ulsusun Cleh ose N|e|sen A (406091024) 8|||y Ionatan (40609104S)
kLANI1LkAAN kLINIk ILMU C8S1L1kI DAN GINLkCLCGI IAkUL1AS kLDCk1LkAN UNIVLkSI1AS 1AkUMANAGAkA kSUD CIAWI LkICDL 19 SL1LM8Lk 27 NCVLM8Lk 2011
l
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga dapat menyelesaikan reIerat Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang berjudul 'Preeklampsia dan Eklampsia ini tepat pada waktunya. Adapun reIerat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD Ciawi pada periode 19 September 27 November 2011 serta untuk menambah pengetahuan tentang preeklampsia dan eklampsia, baik untuk penulis maupun orang lain yang membaca reIerat ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan yang di berikan oleh dr. Gunawan, Sp.OG serta rekan-rekan di kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi atas bantuan yang telah diberikan selama penulis menyusun reIrat ini sehingga reIrat ini dapat selesai tepat waktunya. Penulis menyadari bahwa reIerat ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan reIerat ini sehingga reIerat ini dapat bermanIaat bagi kita semua.
Ciawi, 16 Oktober 2011
Penulis
ll
AFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... i DAFTAR ISI...................................... ii BAB I. PENDAHULUAN............................................................ 1 BAB II. PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA........................................................ 2 Etiologi....................................................................................................................... 3 PatoIisiologi............................................................................................................... 4 BAB III. PENATALAKSANAAN.......................................................................... 6 Preeklampsia ringan................................................................................................... 6 Preeklampsia berat dan eklampsia............................................................................. 7 Antihipertensi............................................................................................................. 11 Persalinan................................................................................................................... 11 Perawatan pascapersalinan......................................................................................... 12 BAB IV. PENUTUP.............................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 14
1
A I PENAHULUAN
Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. 1,2 Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap Iaktor-Iaktor predisposisi yang lain. 1
2
A II PREEKLAMPSIA AN EKLAMPSIA
Preeklampsia-eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Terdapat 5 - 7 dari semua kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu misalnya pada mola hidatidosa. 2,3 Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis. Preeklampsia- eklampsia hampir secara eksklusiI merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita hamil dengan umur ekstrem yaitu pada usia dibawah 20 tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut: 2 1) Kehamilan multiIetal dan hidrops Ietalis. 2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus. 3) Penyakit ginjal. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. 3 Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis preeklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. 3 Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatiI menunjukkan 1 atau 2 atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil
3
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. 3 Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini: 3 1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih; 2) Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 pada pemeriksaan kualitatiI; 3) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam; 4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium; 5) Edema paru-paru atau sianosis.
Etiologi Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/eklampsia masih belum diketahui.Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tesebut antara lain: Peran Prostasiklin dan Tromboksan 4 Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan Iibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadideposit Iibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 2 Peran Faktor Imunologis 4 Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E: 1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum. 2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.
4
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E. Peran Faktor Genetik/Familial 4 Beberapa bukti yang menunjukkan peran Iaktor genetik pada kejadian PE-E antara lain: 1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. 2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya Irekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E. 3. Kecendrungan meningkatnya Irekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
Patofisiologi Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total periIer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perIusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. 4 Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatiI. 4 Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transIerin, ion tembaga dan sulIhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain: 2,4
3
a) Adhesi dan agregasi trombosit. b) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. c) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit. d) Produksi prostasiklin terhenti. e) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. I) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
6
A III PENATALAKSANAAN
Mengakhiri kehamilan merupakan satu-satunya jalan untuk menyembuhkan preeklampsia. Manajemen dasar untuk komplikasi karena preeklampsia: 5 1. Pengakhiran kehamilan dengan kemungkinan trauma terkecil bagi ibu dan janin. 2. Melahirkan anak yang sudah dapat bertahan hidup di luar kandungan. 3. Pemulihan kesehatan yang sempurna bagi ibu.
Preeklampsia ringan 6 Kehamilan kurang dari 37 minggu Tangani secara rawat jalan : 6 O Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), reIlex dan kondisi janin. O ika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan. O ika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. O Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia atau eklampsia. O ika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan normal. ika belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan : O Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), reIleks, dan kondisi janin. O Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia. O Lebih banyak istirahat. O Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam). O Tidak perlu diberi obat-obatan. O ika rawat jalan tidak mugkin, rawat di rumah sakit : 4 Diet biasa. 4 Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari. 4 Tidak perlu diberi obat-obatan. 4 Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut. O ika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan : 4 Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat.
7
4 Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. 4 ika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali. O ika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin. O ika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. ika tidak, rawat sampai aterem. O ika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
Kehamilan lebih dari 37 minggu
O ika servix matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. O ika servix belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
Preeklampsia berat dan eklampsia 6 Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktiI. Penanganan konservatiI tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperreIleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih.
Penanganan kejang O Beri obat antikonvulsan. O Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan naIas, sedotan, masker dan balon, oksigen). O Beri oksigen 4-6 liter per menit. O Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tapi jangan diikat terlalu keras. O Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi. O Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu.
8
Penanganan umum O ika tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg dan diastolik lebih dari 110 mmHg, berikan obat anti hipertensi, sampai tekanan sistolik di bawah 150 mmHg dan diastolik di antara 90-100 mmHg. O Pasang inIus dengan jarum besar (16 gauge atau lebih besar). O Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan. O Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria. O ika jumlah urin kurang dari 30 ml per jam : 4 Hentikan magnesium sulIat (MgSO4) dan berikan cairan I.V. (NaCl 0,9 atau Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per 8 jam; 4 Pantau kemungkinan edema paru. O angan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin. O Observasi tanda-tanda vital, reIleks, dan denyut jantung janin setiap jam. O Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. O Hentikan pemerian cairan I.V. dan berikan diuretik misalnya Furosemid 40 mg I.V. sekali saja jika ada edema paru. O Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana (bed side clotting test). ika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Antikonvulsan 6 Magnesium SulIat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia berat dan eklampsia. Pemberian magnesium sulIat pada preeklampsia berat dan eklampsia Dosis awal 4 MgSO4 4 g I.V. sebagai larutan 40 selama 5 menit. 4 Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4 50, masing masing 5 g di bokong kanan dan kiri secara I.M. dalam 1 ml lidokain 2 pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. 4 ika kejang berulang setalah 15 menit, berikan MgSO4 2 g (larutan 40) I.V. selama 5 menit.
9
Dosis pemeliharaan 4 MgSO4 1-2 g per jam per inIus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4 I.M. tiap 4 jam. 4 Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa : 4 Frekuensi pernaIasan minimal 16 kali per menit. 4 ReIleks patela (). 4 Urin minimal 30 ml per jam dalam 4 jam terakhir. Berhentikan pemberian MgSO4, jika : 4 Frekuensi pernaIasan 16 kali per menit. 4 ReIleks patela (-). 4 Urin 30 ml per jam dalam 4 jam terakhir. Siapkan antidotum : 4 ika terjadi henti naIas : lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) beri kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10) I.V. perlahan-lahan sampai pernaIasan mulai lagi.
Pemberian MgSO 4 menurut textbook William`s 5 Continous Intravenous InIusion 1. Berikan 4 - 6 g dalam 100 mL cairan I.V. selama 15 - 20 menit. 2. Mulai dengan 2 g/jam dalam 100 mL inIus I.V. beberapa merekomendasikan 1 g/jam. 3. Monitor toksisitas magnesium: nilai reIleks patela secara perodik, beberapa ahli mengukur tingkat serum magnesium 4 - 6 jam dan mengatur inIus untuk mempertahankan tingkat tersebut antara 4 - 7 meq/L (4,8 - 8,4 mg/dL), mengukur tingkat serum magnesium jika serum creatinin 1 mg/dL. 4. Magnesium sulIat dihentikan 24 jam setelah persalinan. Intermitten Intramuscular Injection 1. Berikan 4 g magnesium sulIat (MgSO 4 - 7 H2O USP) sebagai larutan 20 intravena dengan kecepatan 1 g/menit. 2. Diikuti dengan 10 g dari 50 larutan magnesium sulIat setengahnya (5 g) disuntik yang dalam pada kuadran lateral atas bokong kiri dan kanan dengan jarum 3 inci 20 gauge. (Tambahan 1 mL dari lidokain 2 untuk meminimalkan rasa tidak nyaman).
10
ika konvulsi bertahan sampai 15 menit tambahkan hingga 2 g I.V. dalam larutan 20 dengan kecepatan 1 g/menit. Bila ibu gemuk, dosis bisa ditambah sampai 4 g diberikan perlahan. 3. Setiap 4 jam berikan 5 g dari larutan magnesium sulIat 50 disuntikan pada kuadran lateral atas bokong kanan atau kiri. Tapi harus dipastikan bahwa: reIleks patela positiI, tidak ada depersi pernapasan, output urine 4 jam sebelumnya harus melebihi 100 mL. 4. Magnesium sulIat dihentikan 24 jam setelah persalinan.
ika MgSO4 tidak tersedia dapat diberika Diazepam, dengan resiko terjadinya depresi pernaIasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi pernaIasan neonatal. Pemberian terus-menerus secara intravena meningkatkan resiko depresi pernaIasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasental dan persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari. 6 Pemberian diazepam pada preeklampsia dan eklampsia Catatan : Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia. Pemberian I.V. Dosis awal : Diazepam 10 mg I.V. pelan-pelan selama 2 menit. ika kejang berulang, ulangi dosis awal. Dosis pemeliharaan : Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan ringer laktat per iv. Depresi pernaIasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis lebih dari 30 mg per jam. angan berikan lebih dari 100 mg per 24 jam.
Pemberian melalui rektum ika pemberian I.V. tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum. ika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg per jam atau lebih, tergantung pada berat badan asien dan respon klinik.
11
Antihipertensi 5,6 ika tekanan dastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertansi. Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral. Obat pilihan adalah Hidralazine. Berikan hidralazine 5 mg I.V. . Bila tidak ada respon, dapat diberikan 10 mg I.V. pada 15-20 menit berikutnya. Dengan dosis maksimal 30 mg per satu siklus pemberian. ika hidralazine tidak tersedia, berikan : 4 Labetolol 10 mg I.V. : ika respon tidak baik (tekanan diastolik tetap ~ 110 mmHg), berikan labetolol 20 mg I.V. sesudah 10 menit. Naikan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respon tidak baik sesudah 10 menit dengan dosis maksimal 220 mg per satu siklus pemberian. 4 Atau berikan NiIedipin 5 mg sublingual. ika tidak baik setelah 5 menit, beri tambahan 5 mg sublingual. Ada literatur yang memberikan dosis 10 mg peroral, bila tidak ada respon diberikan 10 mg sesudah 30 menit dengan dosis maksimal 120 mg. 4 Metildopa 3 x 250 mg hingga 500 mg per hari.
Persalinan 6 Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan risiko ibu dan janin. O Periksa serviks. O ika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. O ika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada preeklampsia), lakukan seksio sesarea. O ika denyut janin 100/menit atau ~ 180/menit lakukan seksio sesarea. O ika serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio sesarea. O ika anestesia untuk seksio sesarea tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil: 4 Usahakan lahir pervaginam.
12
4 Matangkan dengan misoprostol, prostaglandin, atau kateter Foley.
Catatan: ika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa: O Tidak terdapat koagulopati. O Anestesia yang aman/terpilih adalah anestesia umum, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan risiko hipotensi. Risiko ini dapat dikurangi dengan memberikan 500 - 1000 ml cairan I.V. sebelum anestesia. O ika anestesia umum tidak tersedia, janin mati, atau kemungkinan hidup kecil, lakukan persalinan pervaginam.
Perawatan Pascapersalinan 6 O Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir. O Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih 110 mmHg atau lebih. O Pantau urin.
13
A IV PENUTUP
Dalam rangka menurunkan angka kematian maternal dan perinatal akibat preeklampsia-eklampsia deteksi dini dan penanganan yang adekuat terhadap kasus preeklampsia ringan harus senantiasa diupayakan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan mempertajam kemampuan diagnosa para penyelenggara pelayanan bumil dari tingkat terendah sampai teratas, dan melakukan pemeriksaan bumil secara teratur. Mengingat komplikasi terrhadap ibu dan bayi pada kasus-kasus PEB-E, maka sudah selayaknyalah semua kasus-kasus tersebut dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang memiliki Iasilitas penanganan kegawatdaruratan ibu dan neonatal.
14
AFTAR PUSTAKA
1. Reeder, Mastroianni, Martin, Fitzpatrik. Maternity nursing. 13rd ed. Philadelphia: B Lippincott Co. 1976; 23: 463-72. 2. Manuaba Gde IB. Penuntun diskusi obstetri dan ginekologi untuk mahasiswa kedokteran. akarta: EGC. 1995; 25-30. 3. Wiknjosastro H, SaiIuddin AB, Rachimhadhi. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. akarta: YBP-SP. 2007; 281-301. 4. Wibisono B. Kematian perinatal pada preeklampsia-eklampsia. Fakultas Kedokteran Undip: Semarang. 1997; 6-12. 5. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams obstetrics. 23th Ed. New York: McGraw Hill. 2010; 728, 737. 6. SaiIuddin AB, Wiknjosastro H, AIIandi B, Waspodo D. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Edisi pertama. akarta: YBP-SP. 2010; M33-M41.