You are on page 1of 11

MEDAN - Mantan penderita kusta dan penderita penyakit kusta menuntut perhatian dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

(Pemprov Sumut). Mereka mengharapkan bantuan untuk mengentaskan kemiskinan para penderita kusta. Jika pemerintah tidak peka mengambil solusi, tidak mustahil anak-anak yang lahir dari keluarga penderita kusta akan mengisi daftar pengangguran yang berkepanjangan. Inilah kekhawatiran kami, kata seorang penderita penyakit kusat saat berdemo di Kantor Gubernur Sumut, hari ini.

Mantan penderita kusta yang tinggal di Komplek Rumah Sakit Kusta (RSK) Pulau Sicanang tersebut meminta Pemprov Sumut memberikan perhatian demi perbaikan masa depan mantan penderita kusta, khususnya dalam pengentasan kemiskinan. Pemprov Sumut diminta memberikan jatah hidup kepada mantan penderita kusta hingga mereka bisa hidup mandiri. Kemudian memberikan bantuan kepada anak-anak mereka yang masih ada di bangku sekolah. Selanjutnya mengembalikan jatah yang selama ini ditahan oleh pihak RSK Pulau Sicanang, diantaranya nasi bungkus dan hiburan setiap 17 Agustus. Harapan lainnya, mereka juga berharap Pemprov Sumut memberikan sebidang lahan untuk berusaha serta program pembinaan pelatihan keterampilan yang pernah mereka terima namun saat ini sudah tidak pernah lagi diberikan lagi. Mereka juga mengklaim kehidupan pasien di Rumah Sakit (RS) Kusta Sicanang Belawan sangat memprihatinkan dengan tidak adanya fasilitas diantaranya sprei, bantal, selimut, handuk, piring, gelas dan sarung. Sementara pemerintah telah mengucurkan dana hingga miliaran rupiah untuk keperluan rumah sakit itu.

Kepala Tata Usaha (KTU) RS Kusta Sicanang Belawan, Lindung Siagian, mengatakan rumah sakit tersebut ada menerima APBD Tahun 2009 dan 2011, tapi hingga kini belum dikucurkan makanya fasilitas untuk penderita kusta tidak terbeli. Menurut dia, tidak diketahui di mana sangkutnya dana tersebut, namun pengakuan pegawai dan penderita kusta itu benar. Begitu juga fasiltas gedung diakuinya sudah rusak parah dan perlu perbaikan menyeluruh. Informasi hari ini, dari Dinas Kesehatan Pemprov Sumut anggaran tahun 2009 dan tahun 2011 untuk dua Unit Pelaksana Teknis (UPT) RS Kusta Sicanang dan UPT RS Lau Simomo Kabanjahe, Sumatera Utara, senilai Rp7.636.734.000. Dana itu diperuntukkan guna keperluan penderita penyakit kusta. Bahkan warga yang berdomisili di sekitar rumah sakit, merasa prihatin melihat kondisi para penderita penyakit kusta itu karena mereka terbengkalai. Saat hal ini mau dikonfirmasi dengan Kepala UPT RS Kusta Sicanang, tidak berhasil dan sejumlah pegawai mengaku kepala UPT jarang masuk kantor tanpa alasan yang jelas.

Menkes: Tak Semua Orang Sadar Terjangkit Kusta


Besar Kecil Normal TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan tidak semua orang sadar bahwa dirinya terjangkit penyakit kusta. "Karena gejala awalnya tidak spesifik, hanya seperti panu," kata Endang usai seminar sehari bertajuk 'Pencegahan Cacat Akibat Kusta' di kantor Kementerian Kesehatan, Sabtu 26 Februari 2011. Karena itu, kesadaran penderita dinilai penting untuk mengambil tindakan pengobatan yang cepat. Sebab, jika terlambat, kusta dapat berakibat cacat permanen. "Pengobatannya juga kadang kurang tepat karena tidak mengetahui penyakitnya," kata Endang. Hambatan lain adalah anggapan masyarakat terhadap para penderita kusta. Seringkali, bagi sebagian masyarakat, kusta masih dianggap penyakit yang memalukan. "Orang jadi tidak mau berobat karena malu masih disebut (penyakit) kutukan," ujarnya. Untuk itu pemerintah terus berupaya melakukan upaya sosialisasi di tingkat nasional, pemuka agama dan juga PKK dalam melakukan penyuluhan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2010 jumlah kasus baru penyakit kusta tercatat sebanyak 10.706 penderita dan jumlah kasus terdaftar sebanyak 20.329 orang dengan prevalensi 0,86 per 10.000 penduduk. Angka itu menurun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencatat kasus baru sebanyak 17.260 penderita dan kasus terdaftar sebanyak 21.026 penderita.

Berharap Ada Perbaikan Pada Pelayanan Kesehatan Masyarakat


28-Des-2007, 02:25:34 WIB

Terapi Bugar Ala Qi Gong di Perguruan Shaolin Sunter


27-Des-2007, 15:04:34 WIB

Sopyan, Menyambut Tahun Baru Masih Tetap di Pangkuan Ibunya


26-Des-2007, 07:15:37 WIB

Penemuan Vaksin Bebentuk Bubuk


23-Des-2007, 15:12:45 WIB

Benarkah Manisan Coklat Membuat Lebih Baik?


23-Des-2007, 14:52:20 WIB

PAN DKI Sambut Hari Ibu dengan Jalan Sehat


22-Des-2007, 23:13:26 WIB

Tujuh Mitos Kesehatan Terungkap


22-Des-2007, 02:03:55 WIB

MUSIK: Nenek Moyang Pengobatan


21-Des-2007, 01:09:27 WIB

Manfaat Musik Klasik bagi Kesehatan


20-Des-2007, 23:06:55 WIB

BERITA LAINNYA LOWONGAN KERJA Kepala Gudang Garment 14 Jul 2011 16:00 WIB Dicari Pekerja Salon Langsung Kerja 17 Mar 2011 01:00 WIB HUKUM SBY tak Resah, Muhaimin Disebut 3 Terdakwa 20 Nov 2011 17:30 WIB Kasus Narkotika Dominasi Penghuni Lapas Nunukan 20 Nov 2011 17:24 WIB PUISI Sajak Messi 21 Nov 2011 16:03 WIB Sajak Torres 21 Nov 2011 16:02 WIB

PARIWISATA

KabarIndonesia

Google

KESEHATAN

Ainhum: Penyakit Ajaib yang Mirip Kusta


Oleh : Dr. Dito Anurogo | 11-Des-2007, 21:36:59 WIB KabarIndonesia - Pengantar Asal kata ainhum belum jelas. Pada tahun 1867, terminologi ini digunakan oleh da Silva Lima dari Bahia, Brasil, untuk melaporkan kasus pertama yang dipublikasikan. Kata ainhum berarti celah (fissure) dalam bahasa suku Nagos di Brasil. Ada kemungkinan terminologi "ainhum" berhubungan dengan kata "ayun" yang berarti "gergaji" dalam bahasa suku Lagos di Nigeria. Definisi Otoamputasi jari, biasanya jari kelima pada kaki bilateral, hasil dari kerutan jaringan parut dalam bentuk band atau groove. Sinonim Dactylolysis spontanea, bankokerend, sukhapakla, autoamputation of a digit, annular constriction of a digit. Penyebab Pada true ainhum, dactylolysis pada jari kaki (paling sering mengenai jari kelima) ditimbulkan oleh trauma, yang berhubungan dengan berjalan tanpa alas kaki di daerah tropis. Fibrotic band berkembang berkembang dari flexural groove dan menjalar ke seluruh radius jari kaki sehingga terjadi otoamputasi (terlepas sendiri) secara spontan. Pada tahun 1952, Wells dan Robinson mengusulkan 4 sumber yang jelas (distinct sources) tentang konstriksi annular pada jari-jemari. Sumber-sumber itu meliputi:

1.annular scaring dari frostbite/cryopathy, luka bakar, atau trauma. 2.true ainhum 3.constricting bands yang mirip ainhum 4.congenital bands Epidemiologi 1.Di Amerika Serikat, kira-kira 130 kasus yang telah dilaporkan. 2.Di Afrika, rata-rata insidennya 0,2% sampai 2%. 3.Ainhum dapat timbul pada semua ras, namun dominan pada kulit hitam. 4.Penelitian di Nigeria mengungkapkan insiden 2,48 kasus tiap 1000 pria dan 1,08 kasus per 1000 wanita. Meskipun demikian, riset terbaru menyatakan tidak ada preferensi jenis kelamin. 5.Ainhum yang matured biasa terjadi pada mereka yang berusia 30-50 tahun. Stadium Cole (1965) membagi 4 stadium klinis ainhum: Pada stadium awal, pengerasan kulit pada jari kaki akibat sepatu sempit (yang disebut corn atau clavus) timbul di daerah medial lipatan plantar pada jari kaki (biasanya jari kelima) yang berkembang menjadi fissure atau groove yang sempit. Groove ini menjadi dalam dan perlahan melingkari jemari kaki. Proses atau perkembangannya mungkin lambat dan dapat terjadi pada permulaan masa anak-anak. Proses fissure menjadi dalam berhubungan dengan rasa nyeri pada 78% pasien namun rasa nyeri ini kurang hebat jika dibandingkan dengan stadium ketiga. Stadium kedua terjadi lebih cepat karena pada jemari kaki terbentuk globular distal sampai ke groove, yang berhubungan dengan penyempitan arteri dan penyerapan (resorption) tulang. Pada stadium ketiga, tulang memisah pada persendian disertai hipermotilitas jemari kaki. Rasa nyeri amat hebat. Stadium keempat ditandai dengan otoamputasi tanpa perdarahan (bloodless autoamputation) pada jemari kaki di daerah encircling band. Pemeriksaan Fisik 1.Progressive constriction di dasar jemari kaki dengan edem distal merupakan diagnostik ainhum. 2.Tanda awal dari fissure yang amat nyeri di bawah jemari kaki terkadang tidak spesifik. 3.Jemari kaki berputar (rotated), "mencakar" (clawed), dan dorsifleksi pada sendi metatarsophalangeal. 4.Akhirnya, sebelum jemari kaki lepas, dapat disertai peningkatan jaringan fibrosa yang makin lama makin menipis (increasingly slender thread of fibrous tissue). Diagnosis Pasti Diagnosis pasti ainhum ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan manifestasi radiografi yang berupa: Mula-mula tampak band radiolusen menekan dasar jemari kaki yang terkena, dengan pembengkakan distal. Osteolisis berkembang di daerah distal atau pertengahan tulang jari (midphalanx), dengan gambaran yang makin menyempit (tapering effect). Pada akhirnya, tulang menyempit hingga mengalami fraktur dan otoamputasi. Diagnosis Banding 1.Lepra (kusta) 2.Lupus Eritematosus Diskoid 3.Morfea 4.Pitiriasis Rubra Pilaris 5.Porokeratosis 6.Sifilis 7.Patek (framboesia, pian, atau yaws) Permasalahan lain untuk dipertimbangkan 1.Constricting bands kongenital pada bayi dan anak-anak 2.Trauma (luka bakar, nyeri karena udara dingin/"radang dingin"/frostbite, keracunan ergot, sindrom torniquet)

3.Penyakit jaringan konektif (misalnya: skleroderma, morfea, penyakit Raynaud, diskoid, lupus eritematosus) 4.Infeksi (misalnya: sifilis, lepra/Hansen's disease) 5.Keratoderma (Keratoderma hereditarium mutilans, mal de Meleda, hiperkeratosis akral fokal, porokeratosis Mibelli) 6.Pityriasis rubra pilaris 7.Pachyonychia kongenital 8.Endokrin (misalnya: diabetes mellitus) Terapi Pada ainhum stadium dini, pengobatan dengan ointment applications asam salisilat dan injeksi steroid intralesi (triamcinolone acetonide suspension 20-40 mg/mL) untuk mengurangi nyeri. Pemisahan (division) fibrous band pada ainhum stadium dini dilaporkan dapat mengurangi nyeri. Jika ditemukan terlambat, pengobatan definitive untuk ainhum adalah amputasi pembedahan (jika belum otoamputasi). Pembedahan terbaik dengan teknik Z-plasty, yang membebaskan constricting base melalui Z-shaped repair setelah amputasi pembedahan. Komplikasi 1.Dermatofitosis kompleks 2.Infeksi sekunder 3.Jika lebih dari dua jemari kaki yang terkena ainhum, maka akan mempengaruhi penderita saat berjalan. Catatan 1.Celah yang terjadi di bawah kaki seringkali diinterpretasikan sebagai trauma atau infeksi. 2.Beberapa kasus ainhum ditemukan herediter/familial (dipengaruhi faktor keturunan). 3.Penyempitan (constricting), retakan (fissuring), dan hilangnya jemari dapat juga merupakan manifestasi penyakit kaki lainnya, sehingga membuat ainhum tetap sulit untuk dikenali (didiagnosis). 4.Pseudoainhum merupakan kondisi mirip ainhum yang terjadi sebagai peristiwa sekunder hasil dari penyakit nonherediter dan herediter tertentu yang menyebabkan konstriksi annular pada jarijari. Diterapi dengan etretinate

Perlu 6 Tindakan Agar Kusta Tak Bikin Cacat Permanen


Vera Farah Bararah - detikHealth <p>Your browser does not support iframes.</p>

(Foto:thinkstock) Jakarta, Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang bisa menyebabkan kecacatan permanen pada penderitanya. Penderita yang mengalami cacat permanen sering terisolasi karena masyarakat takut penyakitnya menular. Untuk mencegah kecacatan akibat kusta perlu dilakukan enam tindakan. Kusta adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lain. Jika tidak terdiagnosis dan diobati secara dini akan menimbulkan kecacatan menetap. Menkes dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH dalam acara pembukaan seminar sehari Pencegahan Cacat Akibat Kusta di gedung Kemenkes, Jakarta, Sabtu (26/2/2011) menuturkan ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penemuan dini penyakit kusta Melakukan pengobatan yang tepat dan teratur Mendeteksi dini terhadap adanya komplikasi Penanganan Perawatan Rehabilitasi

"Jika sudah terjadi cacat umumnya penderita akan dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit mendapatkan pekerjaan, sehingga mereka akan sangat tergantung secara fisik dan finansial pada orang lain," ungkap Menkes. Tingkat kecacatan kusta ini meliputi beberapa tingkat yaitu tingkat 0 yang berarti normal, tingkat 1 berupa mati rasa pada telapak tangan atau telapak kaki dan tingkat 2 ada cacat berupa kelopak mata tidak menutup, jari tangan maupun kaki memendek, bengkok dan luka. "Salah satu target yang ingin dicapai adalah menurunkan cacat tingkat 2 atau cacat yang kelihatan pada penderita kusta. Dan masyarakat sebaiknya tidak mengasihani penyandang disabilitas, tapi membantunya agar bisa mandiri sehingga bisa bekerja dan menghidupi diri serta keluarganya," imbuhnya.

Menkes mengungkapkan saat ini prevalensi kusta di indonesia menurun sebesar 81 persen dari 107.271 penderita pada tahun 1990 menjadi 21.026 penderita tahun 2009. Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya terobosan untuk mempercepat eliminasi kusta dengan melaksanakan penemuan penderita secara pasif dan aktif. Meski demikian masih ada kesulitan dalam menemukan kasus kusta baru. Beberapa penyebabnya karena pengetahuan masyarakat yang kurang dan menganggap kusta sebagai penyakit biasa karena tidak ada gejala yang khas, orang tidak mau berobat karena malu sehingga pengobatan menjadi terlambat serta pengobatan yang tidak tepat. "Sampai saat ini masih ada 14 provinsi dengan proporsi kusta yang tinggi di indonesia, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan," ujar dr H M Subuh MPH selaku Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes. dr. Subuh menuturkan ada kesan penyakit ini terabaikan serta adanya ketidaktahuan masyarakat dari sisi pengetahuan tentang penyakit kus

Tangerang, Stigma negatif terhadap penyakit kusta atau lepra seharusnya sudah dibuang jauh-jauh. Bukan saatnya lagi penderita atau mantan penderita kusta dikucilkan. Mengucilkan orang kusta adalah pertanda masyarakatnya 'sakit'. "Ketika penderita kusta dikucilkan, maka sebetulnya ada 2 pihak yang sakit. Pertama, penderita yang memang sakit kusta. Kedua, masyarakat itu sendiri juga sakit," ungkap dr J.P. Handoko Soewono, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan RS Kusta Sitanala Tangerang saat ditemui detikHealth di RS Kusta Sitanala, Jl Dr Sitanala Tangerang, Rabu (26/5/2010). Menurut dr Handoko, kurangnya informasi yang benar membuat stigma itu tetap terpelihara lama. Sampai-sampai muncul ketakutan berlebihan pada kusta atau Leprofobi. Masyarakat menjadi takut tertular, tidak mau menerima hasil karya dari penderita kusta dan yang lebih parah mengucilkan penderita kusta dari setiap segi kehidupan sosial. Karena perlakuan diskriminatif yang seperti itu, penderita kusta menjadi takut diketahui jika menyandang kusta, takut mendekati orang sehat dan lebih suka berada dalam kelompoknya sendiri. Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1879 oleh G.H.A. Hansen sehingga disebut juga Hansen Disease. dr Handoko yang telah menangani kusta sejak tahun 1980 mengungkapkan sejumlah stigma dan anggapan yang ternyata tidak sesuai dengan fakta ilmiah. Beberapa stigma negatif itu di antaranya adalah: 1. Tidak bisa disembuhkan Kusta merupakan penyakit kuno yang sudah dikenal di China, Mesir dan India sejak zaman prasejarah. Penyakit ini banyak disebutkan di berbagai kitab suci maupun arsip sejarah. Sebuah arsip sejarah yang

ditulis tahun 600 SM tercatat sebagai arsip tertua yang menyebutkan penyakit kusta. Pada masa itu, penyakit kusta ibarat suratan takdir yang tidak bisa dilawan. Karena belum ada obat yang bisa menyembuhkan, penderita akan menghabiskan sisa hidupnya bersama penyakit kronis tersebut dan bahkan kadang-kadang dikucilkan agar tidak menularkan penyakitnya. Baru pada tahun 1981, WHO merekomendasikan kombinasi dapsone, rifampisin dan klofazimin sebagai standard pengobatan kusta masa kini. Kombinasi yang kini dikenal sebagai Multiple Drug Therapy (MDT) ini didistribusikan secara gratis oleh WHO ke seluruh dunia. "WHO menjamin kemanjuran MDT. Dalam 2x24 jam, penderita kusta sudah bersih di permukaan dan tidak mungkin menularkan penyakitnya. Pengobatan selanjutnya tinggal membersihkan bakteri yang bersembunyi di syaraf," terang dr Handoyo. 2. Menyebabkan cacat fisik Ada 2 lokasi yang diserang oleh penyakit kusta, yakni kulit dan syaraf. Pada kulit menyebabkan bercakbercak yang terkadang mirip kudis ataupun panu dan bersifat semntara. Bercak tersebut terasa agak baal (kebal atau mati rasa) dibandingkan permukaan kulit yang lain di sekitarnya. Sementara gejala yang lebih parah akan muncul ketika infeksi bakteri telah mencapai saraf yang bersifat permanen. Di antaranya adalah kekakuan otot terutama di jemari, serta sensasi baal atau mati rasa pada area yang lebih luas. Tangan dan kaki merupakan organ yang paling sering mengalami baal atau mati rasa permanen. Padahal bagian tersebut banyak digunakan untuk beraktivitas, sehingga rentan mengalami luka. Dengan kondisi semacam itu penderita kusta tidak akan sadar ketika kakinya menginjak paku, tangannya tertusuk jarum maupun terbakar puntung rokok. Luka yang tidak disadari semacam ini umumnya berkembang menjadi infeksi yang parah, dan menyebabkan kerusakan atau cacat di bagian tersebut. Jadi efek cacat tersebut didapat secara tidak langsung. 3. Mudah menular Hingga kini, cara penularan penyakit kusta memang belum diketahui pasti. Namun diduga, bakteri M. Leprae menular melalui pernapasan dan kontak kulit. dr Handoyo mengatakan, bakteri tersebut bisa mencemari udara hingga radius 6 meter dari seorang penderita. Namun ilmu pengetahuan juga mengungkap bahwa infeksi bakteri M. Leprae hanya terjadi pada orang yang punya kelainan pada sistem kekebalan alami tubuh. Seorang bisa tertular kusta jika memiliki sistem imunitas yang tidak sempurna, atau bahkan tidak punya sama sekali. Secara keseluruhan, kelainan semacam itu hanya terjadi pada sekitar 3,5 persen populasi manusia di seluruh dunia. Ini berarti 96,5 persen manusia sebetulnya kebal terhadap penyakit kusta, dan tidak mungkin tertular.

4. Penyakit orang miskin Kemiskinan erat kaitannya dengan gizi masyarakat, faktor paling dominan yang menyebabkan kelainan sistem kekebalan tubuh pada endemi kusta. Namun demikian, gizi dan kemiskinan bukan satu-satunya faktor pemicu. Meski tidak dominan, ada beberapa faktor lain yang juga bisa menyebabkan kelainan pada sistem pertahanan tubuh. Salah satunya adalah upaya menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, baik dengan obat maupun cara lain. Upaya-upaya semacam itu seringkali mengakibatkan bayi lahir dengan kecacatan, termasuk pada sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terinfeksi kusta.

You might also like