PENDAHULUAN Buku Islam dan Sekularisme ini oleh Syed Muhammmad Naquib Al Attas sang pengarang buku didedikasikan kepada generasi Muslim yang sedang bangkit, kepada merekalah mudah mudahan buku ini didengar dan dipahami dengan harapan bahwa mereka bersedia dari segi pemikiran, ketika masanya tiba bagi mereka, untuk bertahan dengan cerdas menghadapi derasnya arus sekularisasi dan dengan keberanian untuk menciptakan perubahan yang diperlukan dalam ranah pemikiran kita yang masih lemas di lautan kebingungan dan keraguan diri (hal:xxvii). Pensekularisasian nilai dan peristiwa yang telah diramalkan akan terjadi dalam dunia Islam telah tampak dengan momentum dan keIahaman umat Islam terhadap hakikat sebenarnya dan implikasi sekularisasi, sebagai suatu program IilosoIis. Buku ini menurut ProI. Dr. Abdul Latid Hj. Samian Pengarah Institut Alam dan Tamaddun Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia merupakan salam satu karya pengarang yang paling penting dan paling berpengaruh di dunia Islam (vii). Ditambahkan oleh pengarang buku ini lahir karena tuntutan akan perlunya pemikiran kreatiI dan penjelasan terhadap konsep konsep dasar berdasarkan tradisi keagamaan dan intelektual Islam dan atas pengamatan pribadi dan perenungan serta analisis pemikiran sepanjang pengalaman pengaran mengajar di berbagai universitas di Malaysia sejak 1964. Bahkan menurut ProI. Wan Moh Nor Wan Daud Felo Penyelidik Utama ATMA UKM, buku ini adalah sebuah karya agung kulli, sejagat atau universal, karena seluruh kandungannya membincangkan dan menganalisa perkara perkara paling asas dalam kebudayaan Barat dan agama Islam. (xii xiiii). Buku ini merupakan hasil pengembangan ide ide pengarang yang terdapat dalam paragraI paragraI sebuah buku lain dalam Bahasa Melayu yang diberi judul: #isalah untuk Kaum Muslim' yang ditulis dan diselesaikan selama beberapa bulan pertama pada tahun 1974. Guna memenuhi tugas mata kuliah Islamisasi Ilmu Pengetahuan (kontemporer), perangkum mencoba untuk merangkum poin poin yang ada di buku yang sekiranya dirasa penting untuk dicatat, Yang menurut perangkum buku ini menjelaskan bagaimana islam memandang ilmu dan bagaimana sekularisme memandang ilmu, serta bagaimana mengislamisasikan ilmu pengetahuan yang sekuler tersekulerkan. Dengan empat yang dirangkum, bab I tentang latar belakang Kristen Barat yaitu tentang sekularisasi yang dianggap sebagai krisis kemudian pada bab II tentang sekular sekularisasi sekularisme, yaitu deIinisi tentang ketiga hal tersebut bab III: dilema Muslim, dan bab IV: dewesternisasi ilmu, mengenai proses islamisasi ilmu pengetahuan (konsep konsep aplikasi islamisasi). BAB I: LATAR BELAKANG KRISTEN BARAT MASA KINI Pada bab ini menjelaskan bagaimana terjadinya sekularisasi di Kristen Barat Situasi sekularisasi (secularization) yang disebut sebagai krisis yang telah diramalkan akan kedatangannya oleh para agamawan Kristen, maupun para IilsuI: (hal :1) Beberapa IilosoI meramalkan tentang krisis (sekularisasi) dengan memberi bayangan diantaranya : 1. Auguste Comte: ' kebangkitan sains dan kejatuhan agama' . Ia meyakini bahwa hal ini sesuai dengan logika sular perkembangan IilsaIat dan sains Barat, bahwa masyarakat berevolusi dan berkembang 2. Friedrich nietzsche: Paling tidak bagi dunia Barat bahwa tuhan telah mati; yaitu menyongsong hadirnya dunia yang bebas tanpa Tuhan dan agama sama sekali. (hal : 2) Akibat akibat dari arus sekularisasi di Kristen Barat : 1. Dunia Barat dan agama Kristen mengakui ketidakmampuan untuk menolak krisis keagamaan dan keyakinan yang timbul akibat sekularisasi 2. Disarankan agar penganut Kristen bergabung dan berpartisipasi dalam proses sekularisasi yang oleh banyak orang dipandang sebagai wabah yang mengganas. (hal: 2) 3. Memperparah masalah keraguan tentang Tuhan dengan percampuran tidak masuk akal berbagai konsep yang terdiri dari theos Yunani, Yahweh Yahudi, deus dari metaIisika Barat, dan sejumlah dewa dewa dalam tradisi Jerman pra Kristen. Lebih jauh lagi mereka memahami Kristen secara historis. (hal : 13) Sebab sebab mudahnya Kristen tersekulerkan: Adanya permasalahan dalam dogma Kristen itu sendiri : tentang epistemologi hellenik; diantaranya pemahaman Tuhan sebagai sosok suprarasional, pembenaran doktrin trinitas yang rumit untuk dijelaskan, terciptanya keadaan yang memberi kemungkinan bagi ateisme modern di kalangan mereka. (hal : 7) Yang tidak setuju dengan ajaran hellenik diantaranya IilosoI Prancis Rene Decartes, Thomas Auqinas, Von Harnack. Menurut mereka hellenisasi telah membatasi pertumbuhan ajaran Kristen dalam ,tempat permainan penelitian IilsaIat serta membatasi perkembangannya hanya pada tingkatan ,taman kanak kanak pemikiran manusia. Jadi menurut mereka bahwa di masa dunia yang matang atau dewasa, Kristen tidak boleh lagi dibatasi oleh ilusi kekanak kanakan dan di bawah umr sekiranya ia diperkenankan untuk tumbuh menghadapi tantangan kedewasaan. (hal 8) Salah satu arus sekularisasi di Kristen Barat adalah membuat struktur pemikiran hellenik yang lebih mudah yaitu kelihatan lebih terbuka dan bukannya tertutup atau menghalangi perkembangan sehingga siap untuk disesuaikan dengan teisme Kristen yang sama sama terbuka yang dapat dilihat dari waktu ke waktu sebagai evolusi manusia yang sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Maka selama Tuhan diIahami sebagai Tiga dari Sesuatu, ia akan senantiasa terbuka untuk perubahan di masa depan bersama dengan perubahan dunia menurut gaya (cara pandang ) relativistik, dan relativisme ini membolehkan seorang pengantu untuk bebas memilih konsep Tuhan yang mana yang dia sukai, apakah yang skriptural (mengikuti kitab injil), atau patristik (hellenik), atau zaman pertengahan (skolastik), atau modern (eksistensial). (hal 15) Cara pandang relativis ini membolehkan seseorang itu menyesuaikan diri dengan pengalaman masa kini yang sesuai dengan semangat historisisme. Di samping karena konsep Tuhan mereka pada dasarnya sudah bermasalah, nama Tuhan itu sendiri sekarang bermasalah bagi mereka sehingga mereka berniat membuangnya sama sekali dan menyerahkan kepada sejarah untuk menemukan sama menyerahkan kepada sejarah untuk menemukan nama baru yang menggambarkan konsep yang lebih sesuai dan memadai untuk merujuk kepada keadaan dan realitas yang mereka yakini.
BAB II: SEKULAR - SEKULARISASI - SEKULARISME
Sekularisasi tidak terbatas hanya di dunia Barat, daripada itu pengalaman mereka mengenainya dan sikap mereka terhadapnya sangat penting untuk diketahui oleh Muslimin. Sekularisasi pun berlaku di dunia Muslim, meski demikian ia tidak pernah dan tidak akan semestinya mempengaruhi agama Islam, dengan kemampuan yg sama yang terjadi terhadap agama masyarakat Barat. Imbas sekularisasi terjadi pada sarjana dan cendikiawan Muslim. Disebabkan oleh masuknya cara cara Barat dalam berIikir, menilai, dan meyakini sesuatu yang kemudian ditiru oleh beberapa sarjana dan cendikiawan Muslim, yang terlalu dipengaruhi oleh Barat dan terpesona dengan kemajuan Barat dalam sains dan teknologi. Ini menunjukkan kelemahan mereka para sarjana dan cendikiawan Muslim tersebut dalam memahami pemahaman yang benar dan menyeluruh terhadap pandangan alam (worldview) Islam dan Barat, juga terhadap prinsip prinsip agama serta cara berIikir yang menayangkannya. Kemudian mereka menjadi penabur kekeliruan dan kejahilan yang tidak perlu dalam masyarakat. (hal: 17) Situasi yang terjadi di tengah tengah kita dapat dikatakan kritis, apabila mempertimbangkan hakikat bahwa pada umunya umat islam tidak sadar akan implikasi proses sekularisasi. (hal: 18) Sekularisasi tidak dapat dibahas tanpa pertama tama membincangkan agama, karena pada kenyataannya agama itu adalah unsur dasar dalam eksistensi manusia dan sekularisasi itu muncul untuk melakukan penentangan terhadap agama. Perkataan secular, yang berasal dari bahasa Latin saeculum, dengan dua pengertian yaitu waktu dan tempat atau ruang. Sekular dalam pengertian waktu merujuk kepada sekarang` atau masa kini` dan zaman ini atau masa kini merujuk kepada peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa peristiwa masa kini`. Tekanan makna pada istilah sekular adalah diletakkan pada suatu waktu atau masa tertentu di dunia yang di pandang sebagai suatu proses kesefarahan. Konsep sekular merujuk pada keadaan dunia pada waktu, tempo atau zaman ini. Dari sini dapat dilihat benih makna yang dengan mudah berkembang secara alami dan logis ke dalam konteks eksistensial dunia yang selalu berubah, dunia yang menjadi tempat munculnya Iaham relativitas tentang nilai nilai kemanusiaan. (hal 18) Sekularisasi adalah : pembebasan manusia pertama dari kungkungan agama dan kemudian dari kungkungan metaIisika yang mengatur akal dan bahasanya. Sekularisasi tidak hanya meliputi aspek aspek sosial dan politik, tetapi juga aspek kebudayaan. Sekularisasi juga mengandung makna: suatu proses kesejarahan, yang tidak dapat diterbalikkan, dimana masyarakat dan kebudayaan dibebaskan dari bimbingan dan kawalan agama serta pandangan alam (worldview) yang tertutup. Hasil terahir dari sekularisasi adalah suatu relativisme kesejarahan (sejarah adalah suatu proses sekularisasi) (hal 18) Bagian bagian utama dimensi sekularisasi: 1. Penghilangan pesona dari alam tabii (disenchantment oI nature) Ini adalah sebuah istilah dan konsep yang dipinjam dari sosiolog Jerman Max Weber yaitu pembebasan alam tabii dari unsus tambahan keagamaan dan ini termasuk penghapusan makna makna rohani, dewa dewa dan kekuatan gaib dari alam tabii, memisahkan dari Tuhan dan membedakan manusia dari alam tersebut. 2. Peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik (desacralization oI politics) Artinya menghapuskan pengesahan agama pada kekuasaan otoritas politik yang merupakan syarat utama bagi perubahan politik dan juga berikutnya serta perubahan sosoial yang memungkinkan munculnya pergerakan sejarah. 3. Penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai nilai agama dari kehidupan (deconseration oI values) Yaitu dengan menjadikan semua karya budaya dan setiap sistem nilai, termasuk agama dan worldview yang memiliki makna akhir dan tidak boleh diubah lagi bersiIat sementara dan nisbi (relative). Sehingga dengan sejarah itu dan masa depan menjadi terbuka untuk perubahan, dan manusia bebas untuk menciptakan perubahan dan manusia bebas untuk menciptakan perubahan serta melibatkan dirinya ke dalam proses evolusi` tersebut. Sikap sedemikian terhadap Iaham nilai menuntut mereka sebagai manusia agar menerima kenisbian pandangan dan keyakinannya sendiri, dia harus hidup dengan kesadaran bahwa segala aturan dan tata laku moral yang menjadi panduan kehidupannya akan berubah mengikuti perubahan zaman dan generasi. Sikap seperti ini menuntut apa yang mereka sebut sebagai kedewasaan`. Dan karena itu sekularisasi` adalah juga suatu proses evolusi` kesadaran manusia dari kekanak kanakan menuju dewasa dan dideIinisikan sebagai penyingkiran sikap kekanak kanakan dari semua lapisan masyarakat, proses pendewasaan agar sanggup memikul tanggung jawab, proses melepaskan diri bergantung kepada agama dan metaIisika serta meletakkan manusia pada tempatnya sendiri. (hal 21) Ada perbedaan antara sekularisasi dan sekularisme Yaitu jika sekularisasi adalah proses yang berkelanjutan dan terbuka (open ended) dimana nilai nilai dan worldview secara terus menerus diperbaharui sesuai sejarah yang berevolusi` Sedangkan sekularisme seperti agama dengan worldview yang tertutup serta Iaham nilai yang mutlak sesuai dengan adanya maksud akhir sejarah yang menentukan hakikat manusia, (hal 22) Ideologi sekularisme seperti proses sekularisasi tetapi tidak pernah menghapus kesucian dan kemutlakan nilai nilai kaena ia membentuk system nilainya sendiri dengan maksud agar dipandang sebagai mutlak dan tidak berubah. Sekularisme tidak menisbikan semua nilai dan menghasilkan keterbukaan dan kebebasan yang perlu bagi tindakan manusia dan untuk sejarah (hal 23) Akar sekularisasi bukan dalam kepercayaan kitab Injil, melainkan taIsiran manusia Barat terhadap kepercayaan kitab tersebut, tetapi hasil dari sejarah panjang perseteruan dalam IilsaIat dan metaIisika antara worldview manusia barat yang bersandarkan agama dengan rasionalis murni. (hal 23-24) Sekularisasi adalah hasil penerapan yang salah terhadap IilsaIat Yunani dalam teologi dan metaIisika Barat pada abad ke 17 yang mengantarkan kepada revolusi saintiIik, dicetuskan oleh Rene Descartes yang membuka pintu keraguan dan skeptisme, dan juga membawa kepada ateisme, agnotisme, utilitarianisme, materialisme dialektik, evolusionime dan historisisme secara berturut turut dalam abad ke 18, 19 dan sekarang. (hal 27) Sekularisasi tidak berbeda dengan sekularisasionisme (secularizationism). (hal 60) SiIat sebenarnya dari sekularisasi akan terungkap jelas jika diterapkan untuk menjelaskan manusia Barat beserta kebudayaan dan peradabannya, tetapi tidak dapat diterima sebagai kebenaran jika dimaksudkan untuk menerangkan apa yang sedang terjadi dalam dan kepada dunia termasuk juga berlaku kepada agama Islam dan umat Islam, dan bahkan mungkin pada agama agama lain di Timur beserta penganut penganutnya masing masing. (hal 30 31) Islam menolak secara total penerapan apapun dari konsep konsep secular, sekluarisasi, atau sekularisme atas dirinya, karena semua itu bukanlah milik Islam dan asing baginya dari segala segi. Konsep tersebut merupakan milik dan hanya wajar dalam konteks sejarah intelektual Kristen Barat, baik pengalaman maupun kesadaran keagamaannya. (hal 31) Islam menolak seluruh maksud maksud yang dipaparkan di dalam dimensi dimensi sekularisme; namun Islam mempunyai maksud tersendiri dari dimensi dimensi yang ada pada sekularisme, dan bahkan dimensi dimensi dimensi itu pula yang merupakan sebagian dari bagian bagian penting dalam dimensi dimensi Islam. (hal 54) Islam menolak secara keseluruhan konsep penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai nilai agama dari kehidupan` (desconsecration oI values) jika diartikan menisbikan semua nilai yang terus menerus muncul dalam sejarah seperti yang mereka maksud. Yang dimaksud Islam dalam penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai nilai agama dari kehidupan adalah dengan pengertian yang tidak islami , berlawanan dengan islam, dengan kebenaran yang ditemui di dalam agama dunia sebagian lainnya, dan dalam tradisi tradisi yang baik yang berasal dari manusia dan masyarakatnya (al ma`ruI). Tidak mungkin bagi Islam, ada suatu penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai nilai agama dari kehidupan, termasuk system nilainya sendiri karena dalam Islam seluruh nilai memerlukan penghapusan yaitu semua karya manusia dan budaya termasuk idols dan berhala telah dihapuskan kesucian dan kemutlakannya, sehingga tidak ada evolusi` penisbian lebih lanjut, karena nilai nilai yang mengandung kebenaran yang sebagiannya dapat ditemukan dalam diri seorang manusia serta masyarakat yang baik telah menjadi terakhir bagi manusia (hal 38 39) Adapun maksud Islam dalam peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik` adalah penolakan pengesahan agama siapapun, pemerintah siapapun, pemerintahan manapun dan Negara manapun, kecuali orang, pemerintah atau Negara itu mengikuti amalan Nabi Muhammad SAW dan tunduk kepada segala perintah dalam Hukum Sakral yang diwahyukan oleh Allah SWT. (hal 39) Sedangkan `penghilangan pesona dari alam tabii` (disenchantment oI nature) yang merupakan bagian paling asas dari dimensi dimensi sekularisasi justru yang membawa kekacauan sekularisasi lalu menghancurkan Barat dan Kristen masa kini. (hal 40) Menghilangkan pesona dari alam tabii` dalam pengertian yang mereka berika telah mengakibatkan pembebasan alam dari makna kosmik dan memutuskan hubungan simboliknya dengan Tuhan, dan mencabut rasa hormat manusia terhadap alam, sehingga ia memperlakukan alam tabii` itu, yang dulunya dilihat penuh pesona, dengan tanpa belas kasihan dan penuh dendam. Sedang Islam menghilangkan pesona dari alam tabii` hanya dalam pengertian dan sebatas memberantas kepercayaan animisme, khuraIat dan kekuatan ghaib (magic) serta tuhan tuhan palsu dari alam yang memang bukan miliknya. Islam tidak sepenuhnya mencabut makna spiritual dari alam tabii, dalam Islam tanda tanda Allah terdapat pada seluruh ciptaanNya, di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya. (hal 50) Sekularisasi secara keseluruhan sama sekali bukan worldview yang Islami, ia juga ia menyatakan penentangannya terhadap Islam, dan Islam menolak keseluruhan maniIestasi langsung maupun tidak langsung dan keperluan kepada sekularisasi. Tidak akan pernah ada Sekularisme Islami` dan sekularisasi sesungguhnya tidak pernah mungkin menjadi bagian dari Islam. Oleh karena itu beberapa bagian penting yang pengaruh sejarah dan kebudayaannya di Barat berkaitan dengan dimensi dimensi sekularisasi hendaknya ditaIsirkan hanya dalam perspektiI Islam yang tepat dan sebagai bagian penting dalam dimensi dimensi Islamisasi. Karena bagian ini tidak harus menjadi monopoli kebudayaan dan peradaban Barat, sebab ia mempunyai peranan sejarah dan kebudayaan yang penting dalam membicarakan pengaruh Islam terhadap sejarah dan kebudayaan manusia. (hal 56) Islamisasi adalah: pembebasan manusia yang diawali dengan pembebasan dari tradisi tradisi yang berunsurkan kekuatan ghaib (magic), mitologi, animisme, sesudah itu pembebasan kungkungan sekular terhadap akal dan bahasanya. (hal 56) Islamisasi adalah suatu proses yang lebih bersiIat devolusi pada keadaan yang asal dari pada evolusi (hal 57) Islamisasi merujuk kepada suatu komunitas menuju pencapaian kualitas moral dan etika sebagai bagian dari kesempurnaan sosial yang telah dicapai pada zaman Nabi SAW dibawah tuntunan Allah SWT. (hal 57) Islamisasi pertama-tama menyangkut bahasa yang kemudian menyebabkan Islamisasi pemikiran dan akal. (hal 57 & 58) Jika kemudian timbul suatu anggapan bahwa Islam tidak lagi memadai dan relevan dengan keadaan yang selalu berubah, perasaan khayali ini di dalam kenyataannya terjadi bukan karena islam tidak memadai atau tidak relevan, tetapi karena semata-mata disebabkan oleh siIat alpa atau lupa (nisyan) yang mendatangkan kejahilan (jahl) yang dapat diobati dengan belajar dan mengingat kembali (remembrance). (hal 59) Istilah sekularisme tidak hanya merujuk pada ideologi ideologi sekular seperti Komunisme atau Sosialisme dan berbagai bentuknya , tetapi juga meliputi semua pernyataan pandangan alam sekular termasuk yang ditayangkan oleh sekularisasi yang merupakan tidak lain dari relativisme historis yang sekular yang disebut sebagai sekularisasionisme.
BAB I V: DILEMA MUSLIM Dilema umum Muslim disebabkan oleh: 1. Kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu yang menyebabkan kedaaan: 2. Kehilangan adab di kalangan Umat. Hilangnya adab merujuk pada hilangnya disiplin disiplin raga, disiplin Iikiran dan disiplin jiwa, disiplin pengenalan dan pengakuan atas tempat yang tgepat bagi seseorang dalam hubungannya dengan diri.(hal 131) Keadaan yang timbul dari (1) dan (2) adalah 3. Kemunculan pemimpin pemimpin yang tidak layak untuk kepemimpinan yang sah bagi umat Islm, yang tidak memiliki taraI moral, intelektual dan spiritual yang tinggi yang disyaratkan untuk kepemimpinan Islam, yang melestarikan keadaan pada (1) di atas dan menjamin penguasaan urusan Umat yang berkelanjutan oleh pemimpin pemimpin seperti mereka dengan menguasai semua bidang. Adab adab kepada ilmu mencakup penghormatan dan kerendahan hati kepadanya. Ilmu tentang Islam dan worldview Islam berdasarkan kepada otoritas dan otoritas yang sah mengakui hirarki otoritas, dan otoritas yan sah mengakui otoritas yang puncaknya adalah Nabi Muhammad SAW dengan bersikap menghormati, mencintai , merendahkan hati dan mempercayai dengan cerdas atas ketepatan ilmu yang ditaIsirkan dan dijelas oleh otoritas tersebut. Semuanya ( penghormatan dst) hanya terdapat pada seseorang bahwa ada suatu hirarki dalam tingkatan manusia dan dalam otoritas mengikuti kecerdasan, ilmu spiritual dan budi pekerti. (hal 133) Sesuatu hirarki` dan aturan` yang tidak jelas tidak seharusnya sah, karena tingkatan tersenut sama sekali bukan ketertiban (order), melainkan kekacauan (disorder), dan adab bukan penyerahan kepada kekacauan karena ia bertentangan dengan keadilan. Kekacauan adalah maniIestasi terjadinya ketidakadilan. Ciri ciri utama gejala hilangnya adab dalam umat adalah proses penyamarataan yang ditanamkan dari waktu ke waktu dalam Iikiran orang Islam dan diamalkan dalam masyarakat. Penyamarataan setiap orang, dalam Iikiran dan sikap pada tingkat yang sama dengan tingkat orang yang menyamaratakan.(137) Beberapa orang Islam dahulu yang menunjukkan unsur penyamarataan yaitu menebas kebesaran para pendahulu mereka atau orang orang yang sezamannya menjadi seukuran mereka, selalu memusatkan kecamannya pada kenyataan bahwa para pemimpin umat yang besar dan sejati itu hanya manusia belaka, manusia dari darah daging seperti orang lain, dan telah menekankan kesalahan manusiawinya yang sesungguhnya tidak penting siIatnya dibandingkan dengan ilmu keariIan dan budi pekerti serta sumbangan besar mereka pada ilmu tentang Islam dan worldviewnya. Termasuk di dalamnya yang tertimpa kecaman adalah para Sahabat Radiya`Llahu anhum seperti Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. (hal 141) Pemimpin yang rusak adalah akibat dan bukan sebab; dan ini adalah akibat kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu tentang Islam dan worldviewnya. Penekanan pada masyarakat dan negara membuka pintu kepada sekularisme dan ideologi sekular (hal 144). Ilmu berkaitan erat dengan manusia sebagai individu dan bukan masyarakat Negara dan ummah (hal 143). Maka sebagai suatu strategi yang tepat pada zaman sekarang adalah penting untuk menekankan kepada individu dalam mencari penyelesaian yang adil atas masalah kita ketimbang pada masyarakat dan Negara. Sebagai suatu prasyarat untuk melengkapi gagasan secukupnya sehingga paham dan menyajikan pemecahan atas masalah, penekanan pada individu menyiratkan ilmu tentang kecerdasan, budi pekerti, ruh dan tentang takdir dan tujuan akhir, karena kecerdasan, budi pekerti dan ruh adalah unsur unsur yang menjadi sebagian dari individu, dan ilmu seperti itu harus diperoleh bukan dari pengertian psikologi Barat, yang tidak relevan dengan kita, melainkan tradisi Islam yang diterangkan dan ditaIsirkan oleh guru guru masa lalu, orang orang ariI yang memiliki keariIan spiritual. Hanya dengan cara ini kita paham dan melaksanakan suatu system pendidikan dalam kerangka Qurani dan berdasarkan kepada landasan Islam yang akan mendidik generasi umat Islam yang akan dating agar menjadi Islam yang baik, Umat Islam tidak lagi bingung tetapi mengetahui dan mengamalkan serta siap mewujudkan dan membangun negara Islam yang semestinya sebagai ummah yang satu dan kuat. Sebaliknya jika kesibukan hanya pada ummah dan negara kita akan menemui kegagalan kembali dan bahwa negara Islam hanya suatu cita cita yang tidak lagi sesuai sekarang ini dan tidak dapat ditegakkan dan dilaksanakan (hal 144) Oleh karena itu masalah yang mendasar adalah masalah pendidikan, berupa kekurangan akan pendidikan Islami yang benar dan mencukupi, karena pendidikan seperti itu yang disusun secara benar pasti akan menghalangi terjadi kekeliruan umum yang membawa kepada penyimpangan dan keterlaluan dalam kepercayaan dan amalan. Kemunculan pemimpin palsu dalam semua bidang kehidupan datang setelah kehilangan adab dan kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu secara berurutan ini berarti dalam kasus tertentu kemunculan ulama` palsu yang membatasi ilmu (al-ilm) pada lingkungan ilmu hukum (Iiqh). (hal 149) Yang menjadi penyebab kemunduran dan kemerosotan umat Islam adalah justru kelalaian dalam mengembangkan dan merumuskan rencana pendidikan yang sistematik berdasarkan prinsip prinsip Islam yang telah dijelaskan oleh para penaIsir besar Islam, kelalaian dalam melaksanakan suatu system pendidikan yang terselaras dan bersepadu yang dikembangkan melalui pandangan intelektual dan spiritual orang orang yang ariI, sebaliknya mereka gemar akan perselisihan ilmu Iiqh dan politik yang dipicu oleh timbulnya dan tersebarnya ajaran asing mencoba melemahkan ajaran islam dari dalam, karena ini muncul akibat kekeliruan dalam ilmu tentang Islam dan hilangnya adab. (hal 156) Kesalahan mereka yang utama adalah menyamaratakan kategori ilmu dalam Islam, yaitu Iardu ayn dan Iardu kiIayah. Dengan ini mereka meniru cara berIikir dan kepercayaan orang Barat serta menganjurkan cara semacam itu kepada mereka pelajar dalam semua bidang kehidupan. Sekarang, barat tidak mengenali dan mengakui ilmu Iardu ayn karena mereka tidak memiliki atau tidak mengetahui kategori ilmu lain, apapun selain yang telah kita namakan sebagai Iardhu kiIayah. Inilah sebenarnya alasan utama mengapa seperti yang ditunjukkan dalam perjalanan sejarah intelektual Barat sepanjang zaman kemunculan sains dan IilsaIat sekular dalam peradaban Barat, konsepsi Barat tentang ilmu yang didasarkan pengalaman dan kesadarannya pasti mengarah kepada sekularisasi Contoh dari golongan yang tidak memiliki adab ini berlimpah ruah di Malaysia dan Indonesia di mana proses deislamisasi yang sistematis telah dilaksanakan sejak zaman colonial, dan pengaruh sekularisasi lebih menonjol dibanding dunia Islam lainnya. Dalam mende-islamisasi-kan orang orang islam, pemerintah penjajah barat beserta para ahli pemikir colonial menceraikan hubungan pedagogi antara Alquran dan bahasa setempat dengan cara membangun system pendidikan sekular dimana suku dan kebudayaan tradisional lebih ditekankan. Lingustik dan antropologi sebagai metodologi untuk pelajaran bahasa dan kebudayaan. Nilai serta model Barat dan kesarjanaan orientalis dan Iilologi untuk pelajaran kesusatraan dan sejarah, dan lain sebagainya. Penempatan yang salah pada pengaturan yang murni rasional oleh para sarjana dan cendikiawan yang cukup dilengkapi dengan ilmu tentang Islam dan worldviewnya, cenderung menurunkan Islam hingga setingkat dengan agama lain, sehingga Islam seakan akan menjadi tajuk yang tepat untuk IilsaIat dan sosiologi agama, dan seolah olah Islam merupakan suatu agama primitive yang telah ditumbuhkembangkan.
BAB V: DEWESTERNISASI ILMU Pendahuluan Tantangan yang muncul di tengah tengah kekeliruan manusia sepanjang sejarah yang lebih serius dan merusak adalah tantangan yang dibawa oleh peradaban Barat. Tantangan terbesar itu adalah tantangan ilmu, ilmu bukan diartikan sebagai lawan kejahilan, yang membawa kekacauan dalam kehidupan manusia, menghasilkan kekeliruan dan skpetisisme; yang mengangkat keraguan dan dugaan ke drajat ilmiah` dalam hal metodologi serta menganggap (doubt) sebagai epistemologis yang paling tepat untuk mencapai kebenaran. Ilmu yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, telah membawa kekacauan pada tiga kerajaan alam; hewan, tanaman, dan bahan galian (mineral). (hal 169) Namun ia sesungguhnya ia bukanlah ilmu yang benar, melainkan hanya berupa taIsiran taIsiran melalui prisma worldview, suatu pandangan intelektual dan persepsi psikologis dari peradaban yang memainkan peran kunci dalam perumusan dan penyebarannya saat ini. Ilmu yang diserapi oleh watak dan kepribadian peradaban. Ilmu yang disajikan dan disampaikan dengan topeng yang dilebur secara halus bersama sama dengan ilmu yang benar sehingga orang lain tanpa sadar menganggap secara keseluruhannya merupakan ilmu yang sebenarnya. Peradaban itu adalah Peradaban Barat yang berkembang dari pencampuran historis berbagai kebudayaan, IilsaIat, nilai dan aspirasi Yunnai dan Romawi Kuno; penyatuannya dengan ajaran Yahudi dan Kristen dan perkembangannya dan pembentukan lebih jauh dilakukan oleh orang orang Latin, Germanik, Celtik dan Nordik. Perumusan pandangan Barat terhadap kebenaran dan realitas bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar dasar keyakinan agama, tetapi berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar dasar IilosIis spekulatiI yang berkaitan hanya dengan kehidupan sekular yang berpusat pada manusia sebagai diri jasmani dan hewan rasional. (hal 171) Nilai yang mutlak ditolak, nilai yang relatiI dipegang teguh. Tidak ada yang pasti kecuali kepastian bahwa tidak ada yang pasti. Akibatnya adalah pengingkaran terhadap Allah dan HAri akhirat dan sebaliknya menegaskan manusia dan dunianya. Manusia dipertuhankan dan Tuhan dipermanusiakan. Konsep konsep tentang perubahan, pembangunan, dan kemajuan selalu dipahami dalam konteks kehidupan duniawi dan senantiasa menyajikan worldview yang materialistik yang dapat disebut sebagai bentuk eksistensialisme humanistik. (173) Kepercayaan yang kuat kepada kekuatan akal rasional manusia untuk membimbing manusia dalam kehidupan, kepercayaan terhadap keabsahan pandangan dualistic mengenai realitas dan kebenaran; penegasan akan sisi Iana kehidupan sebagai realitas yang memancarkan pandangan alam yang sekular; penerimaan ajaran humanisme, penerimaan drama dan tragedi yang dianggap sebagai realitas universal di dalam kehidupan spiritual atau trensendental, atau kehidupan batin manusia sehingga drama dan tragedy menjadi unsur nyata bahkan yang sangat berpengaruh dalam hakikat dan eksistensi manusia. Kesemua unsur tersebut diatas merupakan inti, ruh, watak dan kepribadian kebudayaan dan peradaban Barat yang membentuk konsep ilmu serta arah tujuannya dalam kebudayaan dan peradaban Barat, termasuk juga perumusan isi dan sistematika penyebarannya (hal 174) Maka ilmunya bukanlah ilmu sejati karena sudah diserapi oleh watak dan kepribadian kebudayaan dan peradaban Barat, oleh karena itu harus dikenali dipisahkan dan diasingkan dari tubuh ilmu pengetahuan, sehingga ilmu itu dapat dibersihkan dari unsur unsur tersebut. Kemudian setelah melalukan pengenalan, pemisahan dan pengasingan selanjutnya perlu mengubah tujuan serta sistem pengaturan dan penyebaran dalam lembaga lembaga pendidikan dan lapangan pendidikan
Hakikat Manusia Setiap manusia memiliki dua hakikat yaitu Jiwa dan Raga, jiwa akali dan raga hewani, dan manusia adalah ruh dan diri jasmani sekali, dan mempunyai kepribadian yang disebut dengan diri, memiliki siIat siIat yang mencerminkan siIat siIat Penciptanya. Manusia memiliki organ kognitiI spiritual dan rasional yaitu berupa qalbu dan akal. Manusia secara keseluruhan adalah tempat bagi kemunculan din, dan oleh karena itu ia seperti suatu kota (madinah). Konsep manusia sebagai lambing mikrokosmos (alam shaghir) dari makrokosmso (alam kabir) adalah yang paling penting dalam hubungannya dengan ilmu. Konsep ini merupakan siIatnya yang paling penting bertanggungjawab terhadap penegakan keadilan dalam diri, wujud dan eksistensi manusia. Demikian juga halnya dalam hubungannya dengan organisasi pengajaran, penanaman dan penyebaran ilmu dalam pendidikan, khususnya merujuk pula kepada sesuatu yang disebut dengan universitas ( hal 181)
Hakikat ilmu Ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan peranan besar yang Allah berikan kepada al ilm di dalam Kitab Suci Alquran Terdapat perbedaan antara ilmu Allah dan ilmu manusia mengenai Yuhan, agama dan dunia, dan hal hal yang dapat ditangkap pancaindera dan dicerna akal. demikian juga tentang hal spiritual dan kebijaksanaan. Ilmu tebagi kepada dua jenis: yang satu adalah hidangan dan kehidupan bagi jiwa manusia dan lainnya adalah bekal untuk melengkapi diri manusia di dunia untuk mengejar tujuan tujuan pragmatisnya. Ilmu jenis pertama diberikan oleh Allah melalui wahyuNya kepada manusia; dan ini merujuk kepada Kitab Suci Alquran. Kitab Suci Alquran, sunnah, syari`ah, al ilm alladunniyy dan hikmah adalah unsur unsur utama dari ilmu jenis pertama. Ilmu yang lainnya adalah ilmu spiritual dan kebijaksanaan, manusia dapat memperolehnya melalui ibadah dan ketaatan kepada Allah. Manusia menerima ilmu ini dengan cara diilhamkan secara langsung atau lewat penikmatan spiritual (dhawq) dan penyingkapan spiritual (kashI). (hal181- 185) Jenis ilmu yang kedua merujuk kepada ilmu ilmu sains (ulum) yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan dan penelitian. Ilmu ini bersiIat diskursiI dan deduktiI berkaitan dengan perkara yang bersiIat pragmatis. Ilmu yang pertama diberikan oleh Allah kepada manusia melalui pengungkapan langsung, sedangkan yang kedua melalui spekulasi dan usaha penyelidikan rasional didasari atas pengalamannya tentang segala sesuatu yang dapat ditangkap pancaindra (sensible) dan dipahami oleh akal (intelligible) Dalam Islam: (a) ilmu merangkumi iman dan kepercayaan dan (b) menuntut ilmu adalah penanaman kebaikan atau keadilan dalam diri manusia sebaai manusai dan diri pribadi, dan bukannya sekadar manusia sebagai warga atau bagian tak terpisahkan dari masyarakat.
DeIinisi dan Tujuan Pendidikan Pendikan adalah tepat seperti yang dimaksudkan dengan adab oleh Baginda Nabi SAW ketika berkata: -~ -~= -~ : %uhanku telah mendidik (addaba) aku, dan menfadikan pendidikanku (tadib) yang terbaik. Pendidikan adalah menyerapkan dan menanamkan adab pada manusia ia adalah ta`dib. Jadi adab aadalah apa yang mesti ada dalan manusia jika ia ingin mengurus dirinya dengan cemerlang dan bain dalam kehidupan dunia dan hari akhirat. (hal 191-192)
Sistem Aturan dan Disiplin Islam Tiada kebudayaan dan peradaban lain yang pernah menggunakan suatu istilah tunggal untuk ilmu yang merangkumi semua kegiatan dalam kegiatan manusia selain Islam. Barangkali inilah sebabnya mengapa pengaturan, penanaman dan penyebaran ilmu dipahami sebagai sustu sistem atura dan disiplin yang berhubungan degan kulliyah, suatu konsep yang membawakan gagasan universal. Islam memulai pendidikan secara besar besaran dengan masjid sebagai pusatnya, disana berkembang lembaga lembaga pendidikan lainnya seperti maktab, baytul hikmah, pertemuan para sarjana dan pelajar (majalis), dar al ulum dan madaris. Bahkan perguruan perguruan tinggi Barat dibentuk meniru model Islam yang asal. (hal 194) Universitas yang dikembangkan Barat dan ditiru hari ini diseluruh dunia tidak lagi mencerminkan manusia. Ibarat manusia tanpa kepribadian, universitas modern tidak mempunyai pusat yang sangat penting dan tetap, tidak ada prinsip prinsip utama yang tetap, yang menjelaskan tujuan akhirnya kecuali oleh prinsip nisbi yang mendorong mengejar ilmu tanpa henti dan tujuan jelas. (hal 195) Universitas modern adalah contoh terbaik manusia dalam suatu keadaan zulm, dan keadaan semacam itu dipelihara dengan menganjurkan, mengangkat dan membenarkan keraguan serta dugaan sebagai perangkat epistemologis untuk menyelidikan saintiIik. Kitab Suci Alquran berulang kali menolak kaidah (methods) demikian, melabelnya sebagao lawan kepada ilmu. Barat tidak lagi memberi perhatian atau merealisasikan usaha perbaikan pengenalan dan peningkatan kepribadiannya serta hasratnya mempelajari aturan ilahi di dunia dan keselamatan. Padahal perkara ini adalah tujuan paling penting yang berarti hakikat sejati dari ilmu. Konsep konsep kunci yang menjadi unsur unsur utama sistem pendidikan Islam 1. Konsep agama (din) 2. Konsep manusia(insan) 3. Konsep ilmu(ilm dan marifah) 4. Konsep keadilan(adl) 5. Konsep perbuatan yang benar(amal sebagai adab) 6. Konsep universitas(kulliyah famiah) Secara praktis yang pertama adalah mengenai tufuan mencari ilmu dan keterlibatan dalam proses kelimuan; yang kedua mengenai ruang lingkupnya yang ketiga mengenai kandungan; yang keempat mengenai criteria dalam hubungannya dengan yang kedua dan ketia; yang kelima mengenai pengaturannya dalam hubungan dengan yang keempat; yang keenam mengenai kaidah (method) dalam hubungannya dengan pertama dan hingga yang kelima; yang ketujuh mengenai bentuk pelaksanaan dalam hubungannya dengan semua yang terdahulu. (hal 201) DeIinisi epistemologis yang paling tepat untuk ilmu, dengan Allah SWT sebagai sumbernya ialah tibanya (husul) makna (ma`na) sesuatu benda atau objek ilmu ke dalam jiwa. Dengan memandang jiwa sebagai penaIsir maka ilmu adalah tibanya (wusul) diri (jiwa) kepada sesuatu hak atau objek ilmu. Tugas dalam Islamisasi ilmu pengetahuan: Mengasingkan unsur unsur dan konsep konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, kemudian diisi dengan konsep konsep kunci islam Merumuskan dan memadukan unsur unsur Islam yang utama sehingga menghasilkan suatu kandungan yang merangkumi ilmu ters untuk kemudian ditempatkan dalam sistem pendidikan islam mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi Untuk pendidikan tingkat tinggi Universitas yang pertama tama harus dirumuskan adalah harus yang mengandung bahan bahan yang bertalian dengan manusia, hakikat agama dan keterlibatan manusia di dalamnya; ilmu (ilm dan ma`riIah), kebijaksanaan (hikmah), dan keadilan (adl) yang berhubungan dengan manusia dan agamanya, hakikat amal yang benar (amal- adab). Mata kuliah baru tentang perbandingan agama harus dilihat dari sudut pandang Islam, juga tentang kebudayaan dan peradaban Barat, harus dibentuk sebagai sarana bagi kaum muslimin untuk memahami kebudayaan dan peradaban yang telah dan akan terus bertembung dengan Islam. Perumusan konsep manIaat dan kegunaan yang relative bagi diri pribadi, masyarakat dan Negara harus tergantung dalam bentuk bentuk prinsip umum yang mencerminkan unsur unsur dan konsep konsep kunci Islam. artinya pemilihan urutan keutamaan tidak diserahkan kepada penilaian perseorangan, tetapi harus pula direncanakan sesuai dengan keperluan diri masyarakat negara saat itu, yang tidak lain merupakan keperluan umat. Jika kewajiban untuk memperoleh ilmu teras ditujukan kepada semua orang baik laki laki maupun wanita, namun dalam ilmu sains, cabang cabang ilmu tertentu boleh jadi dilihat tidak sesuai bagi wanita, sehingga sebagian ada yang diwajibkan untuk laki laki saja dan sebagian lagi bagi wanita saja. Kemudian juga dalam penerimaan mahasiswa ke pendidikan tinggi, tidaklah cukup mengizinkan seseorang memasukinya hanya atas dasar pencapaian baik. Yang diperoleh dalam mata pelajaran sains Iormal seperti yang dilaksanakan dimana mana sekarang ini. Tidak diragukan bahwa perilaku individu diakui sebagai hal yang penting dibanyak sistem pendidikan, tetapi perilaku individu mereka adalah kabur dan sebenarnya tidak benar benar diterapkan dengan eIektiI dalam pendidikan. Setidaknya kriteria moralnya tidak berdusta, berkhianat dan ingkar janji Karena bisa jadi jika sistem ini diterapkan dengan baik dan eIektiI pada setiap tingkat sistem pendidikan akan membantu mengurangi timbulnya pengkhianatan kepercayaan Kaum Muslimin yang membawa kepada ketidakadilan. Bantuan dan dukungan pemerintah Muslim yang bijaksana dan berpandangan jauh yang mempunyai keinginan untuk melihat hasil proyek panjang namun realistis ini sangat diperlukan, baik pada tahap penelitian maupun persiapan cetak biru serta pada tahap uji coba pembinaan universitas Islam. di samping itu juga dalam masa ini diperlukan analisis yang sistematis dan pembetulan pembetulan dalam usaha menyempurnakan sistem hingga dirasakan memuaskan. Jika tahap ini telah tercapai, sistem itu kemudian dapat dianjurkan kepada dunia secara luas. Sedangkan tindak lanjut untuk sistem pendidikan tingkat yang lebih rendah dapat direncanakan dan dilaksanakan setelah pola universitas dapat disempurnakan. Penutup Islamisasi Ilmu Pengetahuan merupakan proyek panjang yang harus segera dilaksanakan dengan maksud tidak harus ada penundaan. Konsep yang ditawarkan oleh Syed Muhammad Naquib Alattas perlu segera diaplikasikan dan tentunya hanya dengan bantuan Muslimin itu sendiri proyek Islamisasi IPK ini terrealisasi. Demikian buku Islam dan Sekularisme terangkum. Wallahu a`lamu bishowab.