You are on page 1of 18

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 1 dari 18

ACARA V PENGARUH ZAT TUMBUH IAA, NAA DAN IBA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR Portulaca olerancea

Disusun Oleh : Nama NIM Kelompok Asisten : Alustia : 08/267626/BI/8181 : IV : Lisa Novita Anggraini

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

I.

PENDAHULUAN

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 2 dari 18

A. Latar belakang Pertumbuhan dan perkembangan akar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa hormon, sedangkan faktor eksternal berupa cahaya, nutrien, kadar CO2, air, suhu, patogen dan polusi udara. Faktor faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi hingga akhirnya menentukan hasil akhir dari berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Pembentukan organ tumbuhan seperti akar merupakan salah satu contoh proses pertumbuhan dan perkembangan. Hormon adalah salah satu faktor dari dalam tumbuhan yang mengatur serta menentukan pertumbuhan dan dan perkembangan tumbuhan sebagai respon terhadap adanya faktor lingkungan. Salah satu substansi yang memiliki peran untuk menginduksi akar adventif adalah auksin dan sitokinin. Namun auksin lebih berperan dalam merangsang pembentukan akar. Sedangkan penambahan zat tumbuh lainnya hanya mampu berperan sebagian untuk memicu inisiasi akar adventif, bahkan menghambat kerja auksin yang terkandung secara alami. Auksin secara universal terdapat pada semua tanaman, namun banyak senyawa sintetik yang memiliki aktivitas auksin. Senyawa tersebut merupakan hasil isolasi dari jaringan tanaman atau eksudat. Adapun auksin sintetik yang merupakan buatan pabrik kimia seperti: Naftalenacetic acid (NAA), Indolbutyric acid (IBA), dan 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid. Pada percobaan ini dilakukan suatu percobaan untuk mempelajari pengaruh zat tumbuh (IAA, NAA dan IBA) yang diaplikasikan pada Portulaca olerancea L. terhadap pembentukan akar tanaman tersebut.. B. Permasalahan Pembentukan akar adventif dipicu adanya induksi auksin. Terdapat beberapa macam auksin, diantaranya adalah IAA, NAA dan IBA. Masing-masing senyawa tersebut mempunyai kemampuan spesifik dalam menginisiasi pembentukan akar Portulaca olerancea. Permasalahan dalam praktikum ini adalah bagaimana pengaruh IAA, NAA, dan IBA terhadap pembentukan akar Portulaca olerancea.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 3 dari 18

C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh IAA, NAA, dan IBA terhadap pembentukan akar adventif Portulaca olerancea. II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan tumbuhan merupakan hasil dari tiga peristiwa yaitu pembelahan sel, pembesaran sel, dan differensiasi sel. Pembelahan sel merupakan proses membelahnya sel dewasa menjadi dua sel yang terpisah yang tidak selalu serupa satu sama lain. Pembesaran sel merupakan proses membelahnya volume sel anak. Sedangkan differensiasi sel terjadi jika sel yang sudah mencapai volume akhirnya terspesialisasi menjadi organ-organ tanaman (Wilkins, 1969). Ketiga proses tumbuhan tersebut tentu saja tidak lepas sari suatu senyawa kimia yang disebut hormon. Hormon yang dapat memacu pertumbuhan salah satunya adalah auksin. Auksin yang mengikat asetetat disebut dengan IAA dan merupakan hormon alami tumbuhan sedangkan NAA dan 2,4 D merupakan auksin sintetik yang dapat dibuat dengan cara menghidrolisis tryptofan. Auksin mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tumbuhan. Peran auksin diantaranya adalah memacu kecepatan pertumbuhan, pembentukan akar, dormansi, dan pembentukan organ tanaman yang lain. Auksin merupakan salah satu hormon yang mengatur beberapa aspek pertumbuhan dan perkembangan antara lain pemanjangan batang dan koleoptil akar. Mekanisme kerja hormon diduga memacu sintesis RNA dan sintesis protein yang diatur oeh RNA. Protein yang disintesis dapat berupa enzim sehingga efeknya menjadi ganda (Price, 1970). Dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap, pengembangan sel, fototropisme, geotropisme, dominasi apikal, pertumbuhan akar (root initiation), partenokarpi, abisisi, pembentukan kalus (callus formation), dan respirasi (Anonim,2007). Secara umum, senyawa senyawa yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok auksin adalah senyawa yang mempunyai kemampuan dalam menginduksi pemanjangan sel batang atau memiliki aktivitas fisiologis seperti indoleacetic acid (auksin yang pertama kali diisolasi).

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 4 dari 18

Secara kimia, IAA sangat mirip dengan asam amino triptofan, dan diduga ada 3 mekanisme konversi triptofan menjadi IAA antara lain : 1. Triptofan-(transaminasi)-indolepyruvic acid (dekarboksilasi) - indoleacetaldehyde - (oksidasi) - indoleacetic acid 2. Triptofan-(dekarboksilasi)-triptamin(oksidasi indoleacetaldehyde - (oksidasi) - indoleacetic acid. 3. Pada tahun 1991, mekanisme konversi triptofan menjadi IAA yang ketiga berkembang. IAA dapat diproduksi melalui triptofan-independent mechanism. Mekanisme ini kurang dapat dipahami, namun telah dibuktikan dengan mutan trp (-). dan deaminasi) -

Gambar 1. Struktur kimia triptofan Oksidasi IAA oleh enzim IAA oksidase menyebabkan hilangnya gugus karboksil (COOH) dan menghasilkan 3-methyleneoxindole. Konjugat IAA dan auksin sintetik seperti 2,4-D tidak dapat dirusak oleh enzim IAA oksidase. Berdasarkan sintesisnya, auksin dapat dibagi menjadi auksin alami & sintetik. Auksin alami selain IAA adalah 4-chloro-indoleacetic-acid, phenylacetic acid (PAA) dan indole-3-butyric acid (IBA). Sedangkan contoh auksin sintetik meliputi 1-naphthaleneacetic acid (NAA), 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), dll. Berdasarkan struktur dasar molekulnya, auksin dapat dibagi menjadi indol, fenol & naftalen. Berikut ini merupakan mekanisme kerja auksin pada berbagai tingkat organisasi dalam tumbuhan, antara lain : 1. Tingkat Sel Pada tingkat sel, auksin penting dalam pertumbuhan sel karena auksin dapat mempengaruhi pembelahan dan pemanjangan sel. Auksin dapat memacu pemanjangan aksis (seperti pada pucuk), pembesaran lateral (seperti pada pembengkakan akar), atau pembesaran ke arah yang sama (isodiametric expansion)

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 5 dari 18

seperti pada pertumbuhan buah. Proses ini dapat terjadi tergantung pada jenis serta karakteristik dari jaringan tumbuhan tersebut. Sebagai contoh pada pertumbuhan koleoptil, pembesaran sel yang dirangsang auksin terjadi tanpa didahului pembelahan sel. Pada contoh lain, pembelahan dan pembesaran sel karena auksin mungkin terjadi secara bertahap pada jaringan yang sama (inisiasi akar, pertumbuhan buah). Pada tumbuhan, auksin serta hormon lainnya hampir selalu berinteraksi untuk menentukan pola perkembangan tanaman. Menurut acid growth theory, auksin diduga secara langsung merangsang tahap awal pemanjangan sel dengan mendorong sel-sel terkait untuk secara aktif mentransport ion hidrogen ke luar dari sel, sehingga menurunkan pH di sekeliling sel tersebut. Pengasaman daerah dinding sel akan mengaktifkan enzim ekspansin, yaitu memecah ikatan ikatan yang menyatukan selulosa sebagai penyusun dinding sel, sehingga akan membuat dinding sel menjadi lunak (tidak kaku). Ketika sebagian dinding sel terdegradasi akibat kerja auksin, maka dinding sel yang tidak kaku tersebut akan membesar akibat adanya tekanan turgor dari dalam sel, terutama dari penambahan ukuran vakuola. 2. Tingkat Organ Pertumbuhan dan pembelahan sel tanaman secara bersama-sama akan berakibat pada pertumbuhan jaringan, dan pertumbuhan jaringan tertentu akan berkontribusi terhadap berkembangnya organ tanaman. Pertumbuhan sel akan menentukan ukuran tanaman, namun demikian ketidakseimbangan laju pertumbuhan secara lokal dapat menghasilkan pembengkokan, perputaran dan arah yang tidak normal. Sebagai contohnya adalah batang yang berbelok ke arah cahaya (fototropisme), pertumbuhan akar sebagai respons terhadap gravitasi (gravitropisme), dan tropisme yang lainnya. 3. Organisasi Tanaman Auksin berperan dalam pembentukan organ namun auksin juga diperlukan dalam perkembangan tanaman secara utuh. Tanpa pengaturan dan pengorganisasian melalui hormon, tanaman mungkin hanya akan memperbanyak diri menjadi sel yang sama struktur dan fungsinya. Pengaruh auksin dimulai dari pembentukan embrio tanaman, distribusi auksin akan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dari kutub sel kemudian membentuk tunas untuk organ

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 6 dari 18

berikutnya. Sepanjang hidup tanaman, auksin membantu tanaman dalam menjaga polaritas dari pertumbuhan dan mengenali arah pertumbuhan ditujukan untuk membentuk cabang (atau suatu organ). Prinsip penting dari organisasi tanaman berdasarkan pada distribusi auksin adalah fenomena dominansi apikal. Dominansi apikal adalah suatu fenomena penghambatan perkembangan tunas lateral (samping) yang disebabkan oleh distribusi auksin (auksin dihasilkan oleh tunas apikal / pucuk), bertujuan agar tidak terjadi kompetisi cahaya dan asimilat dengan tunas samping Menurut Davies (1995), IAA disintesis dari triptofan atau indol pada bagian primordia daun, daun muda, dan biji yang berkembang. Transpor IAA terjadi dari sel ke sel yaitu melalui floem menuju bagian akar. Lebih dari 50 tahun yang lalu, telah diketahui bahwa transpor utama IAA berlangsung secara basipetal, yaitu dari ujung tumbuhan ke arah akar. Karena pucuk atau ujung tumbuhan merupakan pemasok utama auksin bagi seluruh bagian tumbuhan, dengan adanya transport polar ini, maka terjadi gradien auksin dari bagian pucuk hingga ke akar. Gradien konsentrasi inilah yang diduga mempengaruhi berbagai proses perkembangan pada tumbuhan, meliputi pemanjangan batang, dominansi apikal, penyembuhan luka, dan penuaan daun. Selain transport secara polar, auksin juga ditransportasikan secara nonpolar. Kebanyakan IAA yang disintesis di daundaun yang sudah dewasa ditranslokasikan secara nonpolar melaui floem. Penelitian menunjukkan bahwa kedua model transport auksin ini tidak terpisah satu sama lain. Penelitian terbaru pada kacang panjang, menggunakan IAA yang dilabeli dengan radioaktif menunjukkan bahwa auksin dapat dipindahkan dari jalur transport dengan floem menuju jalur transport polar (Taiz and Zeiger, 1998).

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 7 dari 18

Gambar 5. Transpor polar auksin Dalam hubungannya dengan pertumbuhan akar, Luckwil (1956) telah melakukan suatu eksperimen dengan menggunakan zat kimia NAA (Naphthalene acetic acid), IAA (Indole acetid acid) dan IAN (Indole-3-acetonitrile) yang diperlakukan pada kecambah kacang. Dari hasil eksperimennya diperoleh petunjuk bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primordia akar. Menurut Delvin (1975), pemberian konsentrasi IAA yang relatif tinggi pada akar, akan menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar (Anonim, 2007). Went dan Thimann pada tahun 1934 melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa pembentukan akar terkait dengan aktivitas auksin. IAA merupakan senyawa auksin alami yang ditemukan pada urin dan kultur Rhizophus. Peranannya diujikan untuk menginduksi pembentukan akar adventif pada tahun 1935. Pada tahun yang sama pula, NAA dan IBA juga diujikan untuk peran tersebut. Auksin merangsang pembentukan akar baru dengan mematahkan dominansi apikal akar yang diinduksi oleh sitokinin. Namun konsentrasi auksin yang tinggi akan menghambat pemanjangan akar. Pembentukan akar adventif, misalnya pada stek, dirangsang oleh auksin. Pembuangan ujung akar akan menyebabkan penghambatan pembentukan akar sekunder. IAA terdapat di akar dengan konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian tubuh tumbuhan yang lainnya. Pemberian auksin dapat memacu pemanjangan potongan akar maupun akar yang utuh pada banyak spesies, tapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada konsentrasi yang lebih tinggi pemanjangan hampir selalu terhambat. Auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup yang kaya akan auksin dipangkas, jumlah pembentukan akar samping berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, kemampuan membentuk akar seringkali pulih kembali. Jadi, terdapat perbedaan yang besar antara efek auksin eksogen yang biasanya menghambat pemanjangan akar dengan efeknya yang memacu pertumbuhan dan perkembangan awal akar (Wightman, et al. dalam Salisbury and Ross, 1995). Konsentrasi auksin yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar. Penghambatan tersebut disebabkan oleh produksi etilen, yang distimulasi oleh auksin konsentrasi tinggi. Penghilangan ujung akar atau aplikasi

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 8 dari 18

antagonis auksin sering memacu pertumbuhan akar, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa auksin endogen yang diproduksi di ujung akar cukup tinggi untuk menghambat pertumbuhan akar (Hopkins, 1999). III. METODE PENELITIAN A. Bahan dan alat Alat yang digunakan dalam praktikum adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas label, gelas ukur, pisau silet serta penggaris. Tabung reaksi berfungsi sebagai tempat larutan dan tanaman Portulaca olerancea L. Rak tabung reaksi berfungsi sebagai tempat meletakkan tabung tabung reaksi yang telah berisi tanaman dan zat pengatur tumbuh/akuades. Kertas label digunakan untuk memberi label perlakuan yang diterapkan pada tanaman, sedangkan gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam percobaan. Pisau silet digunakan untuk memotong batang tanaman pada bagian bawah kotiledon. Penggaris berfungsi untuk mengukur panjang akar tanaman Portulaca olerancea L. pada bagian batang tanaman. Sedangkan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu tanaman Portulaca olerancea L., zat pengatur tumbuh (IAA, NAA, IBA) dan akuades. Tanaman Portulaca olerancea L. merupakan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini, berfungsi untuk melihat pengaruh zat pengatur tumbuh (IAA, NAA dan IBA) terhadap pembentukan akar tanaman. Sedangkan IAA, NAA dan IBA merupakan hormon/zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam percobaan. Akuades berfungsi sebagai pelarut dan kontrol percobaan. B. Cara kerja Percobaan diawali dengan pembuatan larutan zat tumbuh dengan konsentrasi 1 ppm dan 10 ppm. Masing masing larutan diambil sebanyak 15 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi kertas label dan sebagai kontrol digunakan akuades. Tabung tabung reaksi tersebut selanjutnya diletakkan pada rak tabung reaksi. Dipilih tanaman Portulaca olerancea L. dengan umur yang relatif sama kemudian dipotong batangnya di bawah kotiledon. Tanaman ditegakkan dalam tabung reaksi menggunakan kapas selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap jumlah dan panjang rata rata akar yang terbentuk. Pengamatan dilakukan setiap hari dan diakhiri pada hari ke 14.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 9 dari 18

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dari praktikum yang telah dilakukan mengenai pengaruh zat tumbuh IAA, NAA dan IBA terhadap pembentukan akar pada stek tanaman Portulaca olerancea, diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 1. Jumlah akar pada perlakuan IAA

Gambar 2. Jumlah akar pada perlakuan NAA

Gambar 3. Jumlah akar pada perlakuan IBA

Gambar 4. Panjang akar pada perlakuan IAA

Gambar 5. Panjang akar pada perlakuan NAA B. Pembahasan

Gambar 6. Panjang akar pada perlakuan IBA

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 10 dari 18

Percobaan ini menggunakan IAA, NAA dan IBA, ketiganya merupakan kelompok auksin, namun yang membedakan adalah ada yang alami dan ada yang sintetik. Secara umum ketiga zat pengatur tumbuh ini berfungsi dalam memacu pertumbuhan primordia akar. Sehingga IAA, NAA dan IBA digunakan dalam praktikum ini untuk melihat pengaruhnya terhadap pembentukan akar. Pada umumnya auksin berpengaruh meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin dalam konsentrasi rendah menyebabkan induksi akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan menekan morfogenesis (Avivi & Ikrarwati, 2004). Auksin juga berguna untuk memperbanyak sistem perakaran tanaman dan mempercepat keluarnya akar pada tanaman muda. Pembentukan akar akan sangat tergantung pada tunas yang dihasilkan, karena tunas berperan sebagai sumber auksin yang menstimulir pembentukan akar terutama bila tunas telah tumbuh. Auksin akan bergerak ke bawah dan menumpuk di dasar stek, sehingga akan menstimulir pembentukan akar (Hidayanto, et al., 2003). Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid). IAA (Indole Acetic Acid) merupakan auksin alami yang terdapat dalam bentuk bebas di dalam tubuh tumbuhan. IAA dibiosintesis dari prekusor triptofan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin tetapi mempunyai aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolasetilnitrit), TpyA (Asam Indol Piruvat), dan IAAld (Indolasetaldehid). Proses biosintesis auksin IAA dibantu oleh enzin IAA-oksidase (Gardner et al., 1991). Auksin disintesis dalam jaringan meristematik yang aktif yaitu tunas, daun muda, dan buah (Gardner et al., 1991). Jalur biosintesis dari auksin ada 3, yaitu : jalur indole asam piruvat, jalur tryptamin, jalur indole acetaldoxime. Selanjutnya auksin tersebut akan diproduksi dimeristem pucuk dan bagian-bagian tumbuhan yang masih muda. IAA pada sel berfungsi salah satunya untuk pembentangan sel. Auksin yang ada akan memacu ion H+ masuk ke dinding sel, ion H+ akan menurunkan pH dan mengaktifkan

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 11 dari 18

enzim. Selulosa pada dinding sel kemudian akan meregang dan air masuk ke dalam dinding sel. Dinding sel kemudian tegang karena terisi air. IAA di transport secara basipetal dan akropetal. Secara basipetal, auksin dibawa dari ujung tanaman ke bagian akar. Sedangkan pada basipetal, auksin di bawa dari akar menuju ujung tanaman. IAA adalah jenis auksin yang paling penting dalam kelompok auksin karena IAA mampu membangkitkan sebagian besar efek auksin pada tanaman utuh, dan merupakan bentuk auksin alami yang paling aktif. Namun demikian, molekul IAA secara kimia bersifat labil dalam larutan (air) sehingga IAA tidak dapat diaplikasikan secara komersial sebagai zat pengatur pertumbuhan tanaman. Selain itu, IAA juga mudah didegradasi oleh enzim IAA oksidase. Berbeda dengan IBA, molekul IBA bersifat lebih stabil dibandingkan dengan IAA (katabolisme in vivo dan aktivasi dengan konjugasi). Tumbuhan mampu mengubah IBA menjadi IAA ataupun sebaliknya. Berikut ini adalah struktur kimia IAA, NAA dan IBA. NAA Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA). Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi (Wulandari, et al., 2004). IBA berperan terhadap pembentukan akar. Untuk memperoleh perakaran yang optimal dibutuhkan konsentrasi yang tepat dalam penggunaannya. Pada IBA terdapat atom N pada struktur kimianya sedangkan pada NAA tidak terdapat atom N, menurut Kaneda dan Harada (1979) jumlah nitrogen yang melimpah pada media kurang baik untuk pertumbuhan akar karena asam amino yang terbentuk dapat menghambat pembentukan akar.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 12 dari 18

Gambar 2. Struktur kimia IAA

Gambar 3. Struktur kimia NAA

Gambar 4. Struktur kimia IBA Akar merupakan salah satu organ yang memegang peranan vital dalam keberlangsungan hidup tumbuhan, diantaranya sebagai penegak tubuh, tempat penyerapan (absorbsi) air dan garam-garam mineral terlarut, tempat menyimpan cadangan makanan dan alat transportasi. Air serta garam-garam mineral yang diabsorbsi dari tanah diangkut ke batang, daun dan organ-organ lainnya melalui batang. Zat-zat makanan yang dihasilkan di daun sebagian diangkut melalui akar ke jaringan-jaringan pertumbuhan yang terdapat pada akar primer, akar sekunder maupun cabang-cabang akar lainnya. Pada mulanya, akar berkembang dari radikula yang terdapat pada embrio di dalam biji. Ketika biji mulai berkecambah, radikula merupakan struktur pertama yang tumbuh menembus kulit biji. Pertumbuhan radikula ini membentuk akar pertama tumbuhan dan disebut sebagai akar primer. Dari akar primer dibentuk cabang-cabang akar yang disebut sebagai akar sekunder. Selanjutnya akar sekunder membentuk akar tersier dan seterusnya. Akar primer, sekunder maupun tersier tumbuh memanjang sebagai akibat adanya pembelahan dan pembesaran/perpanjangan sel-sel di daerah apeks akar yang disebut meristem apeks akar. Meristem apeks akar ini dilindungi oleh lapisan sel-sel yang telah dewasa yang disebut tudung akar (root cap). Selama pertumbuhan akar, tudung akar dapat mengalami kerusakan, sehingga akar tidak lagi memiliki tudung akar.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 13 dari 18

Sel-sel inisial membentuk sel-sel pada ujung akar yang bersifat meristematis. Pembelahan sel terjadi secara longitudinal dan beberapa ke arah lateral yang menyebabkan akar berbentuk silindris (Campbell, 1999). Selanjutnya sel-sel dekat ujung akar aktif berproliferasi, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan (zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan). Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Disini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell, 1999). Pada daerah ujung akar, yaitu di belakang daerah perpanjangan akar terdapat rambut-rambut akar yang berfungsi dalam penyerapan air dan garam mineral terlarut. Rambut-rambut akar ini terbentuk sebagai hasil dari pelebaran dinding sel epidermis dengan tujuan untuk memperluas permukaan penyerapan. Daerah apeks akar sangat berbeda dengan apeks pucuk. Pada apeks akar tidak ditemukan adanya primordia daun dan tunas aksilar, sedangkan pada apeks pucuk keduanya dapat ditemukan. Selain itu, sebagai pelindung meristem apeks, apeks pucuk memiliki daun-daun muda yang masih dalam tahap berkembang yang membentuk lapisan-lapisan sehingga menutupi daerah meristem Pada batang dibentuk sebagai hasil pertumbuhan tunas aksilar, tetapi pada akar, cabang dibentuk pada jarak tertentu dari apeks akar. Pembentukan cabang akar ini bersifat endogen. Pemula-pemula cabang akar terdapat di dalam akar, yaitu dari sel-sel perisikel yang terdapat di bawah korteks dan endodermis. Pembentukan cabang pada akar sangat berbeda dengan pembentukan cabang pada batang, dimana pemula cabang pada batang dibentuk secara eksogen, yaitu dari sel-sel yang berada pada permukaan meristem apeks pucuk. Meskipun akar memiliki banyak cabang, akar tidak memiliki buku (nodus) dan ruas (internodus) seperti yang ditemukan pada batang.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 14 dari 18

Selain cabang-cabang akar, pada akar beberapa tumbuhan dapat ditemukan struktur lain. Struktur ini terbentuk sebagai hasil asosiasi akar dengan beberapa mikroorganisme. Struktur tersebut antara lain nodule (bintil akar) dan mycorrhiza. Bintil akar terbentuk sebagai hasil asosiasi (simbiosis) akar dengan bakteri, sedangkan mycorrhiza terbentuk sebagai hasil asosiasi (simbiosis) akar dengan jamur. Di samping itu, pada akar beberapa tumbuhan lainnya dapat ditemukan adanya tunas pucuk (primordia tunas pucuk). Tunas pucuk ini merupakan tunas adventitis yang dapat tumbuh membentuk individu baru. Akar, selain berkembang dari radikula, juga dapat dibentuk secara endogen dari jaringan-jaringan yang terdapat di dalam batang atau daun. Akar yang demikian ini disebut sebagai akar adventitis. Dengan kata lain, akar adventitis adalah akar yang dibentuk dari bagian tanaman selain akar kecambah (radikula) dan cabangnya. Akar adventitis umum ditemukan pada sebagian besar tumbuhan monokotil. Akar adventitis juga terbentuk bila tumbuhan dipropagasikan secara vegetatif, misal pada cangkok dan stek batang, daun maupun akar. Pada beberapa tumbuhan, seperti pada famili Bromeliaceae, akar adventitis yang dibentuk secara alami pada batang tidak segera muncul ke permukaan batang melainkan tumbuh sejajar (paralel) permukaan batang hingga mencapai jarak tertentu baru kemudian muncul ke permukaan batang. Pertumbuhan akar di dalam batang ini terjadi di daerah korteks. Akar adventitif seperti disebut sebagai akar antar-batang (intercaulin-root). Primordia (bakal) akar adventitis juga dapat dibentuk ketika tumbuhan masih dalam fase embrio. Primordia ini akan tumbuh lebih lanjut setelah terjadi perkecambahan. Akar seperti ini disebut akar seminalis (seminal root), seperti yang ditemukan pada kecambah jagung. Seluruh akar pada suatu tumbuhan, baik yang berkembang dari radikula maupun permulaan akar yang dibentuk di dalam batang membentuk sistem perakaran (sistem akar). Ada dua bentuk sistem akar yang ditemukan pada tumbuhan, yaitu sistem akar serabut (fibrous root system) dan sistem akar tunggang (tap root system). Sistem akar serabut terbentuk karena akar primer selanjutnya digantikan oleh akar adventitis yang dibentuk pada pangkal batang (pangkal hipokotil). Sistem akar serabut merupakan karakteristik khas bagi tumbuhan monokotil. Sistem akar ini teradaptasi dengan baik untuk tumbuh pada

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 15 dari 18

tanah dengan kandungan air permukaan yang banyak, sehingga akar tidak perlu menembus jauh ke dalam tanah untuk mengambil air. Sistem akar tunggang terbentuk karena akar primer yang tumbuh dari radikula terus tumbuh dan membentuk percabangan selama tumbuhan itu tumbuh. Pertumbuhan akar primer ini berlangsung baik ke arah panjang maupun ke arah lebar. Pertumbuhan ke arah lebar terjadi karena aktivitas kambium pembuluh. Pertumbuhan ini menyebabkan diameter akar bertambah besar. Berdasarkan hasil percobaan yang telah didapatkan, ada 6 grafik hasil percobaan yang meliputi tiga grafik jumlah akar dengan perlakuan IAA, NAA dan IBA serta grafik panjang akar dengan perlakuan IAA, NAA dan IBA. Pada pembahasan ini akan dibahas hasil percobaan antar konsentrasi dalam 1 ZPT, antar konsentrasi pada ZPT yang berbeda dan antar ZPT secara umum. Secara umum, hasil pada perlakuan masing-masing ZPT menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi ZPT yang diaplikasikan pada Portulaca olerancea L. terlihat adanya penambahan jumlah akar dan panjang akar. Pada grafik jumlah akar perlakuan IAA, terlihat bahwa pada konsentrasi 1 ppm memiliki jumlah akar yang lebih sedikit daripada yang berkonsentrasi 10 ppm. Hasil yang serupa ditunjukkan pada grafik jumlah akar perlakuan NAA dan IBA serta grafik panjang akar ketiga ZPT, dimana konsentrasi 1 ppm menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada konsentrasi 10 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT yang lebih tinggi dapat memicu pertumbuhan akar lebih cepat daripada yang berkonsentrasi rendah. Jika dibandingkan antar masing-masing ZPT, IAA memiliki jumlah akar yang paling sedikit dibanding perlakuan dengan ZPT lain tetapi memiliki panjang akar yang lebih panjang daripada perlakuan dengan ZPT lain. Hal ini mengindikasikan bahwa IAA lebih berperan dalam pemanjangan akar dibandingkan pembentukan akar lateral. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada NAA, NAA memiliki jumlah akar yang lebih banyak dari perlakuan dengan ZPT lain tetapi memiliki panjang akar yang lebih pendek dibanding perlakuan dengan ZPT yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa NAA bersifat memacu pertumbuhan akar lateral dan kurang berperan dalam pemanjangan akar.

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 16 dari 18

Sedangkan perlakuan dengan IBA memiliki jumlah akar dan panjang akar rata-rata jika dibandingkan dengan perlakuan dengan ZPT lain. Hal ini mengindikasikan bahwa IBA memiliki kemampuan menyelaraskan jumlah akar dengan panjang akarnya. Pada grafik yang tersedia terdapat fluktuasi jumlah akar maupun panjang akar. Tetapi secara umum baik jumlah akar maupun panjang akar akan mengalami peningkatan, kemudian setelah beberapa hari perlakuan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan yang kurang baik dan kemampuan tanaman bertahan dalam kondisi lingkungan yang semakin menurun. V. KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa zat pengatur tumbuh (IAA, NAA dan IBA) berpengaruh terhadap pembentukan akar. IAA lebih berperan dalam pemanjangan akar sedangkan NAA lebih berperan dalam pembentukan akar lateral. Sementara itu, IBA memiliki kemampuan pembentukan akar rata-rata dibanding IAA dan NAA. Pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 10 ppm IAA, NAA dan IBA lebih memacu pembentukan akar dari pada yang berkonsentrasi rendah yaitu 1 ppm. . VI. DAFTAR PUSTAKA Salisbury, F.B. & C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB-Press.Bandung Wilkins, M.B. 1969. The Physiology of Plant Growth & Development. McGraw Hill Book co.LTD. New Delhi. Anonim. 2007. Zat Pengatur Tumbuh. sugihsantosa.atspace.com/artikel/zpt.html Campbell, N. A, J. B. Reece and L. E. Mitchell. 1999. Biologi. Erlangga, Jakarta. Davies, P.J. 1995. Plant Hormones. Kluwer Academic Publishers, London. p 4-5 Hopkins, W.G. 1999. Introductory to Plant Physiology. 2nd ed. John Wiley and Sons, Inc. New York. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 (Terjemahan). Penerjemah: Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology, 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher. Massachussetts. USA, pp:544-580

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 17 dari 18

Wulandari, S.,Wan S., dan Yossilia. 2004. Respon Eksplan Daun Tanaman jeruk manis Secara In Vitro Akibat Pemberian NAA dan BA. Jurnal Biogenesis Vol. 1 : 21-25 VII. LAMPIRAN

Tabel 1. Data pengamatan percobaan 5 Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tanggal 13.10.1 1 14.10.1 1 15.10.1 1 16.10.1 1 17.10.1 1 18.10.1 1 19.10.1 1 20.10.1 1 21.10.1 1 22.10.1 1 Konsentrasi 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 1 10 Jumlah akar NAA IBA 0 0 15 13 14 15 24 17 19 18 23 15 26 15 48 20 25 21 56 22 5 8 22 27 26 39 24 44 26 24 27 40 29 45 17 36 37 35 17 24 Rata-rata panjang akar IAA NAA IBA 0 0 0,1 0,8 0,42 0,7 0,7 1,3 2,1 2,6 1,2 1,2 1,2 1,7 1,9 1,8 1,7 1,3 2 1,8 0 0 0,1 0,01 0,2 0,05 0,3 0,05 0,1 0,1 0,2 0,1 0,3 0,15 0,3 0,1 0,7 0,3 0,5 0,1 0,1 0,15 0,3 0,12 0,74 0,1 1,2 0,3 0,2 0,2 1,3 0,3 1,4 0,4 1,3 0,2 1,1 0,5 1,5 0,3

IAA 0 0 11 8 13 2 13 2 12 7 14 7 15 9 15 10 20 13 18 10

BORANG LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen Berlaku sejak Revisi Halaman

FO-UGM-BI-07-13 03 Maret 2008 00 18 dari 18

11

23.10.1 1 24.10.1 1 25.10.1 1 26.10.1 1

1 10

18 12 29 16 30 16 20 12

51 26 26 14 27 14 43 14

19 30 37 24 36 23 16 48

2,1 2 2,1 1,5 2,2 1,6 1,7 1,6

0,6 0,1 0,7 0,2 0,7 0,2 0,8 0,2

1,6 0,4 1,5 0,4 1,5 0,4 1,4 0,4

12 13 14

1 10 1 10 1 10

You might also like