Anggota nternational Disaster Response NetWork Pengarah/Penasehat BPBD Prov.Jawa Tengah Herman.suryo@gmail.com
Adakah ruang diplomasi untuk mengatasi bencana? .Ketika pada awal diplomasi dikonsepkan oleh Clausewitz yang mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan diplomasi dengan melalui cara lain,maka tidak ada sejengkalpun ruang diplomasi untuk masuk kedalam arena penanganan bencana yang sekarang lebih lazim disebut dengan penanggulangan bencana. Namun dengan pesatnya perkembangan zaman dan ketika bentuk bentuk perang konvensional beralih rupa kedalam bentuk non konvensional serta munculnya konsep baru dalam bencana bahwa perang juga merupakan bencana yang dibuat oleh manusia ' man made disaster ' maka diplomasi dapat menjadi sebuah seni untuk mengkedepankan kepentingan sebuah negara melalui cara cara negosiasi dengan cara cara damai dan tentunya dapat dilakukan untuk kepentingan negara tersebut dalam berbagai bidang termasuk penanggulangan bencana. Dengan kata lain diplomasi bencana dilakukan untuk menyelesaikan kompleksitas permasalahan kebencanaan yang tidak hanya permasalahan rusaknya infrastruktur akibat bencana,tetapi juga menyangkut ketahanan pangan,ketahanan menghadapi bencana, investasi,perekonomian dan lain sebagainya dimana secara bilateral dan multilateral terdapat pihak pihak yang berkepentingan untuk saling mengatasi.
Ada beberapa aspek penting yang melatar belakangi perlunya diplomasi dalam penanggulangan bencana
!ertama,Bencana telah menjadi perhatian ditingkat Internasional.Dekade tahun 90' merupakan awal perkembangan masyarakat internasional untuk lebih konsen dalam mengelola bencana. Pada dekade ini telah terekomendasikan pentingnya suatu strategi internasional untuk pengurangan risiko bencana International strategy for disaster reduction(ISDR) yang pada akhirnya SDR tersebut bukan sekedar wacana saja namun telah memunculkan konsep kerangka kerja dalam pengurangan risiko bencana atau lebih dikenal dengan Hyogo Frame Work For Action. Naskah Hyogo Frame Work For Action (HFA) di cetuskan dalam konferensi internasional pada tanggal bulan Januari 2005 di Kobe , Hyogo Jepang. Dalam konsep penanggulangan bencana, HFA ingin merekomendasikan bahwa peredaman risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya ,mengidentifikasi, menjajagi dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini ,menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat ,meredam faktor-faktor risiko yang mendasari dan memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkatan.
edua,!erubahan !aradigma !enanggulangan Bencana.Naskah Hyogo Frame Work For Action menginspirasi beberapa negara,termasuk ndonesia bahwa penanggulangan bencana merupakan kepentingan bersama baik secara internasional,regional maupun lokal,tidak itu saja, kiprah penanggulangan bencana yang pada masa lalu yang ditangani pada saat terjadinya bencana namun sekarang regulasi mengharuskan bencana dikelola, pada tahap sebelum,sesaat dan sesudah bencana. Sesungguhnya langkah - langkah penanggulangan bencana merupakan investasi yang dapat memberikan dampak nyata melindungi tidak hanya jiwa manusia tetapi juga kepentingan ekonomi semua pihak termasuk penanaman modal oleh investor asing.. Contoh nyata dalam hal ini adalah kegiatan pengurangan risiko bencana .Model penanggulangan bencana ini memberikan ketahanan maupun percepatan dalam pemulihan diri manusia yang yang berada di daerah rawan bencana dan akan nampak hasilnya jika bencana betul betul terjadi. Cepat pulihnya kondisi masyarakat terdampak tentunya akan mengembalikan produktivitas mereka sebagai insan manusia. etiga.Besarnya Investasi Luar Negeri.Besarnya nilai investasi yang ditanamkan oleh pemerintah maupun swasta asing di ndonesia menjadi perhatian serius dalam diplomasi bencana. Dengan luasnya sebaran bencana yang ada di ndonesia maka investasi yang ditanamkan tersebut sangat mungkin berada di kawasan rawan bencana. Kecepatan dan ketepatan pemulihan baik sarana maupun kondisi psikososial masyarakat terdampak menjadi jaminan akan cepat kembalinya investasi dan menuai keuntungan yang diharapkan. eempat ,Regulasi kebencanaan .Kondusifnya iklim regulasi kebencanaan di ndonesia menjadi prasyarat agar diplomasi yang dilakukan dan disetujui oleh kedua belah pihak terlandasi oleh suatu perangkat juridis yang pasti. Terbitnya Undang undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan peraturan turunannya seperti PP nomor 23 tahun 2008 memberikan landasan yuridis yang sangat kuat terhadap peran peran lembaga internasional dan lembaga non pemerintah asing di ndonesia . elima,Terbatasnya Anggaran .Walaupun ini adalah argumen klasik namun fakta telah banyak berbicara.Terbatasnya anggaran bencana yang bersumberkan APBN maupun APBD sangat terbatas. Anggaran untuk bencana pertahun tak lebih dari 4 triliun rupiah padahal anggaran tersebut juga untuk mendukung lebih 35 provinsi dan ratusan kebupaten di seluruh ndonesia.Apalagi bahwa bencana di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah masing masing.Mengambil contoh anggaran multiyear untuk Rehabilitasi dan rekonstruksi Gn Merapi saja lebih dari 1,3 triliun maka anggaran pertahun yang di kelola oleh BNPB menjadi kurang berarti.
Bukan Mengemis
Diplomasi bencana adalah langkah yang tepat ketika negera lain yang berkepentingan terhadap aspek sosial ekonomi di ndonesia bersedia untuk diajak kerjasama dalam konteks penanggulangan bencana. Jika ada yang berpendapat bahwa tanpa diplomasipun pemerintah maupun lembaga dari luar negeri berbondong bondong datang ke ndonesia ketika ndonesia sedang dilanda bencana adalah sah sah saja .Mereka boleh saja datang bak Sinterklas untuk membantu rakyat yang sedang dilanda musibah . Namun demikian untuk menghadirkan mereka pada saat tidak terjadi bencana yakni pada 1ase pra dan sesudah bencana adalah sangat sulit. Diplomasi bencana bukanlah mengiba iba kepada pemerintah asing agar mengucurkan dananya untuk berperan dalam penanggulangan bencana ,sehingga malah akan menurunkan harkat dan martabat bangsa tetapi, lebih menekankan pada bagaimana kerjasama kedua belak pihak untuk dapat mengatasi permasalahan yang di hadapi masing masing negara di ndonesia. Pada satu sisi kepentingan ekonomi dan investasi suatu negara asing dapat aman karena berkurangya risiko atau ancaman bencana melalui peningkatan ketahahan masyarakat terhadap bencana pada sisi lain ndonesia dapat mengambil manfaat yang relatip sama dengan manfaat yang diambil oleh pihak asing tersebut disamping tgerbantunya masalah pendanaan untuk kebencanaan.
Diplomat Lokal
Ketika bencana menjadi tanggung jawab pemerintah daerah masing masing,dan pada saat pendanaan menjadi permasalahan utama serta saat ini sedang dimulainya tatanan baru birokrasi yang lebih memuaskan dalam pelayanan publik maka saat inilah yang tepat mencetak diplomat diplomat lokal yang berwawasan bencana yang tentunya seiring pula dengan iklim regulasi yang mendukungnya yakni regulasi dalam kebencanaan maupun regulasi dalam mengatur perjanjian kejasama dengan pihak asing Kita berharap melalui diplomat lokal inilah akan dapat memberilkan kontribusi agar permasalahan kedua belah dapat terselesaikan. Diplomasi bencana memberikan manfaat pada kita bahwa serawan rawannya bencana yang ada di ndonesia,diplomat kita dapat menyakinkan kepada pemerintah luar negeri untuk tidak kawatirkan berinvestasi di ndonesia. Sekarang tinggal bagaimana kita dapat meningkatkan kapasitas sumber daya lokal dalam diplomasi ketika peluang tersebut terbuka dengan lebar .