Disusun oleh : Nama: Ricky Andriawan NIM: 153070377 Kelas: I
1URUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ~VETERAN YOGYAKARTA 2011 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri karena selalu membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam melaksanakan Iungsinya sebagai makhluk sosial, manusia dituntut memiliki berbagai keterampilan, salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal. Untuk dapat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa dalam penyampaian pesan atau makna yang akan dikehendaki. Melalui bahasa manusia bisa bersosialisasi dengan lingkungannya, melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, dan segala aktivitas komunikasi dalam masyarakat selalu melibatkan bahasa bahasa. Menurut Kridalaksana (2000) kemampuan komunikasi adalah kemampuan komunikator (orang yang menyampaikan inIormasi) untuk mempergunakan bahasa yang dapat diterima dan memadai secara umum. DeIenisi lain dari kemampuan komunikasi adalah kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara (Evans & Russel, 1992). Batasan lain menurut Berelson & Steiner (dalam Mulyana, 2001) mengartikan kemampuan komunikasi sebagai kemampuan mentransmisi inIormasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol seperti perkataan, gambar, Iigur, graIik dan sebagainya. Menurut Book (dalam Cangara, 2002) kemampuan komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran inIormasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Sedangkan deIinisi komunikasi nonverbal sendiri adalah, proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan deIinisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal. Dari berbagai deIinisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi adalah suatu kecakapan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dalam penyampaian inIormasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol seperti perkataan, gambar, Iigur, graIik dan sebagainya sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya. Sedangkan dalam penelitian ini memIokuskan pada tunarungu. Merupakan suatu kenyataan bahwa di dalam perkembangan masyarakat yang modern saat ini, masih banyak ditemukan anak-anak tunarungu. Hal ini dapat dilihat pada salah satu contoh keberadaan anak tunarungu di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu SLB/B Karya Bakti di Jalan Sambek No. 33 Kabupaten Wonosobo yang didirikan sejak tahun 1955 sampai sekarang. Kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh tunarungu terbatas dalam menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan dan kehendaknya pada orang lain seperti perkataan. Pada remaja tunarungu menggunakan komunikasi khusus yaitu menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanIaatan sisa pendengaran dengan alat bantu (hearing aid). Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi tunarungu adalah suatu kecakapan individu dengan menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanIaatan sisa pendengaran dengan alat bantu (hearing aid) dalam penyampaian inIormasi, gagasan, emosi, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya. Menurut A. Van Oden (dalam Bunawan dan Cecilia, 2000) bentuk komunikasi pada anak tunarungu tidak berbeda dengan bentuk komunikasi anak yang mendengar, yaitu dapat dibedakan antara bentuk komunikasi ekspresiI dan bentuk komunikasi reseptiI. Komponen komunikasi ekpresiI meliputi bicara, berisyarat, berejaan jari, menulis dan memimik. Sedangkan komponen komunikasi reseptiI meliputi membaca ujaran, membaca isyarat, membaca ejaan jari, membaca mimik serta pemanIaatan sisa pendengaran dengan alat bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan kode yaitu cara verbal dan non verbal. B. Identifikasi Masalah Berdasar uraian latar belakang masalah, berikut ini akan dikemukakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. 1. Keberadaan anak tunarungu yang merupakan suatu indikasi bahwa komunikasi non verbal digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. 2. Keterbatasan bahasa anak tunarungu yang mengakibatkan hambatan dalam berkomunikasi berdampak pada kesulitan penyesuaian diri dalam bermasyarakat. 3. Orang tua, peneliti, dan masyarakat diharapkan mampu memberikan motivasi agar anak dapat berusaha mewujudkan rasa sosialnya terhadap orang lain. 4. Beberapa dukungan terhadap anak tunarungu diharapkan dapat mempengaruhi perkembangan kecakapan sosial anak yang di uji cobakan melalui pembelajaran komunikasi non verbal.
C. Batasan Masalah Agar penelitian tidak keluar dari tujuan atau meluas pada hal-hal yang tidak perlu, maka dalam penelitian ini akan dibatasipada masalah-masalah sebagai berikut. 1. Kesulitan anak tunarungu dalam meyampaikan pesan atau makna dalam proses komunikasi. 2. Penggunaan komunikasi non verbal pada anak tunarungu dalam bersosialisasi pada lingkungan sekitar.
D. Rumusan Masalah Berkaitan dengan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka tepatlah kiranya apabila dalam membahas permasalahan ini dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 'Apakah penggunaan komunikasi non verbal pada anak tunarungu dapat digunakan secara eIektiI untuk menyampaikan pesan atau makna dalam diri pada proses sosialisasi di lingkungan sekitarnya ?
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penggunaan komunikasi non verbal anak tunarungu dalam penyampaian pesan atau makna pada sosialisasinya di lingkungan sekitarnya.
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
Pada hasil skripsi dari mahasiswi Supartinah, B. TH dari Universitas Negri Yogyakarta tahun 2008 yang berjudul 'Peningkatan Kecakapan Sosial Anak Tunarungu Melalui Pembelajaran Tari Sindung Lengger membahas tentang suatu peningkatan kecakapan dalam bersosial anak tunarungu melalui media penyampaian ekspresi diri yaitu tari lengger. Hasil dari skripsi tersebut menyimpulkan bahwa dari pembelajaran tari Sindung Lengger tersebut dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kecakapan sosial bagi anak tunarungu itu sendiri. Namun di dalam skripsi tersebut masih belum ada diskripsi terperinci tentang penggunaan bahasa pengantar atau penggunaan jenis komunikasi yang digunakan anak tunarungu dalam penyampaian pesan atau makna yang ada dalam diri anak tersebut. Perbedaan yang ingin disajikan pada penelitian ini adalah lebih memIokuskan pada jenis komunikasi yang digunakan oleh anak tunarungu, yaitu komunikasi non verbal.
A. Kajian Tentang Komunikasi Non Verbal Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
1. KlasiIikasi pesan nonverbal. Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut: O Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan Iasial, pesan gestural, dan pesan postural.
O Pesan Iasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
O Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
O Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positiI; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positiI dan negatiI. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsiI.
O Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain. O Pesan artiIaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatiI menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik. O Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa. O Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan menandai wilayah mereka, mengidentiIikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
2. Fungsi pesan nonverbal. Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima Iungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
O Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala. O Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala. O Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda `memuji` prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata Hebat, kau memang hebat. O Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata. O Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signiIikan. Yaitu:
O Factor-Iaktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya `membaca` pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
O Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
O Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatiI bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
O Pesan nonverbal mempunyai Iungsi metakomunikatiI yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatiI artinya memberikan inIormasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai Iungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
O Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih eIisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak eIisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
O Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).
B. Kajian Tentang Tunarungu Menurut Donald F. Moores (1978 : 5), anak tunarungu adalah seoran yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebihsehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pembicaraan sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar. Andreas Dwidjosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (2988 : 27) mengemukakan ' Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu bukti keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran. DeIinisi ketunarunguan (Emon, dkk, 1975/1976 : 10) ada dua macam deIinisi mengenai ketunarunguan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk tujuan medis dan deIinisi untuk tujuan pedagogis. Secara medis, ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan mal-/dis-/non-Iungsi dari sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran. Secara pedagogis ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus. Beberapa batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian anak tunarungu, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian anak tunarungu adalah kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks. Dampak terhadap kehidupan secara kompleks mengandung arti, bahwa akibat dari ketunarunguan perkembangan anak menjadi terhambat, sehingga menghambat terhadap perkembangan intelegensi, emosi, dan sosial.
C. Kerangka Berpikir Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan deIinisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal. Dari uraian diatas dapat, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi non verbal memang pas untuk digunakan oleh anak tunarungu sebgai alat atau media untuk penyampai pesan atau makna mengingat anak tunarungu kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian berIungsi sebagai petunjuk pelaksanaan penelitian, sehingga penelitian akan tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Adapaun kegiatan penelitian pada bagian ini meliputi jenis penelitian, tempat penelitian, sampel sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Untuk lebih jelasnya akan kami uraikan satu-persatu sebagai berikut. A. 1ENIS PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatiI jaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan (Bungin, 2001 : 18). Sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian, oleh karena itu, maka kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini (Bungin, 2001:26) Penelitian ini juga menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari inIorman dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada . Dalam penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian diskriptiI, jaitu jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada, Penulis mencoba menjabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian dan selanjutnya akan dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian.
B. TEMPAT PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah di SLB/B Karya Bakti Wonosobo, yang akan dipusatkan pada beberapa kelas yang dianggap dapat memenuhi inIormasi yang dibutuhkan. C. SAMPEL SUMBER DATA Teknik pemilihan inIorman merupakan cara menentukan sample yang dalam penelitian kualitatiI disebut inIorman. Dalam penelitian kualitatiI sample diambil secara purposive dengan maksud tidak harus mewakili seluruh populasi, sehingga sample memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek penelitian. Apabila menggunakan wawancara sampel diambil dari beberapa kejadian, apabila menggunakan observasi. Apabila menggunakan teknik dokumentasi, sample dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasati, legenda, dan sebagainya (Bungin, 2001:173). Sampel oleh Moleong ( 199:165) diartikan untuk menjaring sebanyak mungkin inIormasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Sehingga tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya digeneralisasikan. Tapi untuk merinci kekhususan yang ada kedalam ramuan konteks yang unik dari inIormasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatiI yaitu : Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung ( Iace to Iace) untuk mendapatkan inIormasi secara lesan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Dokumentasi, adalah metode untuk mencari data yang berupacatatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Dokumentasi merupakan metode pelengkap pengumpulan data yang dilakukan setelah observasi dan wawancara. Observasi, dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan siIat penelitian karena mengadakan pengamatan secara langsung atau disebut pengamatan terlibat, dimana peneliti juga menjadi instrumen atau alat dalam penelitian. Sehingga peneliti harus mencari data sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa inIorman yang telah ditentukan sebagai sumber data. Pada metode ini, penulis menjadi bagian dari setiap aktivitas yang ada dalam organisasi sasaran.
E. TEKNIK ANALISA DATA Setelah data diperoleh peneliti menganalisa secara kualitatiI melalui tiga tahapan : KlasiIikasi data Interpretasi data. Analisa diskriptiI yang disajikan dalam bentuk narasi. Yang akan menceritakan bagaimana gambaran penggunaan komunikasi non verbal pada anak tunarungu dalam menyampaikan pesan atau makna di SLB/B Karya Bakti Wonosobo
.
DAFTAR PUSTAKA
Andreas, Dwijosumarto. (1988). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi. Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya. Donald. F. Moores.(TT). Ketulian dan Kesehatan Mental. Trejemahan Andrian Hartotanojo. Gallaudet University. Emon Sastrowinata, MuIti Salim, & Mh. Sugiarto. (1975/1976). Pendidikan Anak Tunarungu. Bandung: NV. Masa Baru. Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya. Moleong, Lex. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; PT Remaja Rosdakarya Verderber, Rudolph F. (2005). "Chapter 4: Communicating through Nonverbal Behaviour". Communicate! (edisi ke-edisi ke-11). Wadsworth.