa museum, dinas atau instansi yang menangani peninggalan arkeologi, kompleks candi, juga pergi ke rumah penduduk atau lokasi yang adajejak arkeologinya. Selama itu dia menerhukan 1O-20 prasasti yang belum
kolah Pendidikan Tinggi Ilmu-ilmu Sosial) di Prancis dan Kepala Arkeologi Asia Tenggara Pierre Yves Manguin bolak-bal ik Prancis-VietnamIndonesia. Pada1977 diatiba di Indonesih untuk melakukan penelitian lapangan tentang Asia Tenggara kepulauan dan pramodern. Kealliannya adalah sejarah maritim dan perdagangan laut. Indonesia Sebagai negara kepulauan de-
**1.'
Prof Dr Arlo Grffiths juga tdk sengaja rrieneliti Indonesia. Dia tergolong peneliti yang masih inuda. Prci-
pernah dilaporkan. Yang unik, dia juga mendapatkan sebuah prasasti di kandang kambing. 'Yang ini sudah agak parah kondisinya, agak susah dibaca," uj arnyaterseny'um sam-
ngan posisi di jalur perdagangan, menurut dia, sangat istimbwa: Dari banyak seminar dan perdebatdn ten106 | TEMPo
20 NOVEMBER 2011
fesor sdjarah Asia Tenggara ini semula mengajar di Belanda. Dia ahli
DKurvrr. .vrb
o
[datr-u
r( A ne|l' J
' 'l
tqh"wLtrI
\|
li
r
,1i
.i
Li:
'
Wulw". r^Jrrl..hatla"}.'r'''ccrr+
A{:'
"st1
i
Fr.fj::::
ii+--:
"
i,
manya Archipel dengan embel-embel "etudes interdisciplinaires sur le monde insulindien" atau studi interdisiplin tentang dunia Nusantara.
berapa tempat minum dan makan di situ. Tapi tempat ini selalu penuh orang. Letaknya strategis dan menyediakan pemandangan indah: inilah titik ter-
Gagasannya muncul
dari per-
cakapan warung kopi di Trocadero, Paris, "Tapi tempat Tahir Archipelyang sebenarnya bukanlah Pa-
Dan itu adalah Restoran Trio di Jalan Suroso 29, Menteng. Pemandangan dari restoran ini jauh kurang indah dibanding di Trocadero. Tapi di situlah digodok,4rchipel,
yang kemudian berkembang menjadi sebuah jurnal ilmiah sangat berwibawa mengenai lndonesia.
Restoran Trio di kawasan Menteng,
tempat Pierre
Labrousse, Christian Petras, dan Denys Lombard menggagas
Berkali-kali
trio
Lombard-Pel-
Lombard. Ketiganya belum terlalu lama saling kenal. Namun mereka cepat menjadi sahabat oleh satu tautan: minat pada Indonesia. Laan Pelras, dan Denys
ras-Labrousse bertemu di Trio. "Denys Lombard terutama yang sangat bersemangat. Menurut dia, cende-
Archipel.
brousse seorang ahli fiIologi yang sedang menyusun kamus Indonesia-Prancis, Lombard seorang sejarawan, dan Pelras seorang etno-
tutur Labrousse. Gagasan itu segera mendapat dukungan sejumlah ahli Indonesia
lain, seperti Claude Guillot, Marcel Bonneff, Henri Chambert-Loir, dan tentu Claudine Salmon, istri Lombard.
Arab. Jadi, sejak awal,,4rchipel seakan-akan sudah menjadi persimpangan berbagai arus sejarah yang mempengaruhi Indonesia." Dicetuskan di sebuah kafe di Trocadero, Paris, dan digodok di Restoran Trio, Jakarta, Archip el akhirnya betul-betul lahir di Bandung di sebuah rumah di Karang Setra, tempat Labrousse tinggal. Kebetulan saat itu Labrousse bekeria sebagai dosen di Universitas Padjadjaran, Bandung, dan sedang menyusun kamus Indonesia-Prancis. Lombard sebagai pemimpin redaksi mengurus scmua keredaksi-
log. Ketiganya lebih dipertautkan lagi oleh pikiran yang sama: Indonesia begitu besar, "Namun dunia
"Waktu itu kami masih buta tentang dunia penerbitan, tapi kami nekat saja. Denys mengkoordinasi materi tulisan, yang berhubungan de-
terpusat pada Indocina," kata Labrousse, kini72 tahun. Dalam seiarah ilmu pengetahuan Prancis, kata dia, dunia Nusantara selalu dianggap sebagai daerah pinggiran karena berada di luar kepentingan poli-
tik Prancis.
Muncullah gagasan menerbitkan sebuah majalah yang mengkhususkan diri pada dunia Nusantara. Na108 | TEMPo
zo NOVEMBER 2011
ngan para penulis. Saya mengkoordinasi proses pencetakan dan administrasi," ujar Labrousse, yang beristri Farida Soemargono, penyusun kamus Prancis-Indonesia, yang kemudian bergabung dengan,4rchipel. "Harap diingat," Labrousse menambahkan, "Denys Lombard dan
an dari .Iakarta. Di Bandung, Labrousse mengurus teknis penerbitan Archipel: me-lo:31out, mengeset naskah, dan membawanya ke percetakan ljikapundung di Jalan Asia
Claudine Salmon waktu itu baru tiba dari penelitian di Cina. Se-
Afrika-belakangan menjadi PT
ElitrI:ff,
membuka pintu pelukis A.D. Pirous ke Afrika Utara. Kepada Labrousse, Pirous mengaku, berkat wawancara
pihc$*
pribadi para pendirinya. "Kira-kira setiap orang merogoh 2.ooo euro kalau nilai sekarang. Dan uang itu
3rd&P?,$
tak pernah dikembalikan, ha-haha...," Labrousse tergelak. Namun, ujarnya, investasi pribadi itu pulalah yang membuat mereka merasa memegang penuh majalah itu. Namrn ArchiTtel lernyata berhasil dan berkembang menjadi salah satu jurnal ilmiah Paling Penting
Archipel, waktu itu ia diundang ke sebuah pameran di Maroko. Yang juga selalu dikenang Labrousse adalah penerbitan nomor
kelima pada 1gl4,, yang khusus mengupas secara dalam tentang film Indonesia lengkap dengan fi lmografinya. "Waktu itu belum ada pihak yang melakukan filmografi lengkap tentang film Indonesia," Labrousse
menegaskan.
nr,elcr$ce*,#e *arx,
fi,Imogrx.m,S.
Iercg&exp *er**aragr
&.[ffs ,$radoraesdcr.,"
dan palingberwibawa mengenai Indonesia. Bahkan, belakangan, begitu banyak peneliti yang tidakberba-
Archipel dibaca para peminat, yang memang merupakan sasaran mereka. Para peneliti, perpustakaan, dan berbagai lembaga ilmiah berlangganan. Juga sejumlah kawan pribadi para redaktur, yang berlangganan sebagai bentuk solidaritas. Lambat-laun berbagai lembagapenelitian ilmiah Prancis terlibat, sebagai bagian dari penerbitan, dan menyubsidi Archi,p el.
Penerbitan jadi lebih terjamin. Namun, "Kami makin lama makin berada di lingkungan ilmiah murni,
sehingga Archfiiel harus disesuaikan sedikit demi sedikit dengan tradisi penulisan ilmiah yang formal," tutur Labousse setengah mengeluh. Ini sering membuat Labrousse merasa kehilangan karena penulisan Archipel menjadi tak memungkinkan lagi bergaya esai. Setidaknya ada empat lembaga ilmiah Prancis yang mendukung
Sesudah berpindah-Pindah di
Denys Lombard
sebetulnYa
gunakan alamat Paris, menumpang pada kantor Cedrasemi, kelompok peneliti tentang Asia Tenggara. Baru padal9J6 ArchiPel menumpang dikantor EHESS sesudah
Lornbard diangkat sebagai direktur
Manguin di Jakarta. Sebetulnya, Labrousse menambahkan, "Mula-mula kami mengar ahkan Ar chipel sebagai su atu m a-
lam hal ahli yang mengirim tulisan. Juga, sejak 1986, tenagapekerja.
jalah yang lebih terbuka. Dalam arti berisi juga wawancara dan artikelartikel yang lebih pribadi." Karena itu, pada nomor-nomor awal, Archi pel mem:uat wawancara Labrousse dengan, antara lain, sastrawan AjiP Rosidi, pelukis A.D. Pirous, bahkan
Dukungan dana langsung tak terlalubanyak. CNRS, misalnya, sempat menyumbang hingga 2.OOO euro per tahun. Sekarang sudah berhenti, tinggal tenaga pegawai yang mereka tempatk an di.Archip el.
dilembagaitu. Lombard meninggal Pada 1998. Christian Pelras sudah sangat uzur. Cuma tinggal Labrousse dari tiga pendiri Archipel yang masih aktif
hinggasekarang.
109
gai jurnal ilmiah yang sukses, jangan membayangkan tirasnya puluhan ribu. Sebab, Archipel merupakan jurnal ilmiah yang cakupan-
Frangois Raillon, dan sekarang Daniel Perret sertaJer6me Samuel. Kalau disebutkan Archipel seba-
merupakan bagian dari program Cahiers dArchipel. Yang terakhir adalah empat jilid buku yang diterbitkan sebagai kenangan dan penghormatan kepada mendiang Lombard. Judulnya L' horizon nousantarien (Cakraualo. Nusantara, lggS2OOO) dan Ind,ondsie: Retour sur la crise (lndonesio: Tinjauan Lflang Krisis, 2OO2),la,nr Autour de la pe-
t'Ywrrug
edisf
*eta,knyo,
ei,trcoru,
nya sangat terbatas, terfokus pada Indonesia-sebagaimana namanya: archipel, arkipelago, atau kepulauan.'IirasArchipel awalnya 8OO dan sempat dicetak lebih dari t.ooo eksemplar. Namun kini stabil pada angka 6OO eksemplar, dan terjual
di}r,en"*ik&n inture d. Jazta, (Sekitar Seni, Lulris &a,n diJawa, duajilid, 2OoS dangOoG), digc,rafil*cun
s
minimum
8O
persen.
Memang tidak "murni" karena l2O eksemplar dibeli Kedutaan Prancis di Jakarta, yang menyebarkannya ke berbagai lembaga dan
serta Musiques dun Archipel (It[uik S eb u ah Kep ul au an, 2 OtO). "Ini berarti," ujar Labrousse, 7r-
sepe&$r&r&ye
olek
eddsd
chipel stdah menghasilkan jumlah penerbitan yang dua atau tiga kali lebih banyak daripada seluruh
penerbitan Prancis lain sepanjang
"[n*erraef,"
L&BftSr"'55;
gitalisasi dan internetisasi. SekarangArchipel sudah bisa dibaca di Internet, juga arsip edisi-edisi lamanya. 'Yang saya tak tahu pasti, apakah edisi cetaknya akan dihentikan dan digantikan sepenuhnya oleh edisi Internet," Labrousse tercenung. Sesudah membangunnya bersama sejumlah kawannya lebih dari +o tahun lalu, di usia senjanya sekarang, ia tak bisa membayangkan suatu
perpustakaan, lembaga-lembaga penelitian, dan parapeneliti di seluruh dunia. Dari isi keseluruhan, sejak muncul pertamakali 4,1 tahun lalu,Archipelmenerbitkan kurang-lebih 1/ ribu halaman artikel ilmiah tentang dunia Nusantara serta 4O buku. Penerbitan 4o buku itu dilakukan berselang-seling dengan jurnalnya, yang
capaianyangkecil.
Isi Archip
.qtrffi$!:s!9*4;],s1ii'.]:s]'i'a3.:.9:u43sff3;ns;9.]13{d'a*?1*ffi@Wffi
kisan produksi tToo-an hingga awal lgo0-an dari pelukis yang bukan termasuk golongan nama"canon", Namun lukisanJukisan itu otentik dan kuat. "Sering kali itu lukisan yang ditelantarkan karena pelukisnya tak dikeqal. Namun, kalau rajin meriset dan mencari, kitabisa
menemukan nama pelukisnya. Misalnya ada sebuah lukisanyang begitu kuat dan unik sayatemukan di sebuah pasar loak. Saya memang harus merestorasinya. Biayanya sama dengan harga lukisannya. Namun ketahuan kemrrdian, pelukisnya adalah pesaing Ruben pada masanya, tapi ya kurang dikenal." Labrousse menghabiskan masa pensiunnya
dangan Paris yang spektakuler: Menara Fl,ifTel, Sacre Coeur, dan Notre Dame. Hampir semua monumen kunci Paris sebagaimana sering kita Iihat difilm-film romantis. Maklum sa.ia, LabrousLabrousse se tinggal-bersama istrinya, Farida Soemargono-di lantai +g apartemen pencakar langit terakhir di kawasan P]ace d'Italie sebelum kawasan kota tua. "Di kawasan kota tua, kawasan bersejarah, tidak boleh ada gedung tinggi,,,ujar
Labrousse.
di Paris dan rumah peristirah4tan di Massif Central-pegunungan di Prancis Tengah. Setiap tahun diamenjadwalkan kunjungan ke Indonesia. Sekarang dia sedang dalam tahap akhir penyusunan kamus lengkap Indonesia-Prancis terbaru. Dia juga terus memantau penerbitan Archipel kendati tidak seintens dulu. Kebetulankantor Archipel, sekarang di gedung Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, hanya 15 menit berjalan kaki atau tigahalte metro dari rumahnya. Dan Labrousse masih kelihatan sangat bugar pada usianya
memang membeli pemandangan," kata Labrousse mengenai keputusannya pada 1971 membeli flat itu. Ruangan-ruangan flat Labrousse penuh dengan buku, benda dan perabotan Indonesia, sertapuluhan lukisan.
?'Saya
Di satu ruangan bisa ada E-6 lukisan. Labrousse memang pemburu lukisan, yang kerap mendatangi pasar-pasar loak atau balai-balai lelang. Sebagian besar yang ia buru adalah lu1
yangsenja.
10 | TEMpo
20 NOVEMBER zo11
G_i
uralr"'. Zorl
"
,t
m
'
llttdcr,Te6,Lc*Ll6
,nnErt?XTt[I1-T=ft '
diadanRumania).
/o tahun, ingat peristiwa pada 2oO5 itu. Studi Indonesia di Universitas Frankfurtyang
di
kami, selain subsidi dari pemerintah daerah, kami mencari duit sendiri dengan carakerja samadengan beberapa industri, seperti yayasan
perusahaan otomotif Volkswagen dan yayasan pabrik baja Thyssen-
minya.
{s+
Universitas Freiburg termasuk salah satu universitas di Jerman yang memiliki studi Indonesiayang kuat. Belum lama ini universitas ini
menyelenggarakan konferensi bertema evaluasi 10 tahun desentralisasi di Indonesia. Menurut Juergen Rueland, kepala proyek Studi Asia Tenggara Universitas Freiburg yang menggagas acara, setidaknYa 16o pakar berbagai disiplin datang dari
Krupp,"kataNothofer.
Para mahasiswa panik dan Nothofer bergerak cepat. Dia dan mahasiswa mengumpulkan tanda tangan, berkampanye di berbagai media, mengirim petisi, menentang
bahwa studi Indonesia berkembang. Prof Dr Arndt Graf, 4,/tahun, KetuaJurusan Studi Asia Tenggara Universitas Frankfurt, sependapat. "Saya kira
Ini membuktikan
mendukungnya. Keputusan itu akhirnya dibatalkan. Studi Indonesia di Universitas Frankfurt tetap adahingga sekarang.
berbagai penjuru dunia. Suksesnya konferensi tiga hari (rs-r7 Juni 2011) itu seakan sebagai jawaban
langsung terhadap kecemasan akan surutnya minat akademis mengenai
lihat Indonesia sebagai bekas negarajajahan. Akibatnya, peminat menurun." Alumnus Universitas Hamburg
yang menerbitkan buku tentang bahasa retorika politik Soeharto, Gus Dur, Amien Rais, Akbar Tandjung,
"Penurunan minat studi Indonesia tidak terjadi di sini," kata Nothofer. Pria yang pernah keluar-masuk t56 desa di Jawa Barat ini mengatakan kondisi studi Indonesia di Jerman berbeda dengan Australia, Belanda, dan Inggris. "Di Aus-
Met"elcu
Indonesia.
Pandangan serupa diungkaP Vincentius Houben, Kepala Studi Asia
tralia terjadi penurunan minat sejak peristiwa bom Bali. Di Universitas Leiden, Belanda, penutupan jurusan karena berkurangnya anggaran. Begitu juga yang terjadi di SOAS
(School of Oriental andAfrican Stu-
dies),"katanya.
dan Habibie ini melihat di Inggris lain lagi. Uang kuliah studi Indonesia mahal sekali, 8.ooo pound sterling setahun. Akibatnya, peminat berkurang. Akan halnya di Australia atau Amerika, berita buruk tentang Indonesia-kekerasan dan terorisme-membuat generasi muda tak maulagi memilih studi Indonesia sebagai mata
tingka,t tertinggi,.
dan Afrika Universitas Humboldt, Berlin. Menurut profesor asal Belanda ini, setiap tahunnYa jumlah mahasiswa yang masuk studi Asia dan Afrika di universitasnya sekitar 1.2oO orang. Dari jumlah itu, sekitar 2Oo mengambil Indonesiasebagai studi utama.
Houben, yang pernah menulis buku Kraton and KumPeni- Surak arta and Togg akarta 1 I 3 O -1 87O (Leiden: KITLV Press 1994,), menjelaskan penurunan minat studi Indonesia kemungkinan besar terjadi pada apa yang disebutnYa "studi Indonesia klasik", yakni studi filologi-bahasa, sastra, antroPologi. Sedangkan studi bidang yang lebih kontemporer justru meningkat. "Paradigma baru studi Indonesia di Eropa," katanya. Para mahasiswajustru sangat tertarik pada persoalan Indonesia sekarang, seperti polarisasi kaya-miskin, nilai demokrasi di tengah nilai-nilai tradi-
Di Jerman hal itu tidak terjadi. Karena anggaran yang terus tersedia, universitas yang menawarkan studi Indonesia terus berkembang, antara lain Universitas Berlin, Universitas Hamburg, Univer-
"Di
sitas Frankfurt, Universitas Passau, Universitas Bonn, Universitas Humboldt, Universitas Koeln, Universitas Freiburg, dan Sekolah Tinggi Konstanz, Belum lagi sejumlah studi Indonesia nonformal di beberapakota. Plus seksi Indonesia di sejumlah lemba12 | TEMPo
20 NOVEMBER 2011
ikutnya Malaysia, baru kemudian Thailand dan Vietnam. Mahasiswanya datang dari mana-mana, termasuk dari EropaTimur (Polan-
EifoTrI
tertarik ke Persia dan sebagainya. Akan halnya studi Indonesia di Universitas Humboldt, Berlin, sudah ditawarkan se.jak masa Perang Dingin. Bisa diduga, studi Indonesia waktu itu dibebani berbagai misi
Salah satu tokohnya adalah Ingrid Wessel, yang sekarang sudah pensiun. Ingrid muda, waktu itu, mempelajaribahasa dan sejarah Indonesia di Moskow, Uni Soviet (sebelum runtuh). "Studi itu mencakup satu tahun pelajaran di Indonesia. Tapi peristiwa 1965 membuat saya tak bisa masuk Indonesia," tu-
Sejauh
ini
tampaknya Jerman
memang tak kekurangan Indonesianis. Namun yang tamPak absen dibanding Prancis, misalnYa, adalah jurnal ilmiah tentang Indonesia.
Di Jerman belum ada jurnal khusus
yang membahas Indonesia.
Ada Orientierungen, memang. Jurnal ini jurnal resmi Institut fur Orient- und Asienwissenschaften
sional.
Tapi, di Bonn, ahli sastra Indonesia Berthold Damshauser menganggap bahkan untuk studi bahasa dan sastra pun tak terjadi penurun-
nesia. "Mereka biasanya sedikit lebih tua dari kebanyakan mahasiswa lain. Dan umumnya sudah pu-
minat. "Di sini stabil saja jumlah mahasiswa yang masuk dari tahun
an
rapa tahun. Ada yang pernah wisata lalu jatuh cinta, bahkan ada yang belaj ar karena mendapat j odoh orang Indonesia." Di Koeln, studi Indonesiabermula pada 1962, di bawah nama Stu-
ketahun."
* 'l' 'a
Namun nada optimistis dari Bonn, Freiburg, dan Berlin itu diragukan Edwin Wieringa, Direktur Institut Pengkajian Dunia Islam Universitas Koeln. Ia meyakini keadaan di Jerman sama sekali iak berbeda dengan di belahan dunia mana pun. Bahwa minat pada studi Indonesiajelas rnenurun. Bukan cuma pada yang berbasis filologi atau "studi Indonesia klasik". Di Universitas Koeln sendiri, mahasiswa yang mengambil studi Pokok Indonesia, kata Wieringa, se-
Universitas Bonn. Kemudian ia mengaj ak Indonesianis di universitas itu, Berthold Damshauser, bergabung. 'Jadi tak mengherankan kalau Persoalan Indonesia mendapat porsi besar," ujar Damshauser. Sayangnya Orientierunger. Pun
orang Indonesianis berdedikasi' Ia merupakan penyusun kamus Pertama Jerman-Indonesia bersama Otto Karow, dan antologi cerPen Indonesia pertama dalam bahasa Jer-
masih bercakupan terbatas. Padahal, seperti disebut di awal, terdapat setidaknya delapan perguruan tinggi yang menawarkan studi Indonesia. Barangkali ini ada kaitannYa dengan kenyataan sistem Jerman yang federal. Setiap negara bagian punya menteri pendidikan sendiri, dengan universitas masing-masing. Dan untuk urusan studi Indonesia, tak ada sistem koordinasi antaruniversitas. "Hanya adaj aringan pribadi," kata Edwin Wieringa dari Universitas Koeln.
lama beberapa tahun terakhir ini cuma dua atau tiga orang. Wieringa mencatat pula karakteristik yang cukup unik dari para mahasiswa yang mengambil studi Indo-
man-bersama Mochtar Lubis. Selama beberapa dekade, studi Indonesia di Koeln berlangsung cukup mandiri. Namun pada 2OO4 dilebur daiam studi dunia Islam. Jadi mahasiswa yang tertarik pada studi Islam bisa mempelajari Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam
20 NOVEMBER 2011
TEMPOI 113
"#.#?dklf,#"'/rfr"3<[,
Peter Carey di ruang b,engkel Jakarta Sch6ot of P16sthetics and 0rthotics, Cilandak Barat,
Jakarta SeLatan.
ffi***m #mr*pu
Dari Diponegoro
sampai
an, sampai kini banyak orang buntungyang membutuhkan kaki palsu. Ia kemudian ikut mendirikan
lembaga The Cambodia Trust.
Ihki
Palsn
AHLI PERANG JAWA, PETER CAREY, MEMILIKI SEKOLAH PEMBUATAN KAKI PALSU DI CILANDAK, JAKARTA SELATAN. BAGIAN DARI MINATNYA MENGKAJI SEJARAH ASIA IENGGARA
ENTUM palu, suara kikir, dan bau leIehan timah menyeruakdi salah satu ruang bengkel Jakarta School of Prosthetics and Orthotics,
Cilandak Barat, Jakarta Selatan, pekan lalu. Dua belas mahasiswa tingkat akhir tampak sedang mengerjakan kaki palsu yang terbuat dari ptastik danpo lypr opylene. Di ruang berukufan 6 x 8 meter itu tampak ba.han berserakan: mur, baut, penjepit besi, gipsum, lem, dan lairinya. Sebuah papan pengumuman, papan penugasdn, berada di sisi
Peter lalu menemui pemimpin Kamboja, Hun Sen. Hun Sen meminta lembaga Peter ikut membersihkan Kamboja dari ranjau dan melakukan rehabilitasi. "Hun Sen bilang, jika ada hadiah dari dewa, dua itulah yang diminta," ujar penyuka soto Kudus ini. Peter prin mendirikan klinik Calmette Hospital di Monivong Boulevard, Phnom Penh, pada 7992. Di klinik inilah pembuatan kaki palsu bagi para korban ranjau darat dilakukan.
Itulah suasana sehari-hari sekolah pembuatan kaki palsu yang di2OOg oleh sejarawan Peter Carey. Mdngkin ini satu-satunya sekolah kaki palsu di Indonesia. Menarik bagaimana Peter, Indone-
dirikan pada
kakipalsu. Dalam beberapa tahun terakhir, ia memang terlibat dalam kerja sosial. Ia mulanya bergabung di Yayasan Oxfam untuk mengurus perdamaian di wilayah Kamboia{hailand. Ia melihat betapa di Kamboja, karena perang saudara pada p/O-
Produk kaki palsu buatan The Cambodian Trust juga dikirim untuk penderita cacat di Sri Lanka, Filipina, dan Indonesia. "Di Indonesia ternyatajuga banyak orang buntung, makanya saya juga mendirikan sekolah ini di sini," kata Peter.
{..:.
belakang ruangan. Sedangkan di sisi dinding lain tergiintung belasan baju bengkel berwarna putih dan
Peter Carey, kita ketahui, adalah sejarawan yang tertarik meneIiti sejarah perang Jawa, terutama sejarah perlawanan Diponego-
I14 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
ENNiIil
:u- Dari buah pikirannya telah lahJr buku The British in Jaoa, 18111566: AJaoaneseAccount. Juga beherapa buku yang telah diterj emahhan ke bahasa Indonesia, r4s al- Usul
Se-
cg: Prince Dipanagara and End oJ an Old. Older inJaoa 1785-1855. Disertasi ini pada bulan-bulan ini diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Dari penelitiannya diketahui sosok pribadi pangeran Tegalrejo ini pemimpin saleh
py - dan Luki
ofaafion.
tneliu tentang Timor Leste, East Timor at The Crossroad: The Forging Bagaimana diabisatertarik mem-
dan ahli strategi. Ada banyak hal menarik dari Pangeran Diponegoro yang diungkaP dalam bukunya yang tak pernah kita ketahui sebelumnya. Misalnya mengapa Diponegoro suka mengenakan surban dan kostum putih-putih. Apa-
* *.i.
Siang
kah dia seperti Imam Bonjol, Yang terpengaruh gerakarr Wahabi? "Bukan, Pangeran Diponegoro memakai pakaian begitu karena kagum pada Kesultanan Tirrki," kata Peter. Buku Peter juga menjelaskan bagaimana saat Gunung MeraPi mele-
parasiswa.
Sekolah yang didirikan Peter memang sampai kini masih belum bisa berdiri sendiri. Sekolah itu masih
menginduk pada Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Jakarta I. Sekolah ini menemPati ge-
Ia naik kapal dagang menuju Jawa. Sa1-angnya, rencana ini gagal karena,Peter terkena radang usus buntu, yang menyebabkan dia dirawat di Singapura, dan lalu harus pulang ke Inggris. Baru pada 1971 dia menapakkan kaki ke Jawa. Ketika baru tiba di Yogyakarta, diabertemu dengan temannya, Yang mengajak pergi melihat pertunjukan \1 ayangorang. Kebetulan pertunjukan itu berlangsung di daerah Tegalrejo, bekas rumah Diponegoro. "Ini tanda yang kedua, pertama melihat buku. Begitu tiba di Yogyakarta, belum satu jam sudah ada'panggilan'. Seperti mengkonfirmasi bahwa ilmu ini harus didalami," ujar Peter. Peter lalu tinggal selama dua tahun di Yogya, mendalami berbagai budaya Jawa. Ia menapak tilas kehi. dupan Diponegoro.'lPanggilan' Diponegoro masih terjadi tatkala dia mengunjungi bekas rumah pangeran Tegalrejo itu. Dia mendapatkan
Jakarta
Setatan. Peter
Carey sebagai
= =
-<
konsuttan.
tus, manakala semua orang lari menyelamatkan diri, Pangeran Diponegorojustru tenang di rumahnYa dan kemudian mengajak senggama istrinya.
dung bekas templt Pelatihan kePerawatan. Bangunan dua lantainYa terdiri atas. ruang kelas, perpustakaan, ruangbengkel, klinik, dan ruang administratif. Sekolah ini kini
buku harian yang ditulis Diponegoro saat di penjara. Buku itu berisi pandangan sang Pangeran tentang
sejarah, mistik, kecintaan Pada tareka!, dan lainnya. Ia lalu menerjematrkan babad Diponegoro itu. Peter kemrrdian menghasilkan disertasi tebal mengenai Pangeran Diponegoro, The Pou:er of ProPhe-
Peter kagum dengan Perlawanan dan keteguhan hati Diponegoro. Peter menganggap lukisan Pen angkap' an Pangeran DiponegoTo karYa Raden Saleh sesungguhnya bisa menjadi ikon negara yang heroik. Maka dia merasa sedih ketika suatu kali melihat lukisan asli P enangk ap gn P ange ranDi,ponegoro yang disimpan di Istana Bogor kondisinya sangat mengenaskan. Catnya buram dan bagian pinggirnya terlalu banyak dilipat
ke belakang pigura. "Saya kira segera direstorasi," kata Peter.
mempunyai 6O siswa dan 14, Pengajar yang sebagian besar ekspatriat dari Australia dan Amerika.
Sore itu Tempo menyaksikan bagaimana dedikasi Peter CareY menolong orang-orang buntung begitu tinggi. Bersama ibu-ibu penggiat posyandu di Kelurahan Cilandak Barat, ia keluar-masuk kamPung untuk mencari orang-orang yang ca-
harus
cat kaki. "Ibu-ibu ini yang akan jadi ujung tombak mencari PenYandang cacat di daerah ini," ujar priakelahir-
anBurmaitu.
115
!:
L -' -
illi
DKunArl,ta+
Uarup1 A )
rrif '
':j ,l
.)l
.1
[i:pmktr]
F.i
hrrrw. uJ,\
4:ola"F"'
cd\^'"
E-, w'
'bt1
!.
8.... F--:
lirii
-7.c
II
tfi}t t{glfrl"tkl
IITIEI'ITTTNITIIGIIETT
setetah Sukarno jatuh, keadaan jadi suram. Ketas perkutiahan lndonesia nyaris kosong. Bagaimana keadaannya sekarang? Bagaimana puta pertumbuhan studi lndonesra dt
Korea, yang betakangan mutai tumbuh di berbagai kampus di negeri tersebut?
117
.l
+
:i
lli
politik Indonesia, ekonomi Indonesia, hingga bahasa Indonesia," Drugovmenjelaskan. Drugov kini tercatat sebagai pengaiar diiurusan bahasa Indonesia dan Malaysia yang resmi dibuka di universitas itu pada 1995. Sebagai ilmuwan, dia banyak mendalami sejarah dan politik Indonesia. Pria yang pernah menjadi penerjemah Sukariro itu mengakui pada masa sebelum runtuhnya Uni Soviet, kajian soal Indonesia memang amat menggiurkan
Vostocni Universitet adalah salah satu kampus bersejarah di Rusia. Dalam bahasa Inggris, Vostoc-
bagi para ilmuwan. Sebagai sebuah negara, Indonesia tgrlihat begitu seksi dan menarik untuk dilihat dan dikaji. "Budaya dan sosialnya sangat
kaya dan luar biasa," kata Drugov. Victor Sumsky, seorang Indonesia-
iupakan kawah candradimuka berbagai kajian tentang negara-negara Timur atau Asia. "Dari gedung inilah karya-karya tentang sosial budaya bangsa Timur pernah lahir," kata Drugov, seorangpengajar di sana. Ketika Rusia masih tergabung dalam Uni Soviet, kampus ini memiliki posisi strategis bagi negara adidaya pesaing Amerika Serikat saat itu. Vostocni Universitet menjadi andalan Uni Soviet dalam menyebarkan pengaruh ki1i, baik secara akademis, ideologi, maupun politik, di negarairegara Asia, termasuk Indonesia. Di kampus inilah berbagai hal yang
ting di Pusat Studi Ketimuran saat itu. "Lembaga ilmu ketimuran menemukan puncak aksi kreativitasnya pada perlengahan 198o-an, waktu yang paling baik bagi riset dan banyak karya penting tentang Indonesia meski saat itu masih zaman komunis," kata Sumski. "Beberapa karya tentang Indonesia pernah
rnen.iadi o,hli In daruesis, yerug sep,eruru.,h hs,ti Ahli Indonesig., ba,rw sc.,a,t irc.;i
&xx,rm,p{x. 6ddm}* ff
BLTZ
N
d{x,,"
OVA TLi
el!iHr!3jiic*ffi Af ,gsddt*6-q!1i!*q*ltr!ry3;:d;{*'e
wan yang setia mengkaji Indonesia adalah Tsiganov, Ludmila Dzumedzuk, danAleeva.
mau ikut dan melakukan penelitian mengenai Indonesia." Namun kondisi itu bcrubahbegitu Uni Soviet runtuh. Kini kajian me-
Runtuhnya Uni Soviet berdampak buruk pada perekonomian negeri itu. Krisis ekonomi mengakibatkan terjadinya krisis di bidang pendidikan, penelitian, dan ilmu pengetahuan. Kondisi ini membuat generasi muda Rusia sekarang Iebih berpikir praktis dan pragmatis. Mereka lebih memilih jurusan yang menjan-
ngenai Indonesia nyaris tak terdengar. Jumlah peminatnya pun melorot taiam. "Sekarang hanya tinggal tersisa empat orang yang masih konsisten mengkaji Indonesia di Universitas Ketimuran," kata Drugov sambil berkaca-kaca. Selain dia, ilmu-
I8 I TEMPO
20 NOVEMBER 20I
TITIETIII
siayang beroperasi di Bah. Lain lagi dengan Bleznova Elizaveta Alekseyevna. Perempuan yang iuga lulusan Institute of Asian-African Studies of the Moscow State
Uni-
versity itu sebenarnya diminta sang ayah yang ahli Cina untuk memPelajari ilmu serupa. "Tapi, karena bahasa Cina susah, saya tidak mau," kataLiza, panggilan akrab Bleznova Elizaveta Alekseyevna. 'Akhirnya saya pun disarankan mengambil
rena IndoneSia adalah negara yang besar dan menarik," kata peremPuan yang kini bekerja sebagai penerjemah di lingkungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) un-
daya dan bahasa Indonesia di universitas-universitas yang ada di Indonesia. "setiap tahun kami mengi' rim sekitar 2o mahasiswa Rusia ke Indonesia. Mereka rata-rata belajar budaya dan bahasa Indonesia di berbagai universitas Nusantara selama setahun,"katanya. Mereka juga mencoba mengembangkan dan mbmbangun jaringan mahasiswa Rusia pencinta Indonesia di Moskow dan beberapa kota di Rusia. Awalnya hanya ada 15 orang anggota kelompok pencinta Indone' sia di Moskow. Kini jumlahnYa sudah lebih dari zoo orang. Mereka
tukRusiaitu. Awalnya Liza belajar tentang filologi Indonesia. Namun, di tengah perjalanan, ia berubah pikiran dan lebih memilih jurusan ekonomi (Indonesia) dengan pertimbangan lebih
annya untuk menjadi Indonesianis, Perempuan yang menulis skripmenjadikan studi tentang Indonesia oleh generasi muda Rusia meredup. i\da memang regenerasi yang hendak saya siapkan. Dia adalah murid sa1,a. Anak muda itu bernama Chukor,," kata Drugov.
Dr Sumski
si tentang perkembangan sektor pertanian di Indonesia itujuga enggan melanjutkan studi karena merasa tidakberbakat. Sepinya peminat kajian tentang indonesia membuat Sumsky sedih dan kecewa. "Tidak ada cukup regenerasi yang berminat menjadi ahli Indonesia yang sepenuh hati. Ahli Indonesia baru saat ini hampir tidak dda,"ujarnya.
Tentu saja Chukov tidak benarbenar sendiri. Masih ada beberapa anak muda Rusia yang belajar tentang Indonesia. Namun sebagian besar karena terpaksa atau karena tidak sengaja. Ini pulalah alasan
lnternationaI
Retations.
se-
puluh mahasiswa pascasarjana ke Universitas Islam Negeri Malang, Jawa Timur. "Tahun ini ada 27 ma'
hasiswa S-1 sampai S-B Yang kami kirim ke Universitas Islam Negeri
Kondisi memprihatinkan itu disadari pula oleh KBRI Rusia. Sejak tiga tahun lalu, KBRI Rusia mencoba menjembatani persoalan itu dengan mengundang sejumlah profesor ternama di Rusia berkunjung ke
universitas-universitas d i lndonesia. "Harapannya, tentu saja, terjadi per-
"Waktu
itu
mempelajari Korea Selatan. Akan tetapi oleh pihak universitas diarahkan untuk mengambil Indonesia. Ya, sudah," kata alumnus Asian-African Studies of the Moscow State University yang menulis tesis tentang peran etnis Tionghoa di Indonesiadan Ma-
Iaysiaini.
Roman, yang sangat fasih berbahasa Indonesia dan mengerti budaya Indonesia, sekarang bekerja sebagai
kawinan banyak universitas di Rusia dengan universitas di Indonesia yang pada akhirnya melahirkan Indonesianis baru di Rusia, yang akan memberikan kontribusi bagi hubungan RI-Rusia," kata M. Aji Surya, penanggung jawab pendidikan sosial budaya KBRI Rusia.
kanpluralitas.
I
I
1
19
't{tCffrfffi,Lk*
NEETET
lations.
Puncak kemesraan hubungan Indonesia-Rusia terjadi pada t95O-an, ketika Indonesia memasuki periode demokrasi terpimpin. "Momen yang paling menghubungkan kedekatan Jakarta-Moskow saat itu adalah saat Uni Soviet membantu Indonesia dalam pembebasan Irian Barat," kata
Sumsky.
:L
Uni Soviet untuk Indonesia waktu jadi karena komitmen kedua negara saat itu untuk melawan imperialisme Barat," Drugov menjelaskan.
Mulai saat itulah peran para Indonesianis Rusiabegitu luar biasa.
Menurut Drugog pemikiran para Indonesianis Rusia memiliki signifikansi terhadap hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia saat itu. "Hasil penelitian mereka semua tentu saja
tr/ #/ M
,re $/ r
ELAKI itu begitu fasih bersilat lidah dalam bahasaTndonesia. Meskipun asli Rusia, lelaki bernama leng-
12 April 193/, Drugov adalah satu dari segelintir Indonesianis asal Rusia yang setia mendalami Indonesia sejak rg6o. Ketertarikannya pada studi Indonesia sesungguhnya tanpa disengaja. Selepas sekolah menengah atas pada
an dikirim ke Indonesia padatg62. "Saya menj adi juru bahasa Indonesia kepala militer Rusia (saat itu Uni Soviet) yang diperbantukan untuk Indonesia di Jakarta," kata Drugov. Setiap kali pejabat Uni Soviet bertemu dengan petinggi Indonesia, dialah yang menjadi penerjemah. Tirgasnya sebagai penerjemah mem-
menjadi pertimbangan negara untuk menentukan sikap dalam berhubungan dengan Indonesia," katanya. Keputusan Uni Soviet untuk membantu Bung Karno dalam pembebasan Irian Barat bisa dipahami sebagai keputusan politik yang berasal
dari pertimbangan riset para Indonesianis Rusia saat itu. Perjalanan intelektual para Indonesianis dari Rusia terus berlanjut.
Sejumlah nama muncul. Sebut saja Tsyganov, yang meneliti sejarah perang kemerdekaan Indonesia. "Karya para Indonesianis dari Rusia ter-
1954, Dru8ov melanjutkan studi di Moscow Institute of Foreign Relations yang berada di bawah Departemen Luar Negeri Uni Soviet. Studi jurusan bahasa Indonesia adalah pilihan yang ditentukan kampusnya. Sistem komunisme yang kaku
sebut sampai sekarang masih terdi Perpustakaan Lenin," kata Drugov. Drugov sendiri telah menghasilkan karya buku, di anta-
simpan
membuatnya tak bisa memilih iurusan menurut keinginannya sendiri. "Waktu itu tidak ada alasan untuk memilih," tutur Drugov. Menamatkan kuliah pada 1960, ketertarikan Drugov pada Indonesia kian besar. Drugov sempat menjadi tentara dengan pangkat letnan muda dan dikirim ke Madivostok selama satu tahun untuk mendidik anggota kapal selam, torpedo, dan roket untuk angkatan laut. Sempat bertugas di Moskow, Drugov yang fasih berbahasa Indonesia kemudi120 | TEMpo
20
tu 1950 hinggaawal t96o-an. Hampir semua menteri Indonesia pernah berkunjung ke Rusia. "Bahkan Jenderal A.H. Nasution ke Rusia sampai lima kali," kata Victor Sumsky, Indonesianis terkemuka dari Moscow
;{!9ff,!9t9:Si:WAB{ie*r;!{$!_i
t{#ia*r#
i*
Kajian Indonesia menjadi sepi sedengan memburuknya hubungan diplomatik Indonesia-Rusia. Beberapa ilmuwan bahkan berpaling ke kajian Malaysia dan nega-
iring
ra-negaraAsia Tenggara lain. Ironisnya, ketika kini hubungan diplomamembaik, justru dukungan terhadap dunia akademis secara kese-
ai
tik
luruhanpupus.
Tapi Drugov terus bertahan.
NoVEMBER 2011
Gqi
Dot<sgrp{-a4r'
N&rupr A r6it=' )
.1
'[i:h*mkp]
t,j
,,.
Wu,lw.
hJ'\ --holatF''
c{\^'"
Zorl
ea
stAs
ia :
Testa me
nt,Prof
Kahin menyarankair studi tentang $erakan sosial politik lainnyajuga dilakukan, termasuktentang gerakan Islam. Saran Prof
Kahin diterima Ford Foundation sebagai sponsor dana, dan mulailah program terencaria studi Indonesiayang menghasilkan banyak "Indonesianis" generasi baru, yang kemudian menyebar ke semua pusat perguruan tinggi di dunia. Generasi baru alumnus Bhinneka Tunggal Ika dari CMIP mulai dihasilkan pada awal t96o-an. Di antara mereka ada Prof Selo Soemardjan, yang mentiirikan Fakultas IImu Sosial dan IImu Politik UI; Prof Deliar Nobr (mantan Rektor UNJ); Herbert Feith, yang membangun Pusat Studi Asia Tenggdra, Universitas Monash, Australia, bersama dengan ProfJohn Legge (juga a ssociafe CMIP); juga Prof Daniel Lev (ikut mendirikan Pusat Studi Asia Tenggara Universitas California, Berkeley, kemudian pindah ke Universitas Washingtoh, Seattle). I-alu Prof John Smail (pendiri Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Wisconsin, Madison); Prof Akira Nakazumi (pendiri Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto, Jepang); Prof Jamie Mackie (mula-mula di Universitas Monash, kemudian memperkuat Sekolah Asia PasifikAustralian National University, Canberra); Prof Josef Silverstein (pendiri Institut Studi Asia Tenggara-ISEAS Singapura), dan banyak lagi lainnyayang menyebar di Amerika. Menyusul ilmuwan lainnya seperti Ruth McVey, BenedictAnderson, TaufikAbdullah, MellyTan, Tapiomas Ihromi, Umar Kayam, Antcin Moeliono, Robert Pringle, Barbara Harvey, dan Sulaiman Sumardi-untuk menyebut beberapa alum nusnya. Setelah rg6b, jumlah mahasiswa yang terkait dengan CMIP banyak berkurang, terutama dari Indonesia dan khususnya ilmu politik. Sebab utama ddalah terbitnya apa yang disebrt Cornell Paper,yang merupakan analisis awal Peristiwa G-SO-S. Menurut alaalisis Cornell Paper, waha kudeta gagal itu adalah "masalah internal Angkatan Daratl dan shma sekali tidak menyinggung peran Partai Komunis lndonesia (PKI). Hal ini menimbulkan rasa antipati dari eliteABRI yang mendominasi politik Indonesia awal Orde Baru dan juga kelompok-kelompok aniikomunis di Indone-
Apalagi Co rnell Paper tanpa nama penulis. Untuk menjernihkan situasi, Prof Kahin mendorongpenulisnya (yakni Ruth MeVey dan Ben Anderson) menerbitkan resmi analisis awal Cornell PaperiLt sebagai monograf resmi CMIP pada 1971. Kata pengantarnya diberikan oleh ProfKahin sebagai Disia.
rektur CMIR dengan catatan bahwa monografitu cukup layak diketahui umum walaupun beliau sendiri tidak sepeirdapat dengan isinya. Setelah penerbitan resmi Cornell Paper oleh CMIP pada 1Bl1, hubungan dengan pemerintah Indonesia menjadi lebih cair. Baik Ruth McVey maupun Ben Anderson merigalami kesulitan untuk masuk Indonbsia sehingga baru bebas ke Indonesia setelah reformasi 1998. Tapi Prof Kahin, yangbanyakjasanyadalammasa Revolusi Kemerdekaan dan peran sejarahnya membentuk CMIP serta meinajukan studi Indonesia, memperoleh Bintang Republik Indonesia. Penulis menemani Prof Kahin (beliau adalah promotor disertasi penulis) menerima bintang itu dari Menteri Luar Negeri Ali Alatas di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Ja-
karta.
Selain olehCornell, studi awal pada lgSo-an dilakukan oleh kelorripok Universitas Harvard dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari Boston dan sekitarnya. Di antara peneliti yang kemudian paling dikenal adalah antropolog Clifford Geertz, dengan buku klasiknyaThe Religion ofJaoa. Sementara Prof Kahin menekankan studi sejarah potitik dan lembaga-lembaga bolitik,
JIf.tf.TUI
de 1970 di berbagai universitas, baik di Unirersitas Monash, Universitas Sydney, ANU, maupun Universitas Murdoch' Yang paling
Prof Geertz memulai studi kultural yang menandai pendekatan utama studi Indonesia di Amerika. Seperti Prof Kahin, Prof Geertzkemudian mendapat Bintang RI dari pemerintah Indonesia' Sebagai salah satu Pusat Studi Asia Tenggara tertua di Amcrila, di samping Cornell, Universitas Yale dengan tokohnya Prof Karl Pelzer menghasilkan pula "Indonesianis" ternama, misalnya PmfWilliam Liddle, Prof Don Emerson, dan Dr Ong Hok Ham' Pmf Liddle, yang kemudian menetap di Ohio State University di Columbus, telah menghasilkan ?Indonesianis" generasi kedua dan ketiga dari Indonesia, seperti Mochtar Mas'ud, Makarim Wibisono, Affan Gaffar, Rizal Mallarangeng, Salim Said, dan Saif'ul Mujani, sebagai contoh. Semuanya dalam disiplin ilmu politik. karena Pusat Studi Asia Tenggara yang multidisiplin ada di Athens, juga di Negara Bagian Ohio. Pusat StudiAsiaTenggarapada 197o-anjuga adadi Universitas Northern Illinois, De Kalb. Di sana ada Indonesianis terkenal Prof Dwight King, yang dalam ilmu politik dikenal dengan teorinya tentang "korporatisme negara" di masa Orde Baru, yang dibandingkannya dengan Amerika Latin' Banyak mahasiswa Indoneslabelajar di situ; yangterkenal adalahAndi Mallarangeng (Menteri Pemuda dan Olahraga sekarang). Studi oleh Dwight King memang tidak terlalu memakai pendekatan kultural seperti pendekatan umum Indonesianis di Amerika, tapi juga tidak memakai analisis kelas seperti yang kemudian banyak dilakukan Indonesianis dariAustralia.
menonjol adalah kuatnya pendekatan politik ekonomi studi-studi diAustralia dibandingkan clengan pendekatan kultural dan institusional seperti di Amerika' Salah satu pelaku studi politik ekonomiyangterkenal adalah Prtf Richard Robison dengan bukunya TheRiseofCcryital. Analisis politik ekonomi iuga sering dilakukan Indonesianis dari AustrJia lainnya, yakni Howard Dick. Murid Richard Robison dari Universitas Murdoch, Vedi Hadis,iuga rnempelajari masalah perburuhan dan kemudian berkembang pada aspek-aspek politiklainnya dengan cukup produktif. Tapi pendekatan kultural dan institusional alaAmerikajuga tetap berkembang, seperti studi Harold Crouch tentang militcr dan ProfJames Fox dengan studi antropologinya. Dua-dranya berbasis di ANU, Canberra' Di samping dariAustralia, ilmuwan dari Jepangbanyak menulis tentang masalah politik ekonomi dan sosiologi' Prof Tsuyoshi Kato dari Universitas Kyoto, yang disertasinya di Cornell tentang sosiologi keluarga urban orang Minang, melakukan berbagai riset tentalg kglompok pedagang. Di Belanda, dengan basis utama di Universitas Leiden dan Universitas Amsterdam, muncul Senerasi baru Indonesianis yang kreatif, seperti Henk Schulte Nordholt dan Gerryvan Klinken, yang banyak menulis tentang politiklokal kontemporer cli lndoncsia' Hasil kar5'a Indonesianis Belanda semakin banyakberedar dan memakai bahasa Inggris dan Indone= sia sehinggaiauh lebih efektif dibanding para Indolog dulu' periode zo tahun tcrakhir menuniukkan diversifikasi studi In: donesia dari'Z meric an- c ent ered". Bahkan, dalam dua dekade terakhir, ada Pusat Studi Asia Tenggara (ISEAS) d! Singapura dengan publikasi yang teratur tentang Indonesia' Yang terkenal adaluh Oi Sit"e". Singh, yangmerulistentangABRl. DiAmerikasendiri jugaterjacli perluasan penyebaran dan tidak lagi "Cornell-sentris;. Hal ini seiring dengan berakhirnya Perang Viefnam pada 1975, sehingga pusat-pusat studi Asia Tenggara mulai kekurangan dana eksternal. Semakin banyak universitas di Amerika yang menghasilkap Indonesianis dengan mutu yang baik walaupun bukan l,okasi Pusat Studi Asia Tenggara, seperti dilakukan Prof Liddle di Ohio State UniversitY. Demikian pula pendekatan teoretis studi Indonesia makin bera-
gam. Pendekatan institusional dari Krihin dan kultural simbotik dari Geertz sudah diperkuat pendekatan politik ekonomi dan analisis kelas, terutama oleh Indonesianis dari Australia' Mungkin karenatidak mau terikat dengan pendekatan kultural ini, Pxf Arief Budiman menulis tesis dalam analisis strukturalis-Marxian tentang pemerintahan Presiden Allende di Cile di Universitas Harvard clan kemudian netasa at home sebagai profesor di Universitas Melbourne, Australia.
* AI UN4NUS UNIVERSITAS CORNELT
123
,G f { ! i iT t}f
Colombo pada 1862 menjadi awal Profesor Yang Seung-yoon mengenal bahasa Indonesia dan
r
ti
Malaysia.\|lgingat saat itu tidak dapat menemukan literatur yang bisa menggambarkan Indonesia dengan baik. "Kami belajar seperti
orang berjalan mengikuti sinar kecil di kegelapan malam," ujar guru
ll
ii
untuk pertama kalinya, HUFS, yang berada di wilayah Dongdaemun, Seoul, membuka Jurusan Khusus Budaya dan Sastra Indonesia. Lantaran keterbatasan sumber daya dan literatur, para sukarelawan Colombo Plan turun tangan mengajar mahasiswa. Sistem dan materi pengajarannya sangat sederhana. Kebanyakan
Li:
;t,:$
.J;.,ii
militermilikAmerika
Serikat. "Pada masa awal, buku pelajarannya penuh dengan kata-kata yang dipakai kamus militer, misalnya markas besar di mana, Sersan Mayor sedang apa," ujar Profesor
Yang. Setahun berikutnya, HUFS mele-
bur Jurusan Bahasa Indonesia dan Malaysia dalam satu payung di ba-
wah Fakultas Bahasa-bahasa Timur. Melalui jurusan ini, para mahasiswa mempelajari berbagai hal tentang negara-negara Asia Tenggara, baik dari segi bahasa maupun agama, antropologi, politik, dan manajemcn. Pada awal dibuka, Studi Indonesia-Malaysia kurang diminati karena mahasiswa Korea berkiblat ke Amerika, Jepang, dan Eropa. Namun, kini, Jurusan Cina dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, telah menggeser posisi jurusan tiga negara itu. Hingga 2o11, HUFS berhasil meluluskan 3.o OO sarjana Studi Indonesia-Malaysia. "Mereka kini kebanyakan bekerja dan memiliki perspektif positif tentang Indonesia," ujar Prof'esor Koh Young-hoon, pengaiar budaya dan sastra Indonesia di HUFS. "Mereka yang mengarnbil studi ini memang 124 I TEMPO
20 NOVEMBER 201
Indonemenambahkan.
Kampus Hankuk
University of
Foreign Studies.
JumlahmahasiswaKoreadarita_
hun pertama hinggatahun terakhir yang mengambil Jurusan Studi Indonesia-Malaysia, menurut Profesor Koh, mencapai BOO orang. Se-
nerima budaya negara lain berarti memiliki kesamaan pandangan hidup," ujarnya. ProfesorYang Seung-
lajari Studi
Dengan menganggap Indonesia sebagai negara yang penting, secara otomatis para mahasiswa akan mempelajari segala hal tentang Indonesia. "Seseorang yang bisa me-
Indonesia-Malaysia. Salah satunya kesadaran mahasiswa Korea akan pentingnya pasar dan sumber daya alam di Indonesia. "Korea tidak memiliki sumber alam, mau produksi barang jualnya
NOiE7I
ke mana?" kata Profesor Yang. "Berum lagi dari aspek tenaga kerja. Tiii,ali ada tenaga kerja di Korea yang
Perkembangan
ini membuahkan
di InProfesor Yang Seung-yoon,
yang disebut Korean Associations ofSoutheastAsian Studies dan Korean Institute of Southeast Asian Studies. "Mereka mengadakan seminar bersama seminggu sekali," ujar Kim Ho-il, diplomat yang bekerja di Kedutaan Besar Korea untuklndonesia. Pada awal terbentuknYa, Pada
198O, lembaga ini meruPakan kelompok studi mahasiswa Yang membahas berita-berita terbaru dari beberapa media di Indonesia
Mereka juga mengunduh beberapa situs Indonesia, khususnYa dari Kedutaan Besar Korea, sePerti http://idn.mofaf.go.kr dan situs Pusat Kebudayaan Koreadi Indonesia, http ://id.korean- culture. org. Beberapa buku tentang Indonesia, salah satunya Exile karYa PramoedYa Ananta Toeg menjadi bacaan wajib
para mahasiswa itu.
Universi:-u,"-. Indonesia ditandatangani pada i-.{i5. Lemudian dengan Universita-. Gadjah \Iadapada1996, dengan L-nirersitas Udal'ana dan Univer$ta... F{a-sanuddin pada 2OO7, serta
Faltultas
Ilmu Budaya
Universitas
Hankuk.
niren'sitasAndalas pada 2oO8. Eaiian tentang Indonesiajuga mulai tersebar di dua universitas lainrrya- laitu Pusan University of Foreign Language di Uamdong, Nam{u- Busan, dan Seoul National Uni -,ersity di Seoul. Mereka mengamalU
i;n
sistem pendidikan 7 + 1 atau tu'r-:h semester belajar di Korea dan sd-u semesterbelajar di Indonesia.
media Korea yang memberi gambaran lengkap tentang keadaan di Asia Tenggara khususnya Indonesia, yaitu Hankyoreh 21 dan Asia Netuork. Dtamedia ini memuat sebuah pojok artikel tentang beritaPusat studi Asia Tenggara di Pusan
Disertasi Profesor Koh Younghoon, dosen pengajar dari Jurusan Budaya dan Sastra Indonesia di HUFS, khusus membahas mengenai buku itu, yang digemari mahasiswa Korea, tapi tidak dijual secara bebas. "Kami bahkan tidak memiliki terjemahan buku itu," kata Suh Ji-won. Tidak semua mahasiswa Korea mengkaii Indonesia karena memiliki minat besar terhadaP asPek
dari berbagai negara di Asia Tenggara. "Salah satu jurnalis Indonesiayang suka menulis di sini adalah
University
of Foreign Language.
sarana dan prasarana yang mendukung para mahasiswa Koreabelum sepenuhnya tersedia. Menurut salah satu peneliti politik Indonesia di Korea, Jeon Je-seong, sumber Yang digunakan mahasiswa saat ini lebih banyak dari Internet dariPada
Tem-
l*i
'r'6,
budaya, sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. BeberaPa mahasiswa memilih studi tentang Indonesia untuk alasan lain. Sebut saja Kim Ho-il yang jatuh cinta Pada keindahan alam Indonesia. "Senja di Jakarta dan pemandangan indah di Bali memanggil saYa datang ke Indonesia," ujarnya' Indonesia dan Korea menjalin hu-
bungan diplomatik sejak 19 7 3. P ada 2OO6, kedua negara sePakat meningkatkan hubungan dengan menjalin kemitraan strategis. Ruang
ru+wxwmw ffiBlHlffiffisffiifrw
6ga+[6f "i!'tFFsA ,rim qw--t'wt* *ium
I
perluas dalam berbagai bidang. Dalam hal demokrasi dan Pasar ekonomi, kedua negara bekerja sama da-
lamforumG-2O.
Hingga saat ini, Indonesia adalah
beli buku sendiri, dan mencari informasi dari teman-teman mereka. "Kadang-kadang ikut kuliah atau konferensi," ujar Jeon Je-seong, salah satu mahasiswa.
I i25
a7
i , ril,ri',
;f8
#,
dan Sutan
Takdir
doktoral.
Saat ini Minhe sibuk menJi.usun buku pengajaran bahasa Indonesia. "Sekarang sudah tersusun 3Oo ribu huruf," katanya kepada Te,mpo, yang
menghubun ginya melalui sambungan telepon internasional, dua pckan lalu. Minhe berencana menerbitkan
bahasa,
Minhe mempelajari budaya dan sejarah Lrdonesia scjak zaman prasejarah. Minhe masih ingat, saat itu, mahasiswa seangkatannya di jurusan yang sama ada 24 orang. Se-
bukrr itu sebagai persiapan menjelang pensiun. Usia lelaki itu kini 59 tahurr. Empat tahun lagi. penggemar olahraga silat dan badrninton ini bakal pensiun mengajal cli almamaternya.
lain di Uni'v-crsitas Peking, ada puIuhan mahasiswa yang belajar di Universitas Guangzhou dan Akademi Bahasa Asing Beijing. "Sejak dulu, mahasisr,va yang berminat bclajar Indonesia memang cukup banyak," dia menambahkan. Universitas
Peking. BerawaL
dari bahasa Melayu.
Liji juga aktif dalam kcgiatan peftukaran budaya antara Cina dan Indonesia.
Salah satu orang yang berjasa mengembangkan studi Indonesia di Cina adalah Profesor Liang Liji, ilmuu.an kelahiran Bandung. Saat berumur 23 tahun, Liji kembali ke Cina bersama teman-teman sekolahnya sebagai bagian dari gelombang pertama pelajar keturunan Cina di Indonesia yarrg kembali ke tanah lehihul setelah berdirinya Republik Rakyat Cina. Liji sernpat belajar di lurusan kimia. KetikaCina diLrr Intlorrt,sia mu-
Menguasai dua bahasa dan mengenal dua budaya meniadi keunggulan khusus Profesor Liji dalam karier akademisnya. Melalui kegiatan akademis, dia berupaya mendorong pertukaran budaya Cina-Indonesia. Pada 197o-an, Liji menjadi penanggung jawab Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Peking.
luan pariu'isata, baik menjatli pcmandu rvisat;;. untuk turis Inclorrr:siayang datang he Cina maupun untukwisatawan Cinayang akan pergi ke Indonesia," ujar Minhe. Saat ini ada 20 mahasisw-a yang mengikuti program itu.
Universitas Peking tergolong kampus tertua yang memiliki jurusan bahasa Indonesia, yaitu sejak 126 | TEMpo
20 NOVEMBER zo11
Kendati hubungan Jakarta-Peking waktu itu beku, ia giat membentuk tim penyusun kamus, dan menghabiskan sepuluh tahun untuk menyusun sebuah kamus besar yang cliterbitkan di Cina pada 1989. MenurutA. Dahana, ahli kesusastraan Cina dari Universitas Indonesia, minat mahasiswa Cina mempelaiari Indonesia tak pernah surut, malah kian menguat. Dan kebanyakan yang mengembangkan stu-
I|INrtr
kan sejarah, sosiologi, dan kebudayaan serta memasukkan kuliah tentang Cina modern dan linguistik ke dalam kurikulum yang sebelumnya Iebih menekankan filsafat dan seja-
rahkuno.
Dahana sendiri masukke Jurusan Bahasa dan Sastra Tionghoa Uni-
versitas Iridonesia pada 196o. Semasa dia kuliah, banyak sekali mahasiswa asal Cina yang belajar di kampusnya. Setiap tahun, sedikitnya empat mdhasiswa Cina meng-
pelajar
Budaya Universitas Indonesia itu' Salah satu mahasiswa asal Beijing yang dikirim ke Universitas Indonesiawaktu itu adalah KongYuanzhi, yang kemudian dikenal sebagai ahli
Indonesia di Universitas Peking. Kemajuan studi Cina di Indonesia terhenti setelah meletusnya pe-
la sesuatu yang berbau Cina. Bahkan tujuh daril2 pengajar, termasuk Tjan loe Som, diPecat lantaran terlibat dalarri HimPunan Sar-
iana Indonesia yang dianggaP ProPKI. Studi tentang Cina pun man-
di Indonesia di Cina adalah orang Tionghoa asal Indonesiayang hijrah ke sana; terutama setelah berlakunva Peraturan Presiden Nomor 1O Tahun 1959 dan peristiwa Gerakan
3o September.
dek. Pengetahuan tentang bahasa dan kebudayaan Cina hanya boleh diajarkan di dua universitas, yakni Universitas Indonesia dan Universitas DarmaPersada.
hoa
di
Namun ketertutupan
itu
tidak
an belajar bahasa Indonesia," kata Minhe. Adapun persoalan ekonomi dan politik Indonesia umumnYa
Indonesia melalui program pertukaran pelajar semasa pemerintahan Sukarno ikut berja-
nah belajar
di
ambil studi Indonesia di Universitas Leiden. "Berbeda dengan Indonesia yang menanggaPi Putusnya hubungan diplomatik dengan
Cina secara emosional dengan menutup akses terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Cina, studi tentang Indonesia di Cinajustru menguat,"kata Dahana, yang memperoleh gelar master dalam kesusastraan Cina dari Cornell University (t979) dan doctor ofphilosophg (PhD) dalam sejarah kontemPorer dan diplomasi Cina dari University of Hawaii (1986). Sampai sekarang, jumlah Pemi-
negara. Sebelum 1865, setiaP tahun pemerintah Cina mengirim mahasiswa ke Indonesia untukbelajar bahasa Indonesia. Sebaliknya, banyak
mahasiswa Indonesia yang dikirim ke sana. "Studi tentang Cina di Indonesia juga tak kalah maju," kata Dahana. Jurusan Bahasa dan SastraTionghoa di Universitas Indonesia makin
tuhkan. Kepiawaian berbahasa Indonesia dianggap lebih inenjanjikan dalam bersaing mencari Peker-
maju setelah kedatangan Prof Dr Tjan Tjoe Som, lulusan Leiden, BeIanda, pada 1953. Ia memperkenal-
127
B'gr*##
d-s
Indonesiajugatertinggal dibidangilmu sosial danbudayaten_ tang bangsa sendiri jika dibandingkan dengan tetangga terde_ katnya di Asia Tenggara. Gerke dan Evers pernah menerbitkan hasil penelitian mereka tentang hal ini dengan angka-angka sta_ tistik. Sumberdata, alatukur, dan analisis merekaboleh dlperde_ batkan. Tapi kesimpulan utama mereka tidak mengejutku., pu.u pengamat. Pada I99O-2OOO-an, saya diminta sejumlah lembaga internasional menjadi tim penilai sejumlah usul penelitianyaig berlomba memperebutkan dana penelitian. pelamar dari Indo_
nesia termasuk kelompok yang terlemah.
Sebenarnya Indonesia tidak pernah kekurangan orang cerdas. Ini terbukti dari prestasi akademis remaja kita di forumlnterna_
yang didapat secara kebetulan. Dalam produksi pengetahuan yang terencana, terlembaga, berlingkup besar, dan berjangka panjang, dibutuhkan modal, kekuasaan, dan niat besar.-Untuk mengkonsumsi hasilnya juga dibutuhkan modal besar. Biaya ini menjadi tanggungjawab negara, bukan individu warga negara. Jika negara abai, industri akan membajaknya. Karena pertaruhan modal besar itu, ilmu pengetahuan, ter_ masuk kajian tentang Indonesia, tidak pernah bebas dari kepen_ tingan. Dan sebaliknya, tidak ada kekuasaan yang langgengian_ pa jasa pengetahuan yang memberikan legitimasi kepadanya. Jika Indonesia berada di luar lingkar produksi dan konsumsi pe_
ngetahuan tentang Indonesia, bisa dibayangkan sendiri skalaL_ rugian yang terbentang dalamjangka panjang. thng terjadi bukan sebuah pertentangan hitam_putih an_ tara "kekuatan asing" dan "kepentingan nasional,,. yang dise_ but "kepentingan nasional" di Indonesia sendiri sebuah medan pertentangan berbagai pihak. Apalagi berbagai ragam ,,kekuat_ an asing" yang giat dalam kajian tentang Indonesia. Kebangkitan nasional Indonesia menjadi anak kandung pengetahuan Ba_ ratyang juga menjajahnya. Semasa Orde Baru berjaya, berbagai kaiian kritis tentangperistiwa 1965 atau TimorTimur, Aceh, ser-
sional. Semangat belajar beberapa mahasiswa kita mengagum_ kan. Namun, ketika berangkat dewasa, bergelar sarjana, rnasuk pasar kerja, mereka tidak menemukan lingkungan dan lembaga yang mendukung kecintaan kepada ilmu. Bakat dan kecerdasan mereka hanya bisa tersalur di dunia industri, politik partai, atau acara televisi. Pilihan lain: menekuni ilmu pengetahuan di luar negeri. Pengetahuan bisa terbentuk lewat berbagai cara, termasuk ta Papua hampir tidak tersedia di Indonesia. Berkat diterbitkannya sejumlah penelitian asing, bangsa Indonesia berkesempatan memahami Indonesia secara lebih luas daripada yang ditampilkan dalam propaganda pemerintah di ZZfiL Istilah "kajian Indonesia" digunakan di luar Indonesia bagi berbagai kegiatan penelitian atau pengajaran dengan minatkhusus pada seluk-beluk Indonesia. Para pakarnya disebut .,Indonesianis". Seorang sarjana Australia yang hanya menekuni hukum Australia disebut ahli hukum; bukan ahli tentang Australia, biarpun diatakbanyaktahu hukum di bagian dunialain.Ahli sejarah di Indonesia yang memusatkan seluruh kariernya dalam tidang sejarah Indonesia disebut sejarawan; bukan Indonesianis, walau sejarah di luar Indonesiadi luar minatnya. Saat ini kajian Indonesia mengalami ..krisis", karena kepentingan mantan sponsornya sudahberganti arah. Nasib kajian tndonesia di abad ke-21 belum jelas. Kalaupun berhasil -..ryu*bung nyawa, kajian tentang Indonesia mungkin akan me4jadi sosok yang sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Dari pertengahan hingga akhir abad ke-2o, pusat kajian In-
donesiaberadadiAmerikaSerikat'Pengetahuanyangdihasilkan bercorak Amerika dan politik perang Dingin pada masa itu.
notr.;rilI
ntang Indonesia
ga
&FI$Hil h{HHYAF*T
I"rtarg Indonesia yang kini masih tersisa tercerai-berai di berbagai jlrusan studiberdasarkan kotak-kotak disiplin tradisional (*Irai.tya sejarah, ekonomi, antropologi, linguistik, atau ilmu politik) dengan tuntutan mengabdi pada disiplin masing-masing, dan bukan kajian wilayah tertentu. Banyak warisan kajian Indonesia yang layak dikenal kaum terdidik ali Indonesia' Tapi ada tiga alasan lain mengapa krisisnya
tidak perlu diratapi berlebihan di Indonesia. Pertama, sebuah kajian tentang Indonesia punya cacat mendasar metodologis dan moral jika Indonesia semata-mata dijadikan obyek penelitian dan bukan mitra kerja peneliti' Bukan,ryu o.u.rg Indonesia paling paham tentang Indonesia atau lebih puhu* daripada orang asing' Orang Indonesiajuga sama sekaii tidak punya hak istimewa di atas peneliti asing dalam kajian jika tentang bangsanya. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan, dalam kemitraan kaum terdidik antarbangsa' bukan kesetaraan, Ini tidak mudah dibina dalam tata duniayang pada dasarnya sangattimpang. Kedua-, walau tidak sekaya dan sebesar Amerika Serikat, Australia berhasil bertahan menjadi salah satu pusat terkuat di dunia dalam kajian Indonesia. Walau sempat menciut, kajian Indonesia di Australiatidak akan sepenuhnyalenyap, karena negeri ini ditakdirkan untuk selamanya menjadi tetangga Indonesia' Bahasa Indonesia diajarkan tidakhanya di universitas, tapijuga
I I
Ini ditandai kuatnya pendekatan ilmu-ilmu sosial, dengan datadata kuantita atau empiris, model formal, serta unsur terapan praktis. Banyak sarjana Indonesia mendapat pendidikan tinggi
diAmerika Serikat. Ketika pulang, mereka menjadi pejabat atau penasihat pemerintah Orde Baru. Arus utama politik di Indonesia sendirisaat itu cocok dengan kebijakan luar negeri Amerika perlang menekankan stabilitas, keamanan, modernisasi, dan Pendekatan Marxisme nyaris absen dalam io-Urrfrun ekonomi. kajian Indonesia di Amerika Serikat. Apalagi di Indonesia di baw-ahfasisme Orde Baru.
png disebut kajian Oriental dan berpusat di Eropa' Awalnya, kajian para tuan kolonial Eropa itu dipicu oleh campuran rasa
terpukau,jijik, dan kasihan terhadap penduduk di tanahjajahan yang tampak eksotis-primitif. Pendekatan mereka lebih ber-
corak humaniora. Bidang yang subur waktu itu bukan ekonomi atau politik, melainkan sejarah, bahasa, antropologi, kesenian, juga studi keagamaan.
di beberapa sekolah dasar dan menengah' Kehadiran masyarakat Indonesia di sejumlah pusat kota besar sulit diabaikan' Indonesiajugatampil secara rutin dalam mediamassaAustralia' feilga, di beberapa bagian Asia ada tanda-tanda awal bangkitnya minat mempelajari sesamabangsaAsia sendiri, terutama diAsiaTimur dan Selatan. Prospeknyabelumjelas' Tapi, dari sosoknya, mereka agaknya akan berbeda dengan para pendahulu-Mereka berbasis di luar kampus. Bahan dan bahasa utama nya. mereka teknologi digital' Sementara ini, mereka banyak menggunakan pendekatan intelektual dari Barat yang menggugat daJa.-daru. p"rgetahuan arus utama di Barat sendiri, misalnyakajian budaya, pascastrukturalisme, dan pascakolonialisme' " Sayangnya^, dalam perkembangan mutakhir ini pun Indonesia masih itetinggalan, kecuali sebagai konsumen budaya pop Asia. Pertama kalinya dalam sejarah bangsa-negara Indonesia' pertentangan Timur-Barat tidak lagi dianggap sebagai masalah yang m".itarrkan. Berbeda dengan generasi terdahulu, generasi yang terlahir sesudah 198o-an di Asia terpukau oleh J-pop, Kpopl dar Islam-pop.Jumlah anak muda Indonesia yang kini beiu;r. buhutu Mandarin dan Korea melonjak' Sedangkan kajian tentang Indonesia di Korea meningkat, walau yang sudah besar di Singapura mulai merosot.
-]
ASSOClATE PROFESSOR DAN KETUA KAJIAN ASIA TENGGARA DI AUSTRALIAN NAT]ONAL UNlVERSITY
berakhirnya Perang Dingin tidak hanya berakibat runtuhnya Orde Baru, tapijuga mengancam kajian Indonesia. Kandasnya dukungan politik dan dana berakibat ditutupnya banyak lemba-
129
K.Tf.Tf,I
H,
}I/ILLIAM
LINNLE*
ffi
jang-
Indonesiaselamalebih dari setengah abad. Di antara banyak ilmuwan politik muda Amerika Serikat yang kini aktif menulis tentang Indonesia ada empat yang paling inenonjol: Ben Smith yang rnengajar di Universitas Florida, Tom Pepins\y di Cornell, TuongVu di Oregon, dan Dan Slater di Chicago. Paling tidak, karya mereka bisa dipakai sebagai contoh untuk menjelaskan ciri-ciri khas, baikpositifmaupun negatif, pendekatan ilmu politik mutakhir di Amerika. Buku pertama Smith, I{ard Times in the Lands of Plenty (Cornell, zooT), membandingkan dampak peningkataniarga irinyak pada lpfo-an di Iran, tempat seorang diktator digulingkan pada 1979, dengan Indonesia pada kurun waktu yang sama. Menurrrt Snrith, diktator Soeharto bertahan karena sempat membentuk koalisi politikyang cukup luas sebelum kas negaraberlimpahan dolar hasil peledakan harga minyak internasional. Sementara Syah Iian sedari awal terlalu menggantungkan nasibnya pada minyak. Ketergantungan itu menciptakan banyak musuh, baik di kalangan petani maupun kelas menengah perkotaan. Buku pertama Pepinsky, Economic Crisi.s and the Breakdoun oJ'Authoritarian Regimes (Cambridge, 2OOg), membandingkan dampak perbedaan unsur koalisi politik berdasarkan kepentingan ekonomi di Malaysia dan Indonesia pada masa krisis akhir 199o-an. Menurut Pepinsky, pemerintahan otoriter Mahathir Mohamad mampubertahan di Malaysia sebab unsur pokokkoalisinya tetap menyatu, sementara koalisi Soeharto lekas runtuh. Dua pilar utama Mahathir, massa Melayrr etnis dan kaum wiraswastawan baru, juga dari kelompok etnis Melayr;, sama-sama mendukungkebijakannya untuk mencegah cap ital ouffloro, pelarian modal ke luar negeri. Sebaliknya, di Indonesia ada konfliktajam antara para konglomerat, yang mau mempertahankan keterbukaan pasar modal, dan sejumlah pebisnis baru, yang membatasi pelarian modal. Alhasil, kebijakan Soeharto terombang-ambing dan dukungan politiknya hilang. Tuong Vu, dalam Paths to Deztelopment in Asia (Cambridge, 2O1O), membandingkan proses pembentukan negara pada abad ke-2o di Korea Selatan, Vietnam, Tiongkok, dan Indonesia pada rriasa awal pemerintahan Sukarno dan Soeharto. Argumennya adalah pola-pola hubungan intra-elite dan antaia massa dan elite pada masa pembentukan negara akah menentukan dua hal: kohesi negara selanjutnya dan komitmen negara itu pada pembangunan ekonomi. Dalam hal Indonesia, Vu mempertentangkan zaman revolusi dan awal Orde Baru. Pada zaman revolusi, proses akomodasi antara kekuatan nasionalis; komunis, dan Islamis mengakibatkan negara yang lemah dan kurang kohesif. Pada awal Orde Baru, negarayang kuat dan pro-pembangunan dibentuk setelah proses konlrontasi antara kekuatan-kekuatan yang sama. Akhirny4 Dan Slater, dalarn Ordering Pouer: Contentiotts Politic* arul Authoritarkln Leotttharu in Srsutheasf ,4sza (Cambridge, 2O1O), menelusuri daya tahan negarh" otoriter di Burma, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam Selatan, dan Thailand
pasca-Perang Dunia II. Bagi Slater, faktor yang paling menentukan adalah pola contentious politics, politik pertengkaran. Sem4kin tinggi tingkat pertengkaran antara kekiratan-kekuatan politik dalam negeri, semakin mungkjn elite politik yang merasa terancam akan menciptakan sebuah protection pact, pakta perlindungan. Paka perlindungan itu di mana-manaberbentuk sistem pemerintahan otoriter, Leviathan atau raksasa menurut Thcimas Hobbes. Di Indonesi4 daya tahan Orde Baru dirunut pada tingkat pertengkaran tinggi di akhir masa Demokrasi Terpimpin antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kekuatan besar yang lain, termasuk tentara Tapi Slaterjugabefiuturbahw4 setelah PKI dibasmi, koalisi Orde Barr kehilangan musuh dan lama-kelamaan melemah. Ketika terserang krisis moneter pada 1998, Soeharbo mudah dijatuhkan karena sudah lama ditinggalkan teman-teman sepe{uangan.
kauan perbandingan mereka. Pada angkatan say4 hainpir tak ada ilmuwan politik yang mampu meneliti dan menulis sekaligus tentangbegitu banyak negara. BenAnderson pun cenderung menulis terpisah-pisahtentang Indonesia, Filipina, dan Thailand. Komitmen mereka kepada cazual analysfs yang canggih dan modern haruS dipuji juga. Mereka inencari metode baru, termasuk komparasi langsung antarnegara, untuk membuktikan hipcitesis mereka secara lebih ilmiah. Tak kurang penting, argumen dan penemuan mereka mulai berdampakpada ilmu politik pada umumny4 hal yangjugajarang terjadi pada masabelia saya. Meskipun kagum, hams saya akui bahwa saya belum siap meniru pendekatan rekan-rekan muda itu dalam penelitian saya sendiri. Salah satu reaksi saya, setiap kali saya membacakembali analisis mereka, Indonesia yang saya kenal hanya terwujud secara parsial, tidak lengkap. Seakan-akan fakta diseleksi atau ditekankan, tanpa sengaja tetapi terdorong oleh kerangka analitisnya, untuk membuktikan hipotesis atau teori yang sedang diuji. Dengan kata lain, tujuan utamanya bukan untuk mengerti politik Indonesia melainkan membangun sebuah stmktur teoretis tempat Indonesia bisa diletakkan. Misalnya, argumen-argumen Smith dan Pepinsky terlalu menekankan faktor kepentingan ekonomi. Pilihan politik Presiden Soeharto, pada awal dan akhir masa pemerintahannya, jelas lebih kompleks dari itu. Sementara argumen Slater kurang (atau sama sekali tidak) menekankan faktor kepentingan ekonomi, dan terlalu menekankan fakor PKI. Bagi saya, sulitmenerima argumennya bahwa Orde Bam menjadi l,eviathan (kalau betul-betul menjadi kviathan) terutama karena ketakutan parajenderal pada PKI. Pandangan Vu bahwa lemahnya pemerintahan Demokrasi Parlementer pada 195o-an disebabkan proses akomoddsi pada zaman Revolusi juga kedengaran terlalu sederhana.
Al&irul kata, sayatidak mau memberi kesan bersikap terlalukritis terhadap karya schnlarrnudadtAmerika tennasuk empat orang yang saya soroti dalam tulisan ini. Kirarrya sudahjelas, merekabetulbetul sudah memperkaya khazanah pengetahrian kita semua lzzsh tfum roell, antara lain, karena penelitian saya sendiri sudah banyak dibantu dan diperbaiki oleh pendekatan dan penemuan mereka.
PROFESOR EN/ERITUS OH O STATE UNIVERSITY, COLUN/BUS, OHIO
i30 I TEMPO
20 NOVEMBER 2011
ffimfumsmf
Berthold Damshauser*
perrnusyawaratan/perwakilan'?" Ia melanjutkan bahwa ia meminta teman-teman Indonesia menjelaskanmaknanya dan betapa mereka kesulitan menjawab hanya karena memiliki tafsir yang berbeda-beda. SeIain itu, paling sedikit menurut kesannya, "Bahasa Indonesia yang digunakan para penulis Indonesia, termasuk wartawan dan politikus, jauh dari baik dan benar, bahkan sering mengabaikan logika kalimat. Tak jarang kami putus asa mengurus teks demi-
kian."
I rirt"',*n:,'#i:,i,3llx-
"Iya," jawab saya, "yang Anda katakan ada benarnya juga. Tapi, bagaimanapun, kita j angan melupakan perkembangan luar biasa yang ditempuh bahasa itu selama hampir seabad. Sudah banyak sekali kemajuannya. Patut dihargai upaya bangsa Indonesia
untuk menjunjung tinggi bahasa persatuannya! "
sendiri). Pada salah satu kuliah bagi mahasiswa tingkat akhir program master, saya berupaya menanamkan rasa bangga di hati mahasiswa yang sudah Iima tahun dengan tekun dan tabah mempelajari bahasa Indonesia: "Tak lama lagi, Anda akan tamat. Perlu ki-
kalem: "Ingat! Masa kegelapan imperialisme sudah lewat! Karena itu, sama sekali tak jadi masalah kalau bangsa Indonesia tak pernah dan tak akan bersemangat imperialistis, baik politis-ideologis, geostrategis, maupun ekonomis. Pada masa kini, tingginya budi dan keagungan budaya para
minggu lalu, saya membaca laporan Tempo Interakti,f be4udul 'Pidato Presiden Bertaburan Istilah Inggris'.
Hanya ada dua kemungkinan: kosa-
ranya Anda ketahui bahwa bahasa yang kini cukup Anda kuasai berpeluang besar menjadi'bahasa dunia','bahasa internasional', atau'bahasa per-
penuturlah yang menentukan kedudukan sebuah bahasa daiam pergaulan internasional! " "Juga prestasi di bidang sains dan humaniora?" tanya seorang mahasiswi dengan.hati-hati. "Tentu saja," jawab saya seraya menambahkan, "Ter-
kata bahasa Indonesia tidak mencukupi untuk menyampaikan hal-hal pelik, atau yang berpidato lebih suka kepada bahasa dunia sejati, bahasa
Inggris. " Saya terdiam. Merenung. Tak mungkin saya berdalih bahwa cara berpidato adalah hak prerogatif, hak individu, atau hak asasi yang lain. Sambil mengempaskan diri ke kursi, saya menjawab lemah tapi tegas: kosakata bahasa Indonesia tentu mencukupil
adaban dunia'. Tentang itu telah banyak tulisan di berbagai media Indonesia." Wajah segelintir mahasiswa mendadak cerah. Mereka menyimpulkan bahwa prospek baik bahasa Indonesia pasti akan meningkatkan prospek mereka di lapangan kerja. Namun sejum-
masuk prestasi di bidang keberaksaraan moderrr, misalnya kesusastraan." Tak terduga, si mahasiswi mulai
lah besar wajah menunjukkan roman skeptis yang cukup mengganggu. Salah seorang skepti.swan angkat bicara: "Bahasa dunia atau lingua franca internasional adalah bahasa yang secara global digunakan dalam bidang diplomasi, hubungan dagang, juga penyebaran ilmu pengetahuan. Alangkah jauh bagi bahasa Indonesia untuk diterima sebagai bahasa yang berhak memainkan peran itu. " Dahi saya mengerut. "Jangan terlalupesimistis, dong. Harap diingat, pe-
berprovokasi: "Memang budaya aksara modern sudah berkembang gemilang di Indonesia? Jumlah pembaca buku sudahbanyak? Apakahbangsa Indonesia sendiri cukup bangga dengan budaya aksaranya? Bukankah yang disuguhkan ke mancanegara biasanya budaya lisan, misalnya tarian atau musik tradisional?"
Masaktidak!
"Jangan bertele-te1e," saya menegur sang mahasiswi, "yang kita bica* rakan adalah perihal bahasa, jangan menjauh dari itu!" "Baik, Pak," kata mahasiswi yang memang paling pintar itu, "mari kita kembali ke bahasa Indonesia. Bahasa
kup banyak, jauh melebihi jumlah penutur bahasa Jerman atau Italia, misabnya. Bahasa itu digunakan di ber-
sehari. Semua hal membutuhkan kesabaran dan kerja keras. Bangsa Indonesia tentu menyadarinya. Mereka sanggup memilih jalan terbaik. Kini sedang diupayakan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa res-
bagai negara: Indonesia, Ma1aysia, Brunei Darussalam, Singapura, Timor Leste, dan Thailand. Harap jangan anggap enteng! "
itu agak semu. Di kuliah sebelumnya, kita belajar bahwa memahami teks
mi ASEAN Inter-Parliamentary Assembly. Mana mungkin orang Filipilainnya tega menolak usul itu. Oke,
diskusi ini kita lanjutkan pada kesempatan lain."
*) Kepala Program Studc Bahasa
Skeptixaan itu langsung terdiam. Namun skeptiswan lain dari sayap kiri langsung menyambar: "Bukankah yang menjadikan sebuah bahasa sebagai bahasa
Indonesia agak sulit, justru karena kesederhanaan tata bahasa yang menyebabkan tingkat ambiguitasnya sangat
Indone
P emt
onn,
34 | TEMPo 20NoVEMBER
.aA*L'
- .er
DKunu r*"'-'\t/,[,'.JAf
r( A Fe 1P J
Zaq