You are on page 1of 63

i

KATA PENGANTAR


Pertama-tama tentu saja saya selaku penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat
Gusti Allah SWT yang dengan rahmat dan karunianya telah menjadikan saya sebagai seorang
(mantan) mahasiswa Prodi Matematika FMIPA UGM. Sebelumnya saya ingin meminta maaf
dulu apabila kalimat pada kata pengantar ini tidak sepenuhnya merupakan kalimat baku dan
cenderung ekspresif. Maklum, penulis juga merangkap profesi sebagai seorang blogger (bisa
dilihat di http://wijna.web.id). Akan tetapi pada pembahasan mengenai Dekomposisi Matriks,
penulis menggunakan bahasa baku yang mengacu kepada standar tata-kalimat Tugas Akhir di
Prodi Matematika FMIPA UGM.

Di tahun 2007, sembari menunggu nilai-nilai ujian akhir yang tidak kunjung terpampang
di papan nilai ujian, penulis iseng-iseng membuat makalah ini. Makalah ini dibuat semata-mata
sebagai jejak peninggalan kami yang telah sukses menempuh matakuliah Aljabar Linear
Numerik yang pada masa kami diasuh oleh Pak Sutopo. Mengapa kami? Karena penulis tidak
menggunakan referensi pribadi saja dalam penyusunan makalah ini, namun juga menggunakan
makalah-makalah hasil presentasi teman-teman penulis; Noorma, Adhisti, Pipit, Ruth, dan Yoa.
Terima kasih juga untuk Hening (Math 2005) atas makalahnya yang berkaitan dengan Proyeksi.
Bagi anda yang mengambil matakuliah Aljabar Linear Numerik, semoga makalah ini bisa
menjadi salah satu media pembelajaran anda.

Yogyakarta, Agustus 2007 Juni 2009


Wihikan "Mawi" Wijna

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN



Terima Kasih Sebanyak-Banyaknya Buat Genk Chubby!

Dari Kiri ke Kanan:
Adhisti Arie Yusanti
Ruth Triaulia Napitupulu
Pipit Pratiwi Rahayu
Yoanita Dwi Harlandi
Noorma Yulia Megawati


[semuanya math 2004]

iii
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................................. iv
1. Pendahuluan..................................................................................................................... 1
2. Dasar Teori....................................................................................................................... 3
3. Dekomposisi Nilai Singular............................................................................................. 10
4. Dekomposisi QR.............................................................................................................. 21
5. Dekomposisi Cholesky.................................................................................................... 34
6. Dekomposisi Schur.......................................................................................................... 46
7. Metode Least Square....................................................................................................... 53
8. Proyektor......................................................................................................................... 55

iv
DAFTAR SIMBOL


` : Himpunan seluruh bilangan asli, { } 1, 2, 3,... .
] : Himpunan seluruh bilangan bulat.
_ : Himpunan seluruh bilangan rasional.
\ : Himpunan seluruh bilangan real.
^ : Himpunan seluruh bilangan kompleks.
m n
\ : Himpunan seluruh matriks dengan entri-entrinya merupakan bilangan real,
memiliki sejumlah m baris, dan sejumlah n kolom.
m n
^ : Himpunan seluruh matriks dengan entri-entrinya merupakan bilangan kompleks,
memiliki sejumlah m baris, dan sejumlah n kolom.
m
\ : Himpunan vektor dengan entri-entrinya merupakan bilangan real, berbentuk m
baris dan 1 kolom.
m
^ : Himpunan vektor dengan entri-entrinya merupakan bilangan kompleks,
berbentuk m baris dan 1 kolom.
T
x : Transpose dari suatu vektor
m
x\ .
* c : Transpose konjugat dari suatu vektor
m
c^ .
T
A : Transpose dari suatu matriks
mxn
A\ .
* B : Transpose konjugat dari suatu matriks
mxn
B^ .
1
A

: Invers suatu matriks A terhadap operasi perkalian matriks.


( ) det A : Determinan matriks A.
x : Norma vektor x.
, x y : Inner-product vektor x dan y.
0 : Vektor nol.


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
1
BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pada bidang aljabar linear adalah menyelesaikan suatu
sistem persamaan Ax b = , untuk suatu matriks A serta vektor x dan b. Salah satu metode
yang umum digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan
melakukan serangkaian operasi kolom/baris elementer untuk membawa matriks A
menjadi bentuk eselon tereduksi. Namun selain cara tersebut, dapat pula digunakan cara
memfaktorkan matriks A menjadi bentuk A UV = untuk suatu matriks U dan V. Dengan
demikian sistem persamaan akan berubah menjadi ( ) Ax UV x b = = . Sehingga cara yang
digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan tersebut adalah dengan menghitung
vektor y Vx = dan diharapkan sistem persamaan akan lebih mudah diselesaikan dalam
bentuk Uy b = . Teknik pemfaktoran tersebut dinamakan dekomposisi matriks.
1.2 Maksud dan Tujuan
Pada makalah ini akan dibahas mengenai jenis beserta sifat dari dekomposisi
matriks berikut; Dekomposisi Nilai Singular, Dekomposisi QR, Dekomposisi Cholesky,
dan Dekomposisi Schur. Selain itu dibahas pula mengenai metode Least Square serta
Proyeksi.
1.3 Tinjauan Pustaka
Literatur yang menjadi acuan utama dalam penulisan tugas akhir ini makalah-
makalah yang dihasilkan oleh kelompok di matakuliah Aljabar Linear Numerik pada
Semester Ganjil di tahun ajaran 2006/2007. Selain makalah kelompok tersebut,

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
2
ditambahkan pula literatur yang diperoleh dari internet yang mayoritas bersumber dari
situs Wikipedia.
1.4 Metode Penelitian
Untuk mempelajari dekomposisi matriks terlebih dahulu dipelajari dasar-dasar
dari Aljabar Linear seperti Basis, Rank, Null, Ortogonalitas dan lain sebagainya. Untuk
memudahkan pembelajaran diharapkan pembaca menguasai dasar-dasar dari matakuliah
Aljabar Linear Elementer dan Aljabar Linear. Setelah itu pembahasan dilanjutkan
mengenai dekomposisi matriks. Bab-bab yang menjelaskan teori dekomposisi matriks,
yaitu Bab III sampai VIII masing-masing berdiri sendiri dan tidak terkait dengan bab-bab
sebelumnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang masalah yang diangkat
dalam penulisan makalah ini, diberikan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I
merupakan pendahuluan makalah, yang meliputi latar belakang masalah, maksud dan
tujuan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi dasar
teori, yang meliputi dasar-dasar dari Aljabar Linear. Pada bab III dibahas pengertian dan
sifat-sifat Dekomposisi Nilai Singular. Bab IV dibahas pengertian dan sifat-sifat
Dekomposisi QR. Bab V dibahas pengertian dan sifat-sifat Dekomposisi Cholesky. Bab
VI dibahas pengertian dan sifat-sifat Dekomposisi Schur. Bab VII dibahas pengertian dan
sifat-sifat metode Least Square. Bab VIII dibahas pengertian dan sifat-sifat Proyeksi.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
3
BAB II
DASAR TEORI

Berikut diberikan beberapa definisi dan teorema yang digunakan dalam
pembahasan dekomposisi suatu matriks. Pembahasan diawali dengan definisi mengenai
himpunan bilangan kompleks.
Definisi 2.1 (Himpunan Bilangan Kompleks)
Himpunan
{ }
, a bi a b = + C R dengan
2
1 i = disebut sebagai himpunan bilangan
kompleks. Himpunan bilangan kompleks merupakan lapangan. Lebih lanjut berlaku sifat
N Z R C.

Definisi 2.2 (Sekawan Bilangan Kompleks)
Diketahui suatu bilangan komples z a bi = + . Sekawan dari z adalah z a bi = . Lebih
lanjut, berlaku sifat
2 2
z zz a b = = + .

Pada matakuliah Aljabar Linear Elementer telah dibahas mengenai ruang vektor
dan basis. Berikut akan kembali dijelaskan mengenai ruang vektor, basis, dan khususnya
rank suatu matriks.
Definisi 2.3 (Basis Ruang Vektor)
Diketahui V suatu ruang vektor atas lapangan F, basis untuk V merupakan himpunan
{ }
1 2
, ,...,
n
S v v v V = yang memenuhi kedua aksioma berikut:
(i). Himpunan S bebas linear, yaitu
1 1 2 2
... 0
n n
k v k v k v + + + = jika dan hanya jika
1 2
... 0
n
k k k = = = = .
(ii). Himpunan S membangun V, untuk setiap v V terdapat
1 2
, ,...
n
k k k F
sehingga
1 1 2 2
...
n n
v k v k v k v = + + + .

Teorema 2.4
Setiap ruang vektor V atas sebarang lapangan F memiliki basis.


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
4
Teorema 2.5
Diketahui
m n
A

C , maka himpunan
{ }
n
V Ax x = C merupakan suatu ruang vektor
atas C, dan menurut Teorema 2.4 berakibat V memiliki basis.

Definisi 2.6 (Range dan Rank)
Diketahui
m n
A

C , maka Range A adalah himpunan
{ }
n
V Ax x = C . Dimensi basis
dari V disebut dengan Rank A.

Contoh 2.7
Diketahui matriks
2 3
1 0 1
0 1 0
A


=


R . Untuk sebarang
3
a
x b
c


=



R , berlaku:
2
1 0 1
0 1 0
a
a c
Ax b
b
c

+

= =





R .
Dengan demikian Range A adalah
3 2
a
a c
V b
b
c

+

=







R R .
Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa
2
V R . Diambil sebarang
2
x
y



R , perhatikan
bahwa dapat dipilih a x y = + , b y = , dan c y = sehingga berlaku:
2
1 0 1 1 0 1
0 1 0 0 1 0
a x y
x
b y
y
c y
+


= =





R . Jadi terbukti bahwa
x
V
y



yang
berakibat
2
V R .

Karena
2
V R dan
2
V R , maka berlaku
2
V = R dan dengan demikian banyaknya
elemen pada basis untuk V adalah 2, atau dengan kata lain Rank A adalah 2.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
5
Pada matakuliah Aljabar Linear Elementer juga telah diterangkan bahwa
pengertian lain dari rank suatu matriks adalah banyaknya kolom-kolom yang saling bebas
linear pada matriks bentuk eselon tereduksi. Besar harapannya bahwa pembaca juga
menambah wawasan mengenai definisi lain dari rank beserta sifat-sifat rank. Berikut
diberikan sifat rank yang disebut dengan fullrank.
Definisi 2.8 (Fullrank)
Suatu matriks
m n
A

C dikatakan fullrank jika dan hanya jika A memetakan vektor yang
berbeda ke vektor yang berbeda pula, yaitu untuk setiap ,
n
x y C dengan x y berlaku
Ax Ay . Definisi tersebut ekuivalen dengan untuk setiap ,
n
x y C dengan Ax Ay = ,
berakibat x y = . Matriks fullrank memiliki Rank { } min , m n = .

Contoh 2.9
Matriks A pada contoh 7 bukan merupakan matriks fullrank karena terdapat
3
1 2
1 , 1
0 1




R , sehingga
1 2
1
1 1
1
0 1
A A



= =





.

Teorema 2.10
Suatu matriks persegi A invertibel jika dan hanya jika A fullrank.

Disamping rank, terdapat pula pengertian mengenai null suatu matriks.
Teorema 2.11
Diketahui
m n
A

C , maka himpunan
{ }
0
n
W x Ax = = C merupakan suatu ruang
vektor atas C, dan menurut teorema 4 berakibat W memiliki basis.

Definisi 2.12 (Null dan Kernel)
Diketahui
m n
A

C , maka Null A adalah himpunan
{ }
0
n
W x Ax = = C . Dimensi
basis dari W disebut dengan Kernel A.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
6
Berikut diberikan definisi mengenai transpose dan transpose konjugat.
Definisi 2.13 (Transpose)
Diketahui vektor
1
n
n
k
x
k


=



. R . Transpose dari vektor x adalah vektor
1 T n
x

R dengan
[ ]
1
T
n
x k k = . Transpose dari matriks
m n
A

R didefinisikan serupa, yaitu dengan
memandang A sebagai matriks yang dibentuk dari vektor kolom dan melakukan
transpose pada vektor kolom tersebut.

Definisi 2.14 (Transpose Konjugat)
Diketahui vektor
1
n
n
z
c
z


=



. C . Transpose dari vektor c adalah vektor
1
*
n
c

C dengan
[ ]
1
*
n
c z z = . Transpose konjugat dari matriks
m n
B

C didefinisikan serupa, yaitu
dengan memandang B sebagai matriks yang dibentuk dari vektor kolom dan melakukan
transpose konjugat pada vektor kolom tersebut.

Contoh 2.15
Diketahui matriks
2 3
0 1 2
3 4
i
A
i i

+
=


C , maka
0 3
* 1 4
2
A i i
i


=



.










St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
7
Berikut diberikan definisi mengenai matriks simetri, hermitian, ortogonal, dan
uniter.
Definisi 2.16 (Matriks Simetri)
Suatu matriks persegi
m m
A

R dikatakan simetri jika dan hanya jika
T
A A = .

Definisi 2.17 (Matriks Hermitian)
Suatu matriks persegi
m m
B

C dikatakan hermitian jika dan hanya jika * A A = .

Definisi 2.18 (Matriks Ortogonal)
Suatu matriks persegi
m m
A

R dikatakan ortogonal jika dan hanya jika
1 T
A A

= .

Definisi 2.19 (Matriks Uniter)
Suatu matriks persegi
m m
B

C dikatakan uniter jika dan hanya jika
1
* A A

= .

Berikut diberikan definisi mengenai matriks definit positif.
Definisi 2.20 (Matriks Definit Positif)
Suatu matriks hermitian
m m
A

C dikatakan definit positif jika dan hanya jika untuk
sebarang vektor
m
xC , berlaku * 0 x Ax > .

Contoh 2.21
Matriks
1
0
i
A
i

=


bukan matriks definit positif, karena ada vektor
2
0
1



C sehingga
[ ]
1 0
0 1 0
0 1
i
i

=


.





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
8
Berikut akan diberikan definisi mengenai basis ortonormal. Sebelumnya, akan
didefinisikan dulu mengenai norma, inner-product, vektor ortogonal dan vektor normal
yang diberikan pada vektor-vektor di
n
C . Karena definisi tersebut juga berlaku pada
n
R
karena adanya hubungan
n n
R C .
Definisi 2.23 (Norma Euclid Vektor Kompleks)
Diketahui vektor
1
n
n
z
c
z


=



. C , maka norma vektor c adalah
2 2
1 n
c z z = + +
dengan
i i i
z z z = .

Definisi 2.24 (Inner-Product)
Diketahui vektor ,
n
x y C , maka inner-product vektor x dan y adalah , * x y x y = .

Teorema 2.25
Diketahui vektor
n
xC , maka berlaku
2
, x x x = .

Definisi 2.26 (Vektor Ortogonal)
Vektor ,
m
x y C dikatakan saling ortogonal jika dan hanya jika , 0 x y = .

Definisi 2.27 (Vektor Normal)
Vektor
m
xC dikatakan vektor normal jika dan hanya jika 1 x = .

Definisi 2.28 (Basis Ortonormal)
Diketahui V ruang vektor atas C, dan { }
1 2
, ,...,
n
S v v v = merupakan basis untuk V. Basis
S disebut Basis Ortonormal jika dan hanya jika:
(i). Setiap
i
v merupakan vektor normal, dan
(ii). , 0
i j
v v = untuk setiap , i j dengan i j .


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
9
Berikut akan diberikan definisi mengenai nilai eigen dan vektor eigen.
Definisi 2.29 (Nilai Eigen dan Vektor Eigen)
Diketahui
m n
A

C . Bilangan kompleks dan vektor tak nol
n
xC yang memenuhi
persamaan Ax x = berturut-turut disebut nilai eigen A dan vektor eigen A. Vektor x
yang merupakan vektor eigen A, disebut juga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai
eigen .

Teorema 2.30
Diketahui
m n
A

C . Jika A merupakan matriks hermitian, maka vektor-vektor eigennya
saling ortonormal.

Teorema 2.31 (Diagonalisasi Matriks)
Diketahui
m n
A

C . Jika A merupakan matriks hermitian, maka terdapat matriks uniter
Q sehingga berlaku * A Q Q = dengan merupakan matriks diagonal yang entri-
entrinya merupakan nilai eigen matriks A. Lebih lanjut, matriks Q merupakan matriks
yang dibentuk dari vektor-vektor eigen matriks A.

Untuk memahami lebih jauh mengenai sifat-sifat yang telah dipaparkan pada bab
ini, diharapkan pembaca juga mendalami topik mengenai aljabar linear yang terdapat
pada matakuliah Aljabar Linear Elementer dan Aljabar Linear.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
10
BAB III
DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR


Dekomposisi Nilai Singular atau yang lebih dikenal sebagai SVD (Singular Value
Decomposition) merupakan salah satu dekomposisi yang cukup terkenal. SVD berkaitan
erat dengan singular value atau nilai singular dari sebuah matriks yang merupakan salah
satu karakteristik matriks.

Definisi 3.1 (Nilai Singular)
Diketahui matriks
m n
A

C dengan rank A = r. Diketahui juga nilai eigen dari matriks
* A A adalah sebagai berikut:
1 2 1
... ... 0
r r n

+
> = = = .
Bilangan
2
i i
= , untuk setiap 1 i n disebut nilai singular dari matriks A.

Teorema 3.2
Diketahui matriks
m n
A

C dengan rank A = r. Maka terdapat tepat sejumlah r nilai
singular yang tak nol.
Bukti.
Misalkan nilai eigen dari matriks * A A adalah
1 2
, ,...,
n
dengan
1 2
...
n
.
Berarti terdapat sejumlah n vektor eigen , 1, 2, 3,...,
i
x i n = yang bersesuaian dengan nilai-
nilai eigen tersebut. Misalkan { }
1 2
, ,...,
n
x x x merupakan himpunan n vektor eigen yang
dimaksud. Diperhatikan bahwa himpunan tersebut membentuk basis ortogonal untuk
n
C .
Jika basis ortogonal tersebut dinormalisasi akan diperoleh basis ortonormal
{ }
1 2
, ,...,
n
p p p untuk
n
C , dengan
i
i
i
x
p
x
= untuk setiap 1 i n .

Karena himpunan { }
1 2
, ,...,
n
p p p merupakan basis ortonormal untuk
n
C , maka berlaku
2
, 1
i i i
p p p = = untuk setiap 1 i n , akibatnya

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
11
( ) ( )
( )
( )
( )
2
, *
* *
*
*
.
i i i i
i i
i i i
i i i
i i
i
Ap Ap Ap Ap
p A Ap
p p
p p
p

=
=
=
=
=
=


Menurut definisi nilai singular, berlaku
2
2
i i i
Ap = = , untuk setiap1 i n . Karena
diketahui rank A = r, maka berlaku
1 2
... 0
r
Ap Ap Ap = = = , dan
1 2
... 0
r r n
Ap Ap Ap
+ +
= = = = . Jadi diperoleh 0
i
, untuk 1, 2, 3,..., i r = .

Lebih lanjut, karakteristik matriks juga menentukan karakteristik dari sebuah
matriks transformasi linear. Hubungan antara prapeta dan petanya, ditentukan oleh
karakteristik matriks transformasi linear. Diperhatikan ilustrasi berikut:



Ilustrasi diatas menunjukkan bagaimana hubungan antara prapeta { }
1 2
, v v ketika
ditransformasikan menggunakan matriks
m n
A

C , dengan petanya { }
1 1 2 2
, u u . Vektor
, u v masing-masing adalah vektor unit, sehingga dengan demikian apabila jumlah vektor
u dan v ada sebanyak n buah, maka berlaku:

i i i
Av u = , 1 i n




St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
12
Dalam notasi matriks:
1
1 2 1 2
0
... ... .
0
n n
n
V U
A v v v u u u

. .


Hubungan ini dapat pula ditulis sebagai:
. AV U =
Karena V adalah matriks uniter, maka dengan mengkalikannya dengan * V dari
kanan diperoleh :
* A U V =
Dengan U , matriks uniter yang dibentuk oleh vektor eigen normal matriks
T
AA .
Dengan V , matriks uniter yang dibentuk oleh vektor eigen normal matriks
T
A A.
Dengan , matriks diagonal yang entri-entrinya adalah nilai singular matriks A.
Bentuk diatas disebut dengan bentuk dekomposisi SVD.

Berikut akan dijelaskan mengenai cara untuk membentuk matriks U dan V.
Misalkan diketahui matriks
m n
A

C dengan rank A = r. Kemudian dibentuk matriks
* A A, dan dicari nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigennya. Misalkan
1 2
, ,...,
n

merupakan nilai-nilai eigen matriks * A A dan
1 2
, ,...,
n
v v v merupakan vektor-vektor eigen
matriks * A A dengan
i
v merupakan vektor eigen yang bersesuaian dengan
i
. Karena
* A A matriks hermitian maka vektor-vektor eigennya membentuk basis ortonormal.
Dengan demikian dapat dibentuk matriks
1 2
...
n
V v v v


=



yang merupakan matriks
uniter.
Menurut definisi nilai eigen diperoleh *
i i i
A Av v = untuk setiap 1 i n ,
sehingga diperoleh * * * ,
i j i j j j i j
v A Av v v v v = = . Menurut Teorema 3.2 ada sejumlah
r nilai singular yang tidak nol. Dengan demikian, untuk nilai positif
j
dengan
1, 2,..., j r = , dapat definisikan
j j
= dan dibentuk vektor
1
j j
j
u Av

= . Diperhatikan

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
13
bahwa
( ) ( )
*
1 1 1
, * * * ,
j j
i j i j i j i j i j
i j i j i j i j
u u Av Av v A Av v v v v



= = = =



dan,
(i). Untuk i j , diperoleh , 0
i j
v v = dan akibatnya
, , 0 0
j j
i j i j
i j i j
u u v v


= = = .
(ii). Untuk i j = , diperoleh , 1
i j
v v = dan akibatnya
, , 1
j j
i i i j
i j i j
u u v v


= = = .
Dari (i) dan (ii), berakibat himpunan { }
1 2
, ,...,
r
u u u merupakan basis ortonormal.
Dibentuk matriks uniter U, dan V yang masing-masing dibangun oleh vektor-vektor eigen
u dan v, Maka diperoleh :

( )
0
* *
,
i j
ij
j i j
j r
U AV u Av
u u j r
>

= =



Sehingga * U AV = atau dengan kata lain * A U V = .

Secara umum berikut algoritmanya.
Algoritma 3.3 (Algoritma Dekomposisi Nilai Singular)
Input : Matriks
m n
A

C dengan rank A = r.
Output : Matriks uniter U,V dan matriks singular sehingga * A U V = .

1. Dibentuk matriks * A A dan tentukan sejumlah r nilai singular tak nolnya.
Misalkan { }
1 2
, ,...,
r
merupakan nilai-nilai singular tak nol matriks * A A
dengan
1 2 1
... ... 0
r r n

+
> = = = .
2. Dibentuk matriks diagonal
1
0
0
n

. .

.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
14
3. Dicari himpunan vektor eigen matriks * A A. Misalkan { }
1 2
, ,...,
n
v v v
merupakan vektor-vektor eigen matriks * A A dengan
i
v merupakan vektor
eigen yang bersesuaian dengan
i
.
4. Dibentuk matriks uniter
1 2
...
n
V v v v


=



.
5. Dibentuk himpunan vektor { }
1 2
, ,...,
n
u u u dengan
1
i i
i
u Av

= untuk setiap
1 i n .
6. Dibentuk matriks uniter
1 2
...
n
U u u u


=



.
Contoh 3.4
Diketahui matriks
1 1
0
0
A i
i


=



, akan dicari bentuk dekomposisi SVD-nya.
Dibentuk matriks
1 1
1 0 2 1
* 0
1 0 1 2
0
i
A A i
i
i



= =




.
Diketahui nilai eigen matriks * A A adalah
1 2
3 dan 1 = = .
Kemudian dibentuk matriks singular,
3 0
0 1

=


.
Nilai-nilai eigen
1 2
3, 1 = = masing-masing berkorespondensi dengan vektor eigen
1
2
2
2
2
v


=



dan
2
2
2
2
2
v


=



. Himpunan vektor-vektor eigen tersebut ortonormal
sehingga dapat dibentuk matriks uniter V sebagai berikut:

[ ]
1 2
2 2
2 2
2 2
2 2
V v v


= =






St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
15

Kemudian untuk matriks U yang dibentuk dari
1
i i
i
u Av

= , diperoleh :
1
6
3
6
6
6
6
u i
i




=





dan
2
0
2
2
2
2
u i
i




=




. Kemudian dibentuk matriks uniter U :
[ ]
1 2
6
0
3
6 2
6 2
6 2
6 2
U u u i i
i i




= =









Sehingga bentuk SVD dari matriks A adalah :

6
0
3
1 1
2 2
6 2 3 0
2 2
0
6 2
0 1
2 2
0
2 2
6 2
6 2
V
U
A i i i
i
i i







= =











.

Diperhatikan matriks uniter
3 2 x
U C , agar matriks unitary U ini menjadi matriks persegi
berukuran 3x3 harus ditambah satu kolom lagi. Namun vektor yang menyusun kolom
tambahan tersebut haruslah ortonormal dengan vektor kolom lainnya. Karena itu dipilih
sebarang vektor yang memenuhi syarat tersebut.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
16
Diambil
3
3
3
3
3
3
3
u



=



, sehingga menjadikan matriks
6 6
3
0 0
3
3 3
6 2 6 2
3
3
6 2 6 2
6 2 6 2
3
3
6 2 6 2
U i i i i
i i i i




= =






.

Namun akibatnya matriks singular harus menambah jumlah baris agar mengimbangi
jumlah kolom tambahan pada matriks unitary U. Karena baris tambahan pada matriks
singular harus tetap menjadikan hasil perkalian

U sama seperti ketika matriks
unitary U belum bertambah jumlah kolomnya, maka baris tambahan pada matriks
singular harus dibentuk oleh vektor 0. Sehingga :

*
6
3
0
3
3
1 1 3 0
2 2
6 2
2 2
3
0 0 1
3
6 2
2 2
0 0 0
2 2
6 2
3
3
6 2
V
U
A i i i
i
i i









= =












.

Bentuk ini dinamakan bentuk SVD penuh karena matriks unitary U dan V masing-
masing berupa matriks persegi. Sedangkan bentuk SVD sebelumnya dinamakan bentuk
SVD tereduksi. Bila diperhatikan ada perbedaan notasi bertopi yakni & U serta

& U . Notasi topi digunakan untuk menandai matriks dekomposisi dalam bentuk
tereduksi.


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
17
Berikut merupakan beberapa sifat yang ada pada SVD.
Teorema 3.5
Diketahui
m n
A

C dengan rank A = r , maka Range A = { }
1 2
, ,...,
r
span u u u , dan Null A
= { }
1 2
, ,...,
r r n
span v v v
+ +
.
Bukti.
Dari SVD diperoleh bentuk * U AV AV U = = .
Karena rank A = r, maka terdapat tepat sejumlah r nilai singular tak nol. Sehingga, Range
A adalah U .

[ ] [ ]
1
1 2 1 1 2 2
... ...
n n n
n
U u u u u u u



= =




Bila terdapat n nilai singular maka
1
... 0
r n

+
= = = , berakibat
1 1
... 0
r r n n
u u
+ +
= = = .
Sehingga
[ ]
1 1
... 0 ... 0
r r
U u u = dan dengan demikian berlaku
Range A = { }
1 2
, ,...,
r
span u u u .

Sebaliknya untuk matriks AV , karena Range A = { }
1 2
, ,...,
r
span u u u berakibat
[ ] [ ] [ ]
1 2 1 1 1 1
... ... ... ... 0 ... 0
n r r n r r
AV A v v v Av Av Av Av u u
+
= = =
Hal ini berarti 0
i
Av = , untuk 1,..., i r n = + . Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
Null A = { }
1 2
, ,...,
r r n
span v v v
+ +
.

Teorema 3.6
Nilai singular tak nol dari matriks
m n
A

C adalah akar pangkat dua (
2
) dari nilai
eigen matriks * A A atau * A A (nilai eigen dari kedua matriks ini sama).
Bukti
Menurut SVD tereduksi, diperoleh bentuk * A U V = , sehingga dengan demikian:
( ) ( ) ( ) * * * * * * * * * A A U V U V V U U V V V = = = .

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
18
Diperhatikan bahwa matriks V adalah matriks uniter dan menurut teorema diagonalisasi
berakibat matriks * A A dan * similar. Akibatnya matriks * A A dan * memiliki
persamaan karakteristik yaitu nilai eigen yang sama. Nilai eigen matriks tak nol matriks
* tidak lain adalah
2 2 2
1 2
, ,...,
r
. Hal serupa berlaku juga untuk
( )( ) ( ) * * * * * * * * * AA U V U V U V V U U U = = = .

Teorema 3.7
Nilai singular dari matriks hermitian
n n
A

C adalah harga mutlak nilai eigen dari
matriks A.
Bukti.
Menurut Teorema 2.31, diketahui bahwa matriks A dapat disajikan sebagai * A Q Q = ,
dengan matriks Q adalah matriks uniter yang dibentuk dari vektor-vektor eigen matriks
A. Serta matriks yang merupakan matriks diagonal persegi dengan entri-entrinya nilai
eigen dari matriks A. Karena nilai eigen matriks A bisa positif maupun negatif sehingga
( ) ( ) * A Q sign Q =
dengan matriks ( ) sign adalah matriks diagonal persegi yang entri-entrinya adalah 1
atau -1, tergantung dari entri matriks yang bersesuaian dengannya. Dengan demikian
matriks ( ) sign merupakan matriks uniter.

Misalkan ( ) ( ) * V sign Q = , maka matriks V ini masih merupakan matriks uniter karena
( ) ( ) ( ) * ( ) * * ( ) * V sign Q Q sign = = , sehingga
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
* ( ) * ( ) * ( ) * ( ) * * VV sign Q Q sign I Q sign sign Q V V = = = = .
Jadi, diperoleh bentuk A Q V = dengan ( ) ( ) * V sign Q = merupakan matriks uniter.
Bentuk ini tidak lain adalah bentuk SVD dan dengan demikian nilai singular matriks A
adalah entri-entri matriks .




St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
19
Teorema 3.8
Harga mutlak determinan dari matriks persegi
mxm
AC , yaitu ( ) det A , adalah
perkalian semua nilai singular matriks A.
Bukti.
Jika Q merupakan matriks uniter maka * QQ I = , sehingga dengan demikian berlaku
( ) ( ) ( ) ( ) det det * det * det 1 Q Q QQ I = = = atau dengan kata lain
( ) ( ) det det * 1 Q Q = = . Menurut SVD, matriks A dapat disajikan sebagai * A U V = .
Karena U dan * V matriks uniter, maka berlaku ( ) ( ) det det * 1 U V = = sehingga dengan
demikian
( ) ( )
( ) ( ) ( )
( )
det det *
det det det *
det .
A U V
U V
=
=
=

Karena matriks merupakan matriks diagonal dengan entri-entrinya merupakan nilai
singular, yaitu merupakan bilangan positif atau nol, maka berlaku ( ) ( ) det det = dan
nilai determinannya merupakan perkalian nilai-nilai singular matriks A.

Teorema 3.9
Jika matriks
m n
A

C fullrank, maka SVD dari matriks A tunggal.
Bukti.
Diperhatikan bahwa jika matriks A fullrank maka setiap nilai singularnya akan bernilai
positif. Sebaliknya, jika matriks A tidak fullrank maka salah satu nilai singularnya akan
bernilai nol. Hal tersebut berkaitan dengan determinan * A A ataupun * AA yang bernilai
nol jika matriks A tidak fullrank.

Akibatnya apabila matriks A tidak fullrank, maka pada saat pembentukan matriks uniter
U, vektor
1
j j
j
u Av

= (untuk suatu nilai j) tidak akan terdefinisi karena


j
bernilai 0.
Karenanya dipilih sebarang vektor yang ortonormal dengan vektor u yang lain, dan

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
20
berakibat matriks U tidak tunggal. Berbeda jika matriks A fullrank, maka setiap vektor
1
j j
j
u Av

= , akan selalu terdefinisi, sehingga matriks U tunggal. Akibatnya SVD dari


matriks A tunggal.





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
21
BAB IV
DEKOMPOSISI QR


Untuk memulai pembahasan mengenai dekomposisi QR, terlebih dahulu dibahas
mengenai eksistensi basis ortonormal dari suatu ruang vektor
m
C . Diperhatikan teorema
berikut.
Teorema 4.1
Ruang vektor
m
C atas C memiliki basis ortonormal.

Menurut Teorema 2.4, ruang vektor
m
C memiliki basis dan menggunakan algoritma
Gram-Schmidt, dapat dibentuk suatu basis ortonormal dari suatu basis ruang vektor.
Berikut algoritma Gram-Schmidt yang dimaksud.

Algoritma 4.2 (Algoritma Gram-Schmidt 1)
Input : Ruang vektor
m
C dengan basisnya { }
1 2
, ,...,
n
v v v .
Output : Basis ortonormal { }
1 2
, ,...,
n
q q q untuk ruang vektor
m
C .
1. Dibentuk
1
1
1
v
q
v
= .
2. Untuk 2, 3, 4,..., i n = dibentuk
1 1 2 2 1 1
1 1 2 2 1 1
, , ... ,
, , ... ,
i i i i i i
i
i i i i i i
v q v q q v q q v q
q
v q v q q v q q v q



=

.









St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
22
Contoh 4.3
Misalkan diketahui
3
C memiliki basis
1 2 0
0 , 0 ,
0 1
i
i
i







.
Misalkan
1 2
1 2
0 , 0
0
i
v v
i


= =



dan
3
0
1
v i


=



.

i. Karena ( )
2
1 1 1
* 1 0 1 0 1 2 v v v i i = = + + = + + = , maka
1
1
1
2
2
0
2
2
v
q
v
i



= =





.
ii. Karena
( ) 2 1 2 1
2 2 2
2 2 2
2 2 2
, 0 0 , 0 0 0 2 0
0 0 0
2 2 2
2 2 2
i i i
v q v q i
i i i





= =









2
0 0 0
0 1 1
i i i

= + =



dan ( )
2
2 1 2 1
, 0 1 1 0 1 2 v q v q i i = + + = + + = ,
maka
2 1 2 1
2
2 1 2 1
2
2
,
0
,
2
2
i
v q v q
q
v q v q


= =





.





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
23
iii. Karena

3 1 3 1 2 3 2
2
2
0
2 2
2 2
, , 0 0
2 2
1
2 2
2
2
i
v q v q q v q i i
i





=










0 0
2 2
0 0
1 1 1 0
2 2
i i
i i






= =







dan
( )( )
3 1 3 1 2 3 2
, , 0 0 0 1 0 1 v q v q q v q i i = + + = + + =

maka
3 1 3 1 2 3 2
3
3 1 3 1 2 3 2
0
, ,
, ,
0
v q v q q v q
q i
v q v q q v q



= =




.


Dari poin i, ii, dan iii diperoleh basis ortonormal untuk
3
C adalah

2
2
0
2 2
0 , 0 ,
0
2 2
2
2
i
i
i

















.

Akan tetapi algoritma Gram-Schmidt diatas terbatas dengan inputnya yang
merupakan basis dari suatu ruang vektor. Bagaimanakah jika syarat basis diperlemah
dengan hanya menjadi himpunan pembangun, yaitu dengan menghilangkan syarat bebas
linearnya. Diperhatikan bahwa, jika syarat bebas linear dihilangkan maka dapat muncul
kemungkinan
1 1 2 2 1 1
, , ... , 0
i i i i i i
v q v q q v q q v q

= untuk suatu nilai i,

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
24
akibatnya vektor
i
q tidak dapat didefinisikan. Dengan demikian harus dicari suatu vektor
lain, misalkan vektor q , yang merupakan vektor normal dan ortogonal dengan
1 2 1
, ,...,
i
q q q

vektor yang lain. Vektor q ini dapat dipilih sebagai sebarang vektor yang
tidak dibangun oleh
1 2 1
, ,...,
i
q q q

pada ruang vektor yang sama yang kemudian


diortonormalkan. Berikut merupakan algoritma Gram-Schmidt untuk himpunan
pembangun.

Algoritma 4.4 (Algoritma Gram-Schmidt 2)
Input : Ruang vektor
m
C dengan himpunan pembangun { }
1 2
, ,...,
n
v v v .
Output : Basis ortonormal { }
1 2
, ,...,
n
q q q untuk ruang vektor
m
C .
1. Dibentuk
1
1
1
v
q
v
= .
2. Untuk 2, 3, 4,..., i n = dibentuk
1 1 2 2 1 1
1 1 2 2 1 1
, , ... ,
, , ... ,
i i i i i i
i
i i i i i i
v q v q q v q q v q
q
v q v q q v q q v q



=


3. Jika 0
i
q = , maka pilih sebarang vektor
m
qC yang bukan merupakan
kombinasi linear dari vektor
1 2 1
, ,...,
i
q q q

dan dibentuk
1 1 2 2 1 1
1 1 2 2 1 1
, , ... ,
, , ... ,
i i
i
i i
q q q q q q q q q q
q
q q q q q q q q q q



=

.

Contoh 4.5
Misalkan diketahui
3
C memiliki himpunan pembangun
1 0 0
0 , 0 , 0
1 i i








.
Misalkan
1 2
1 0
0 , 0
1
v v
i


= =



dan
3
0
0 v
i


=



.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
25
i. Karena ( )
2
1 1 1
* 1 0 1 0 1 2 v v v i i = = + + = + + = , maka
1
1
1
2
2
0
2
2
v
q
v
i



= =





.
ii. Karena
2 1 2 1
2 2 2
0 0 0
2 2 2
2
, 0 0 , 0 0 0 0
2
1 1 1
2 2 2
2 2 2
v q v q i
i i i






= =









0
2 2
0 0 0
1 1 1
2 2
i i





= =








dan
2
2 1 2 1
1 1 1 2
, 0 0
2 2 2 4 4 2
i i
v q v q

= + + = + + =


,
maka
2 1 2 1
2
2 1 2 1
2
2
,
0
,
2
2
i
v q v q
q
v q v q


= =





.
iii. Karena

3 1 3 1 2 3 2
2
2
0
2 2
2
2
, , 0 0 0
2
2
2 2
2
2
i
v q v q q v q i
i
i






=










St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
26
1 1
0 0
2 2
0 0 0 0
0
2 2
i i i





= =







, maka harus dipilih vektor
3
qC dengan q merupakan
vektor normal dan ortogonal dengan
1
q dan
2
q . Dengan demikian dapat dipilih
3
0
0
q q i


= =



.
Dari poin i, ii, dan iii diperoleh basis ortonormal untuk
3
C adalah

2
2
0
2 2
0 , 0 ,
0
2 2
2
2
i
i
i

















.

Kemdian, misalkan diketahui matriks
m n
A

C . Diperhatikan bahwa matriks A
dapat disajikan sebagai matriks yang dibentuk dari vektor-vektor kolom, yaitu
1 2
...
n
A a a a


=



dengan
m
i
a C . Menurut Teorema 2.5, diketahui bahwa
himpunan
{ }
n m
V Ax x = C C merupakan suatu ruang vektor atas C. Untuk sebarang
v V , maka
0
v Ax = untuk suatu
1
0
n
n
z
x
z


=



. C , dengan kata lain
0 1 1 2 2 n n
v Ax a z a z a z = = + + + dengan
1 2
, ,...,
n
z z z C. Karena V merupakan ruang
vektor bagian dari
m
C dan karena menurut Teorema 4.1
m
C memiliki basis ortonormal,
maka V juga memiliki basis ortonormal.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
27
Misalkan { }
1 2
, ,...,
m
n
q q q C merupakan basis ortonormal untuk V. Karena
1 2
, ,...,
m
n
a a a C , maka
1 2
, ,...,
n
a a a dapat disajikan sebagai kombinasi linear dari basis
ortonormal tersebut, yaitu:
1 1 11 2 21 1
2 1 12 2 22 2
1 1 2 2
n n
n n
n n n n nn
a q r q r q r
a q r q r q r
a q r q r q r
= + + +
= + + +
= + + +

, dengan
ij
r C.
Menggunakan Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4) jumlah konstanta
ij
r dapat
diminimalkan, yaitu dengan mendapatkan basis ortonormal { }
1 2
, ,...,
n
q q q dari himpunan
pembangun { }
1 2
, ,...,
n
a a a . Dengan demikian diperoleh:
1
1
1
2 1 2 1
2
2 1 2 1
1 1 2 2 1 1
1 1 2 2 1 1
,
,
, , ... ,
.
, , ... ,
n n n n n n
n
n n n n n n
a
q
a
a q a q
q
a q a q
a q a q q a q q a q
q
a q a q q a q q a q


=


=

.

Vektor-vektor persamaan diatas dapat dipindah posisi sehingga persamaan diatas menjadi
seperti berikut:
1 1 1
2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 1 1 1 2 2 1 1
, ,
, , , , ... , ,
n n n n n n n n n n n n
a a q
a q a q a q a q q
a q a q q a q a q a q q a q q a q q

=
= +
= + + +
.


atau dengan kata lain
1 1 11
2 1 12 2 22
1 1 1 1
,
n n n n n n nn
a q r
a q r q r
a q r q r q r

=
= +
= + + +
.





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
28
dengan
1 1 2 2 1 1
, ,
, , ... , ,
0 ,
i j
ij j j j j j j
q a i j
r a q a q q a q q a q i j
i j

< > <

= < > < > < > =

>

.
Dalam notasi matriks:
11 1
1 2 1 2
... ...
n
n n
nn
Q R
r r
A a a a q q q
r


= =


.
Hubungan ini dapat pula ditulis sebagai:
. A QR =
Dengan Q, matriks uniter yang dibentuk oleh basis ortonormal { }
1 2
, ,...,
n
q q q .
Dengan R, matriks segitiga atas yang dibentuk oleh nilai
ij
r .

Secara umum berikut algoritmanya.
Algoritma 4.6 (Algoritma Dekomposisi QR)
Input : Matriks
m n
A

C .
Output : Matriks uniter Q dan matriks segitiga atas R sehingga A QR = .

1. Matriks A dimisalkan sebagai matriks yang dibentuk dari vektor-vektor kolom,
yaitu
1 2
...
n
A a a a


=



, dengan
m
i
a C .
2. Dibentuk basis ortonormal { }
1 2
, ,...,
n
q q q dari himpunan { }
1 2
, ,...,
n
a a a dengan
menggunakan Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4).
3. Dibentuk matriks uniter
1 2
...
n
Q q q q


=



.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
29
4. Dibentuk matriks segitiga atas
11 1n
nn
r r
R
r


=


. dengan
1 1 2 2 1 1
, ,
, , ... , ,
0 ,
i j
ij j j j j j j
q a i j
r a q a q q a q q a q i j
i j

< > <

= < > < > < > =

>

.

Contoh 4.7
Diketahui matriks
3 2
1 0
0 1
A i i



=



C , akan dicari bentuk dekomposisi QR-nya.
Matriks A dapat dinyatakan ke dalam bentuk matriks kolom
[ ]
1 2
A a a = , dengan
1
1
0
a i


=



dan
2
0
1
a i


=



. Menurut Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4) diperoleh:
i. Karena ( )
2
1
1 0 2 a i i = + + = , maka
1
1
1
2
2
2
2
0
a
q i
a




= =




.
ii. Karena
2 1 2 1
2 2 2
2 2 2
0 0 0
2 2 2 2
, ,
2 2 2 2
1 1 1
0 0 0
a q a q i i i i i i







= =










1 1
2 2
0
2 2
1
0 1
i i
i





= =







dan
2 1 2 1
1 1 3
, 1
4 4 2
a q a q = + + = ,

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
30
maka
2 1 2 1
2
2 1 2 1
6
6
,
6
6 ,
2 6
6
a q a q
q i
a q a q


= =




.
iii. Karena diperlukan satu vektor ortonormal lagi, maka dipilih vektor
3
0
0
1
q


=



C
dan vektor tersebut diortonormalkan. Karena
1 1 2 2
6 2
6 2
0
2 6
2 6
, , 0 0
6
2 6
1
0
2 6
6
q q q q q q q i i







=










6 1
18 3
0
6
0
18 3
1
6 1
3 18
i
i





= =







dan
1 1 2 2
1 1 1 3
, ,
9 9 9 3
q q q q q q q = + + =
maka
1 1 2 2
3
1 1 2 2
3
3
, ,
3
3 , ,
3
3
q q q q q q q
q i
q q q q q q q





= =





.
Dari poin i, ii, dan iii dapat dibentuk matriks Q, yaitu
6 3 2
2 6 3
2 6 3
2 6 3
2 6 3
0
6 3
Q i i i




=




.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
31
Karena diperoleh
1
2 a =
1 2
2
,
2
q a =
2 1 2 1
3
,
2
a q a q =
maka dapat dibentuk matriks R, sebagai berikut
2
2
2
3
0
2
0 0
R




=




.
Jadi, diperoleh bentuk dekomposisi
6 3 2 2
2
2 6 3 2
1 0
2 6 3 3
0
2 6 3 2
0 1
0 0 2 6 3
0
6 3
A
R Q
i i i i i






=






.
Bentuk dekomposisi diatas disebut sebagai bentuk QR Penuh, karena matriks Q
merupakan matriks persegi. Sedangkan bentuk dekomposisi

6 2
2 6
2
1 0
2
2
2 6
3
2 6
0
0 1
2
2 6
0
6
A
R
Q
i i i i








=










.
disebut sebagai bentuk QR Tereduksi, karena matriks Q bukan merupakan matriks
persegi.






St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
32
Berikut merupakan beberapa sifat yang ada pada Dekomposisi QR.
Teorema 4.8
Setiap matriks
m n
A

C memiliki bentuk dekomposisi QR.
Bukti.
Menurut Teorema 4.1 dan Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4), ruang vektor
{ }
n m
V Ax x = C C memiliki basis ortonormal dan dengan demikian terjamin
eksistensi dari matriks Q. Sedangkan matriks R dapat dibentuk dari konstanta-konstanta
dari kombinasi linear basis ortonormal terhadap vektor-vektor kolom matriks A.

Teorema 4.9
Setiap matriks
m n
A

C memiliki dekomposisi QR penuh dan tidak setiap bentuk
dekomposisi QR penuh tunggal.
Bukti.
Bukti merupakan akibat dari Algoritma Dekomposisi QR (Algoritma 4.6) yang selalu
menghasilkan matriks Q sebagai matriks persegi, yaitu dengan penggunaan Algoritma
Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4). Kemungkinan tidak tunggal sebagai akibat dari
langkah ke-3 pada Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4), yaitu pengambilan
sebarang vektor untuk diortonormalkan.

Teorema 4.10
Setiap matriks
m n
A

C dengan m n yang non-singular memiliki dekomposisi QR
tereduksi yang tunggal dan diagonal utamanya matriks R merupakan bilangan positif.
Bukti.
Karena matriks A non-singular, akibatnya matriks A fullrank, yaitu setiap vektor
kolomnya bukan merupakan kombinasi linear dari vektor kolom yang lain. Sehingga
kasus vektor
1 1 2 2 1 1
, , ... , 0
i i i i i i
v q v q q v q q v q

= untuk suatu nilai i tidak akan
terjadi. Dengan demikian tidak ada pengambilan sebarang vektor yang ortonormal pada
Algoritma Gram-Schmidt 2 (Algoritma 4.4) di langkah ke-3. Karena itu bentuk QR
tereduksinya adalah tunggal.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
33
Terkahir, jelas diagonal utama dari matriks R adalah bilangan positif. Sebab diagonal
utama matriks R adalah nilai
1 1 2 2 1 1
, , ... ,
j j j j j j
a q a q q a q q a q

< > < > < > ,
dimana nilainya akan selalu positif.





























St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
34
BAB V
DEKOMPOSISI CHOLESKY


Khusus untuk matriks hermitian yang definit positif dapat didekomposisi menjadi
perkalian dari dua matriks segitiga, dimana masing-masing merupakan konjugat
transpose yang lain. Dekomposisi tersebut dinamakan dekomposisi Cholesky.
Pembahasan dekomposisi Cholesky dimulai dengan sifat-sifat pada matriks hermitian dan
matriks definit positif.
Teorema 5.1
Entri-entri diagonal utama suatu matriks hermitian adalah bilangan real.
Bukti.
Entri diagonal pada suatu matriks hermitian merupakan bilangan kompleks yang apabila
dikonjugatkan tetap merupakan bilangan itu sendiri. Dengan demikian bilangan tersebut
tidak boleh memiliki komponen imajiner, dan akibatnya bilangan tersebut haruslah
bilangan real.

Teorema 5.2
Diketahui
m m
A

C merupakan matriks hermitian yang definit positif dan
m n
Q

C merupakan matriks fullrank dengan m n , maka matriks * Q AQ juga
merupakan matriks hermitian yang definit positif.
Bukti.
Matriks * Q AQ merupakan matriks hermitian, karena ( * )* * * * Q AQ Q A Q Q AQ = = .
Juga definit positif, karena untuk sembarang vektor
n
xC dengan 0 x , berlaku
0 Qx dan akibatnya *( * ) ( ) * ( ) 0 x Q AQ x Qx A Qx = > .






St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
35
Teorema 5.3
Entri-entri diagonal utama matriks hermitian yang definit positif adalah bilangan real
positif.
Bukti.
Misalkan
m m
A

C merupakan matriks hermitian yang definit positif. Menurut Teorema
5.1, berakibat entri-entri diagonal utama A adalah bilangan real. Sehingga tinggal
dibuktikan bahwa bilangan real tersebut positif. Kemudian dipilih matriks
1 m
i
Q

C ,
yaitu
1
i
m
a
Q
a


=



. dengan 0
j
a = untuk j i dan 1
j
a = untuk j i = . Dengan demikian
untuk setiap 1 i m ,
i
Q merupakan vektor satuan baku pada
m
C . Matriks
i
Q
merupakan matriks fullrank, dan menurut Teorema 5.2 berakibat * 0
i i ii
Q AQ a = > untuk
setiap 1 i m . Jadi, terbukti bahwa entri-entri diagonal utama A adalah bilangan real
positif.

Proses dekomposisi Cholesky mengacu kepada proses Eliminasi Gauss. Berikut
akan dibahas mengenai hal-hal terakait dengan Eliminasi Gauss.
Definisi 5.4 (Matriks Elementer)
Matriks persegi
m m
R

C disebut matriks elementer jika matriks tersebut dapat
diperoleh dari matriks identitas
m m
I

C dengan melakukan operasi baris (kolom)
elementer tunggal.

Lemma 5.5
Setiap matriks elementer memiliki invers, dan inversnya juga merupakan matriks
elementer. Hal yang serupa juga berlaku untuk transpose dari sebarang matriks
elementer.

Lemma 5.6
Setiap matriks elementer merupakan matriks fullrank dan hasil kali matriks-matriks
elementer juga merupakan matriks fullrank.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
36
Contoh 5.37
Diketahui matriks identitas
3 3
1 0 0
0 1 0
0 0 1
I



=



C , maka:
i. Matriks
1
0 1 0
1 0 0
0 0 1
R


=



, merupakan matriks elementer karena merupakan hasil
operasi baris elementer dari matriks I dengan menukar baris pertama dengan
kedua.
ii. Matriks
2
1 0 0
0 2 0
0 0 1
R


=



, merupakan matriks elementer karena merupakan hasil
operasi baris elementer dari matriks I dengan mengalikan baris kedua dengan
suatu skalar, yaitu 2.
iii. Matriks
3
1 0 0
0 1 0
0 2 1
R


=



, merupakan matriks elementer karena merupakan hasil
operasi baris elementer dari matriks I dengan menjumlahkan baris ketiga dengan
kelipatan baris kedua.
iv. Matriks
4
2 0 0
0 2 0
0 0 2
R


=



, bukan merupakan matriks elementer karena untuk
menghasilkan matriks
4
R dari matriks I menggunakan operasi baris (kolom)
elementer memerlukan sekurang-kurangnya tiga kali operasi.

Lemma 5.8
Diketahui matriks
m n
A

C dan matriks '
m n
A

C sebagai hasil operasi baris (kolom)
elementer tunggal terhadap matriks A, maka terdapat matriks elementer , '
n n
R R

C
sehingga ' ' A R A = dan ' A RA = .


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
37
Definisi 5.9(Matriks Bentuk Eselon Baris)
Matriks persegi
m m
A

C dengan
11 1
1
m
m mm
a a
A
a a


=


. .

dikatakan dalam bentuk eselon


baris jika dan hanya jika 0
ij
a = untuk i j > .

Contoh 5.10
Matriks
2 0 3
0 0 1
0 0 4
A


=



merupakan matriks dalam bentuk eselon baris.

Definisi 5.11 (Matriks Bentuk Eselon Kolom)
Matriks persegi
m m
A

C dengan
11 1
1
m
m mm
a a
A
a a


=


. .

dikatakan dalam bentuk eselon


kolom jika dan hanya jika 0
ij
a = untuk j i > .

Contoh 5.12
Matriks
2 0 0
5 0
0 0
A i
i


=



merupakan matriks dalam bentuk eselon kolom.

Definisi 5.13 (Eliminasi Gauss)
Diketahui matriks persegi
m m
A

C . Eliminasi Gauss adalah serangkaian operasi baris
(kolom) elementer yang dilakukan terhadap matriks A sehingga menghasilkan matriks
dalam bentuk eselon baris (kolom).





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
38
Contoh 5.14
Misalkan diketahui matriks
1 0 0
2
0 2 4
A i i


=



yang bukan merupakan matriks dalam bentuk
eselon baris. Akan dilakukan Eliminasi Gauss pada matriks A sehingga menghasilkan
matriks eselon baris dengan langkah-langkah sebagai berikut:
i. Baris kedua dikurangi dengan kelipatan i dari baris pertama dan menghasilkan
matriks
1
1 0 0
0 2
0 2 4
A i


=



dan matriks elementer
1
1 0 0
1 0
0 0 1
R i


=



sehingga
berlaku
1 1
A R A = .

ii. Baris ketiga dikurangi dengan baris kedua dan menghasilkan matriks
2
1 0 0
0 2
0 0 4
A i
i


=



dan matriks elementer
2
1 0 0
0 1 0
0 1 1
R


=



sehingga
berlaku
2 2 1
A R A = .
Matriks
2
A merupakan matriks dalam bentuk eselon baris, sehingga diperoleh
2 2 1 2 1
A R A R R A = = .

Dari Contoh 5.14, Eliminasi Gauss juga menghasilkan matriks-matriks elementer
1 2
, ,...,
k
R R R untuk suatu k N , sehingga
1 2 1
'
k k
A R R R R A

= dengan ' A merupakan


bentuk eselon baris matriks A. Hal serupa juga berlaku bagi bentuk eselon kolom.

Proses dekomposisi Cholesky adalah menggunakan Elimininasi Gauss, yaitu
dengan menghasilkan matriks eselon baris kemudian matriks eselon kolom berturut-turut
dan berulangkali sehingga pada akhirnya akan diperoleh matriks eselon baris sekaligus
eselon kolom yang berupa matriks identitas. Berikut akan dijelaskan tahapan demi
tahapan dekomposisi Cholesky.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
39
Misalkan
11 1
1
m
m m
m mm
a a
A
a a

. . C

merupakan matriks hermitian yang definit positif.


Diperhatikan, apabila memandang nilai entri
11
a maka akan muncul dua kasus, yaitu
11
1 a = dan
11
1 a . Dari dua kasus tersebut, akan diselidiki dulu untuk kasus
11
1 a = .
Misalkan juga
1
1 1
1 * z
A
z K

=


,
dengan
21
1
1
1
m
m
a
z
a



=



. C dan
( ) ( )
22 2
1 1
1
2
m
m m
m mm
a a
K
a a



=


. . C

.
Pertama, akan dicari matriks eselon baris dari matriks A menggunakan proses Eliminasi
Gauss. Menggunakan operasi baris elementer pada matriks A, dapat dibentuk matriks
1
m m
A

C dengan
1
1
1 1 1 1
1 *
0 *
z
A
K z z

=


,
1
1
0
0
0
m


=



. C , dan memenuhi hubungan
1 1
1 1 1 1 1 1
1 * 1 0
0 *
z
A
K z z z I

=


... (a)
dengan
( ) ( ) 1 1
1
m m
I

C merupakan matriks identitas.

Selanjutnya, menggunakan operasi kolom elementer pada matriks
1
A , dapat dibentuk
matriks
1
'
m m
A

C dengan
1
1
1 1 1 1
1 0
'
0 *
A
K z z

=


, dan memenuhi hubungan

1 1
1
1 1 1 1 1 1
1 * 1 0
0 0 *
z
A
I K z z

=


... (b).
Dari (a) dan (b) diperoleh
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 * 1 * 1 0 1 0
0 0 *
z z
A
z K I z I K z z

= =


.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
40
Untuk kasus
11
1 a , maka menurut Teorema 5.3 berakibat
11
a R dan
11
0 a > , sehingga
dengan demikian
11
1
a
dan
11
a terdefinisi. Karena untuk
11
1 a = juga berlaku
11
1 a = ,
maka secara umum untuk sebarang
11
a R diperoleh:
1
11 1 1
11
11 1
11 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
11 1 1 11
*
0 1 0
*
' *
*
0
0
z
a
a
a z
a A R A R z z z
I K z K
a I a




= = =






.

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa matriks
1
' A merupakan matriks hermitian
yang definit positif. Diperhatikan bahwa matriks
1
R merupakan hasil dari perkalian
matriks-matriks elementer yang membentuk matriks eselon baris
1
A . Menurut Teorema
5.6 berakibat
1
R fullrank, dan karena
1
R matriks persegi berakibat
1
R memiliki invers.
Menurut Teorema 5.5, hal yang serupa juga berlaku untuk matriks
1
* R . Dengan
demikian diperoleh:
( )
1
1
1 1 1 1 1 1
' * * ' A R A R R A R A

= = .
Karena
1
R dan
1
* R keduanya fullrank, maka
1
1
R

dan ( )
1
1
* R

juga fullrank, sehingga
menurut Teorema 5.2, berakibat matriks
1
' A merupakan matriks hermitian yang definit
positif.
Jika dipilih matriks
( ) 1 m m
Q

C , dengan
( )
( )
( )
( )
11 1 1
21 2 1
31 3 1
1 1
0 0
1 0
0 0
0 1
m
m
m
m m m
a a
a a
Q a a
a a








= =









. .
. .

maka matriks Q tersebut merupakan matriks fullrank dan menurut Teorema 5.2 berakibat
matriks
1 1
1 1
11
*
' *
z z
QA Q K
a
= juga merupakan matriks hermitian yang positif definit.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
41
Dengan demikian entri
11
b pada matriks
( )
( ) ( )( )
( ) ( )
11 1 1
1 1
1 1
1
11
1 1 1 1
*
m
m m
m m m
b b
z z
K
a
b b

. . C


menurut Teorema 5.3 merupakan bilangan real positif.

Jadi, menggunakan langkah-langkah Eliminasi Gauss seperti yang dioperasikan
pada matriks A, maka matriks
( ) ( ) 1 1
1 1
1
11
*
m m
z z
K
a

C dapat disajikan menjadi bentuk
1 1
1 2 2 2
11
*
' *
z z
K R A R
a
= ,
dengan
( ) ( ) 1 1
2 2 2
, ', *
m m
R A R

C . Karena matriks A berukuran m m maka matriks
2
R
dan
2
' A diperbesar ukurannya menjadi
1
2
1 2
1 0
''
0 '
A
A

=


dan
1
2
1 2
1 0
'
0
R
R

=


sehingga
dengan demikian diperoleh
1 1 1 1 2 2 2 1
' * ' '' * * A R A R R R A R R = = . Secara umum, matriks
( ) ( ) m k m k
A

C dapat diperbesar menjadi berukuran m m , yaitu merupakan matriks
0 *
'
0
m m k k
k
I
A
A


=


C , dengan
k
I matriks identitas di
k k
C ,
( )
0
k m k
C . Sifat pada
matriks
2
'' A serupa dengan sifat pada matriks
1
' A , yaitu
2
'' A merupakan matriks
hermitian yang definit positif. Dengan demikian langkah-langkah Eliminasi Gauss dapat
terus dilakukan sehingga secara umum akan diperoleh
( ) ( )
1 2 1 2
*
k k k
A R R R A R R R = .
Diperhatikan bahwa ketika k m = , maka
m m
k
A I

= C , dan akibatnya
( ) ( )
1 2 1 2
* *
m m
A R R R I R R R RR = =
dengan
1 2 m
R R R R = yang merupakan matriks segitiga. Dekomposisi ini dinamakan
dekomposisi Cholesky dan berikut merupakan algoritmanya.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
42
Algoritma 5.15 (Algoritma Dekomposisi Cholesky)
Input : Matriks hermitian yang definit positif
m m
A

C .
Output : Matriks segitiga atas R sehingga * A RR = .

1. Dibentuk matriks
1
C A = dan 1 k = .
2. Matriks
k
C dimisalkan sebagai
1
0 0
0 *
0
k
k kk k
k k
I
C c z
z K



=



,
dengan
1 k
I

matriks identitas di
( ) ( ) 1 1 k k
C ,
k
k
z C , dan
k
K
k k
C .
3. Dibentuk matriks
1
1
0 0
0 0
0
k
k kk k
k
m k
kk
I
R c
z
I
c





=




,
Dengan
k
I matriks identitas di
( ) ( ) 1 1 k k
C , dan
1
0
k
vektor nol di
1 k
C .
4. Dibentuk matriks
1
1 1
1
0 0
0 1 0 *
*
0 0
k
k k
k k
k k
kk
I
C
z z
K
c



.
5. Jika matriks
1 k k
C I
+
, dengan
k
I merupakan matriks identitas di
k k
C , maka
langkah 2 5 diulang dengan nilai 1 k k = + .
Jika
1 k k
C I
+
= , maka lanjutkan ke langkah 6.
6. Dibentuk matriks
1 2 1 k k
R R R R R

= .







St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
43
Untuk mengecek apakah suatu matriks hermitian bersifat definit postif dapat
menggunakan teorema ini.
Teorema 5.16 (Kondisi Sylvester)
Diketahui A matriks hermitian. Matriks A definit positif jika dan hanya jika determinan
dari setiap submatriks utamanya bernilai positif.
Bukti.
Bukti dapat dilihat pada paper karya George T. Gilbert yang dapat didownload di alamat
http://math.huji.ac.il/~andrei/Teaching/Advanced_Infi_1/PositiveDefiniteMatricesAndSy
lvester_Gilbert.pdf.

Contoh 5.17
Diketahui matriks hermitian
4 2
1 0
2 0 4
i i
A i
i


=



. Submatriks utamanya adalah
[ ]
4 ,
4
1
i
i


, dan A itu sendiri. Karena [ ] ( )
det 4 4 = ,
4
det 5
1
i
i

=


, dan ( ) det 8 A = ,
maka matriks A definit positif.

Contoh 5.18
Akan dibentuk dekomposisi Cholesky dari matriks
4 2
1 0
2 0 4
i i
A i
i


=



. Menurut Contoh
5.17, matriks A merupakan matriks hermitian yang definit positif.

i. Untuk 1 k = , diperoleh
11
4 c = ,
1
2
i
z
i

=


, dan
1
1 0
0 4
K

=


.
Dibentuk matriks
1
2 0 0
1 0
2
0 1
i
R
i



=



.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
44
Karena
1 1
1
11
3 1
1 0 1 2
* 1
4 2
0 4 2 4 1 4
3
2
z z
K
c



= =




,

maka
2
1 0 0
3 1
0
4 2
1
0 3
2
C



=



.
ii. Karena
2
C I , maka langkah 2-4 pada Algoritma 5.15 diulangi dengan 2 k =
dan diperoleh
22
3
4
c = ,
2
1
2
z

=

, dan
[ ]
2
3 K = .
Dibentuk matriks
2
1 0 0
3
0 0
2
3
0 1
3
R



=




.
Karena [ ]
2 2
2
22
* 4 8
1
3
4
3 3
z z
K
a


= =



, maka diperoleh
3
1 0 0
0 1 0
8
0 0
3
C


=



.
iii. Karena
3
C I , maka langkah 2-4 pada Algoritma 5.15 diulangi dengan 3 k = dan
diperoleh
33
11
3
c = , dan
3
z ,
3
K tidak ada.
Dibentuk matriks
3
1 0 0
0 1 0
2 2
0 0
3
R




=




dan
4
1 0 0
0 1 0
0 0 1
C


=



.
Karena
4
C I = , maka diperoleh matriks

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
45
1 2 2
2 0 0 2 0 0 1 0 0
1 0 0
3 3
1 0 0 0 0 1 0 0
2 2
2 2
2 2
3 0 1 0 0
3 2 2 0 1
3 3
3
3
i i
R R R R
i
i









= = =











dan memenuhi hubungan
*
2
2 0 0
2
4 2
3 3 3
1 0 0 0
2 2 3
2
2 0 4
2 2
3 2 2 0 0
3 3
3
A
R R
i
i
i i
i
i
i
i







=






.

Lemma 5.19
Setiap matriks hermitian yang definit positif memiliki dekomposisi Cholesky yang
tunggal.
Bukti.
Ketunggalan dekomposisi Cholesky disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
i. Untuk setiap k , nilai
kk
c dipilih sebagai bilangan positif dan dengan demikian
terdapat dengan tunggal
k
x
+
R sehingga
kk k
c x = .
ii. Vektor
k
kk
z
c
tunggal dan juga matriks
*
k k
k
kk
z z
K
c
.
iii. Karena ii. maka untuk setiap k matriks
k
R tunggal, dan hal serupa juga berlaku
bagi matriks
1 2 1 k k
R R R R R

= .
Jadi, setiap dekomposisi Cholesky dari suatu matriks hermitian yang definit positif
tunggal.






St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
46
BAB VI
DEKOMPOSISI SCHUR


Menurut Teorema 2.31, setiap matriks Hermitian dapat didiagonalisasi yaitu
disajikan sebagai perkalian matriks-matriks uniter dengan matriks diagonal. Akan tetapi,
jika syarat matriks Hermitian diperlemah menjadi matriks persegi biasa, maka apakah
proses diagonalisasi masih dapat terjadi? Secara umum tidak, akan tetapi ada proses
diagonalisasi khusus yang nyaris serupa dengan proses diagonalisasi pada Teorema
2.31, yaitu menyajikan suatu matriks persegi sebagai perkalian matriks-matriks uniter
dengan matriks segitiga atas. Proses diagonalisasi ini dikenal dengan nama dekomposisi
Schur, dan menyatakan bahwa setiap matriks persegi
m m
A

C dapat disajikan dalam
bentuk
* A U TU =
dengan
m m
U

C matriks uniter, dan
m m
T

C matriks segitiga atas. Proses
dekomposisi ini didasari oleh teorema berikut:

Teorema 6.1
Diketahui matriks persegi
m m
A

C dengan C merupakan salah satu nilai eigennya
dan
m
xC merupakan vektor eigen yang bersesuaian dengan . Jika
m m
S

C
merupakan matriks non-singular dengan kolom ke-i nya adalah vektor x, maka kolom
ke-i dari matriks
1
S AS

adalah
i
e dengan
1
m
i
m
a
e
a


=



. C , 1
j
a = untuk j i = , dan
0
j
a = untuk j i .






St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
47
Bukti.
Misalkan
[ ]
1 2 1 1 i i m
S s s s x s s
+
= . Karena
1
S S I

= maka
[ ]
1 1
1 2 1 1
1 1 1 1 1 1
1 2 1 1

i i m
i i m
S S S s s s x s s
S s S s S s S x S s S s I

+

+
=
= =




dan akibatnya
1
S x

=
i
e . Pada
1
S AS

, menjadi
[ ]
[ ]
1 1
1 2 1 1
1
1 2 1 1
1 1 1 1 1 1
1 2 1 1


i i m
i i m
i i m
S AS S As As As Ax As As
S As As As x As As
S As S As S As S x S As S As

+

+
=
=
=




karena Ax=x
sehingga diperoleh
1
i
S x e

= .

Teorema 6.2
Diketahui matriks persegi ,
m m
A B

C . Jika A dan B merupakan matriks uniter, maka
AB juga merupakan matriks uniter.

Untuk melakukan proses dekomposisi, pertama dicari dahulu nilai-nilai eigen dari
matriks A. Karena matriks A berukuran m m , maka terdapat sejumlah m nilai eigen
beserta m vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen tersebut. Misalkan
i
v
merupakan vektor eigen yang bersesuaian dengan
i
dan 1 i m . Kemudian, dipilih
sebarang tepat satu dari m vektor eigen tersebut sebut saja
1
k
v yang bersesuaian dengan
nilai eigen
1
k
dengan
1
1 k m . Jika vektor eigen
k
v bukan merupakan vektor normal,
maka vektor tersebut dinormalkan, yaitu dibentuk vektor
1
1
1
'
k
k
k
v
v
v
= . Perlu diperhatikan
bahwa menormalkan vektor eigen tidak akan berpengaruh terhadap nilai eigen yang
bersesuaian dengannya, karena pada dasarnya hanya mengalikan vektor eigen tersebut
dengan skalar.




St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
48
Kemudian, dibentuk himpunan ortonormal
{ }
1
1
', ,...,
k n
V v w w = . Pembentukan
himpunan ortonormal tersebut dapat menggunakan Algoritma Gram-Schmidt 2
(Algoritma 4.4). Apabila dibentuk matriks yang kolom-kolomnya adalah anggota V maka
matriks tersebut akan berwujud matriks uniter, misalkan
1
k
U merupakan matriks yang
dimaksud, maka
1 1
1
'
k k n
U v w w =

.
Sehingga dapat dibentuk
1 1
1
*
k k
U AU T = atau
1 1
1
*
k k
A U TU = . Matriks uniter
1
k
U
merupakan matriks non-singular, dan menurut Teorema 6.1 matriks
1
T akan berbentuk
1
1
1 1
*
0
k
z
K



, dengan
1
1 1
0
0 ,
0
m
z



=



. C dan
( ) ( ) 1 1
1
m m
K

C .

Jika submatriks
1
K belum berbentuk matriks segitiga atas, maka dilakukan proses
dekomposisi yang serupa. Misalkan
2 2
1 2
*
k k
K U T U = . Karena
( ) ( )
2
1 1 m m
k
U

C , maka
2
k
U
dapat diperbesar menjadi suatu matriks uniter berdimensi m m , yaitu matriks
2
2
1 0*
'
0
k
k
U
U

=



, dengan
1
0
m
C . Dengan demikian akan diperoleh
1
2 2
2 2
1
2 2
1 2
2 2
1 1
* 1 0 1 0 *
' ' '*
0 * 0 0
0
k
k k
k k
z
B z
T U T U
U U K
K


= = =




,
dengan
( ) ( ) 1
2
2 2
2
0
k
m m
k
z
B



=



C ,
2 2
2 2
0 , z

C , dan
( ) ( ) 2 2
2
m m
K

C .
Karena
1 1
1
*
k k
A U TU = dan
2 2
1 2
' ' '*
k k
T U T U = maka diperoleh
( ) ( )
1 2 2 1
2 1
' ' '* *
k k k k
A U U T U U = .
Secara umum proses dekomposisi ini akan menyajikan A dalam bentuk
( ) ( )
1 2 2 1
* * *
k k k k k k
n n
n
A U U U T U U U

=



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
49
dengan matriks
*
0
n n
n
n n
B z
T
K

=


dengan
( ) ( )
1
0
n
k
m n m n
n
k
B




=



. C

,
( )
0 , 0
n m n
n n
z

C , dan
( ) ( ) m n m n
n
K

C . Diperhatikan bahwa matriks
n
B merupakan
matriks segitiga atas dengan entri-entri diagonalnya adalah nilai eigen
1 2
, ,...,
n
k k k
.

Proses dekomposisi terus dilakukan sampai
n
T yang memiliki submatriks
n
K
yang berbentuk matriks segitiga atas. Proses ini suatu saat akan terhenti, karena ukuran
submatriks
n
K yang semakin mengecil, sehingga perulangan proses akan terjadi
maksimal sejumlah m kali. Pada akhirnya akan terbentuk
( ) ( )
( ) ( )
1 2 2 1
1
1 2 1
* * *
* * * * * * * .
k k k k k k
n n
k k k k k k
n n n
A U U U T U U U
U U U T U U U

=
=



Jika diambil matriks
1
1
* * *
k k k
n n
U U U U

= , maka menurut Teorema 6.2 matriks U


juga merupakan matriks uniter karena merupakan perkalian dari matriks-matriks uniter,
sehingga diperoleh bentuk
* A U TU = .

Teorema berikut dapat mempermudah proses dekomposisi, yaitu pada langkah
mencari nilai eigen matriks
1 2
, , ,...,
k
A T T T .
Teorema 6.2
Diketahui matriks persegi ,
m m
A B

C . Jika
1
B S AS

= , untuk suatu matriks non-


singular
m m
S

C , maka nilai-nilai eigen matriks A dan B sama akan tetapi tidak selalu
vektor-vektor eigennya juga sama.

Jadi, menurut teorema tersebut nilai-nilai eigen matriks
1 2
, , ,...,
k
A T T T sama. Dengan
demikian langkah untuk menentukan nilai eigen hanya perlu dilakukan sekali saja.



St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
50
Secara umum berikut algoritmanya.
Algoritma 6.3 (Algoritma Dekomposisi Schur)
Input : Matriks persegi
m m
A

C .
Output : Matriks uniter U dan segitiga atas T sehingga * A U TU = .
1. Dicari nilai eigen matriks A, misalkan
{ }
1 2
, ,...,
m
E = merupakan himpunan nilai eigennya.
2. Dibentuk matriks
1
C A = dan 1 k = .
3. Dipilih sebarang
k
n
E , maka terdapat vektor eigen
k
n
v yang bersesuaian
dengan
k
n
.
4. Dibentuk
{ }
k
n
E E = .
5. Jika
nk
v bukan vektor normal, maka bentuk '
nk
nk
nk
v
v
v
= .
Jika
nk
v merupakan vektor normal, maka bentuk '
nk nk
v v = .
6. Dibentuk himpunan ortonormal { }
1
', ,...,
k nk m k
V v w w

=
dan matriks uniter
[ ]
'
1
'
k nk m k
U v w w

= .
7. Dibentuk matriks
'
0 *
0
k k
k
k k
I
U
U

=


,
dengan
k
I matriks identitas di
( ) ( ) 1 1 k k
C , dan
( ) ( ) 1 1
0
k m k +
C .
8. Dibentuk matriks *
k k k k
T U C U = .
9. Matriks
k
T akan berbentuk
*
0
k k
k k
B z
K



dengan
1
0
k
n
k k
k
n
B




=



. C

,
( )
0 ,
k m k
k k
z

C , dan
( ) ( ) m k m k
k
K

C .
Matriks
k
B merupakan matriks segitiga atas dengan entri-entri diagonalnya
adalah nilai eigen
1 2
, ,...,
k
n n n
.

St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
51
10. Jika matriks
k
K bukan merupakan matriks segitiga atas maka langkah 2-10
diulang dengan 1 k k = + dan
k k
C K = .
Jika matriks
k
K merupakan matriks segitiga, maka lanjutkan ke langkah 11.
11. Bentuk matriks uniter
2 1
* * *
k
U U U U = .

Contoh 6.4
Akan dibentuk dekomposisi Schur dari matriks
1 1 2 0
0 2 0
1 1
i
A i
i


=



.
Nilai-nilai eigen matriks A adalah
1
i = ,
2
2i = , dan
3
1 = .
Dibentuk himpunan { } { }
1 2 3
, , , 2 ,1 E i i = = .
Dipilih
1
2
2
n
i = = dan himpunan E menjadi { } { } 2 ,1 E E i i = = .
Vektor eigen yang bersesuaian dengan
2
2i = , adalah
2
1
1
0
v


=



.
Vektor
2
1
1
0
v


=



bukan vektor normal, maka dinormalkan menjadi
2
1 2
' 1 2
0
v


=



.
Dibentuk himpunan ortonormal
1 2 1 2
0
1 2 , 0 , 1 2
0 0
V
i





=









.
Dibentuk matriks uniter
1 1
1 2 0 1 2
' 1 2 0 1 2
0 0
U U
i


= =



.





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
52
Dibentuk matriks
1 1 1 1
1 2 0 1 2
1 2 1 2 0 1 1 2 0
* 0 0 0 2 0 1 2 0 1 2
1 1 0 0
1 2 1 2 0
2 0 1 2
0 2 .
0 0 1
i
T U CU i i
i i
i i
i i






= =










=




Diperoleh matriks
1
2
0 1
i i
K

=


, karena matriks
1
K merupakan matriks segitiga atas
maka proses dekomposisi berhenti dan diperoleh
*
1 2 0 1 2 2 0 1 2
1 1 2 0 1 2 1 2 0
0 2 0 1 2 0 1 2 0 2 0 0
1 1 0 0 0 0 1
1 2 1 2 0
T U
U
i i
i
A i i i i
i i






= =








.

Lemma 6.5
Setiap matriks persegi
m m
A

C memiliki dekomposisi Schur dan dekomposisi tersebut
tidak selalu tunggal.
Bukti.
Algoritma Dekomposisi Schur (Algoritma 6.3) menjamin bahwa setiap matriks persegi
memiliki bentuk dekomposisi. Dekomposisi tersebut tidak tunggal karena ada
pembentukan himpunan ortonormal pada langkah 6, yaitu ada vektor ortormal yang dapat
berbeda. Selain itu, pemilihan vektor eigen juga berpengaruh kepada bentuk dari
himpunan ortonormal tersebut. Sebagai contoh,
*
1 1 2 0 0 1 0 1 1 0 0 1
0 2 0 0 0 1 0 1 1 2 1 0 0
1 1 1 0 0 0 0 2 0 1 0
U T U
i i
A i i
i i


= =




merupakan bentuk lain dari dekomposisi Schur matriks A yang berbeda dari Contoh 6.4.


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
53
BAB VII
METODE LEAST SQUARE


Pada bidang aljabar linear, seringkali persamaan Ax b = tidak memiliki solusi
eksak. Salah satunya, disebabkan karena vektor b bukan merupakan elemen dari
Range(A). Yaitu sistem persamaan tersebut memiliki jumlah persamaan yang lebih
banyak dari jumlah peubah bebasnya. Diperhatikan sistem persamaan berikut,


1 1 7
1 1 0
1 2 7
x
y



=





.

Sistem persamaan tersebut tidak memiliki solusi eksak. Karena itu solusi pada
sistem persamaan tersebut dapat dipilih sebagai suatu vektor x elemen Range(A) yang
jaraknya dengan vektor b paling pendek (minimal) dibandingkan vektor-vektor lain
dalam Range(A). Solusi tersebut memang bukan solusi eksak, tetapi "mendekati" solusi
yang memenuhi sistem persamaan tersebut.
Dengan demikian dapat dibentuk vektor residual r b Ax = dan akan dicari
vektor x elemen Range(A) sehingga norma vektor r minimal. Agar norma vektor r
minimal, vektor r b Ax = harus ortogonal terhadap Range(A), yaitu :

, 0
* 0
*( ) 0
* * .
A r
A r
A b Ax
A b A Ax
=
=
=
=

Sistem permasalahan * * A Ax A b = disebut sebagai persamaan normal dari
metode Least Square. Sebagai tambahan bahwa sistem permasalahan normal dapat
diubah bentuk menjadi ( )
1
* * x A A A b

= . Matriks ( )
1
* * A A A

disebut dengan
pseudoinverse (invers semu) dari matriks A.


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
54

Contoh 7.1
Akan dicari penyelesaian sistem persamaan
1 1 7
1 1 0
1 2 7
x
A b
x
y



=





menggunakan metode
Least Square.
Menggunakan persamaan normal, dibentuk matriks
3 2
*
2 6
A A

=


.
Kemudian bentuk matriks
14
*
7
A b

=


.
Sehingga persamaan normal * * A Ax A b = akan menjadi
3 2 14
2 6 7
x
y

=


.
Sistem persamaan ini dengan mudah dapat diselesaikan dan diperoleh
5
1
2
x
y


=




Sedangkan elemen dari Range(A) yang memiliki jarak terpendek dengan vektor b adalah:

11
2 1 1
5
9
1 1
1 2
2
1 2
4






=








.










St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
55
BAB VIII
PROYEKTOR


Pada bab ini akan dibahas mengenai sifat-sifat suatu matriks proyektor. Berikut
merupakan definisi dari matriks proyektor.

Definisi 8.1 (Matriks Proyektor)
Diketahui matriks persegi
n n
A

C . Matriks A disebut matriks proyektor jika dan hanya
jika A A A = . Dengan kata lain A memiliki sifat idempoten.

Secara umum definisi proyektor adalahs sebagai berikut.
Definisi 8.2 (Proyektor)
Diketahui V ruang vektor atas lapangan F dan : P V V merupakan transformasi
linear. Transformasi linear P disebut proyektor jika dan hanya jika P P P = .

Lemma 8.3
Diketahui matriks proyektor
n n
A

C dan ( ) x Range A , maka berlaku Ax x = .
Bukti.
Diambil sebarang ( ) x Range A , maka x Av = untuk suatu
n
v C . Dari sifat matriks
proyektor diperoleh ( ) ( ) Ax A Av A A v Av x = = = = .

Lemma 8.4
Diketahui matriks proyektor
n n
A

C dan ( ) x Range A , maka berlaku
( ) Ax x Null A .





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
56
Bukti.
Dari Lemma 8.3 diperoleh Ax x = untuk setiap ( ) x Range A . Dengan demikian
diperoleh, 0
n
Ax x x x = = C . Karena 0 0 A = , maka ( ) Ax x Null A .

Teorema 8.5 (Komplemen Proyektor)
Diketahui matriks proyektor
n n
A

C dan
n n
n
I

C merupakan matriks identitas, maka
matriks
n
I A juga merupakan matriks komplemen. Lebih lanjut, matriks
n
I A disebut
komplemen proyektor dari A.
Bukti.
( ) ( ) ( ) ( )
2
2
2
2
.
n n n n
n
n
I A I A I I A A
I A A
I A
= +
= +
=


Lemma 8.6
Diketahui matriks proyektor
n n
A

C dan
n n
n
I

C merupakan matriks identitas,
maka ( ) ( )
n
Range I A Null A = .
Bukti.
Diambil sebarang ( )
n
x Range I A , maka ( )
n
I A v x = untuk suatu
n
v C . Karena
( )
n n
I A v I v Av v Av = = , maka ( ) ( ) 0 Ax A v Av Av A A v Av Av = = = = .
Dengan demikian ( ) x Null A dan diperoleh ( ) ( )
n
Range I A Null A .

Diambil sebarang ( ) x Null A , maka berlaku 0 Ax = . Diperhatikan bahwa
( ) 0
n n
I A x I x Ax x x = = = . Dengan demikian ( )
n
x Range I A dan diperoleh
( ) ( )
n
Null A Range I A . Jadi berlaku ( ) ( )
n
Range I A Null A = .





St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
57
Lemma 8.7
Diketahui matriks proyektor
n n
A

C dan
n n
n
I

C merupakan matriks identitas,
maka ( ) ( )
n
Range A Null I A = .
Bukti.
Dari Lemma 8.6 dan matriks A disajikan dalam bentuk ( )
n n
A I I A = .

Teorema 8.8
Diketahui V ruang vektor atas lapangan F dan : P V V merupakan proyektor, maka
berlaku ( ) ( ) Range P Null P V = .
Bukti.
Untuk membuktikan ( ) ( ) Range P Null P V = maka harus dipenuhi dua syarat berikut:
1. ( ) ( ) { }
0 Range P Null P =
2. Untuk setiap v V , terdapat ( ) x Range P dan ( ) y Null P sehingga v x y = + .

Pertama, akan dibuktikan ( ) ( ) { }
0 Range P Null P = . Dimbil sebarang
( ) ( ) x Range P Null P . Karena ( ) x Range P , maka berlaku Px x = . Karena
( ) x Null P , maka berlaku 0 Px = . Dengan demikian diperoleh 0 x Px = = . Jadi,
terbukti bahwa ( ) ( ) { }
0 Range P Null P = .

Selanjutnya, diambil sebarang v V . Diperhatikan bahwa dapat dipilih
( ) x Pv Range P = dan ( ) y v Pv Null P = . Sehingga berlaku
( ) v Pv v Pv x y = + = + . Jadi, karena syarat 1 dan 2 dipenuhi, maka terbukti bahwa
( ) ( ) Range P Null P V = .


St rukt ur Al j abar Dekomposisi Mat riks Wij na 2007 2009
ht t p: / / wij na. web. ugm. ac. id
58
Selanjutnya, diperhatikan matriks persegi
1 1 1
1 1 1
1
1 1 1
n n
n

C
. . .

, yaitu matriks
persegi berukuran n n dengan setiap entrinya bernilai 1. Diperhatikan bahwa
1 1 1
n n n
n = , dan dengan demikian matriks
1
1
n
n
merupakan matriks proyektor. Karena
( ) ( )
2 2
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
n n n n n n
n
n n n n n

= = =


.

Contoh 8.9
Untuk 3 n = , matriks
3
1 3 1 3 1 3
1
1 1 3 1 3 1 3
3
1 3 1 3 1 3
E


= =



merupakan matriks proyektor. Dari
Teorema 8.5, diperoleh matriks
3
2 3 1 3 1 3
1 3 2 3 1 3
1 3 1 3 2 3
I E


=



juga merupakan matriks
proyektor. Khusus untuk komplemen dari matriks proyektor
1
1
n
n
diberi perhatian
khusus.

Definisi 8.10 (Matriks Centering)
Matriks persegi
n n
n
C

C , dengan
1
1
n n n
C I
n

=


disebut matriks centering
berukuran n.

You might also like