You are on page 1of 16

PENGGUNAAN KOMUNIKASI NON VERBAL PADA ANAK

TUNARUNGU DI SLB/B DON BOSCO WONOSOBO DALAM


PENYAMPAIAN PESAN


Disusun oleh :
Nama: Ricky Andriawan
NIM: 153070377
Kelas: I

1URUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ~VETERAN
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri
karena selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam melaksanakan
Iungsinya sebagai makhluk sosial, manusia dituntut memiliki berbagai keterampilan,
salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal.
Untuk dapat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa dalam penyampaian pesan
atau makna yang akan dikehendaki. Melalui bahasa manusia bisa bersosialisasi dengan
lingkungannya, melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, dan segala
aktivitas komunikasi dalam masyarakat selalu melibatkan bahasa bahasa.
Menurut Kridalaksana (2000) kemampuan komunikasi adalah kemampuan
komunikator (orang yang menyampaikan inIormasi) untuk mempergunakan bahasa yang
dapat diterima dan memadai secara umum.
DeIenisi lain dari kemampuan komunikasi adalah kemampuan individu dalam
mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara (Evans
& Russel, 1992). Batasan lain menurut Berelson & Steiner (dalam Mulyana, 2001)
mengartikan kemampuan komunikasi sebagai kemampuan mentransmisi inIormasi,
gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol seperti perkataan,
gambar, Iigur, graIik dan sebagainya. Menurut Book (dalam Cangara, 2002) kemampuan
komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur
lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran inIormasi untuk mengubah
sikap dan tingkah laku orang lain.
Sedangkan deIinisi komunikasi nonverbal sendiri adalah, proses komunikasi
dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal
ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata,
penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol,
serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya
berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan deIinisi "tidak
menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan
komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai
komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara
tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan
komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Dari berbagai deIinisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan
komunikasi adalah suatu kecakapan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara
baik dalam penyampaian inIormasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan
simbol-simbol seperti perkataan, gambar, Iigur, graIik dan sebagainya sehingga dapat
dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya.
Sedangkan dalam penelitian ini memIokuskan pada tunarungu. Merupakan suatu
kenyataan bahwa di dalam perkembangan masyarakat yang modern saat ini, masih
banyak ditemukan anak-anak tunarungu. Hal ini dapat dilihat pada salah satu contoh
keberadaan anak tunarungu di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu SLB/B Karya Bakti
di Jalan Sambek No. 33 Kabupaten Wonosobo yang didirikan sejak tahun 1955 sampai
sekarang.
Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh tunarungu terbatas dalam
menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan dan kehendaknya pada orang lain
seperti perkataan. Pada remaja tunarungu menggunakan komunikasi khusus yaitu
menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanIaatan sisa
pendengaran dengan alat bantu (hearing aid). Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan komunikasi tunarungu adalah suatu kecakapan individu dengan
menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanIaatan sisa
pendengaran dengan alat bantu (hearing aid) dalam penyampaian inIormasi, gagasan,
emosi, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya.
Menurut A. Van Oden (dalam Bunawan dan Cecilia, 2000) bentuk komunikasi
pada anak tunarungu tidak berbeda dengan bentuk komunikasi anak yang mendengar,
yaitu dapat dibedakan antara bentuk komunikasi ekspresiI dan bentuk komunikasi
reseptiI. Komponen komunikasi ekpresiI meliputi bicara, berisyarat, berejaan jari,
menulis dan memimik. Sedangkan komponen komunikasi reseptiI meliputi membaca
ujaran, membaca isyarat, membaca ejaan jari, membaca mimik serta pemanIaatan sisa
pendengaran dengan alat bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan
kode yaitu cara verbal dan non verbal.
B. Identifikasi Masalah
Berdasar uraian latar belakang masalah, berikut ini akan dikemukakan beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan penelitian.
1. Keberadaan anak tunarungu yang merupakan suatu indikasi bahwa komunikasi non
verbal digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2. Keterbatasan bahasa anak tunarungu yang mengakibatkan hambatan dalam
berkomunikasi berdampak pada kesulitan penyesuaian diri dalam bermasyarakat.
3. Orang tua, peneliti, dan masyarakat diharapkan mampu memberikan motivasi agar
anak dapat berusaha mewujudkan rasa sosialnya terhadap orang lain.
4. Beberapa dukungan terhadap anak tunarungu diharapkan dapat mempengaruhi
perkembangan kecakapan sosial anak yang di uji cobakan melalui pembelajaran
komunikasi non verbal.

C. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak keluar dari tujuan atau meluas pada hal-hal yang tidak perlu,
maka dalam penelitian ini akan dibatasipada masalah-masalah sebagai berikut.
1. Kesulitan anak tunarungu dalam meyampaikan pesan atau makna dalam proses
komunikasi.
2. Penggunaan komunikasi non verbal pada anak tunarungu dalam bersosialisasi pada
lingkungan sekitar.

D. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka tepatlah
kiranya apabila dalam membahas permasalahan ini dibuat rumusan masalah sebagai
berikut: 'Apakah penggunaan komunikasi non verbal pada anak tunarungu dapat
digunakan secara eIektiI untuk menyampaikan pesan atau makna dalam diri pada proses
sosialisasi di lingkungan sekitarnya ?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai penggunaan komunikasi non verbal anak tunarungu
dalam penyampaian pesan atau makna pada sosialisasinya di lingkungan sekitarnya.













BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA

Pada hasil skripsi dari mahasiswi Supartinah, B. TH dari Universitas Negri Yogyakarta
tahun 2008 yang berjudul 'Peningkatan Kecakapan Sosial Anak Tunarungu Melalui
Pembelajaran Tari Sindung Lengger membahas tentang suatu peningkatan kecakapan dalam
bersosial anak tunarungu melalui media penyampaian ekspresi diri yaitu tari lengger. Hasil dari
skripsi tersebut menyimpulkan bahwa dari pembelajaran tari Sindung Lengger tersebut dapat
memberikan kontribusi dalam pengembangan kecakapan sosial bagi anak tunarungu itu sendiri.
Namun di dalam skripsi tersebut masih belum ada diskripsi terperinci tentang penggunaan
bahasa pengantar atau penggunaan jenis komunikasi yang digunakan anak tunarungu dalam
penyampaian pesan atau makna yang ada dalam diri anak tersebut. Perbedaan yang ingin
disajikan pada penelitian ini adalah lebih memIokuskan pada jenis komunikasi yang digunakan
oleh anak tunarungu, yaitu komunikasi non verbal.

A. Kajian Tentang Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan
nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa
komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal
dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis
komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita
lakukan sehari-hari.

1. KlasiIikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
O Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang
berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan Iasial, pesan gestural, dan
pesan postural.

O Pesan Iasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai
berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan
taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau
tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan
intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan
tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah
barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

O Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan
tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

O Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang
dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan
ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang
diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positiI; b. Power
mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat
membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang
yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional
pada lingkungan secara positiI dan negatiI. Bila postur anda tidak berubah,
anda mengungkapkan sikap yang tidak responsiI.

O Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya
dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang
lain.
O Pesan artiIaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatiI menetap, orang sering berperilaku
dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang
tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita
membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
O Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan
dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini
oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
O Pesan sentuhan dan bau-bauan.

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi
yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat
mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.

Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad
digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan menandai wilayah mereka,
mengidentiIikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

2. Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima Iungsi pesan nonverbal yang
dihubungkan dengan pesan verbal:

O Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan
kepala.
O Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa
sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan
mengangguk-anggukkan kepala.
O Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap
pesan verbal. Misalnya anda `memuji` prestasi teman dengan mencibirkan
bibir, seraya berkata Hebat, kau memang hebat.
O Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak
terungkap dengan kata-kata.
O Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.
Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul
meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems,
menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signiIikan. Yaitu:

O Factor-Iaktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita
banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal.
Pada gilirannya orang lainpun lebih banya `membaca` pikiran kita lewat
petunjuk-petunjuk nonverbal.

O Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal
ketimbang pesan verbal.

O Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatiI bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh
komunikator secara sadar.

O Pesan nonverbal mempunyai Iungsi metakomunikatiI yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatiI
artinya memberikan inIormasi tambahan yang memeperjelas maksud dan
makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai Iungsi
repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.

O Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih eIisien dibandingkan
dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak eIisien.
Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan
abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita
secara verbal.

O Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi
komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi
secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada
orang lain secara implisit (tersirat).

B. Kajian Tentang Tunarungu
Menurut Donald F. Moores (1978 : 5), anak tunarungu adalah seoran yang
kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebihsehingga ia tidak
dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pembicaraan sendiri, tanpa atau
menggunakan alat bantu mendengar. Andreas Dwidjosumarto dalam seminar
ketunarunguan di Bandung (2988 : 27) mengemukakan ' Tunarungu dapat diartikan
sebagai suatu bukti keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang
tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran.
DeIinisi ketunarunguan (Emon, dkk, 1975/1976 : 10) ada dua macam deIinisi
mengenai ketunarunguan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk tujuan medis dan deIinisi
untuk tujuan pedagogis.
Secara medis, ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan mal-/dis-/non-Iungsi dari sebagian atau
seluruh alat-alat pendengaran.
Secara pedagogis ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan
dan pendidikan khusus.
Beberapa batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian anak
tunarungu, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian anak tunarungu adalah kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam
kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks.
Dampak terhadap kehidupan secara kompleks mengandung arti, bahwa akibat dari
ketunarunguan perkembangan anak menjadi terhambat, sehingga menghambat terhadap
perkembangan intelegensi, emosi, dan sosial.

C. Kerangka Berpikir
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian,
potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi,
penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan deIinisi "tidak
menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan
komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai
komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara
tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan
komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Dari uraian diatas dapat, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi non verbal
memang pas untuk digunakan oleh anak tunarungu sebgai alat atau media untuk
penyampai pesan atau makna mengingat anak tunarungu kehilangan kemampuan untuk
mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengarannya.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian berIungsi sebagai petunjuk pelaksanaan
penelitian, sehingga penelitian akan tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Adapaun
kegiatan penelitian pada bagian ini meliputi jenis penelitian, tempat penelitian, sampel sumber
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Untuk lebih jelasnya akan kami uraikan
satu-persatu sebagai berikut.
A. 1ENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatiI jaitu berawal pada data dan
bermuara pada kesimpulan (Bungin, 2001 : 18). Sasaran atau obyek penelitian dibatasi
agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar penelitian ini tidak
dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian, oleh karena itu, maka kredibilitas dari
peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini (Bungin, 2001:26)
Penelitian ini juga menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa
peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari inIorman dilapangan sebagai wacana
untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada .
Dalam penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian diskriptiI, jaitu jenis
penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada,
Penulis mencoba menjabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian dan selanjutnya akan
dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian.

B. TEMPAT PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah di SLB/B Karya Bakti Wonosobo, yang akan
dipusatkan pada beberapa kelas yang dianggap dapat memenuhi inIormasi yang
dibutuhkan.
C. SAMPEL SUMBER DATA
Teknik pemilihan inIorman merupakan cara menentukan sample yang dalam
penelitian kualitatiI disebut inIorman.
Dalam penelitian kualitatiI sample diambil secara purposive dengan maksud tidak
harus mewakili seluruh populasi, sehingga sample memiliki pengetahuan yang cukup
serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek penelitian. Apabila
menggunakan wawancara sampel diambil dari beberapa kejadian, apabila menggunakan
observasi. Apabila menggunakan teknik dokumentasi, sample dapat berupa bahan-bahan
dokumenter, prasati, legenda, dan sebagainya (Bungin, 2001:173).
Sampel oleh Moleong ( 199:165) diartikan untuk menjaring sebanyak mungkin
inIormasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Sehingga tujuannya bukanlah
memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya digeneralisasikan.
Tapi untuk merinci kekhususan yang ada kedalam ramuan konteks yang unik dari
inIormasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.


D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan
penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan
disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatiI yaitu :
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara
adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan
responden berhadapan langsung ( Iace to Iace) untuk mendapatkan inIormasi secara
lesan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan
penelitian.
Dokumentasi, adalah metode untuk mencari data yang berupacatatan transkrip,
buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Dokumentasi merupakan metode
pelengkap pengumpulan data yang dilakukan setelah observasi dan wawancara.
Observasi, dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan siIat
penelitian karena mengadakan pengamatan secara langsung atau disebut pengamatan terlibat,
dimana peneliti juga menjadi instrumen atau alat dalam penelitian. Sehingga peneliti harus
mencari data sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke
beberapa inIorman yang telah ditentukan sebagai sumber data. Pada metode ini, penulis
menjadi bagian dari setiap aktivitas yang ada dalam organisasi sasaran.


E. TEKNIK ANALISA DATA
Setelah data diperoleh peneliti menganalisa secara kualitatiI melalui tiga tahapan :
KlasiIikasi data Interpretasi data. Analisa diskriptiI yang disajikan dalam bentuk narasi.
Yang akan menceritakan bagaimana gambaran penggunaan komunikasi non verbal pada
anak tunarungu dalam menyampaikan pesan atau makna di SLB/B Karya Bakti
Wonosobo









.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, Dwijosumarto. (1988). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi. Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Donald. F. Moores.(TT). Ketulian dan Kesehatan Mental. Trejemahan Andrian Hartotanojo.
Gallaudet University.
Emon Sastrowinata, MuIti Salim, & Mh. Sugiarto. (1975/1976). Pendidikan Anak Tunarungu.
Bandung: NV. Masa Baru.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lex. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; PT Remaja Rosdakarya
Verderber, Rudolph F. (2005). "Chapter 4: Communicating through Nonverbal Behaviour".
Communicate! (edisi ke-edisi ke-11). Wadsworth.

You might also like