A. Pengertian Monopoli Secara etimologi, kata monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu monos` yang artinya satu atau sendiri, dan polein` yang artinya yang menjual atau penjual. Dari etimologi monopoli tersebut dapat diartikan bahwa monopoli adalah kondisi di mana hanya ada satu penjual yang menawarkan suatu barang atau jasa tertentu. Monopoli dianggap bersiIat buruk bagi ekonomi karena membatasi perdagangan bebas yang memperbolehkan pasar dalam menentukan harga. Karena hanya ada satu penjual yang menguasai pasar, maka penjual tersebut dapat menetapkan harga yang diinginkannya, harga yang dapat memberikan keuntungan maksimal, tanpa mempedulikan konsumen, karena penjual tersebut tahu bahwa konsumen tidak punya pilihan lain. Penjual tersebut juga dapat menyediakan produk yang mutunya lebih rendah. Hal ini juga merupakan siIat buruk monopoli karena penjual tidak memiliki dorongan untuk berinovasi dan menyediakan produk yang baru dengan kualitas yang lebih baik.
. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Sebagai Sumber Hukum Anti Monopoli . Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai hukum persaingan usaha yang bersiIat komperhensiI ternyata bukan satu-satunya instrumen hukum yang mengatur persaingan usaha. Di dalam hukum lain ternyata dapat pula ditemukan pasal-pasal tertentu yang berkenaan dengan persaingan usaha. Beberapa ketentuan yang menyangkut persaingan usaha sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat ditemukan tercantum dalam instrument-instrumen hukum berikut: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Meskipun dirumuskan secara umum, di dalam KUHP dapat ditemukan pasal yang mengatur persaingan usaha. Pasal 382 bis KUHP mengancam pidana bagi orang yang melakukan persaingan curang. Bunyi Pasal 382 bis KUHP tersebut adalah sebagai berikut ini: 'Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan, atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.
2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata Di dalam Pasal 365 KUH Perdata menyatakan bahwa: 'Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk megganti kerugian tersebut.
Pasal ini sebenarnya merupakan pasal yang cakupannya sangat luas karena hanya meletakkan prinsip bahwa orang yang menimbulkan kerugian pada orang lain karena perbuatan melanggar hukum wajib mengganti kerugian. Dengan bunyi pasal seperti itu, siapa pun yang merasa dirugikan oleh perbuatan orang lain yang melanggar hukum dapat memiliki akses untuk menuntut ganti rugi secara hukum. Jelas pasal ini tidak mengatur persaingan usaha secara khusus, namun hanya karena keluasan dari cakupan pasal ini, orang dapat menjadikan pasal ini sebagai 3 dasar mereka yang menderita kerugian akibat perbuatan curang di dalam persaingan usaha. 3 Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 60 Khusus untuk bidang yang berkenaan dengan agraria, Pasal 3 ayat (2 UUPA menentukan bahwa: 'Pemerintah harus mencegah usaha-usaha dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersiIat monopoli swasta.
Lebih lanjut Pasal 3 ayat (3 UUPA menentukan bahwa: 'Monopoli pemerintah dalam lapangan agrarian dapat diselenggarakan asal dilakukan dengan undang-undang.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah undang-undang atau ketentuan khusus (lex spesialis dalam hal menanggulangi tindak kejahatan di bidang 'praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang saat ini telah digunakan sebagai pengganti dari perundang-undangan yang telah dijabarkan di atas (lex generalis. Dengan demikian dalam penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berlaku asas lex spesialis de rogaat lex generalis, yaitu ketentuan khusus mengenyampingkan ketentuan umum. 2. Asas dan Tujuan Pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Suatu undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang eIektiI merupakan syarat mutlak (absolute prerequisite bagi berjalannya ekonomi pasar. Adapun asas dan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tercantum secara implisit dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang tersebut. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berbunyi: 4 'Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pasal 3 UU No. 5 Tahun berbunyi: Tujuan Pembentukan Undang-undang ini adalah untuk: a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan eIisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusiI melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. Terciptanya eIektiIitas dan eIisiensi dalam kegiatan usaha. Adanya asas demokrasi ekonomi di dalam perekonomian Indonesia artinya para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum yang mana ditujukan untuk meningkatkan taraI hidup orang banyak. Memperhatikan kepentingan umum artinya pelaku usaha menghormati kepentingan lain yang menyangkut kepentingan orang banyak. Pada dasarnya tujuan undang-undang larangan persaingan usaha tidak sehat adalah menciptakan eIisiensi terhadap ekonomi pasar dengan mencegah monopoli, mengatur persaingan yang sehat dan demokrasi, dan terutama menerapkan sanksi terhadap pelanggaran dari ketentuan undang-undang, baik sanksi administratiI maupun sanksi pidana. Menurut Sutan Remy Syahdeni
, S.H, tujuan undang-undang persaingan usaha atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah eIisiensi, di mana dijelaskan sebagai berikut: 3 . Iisiensi bagi para produsen (productive efficiency, yaitu eIisiensi bagi perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa. Perusahaan dikatakan eIisien apabila dalam menghasilkan barang dan jasa perusahaan tersebut dilakukan dengan biaya yang serendah-rendahnya karena dapat menggunakan sumber daya yang sekecil mungkin. 2. Iisiensi bagi masyarakat (allocative efficiency adalah eIisiensi bagi masyarakat konsumen. Dikatakan masyarakat konsumen eIisien apabila para produsen dapat membuat barang-barang yang dibutuhkan oleh konsumen dan menjualnya pada harga yang para konsumen itu bersedia untuk membayar harga barang yang dibutuhkan. Pada prinsipnya, tujuan undang-undang persaingan usaha adalah untuk menciptakan eIisiensi dan keadilan terhadap pelaku pasar dengan cara menghilangkan distorsi pasar, antara lain: a. Memberi kesempatan yang sama bagi setiap pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usaha, b. Menciptakan iklim usaha yang sehat, kondusiI, dan kompetitiI,dan c. Meningkatkan kesejahteraan rakyat (kepentingan umum sebagai konsumen. Untuk usaha kecil, Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan perlakuan khusus berupa pengecualian dari ketentuan dalam undang-undang tersebut, yaitu dalam Pasal 50 h Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan demikian, larangan dan sanksi dalam undang- undang ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil (UKM. Alasan UKM dikecualikan adalah karena UKM tidak memiliki kemampuan yang kuat untuk bersaing dengan pelaku usaha besar. Hal ini disebabkan antara lain oleh permodalan UKM yang lemah dan kemampuan sumber daya manusia UKM yang sangat terbatas. Dengan dikecualikannya UKM pada undang-undang ini, maka UKM sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang 6 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat antara lain dapat melakukan diskriminasi harga, kartel (harga produksi dan wilayah, perjanjian tertutup, dan boikot dalam melakukan usahanya. 3. Jenis-Jenis Perjanjian Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha Jenis-diatur dalam Pasal 4 hingga Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun , sebagai berikut: ligopoli ligopoli diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun Pasal 4 ayat ( dan (2. Dalam pasal tersebut menyatakan adanya larangan perjanjian bersama dan kegiatan yang mengarah pada penguasaan pangsa pasar. 2 Penetapan Harga (!rice Fixing Penetapan harga diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8 Undang- Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada dasarnya yang diatur mengenai penetapan harga adalah larangan perjanjian bersama untuk menetapkan harga. Perjanjian penetapan harga dibagi menjadi 4 (empat, yaitu: a. Penetapan harga (price fixing Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, penetapan harga diartikan sebagai penentuan suatu harga (price umum untuk suatu barang atau jasa oleh suatu keolmpok pemasok yang bertindak secara bersama-sama, sebagai kebalikan atas pemasok yang menetapkan harganya sendiri secara bebas. Perjanjian penetapan harga (price fixing diatur dalam Pasal 5 ayat ( dan ayat (2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Diskriminasi harga (price discrimination Diskriminasi harga adalah harga kepada satu konsumen berbeda dari harga kepada konsumen lain atau suatu barang dan/atau jasa yang sama dengan alasan yang tidak terkait dengan biaya produksi. Diskriminasi 7 harga diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. c. Penetapan harga di bawah harga pasar (predatory pricing Penetapan harga di bawah harga pasar adalah suatu strategi yang biasa dilakukan perusahaan yang dominan untuk menyingkirkan pesaingnya di suatu pasar dengan cara menetapkan harga atau harga penjualan yang sangat rendah dan umumnya di bawah biaya variabel. Apabila perjanjian penetapan harga di bawah harga pasar ini tidak dilarang, maka pihak atau pelaku usaha yang tidak kuat modal dapat tersingkir dari persaingan. Penetapan harga di bawah harga pasar diatur dalam Pasal 7 Undang- Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. d. Penetapan harga jual kembali (resale price maintenance Penetapan harga jual kembali adalah kesepakatan antara pemasok dan distributor tentang pemasokan barang dan/atau jasa tertentu yang didasarkan pada kondisi kesepakatan bahwa pihak distributor akan menjual kembali pada harga yang ditetapkan (secara sepihak atau ditentukan oleh pihak pemasok. Penetapan harga jual kembali diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 3 Pembagian Wilayah Pembagian wilayah adalah melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan/atau jasa. Aturan mengenai pembagian wilayah tercantum dalam Pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 4 Pemboikotan Pemboikotan yang secara tegas diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak 8 Sehat Pasal 0 ayat ( dan ayat (2 adalah pemboikotan yang dilakukan dengan perjanjian, padahal sebenarnya pemboikotan itu bisa dilakukan secara sepihak (unilateral berupa kegiatan atau tindakan, tanpa perlu mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, boikot mengandung arti penghentian pasokan barang oleh produsen untuk memaksa distributor menjual kembali barang tersebut dengan ketentuan khusus. 5 Kartel Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, kartel adalah suatu bentuk kolusi atau persengkongkolan antara suatu kelompok yang bertujuan untuk mencegah persaingan sesama mereka secara keseluruhan atau sebagian. Kartel diatur dalam Pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 6 Trust Mengenai trust diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jika dalam kartel anggota-anggotanya hanya diikat oleh perjanjian atau kesepakatan, maka dalam trust anggota-anggotanya diikat oleh perusahaan gabungan yang lebih besar. 7 ligopsoni Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, oligopsoni adalah situasi pasar yang sebagian pembelinya dapat mempengaruhi pasar secara tidak seimbang. Sedangkan menurut Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, oligopsoni diartikan sebagai suatu bentuk dari pemusatan pembeli (buyer concentration, yaitu situasi pasar di mana beberapa pembeli besar berhadapan denngan banyak pembeli-pembeli yang kecil. 9 ligoposoni diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 8 Integrasi Vertikal Yang dimaksud integrasi vertikal adalah suatu penguasaan dengan serangkaian cara atau proses produksi atas barang tertentu dilakukan mulai dari hulu sampai hilir. Integrasi vertikal diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perjanjian Tertutup (Exclusive Dealing Pada pokoknya pelaku usaha berhak menentukan sendiri pihak penjual atau pembeli atau pemasok di pasar sesuai dengan kebutuhan dan berlakunya sistem atau mekanisme pasar. Ada aturan yang membatasi kebebasan tersebut untuk menghindari terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada Pasal 5 tersebut menyatakan bahwa adanya larangan perjanjian tertutup yang hanya menerima dan memasok kepada pihak tertentu. 0 Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri Perjanjian dengan pihak luar negeri diatur dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada pasal tersebut diatur adanya larangan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli. 5. Kegiatan Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha Monopoli Pasal yang mengatur ketentuan larangan monopoli ada pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di mana secara 10 garis besar berisi larangan kegiatan yang mengarah pada penguasaan pangsa pasar. 2 Monopsoni Kegiatan monoposoni dimengerti sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang atau satu kelompok usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli produk tertentu. Larangan kegiatan monopsoni dilarang pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 3 Penguasaan Pasar Berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal Undang- Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, penguasaan pasar meliputi: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama di pasar yang bersangkutan, b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu, c. membatasai peredaran dan/atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan, d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa melakukan jual rugi juga termasuk dalam kategori penguasaan pasar. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak 11 Sehat menyatakan bahwa kecurangan dalam menetapkan biaya produksi atau biaya lain dapat dimasukkan dalam kategori penguasaan pasar. 4 Persengkongkolan Persangkongkolan atau konspirasi adalah segala bentuk kerja sama di antara pelaku usaha, dengan atau tanpa melibatkan pihak selain pelaku usaha, untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat. Terdapat beberapa jenis persengkongkolan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu: . persengkongkolan untuk mengatur pemenang tender (Pasal 22, 2. persengkongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan (Pasal 23, 3. persengkongkolan untuk menghambat pasokan produk (Pasal 24.
Isi Undang-Undang Anti Monopoli sesuai dengan standar internasional, yaitu sebagai berikut: 3. Melarang perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat; 4. Mengizinkan sampai ke tingkat tertentu penetapan harga konsumen, perjanjian eksklusiI serta perjanjian lisensi dan knowhow; 5. Melarang penggabungan atau peleburan badan usaha, yang menyebabkan terjadinya posisi dominan di pasar atau persaingan usaha tidak sehat; 6. Melarang tindakan merugikan konsumen, pemasok atau penerima barang dengan cara menyalahgunakan posisi dominan di pasar atau persaingan di pasar; 7. Melarang menghalangi pesaing dengan tindakan-tindakan diskriminasi, baik melalui harga, syarat-syarat perdagangan atau penolakan melakukan hubungan usaha. 12