You are on page 1of 38

Pemogokan dan Unjuk Rasa

Elga Andina & Dian Yuniarti


Dipresentasikan pada seminar Psikologi Industri & Organisasi
Maret 2005

Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga

2005

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 1
Pendahuluan
Hubungan industrial di Indonesia mulai memasuki fase-fase moderat.
Perubahan wacana yang beredar pun mengubah pola pikir pelaku industri,
baik pengusaha maupun buruh. Isu-isu pemerataan semakin gencar
diteriakkan.
Pada era yang serba materialis ini, manusia menginginkan lebih dan
lebih. Akibatnya setiap tahun terlihat peningkatan jumlah konflik antara buruh
dan pengusaha (www.tempointeraktif.com).
Dari data Depnaker, sejak tahun 1990 sampai 1999 intensitas
pemogokan para pekerja meningkat drastis setiap tahun. Jumlah kasus
pemogokan pekerja pada tahun 1990 terjadi 60 kasus. Pada tahun 1991
meningkat menjadi 130 kasus. Kemudian tahun 1994 terjadi 296 kasus.
Sedangkan tahun 1995 terdapat 276 kasus pemogokan. Terjadi penurunan
dibanding tahun sebelumnya. Tahun 1996 meningkat kembali menjadi 315
kasus, dan kondisi tersebut terus meningkat menjadi 405 kasus tahun 1999
lalu. Jadi, rata-rata selama tujuh tahun terakhir terjadi 210 kasus setiap
tahunnya dan kecenderungan meningkat sekitar 61 persen.
Jika dilihat secara garis besar, unjuk rasa atau pemogokan pada
dasarnya terjadi karena adanya ganjalan atau ketidakharmonisan hubungan
antara pekerja dan pengusaha. Adanya tuntutan yang diajukan pekerja, yang
tidak ditanggapi atau tidak dapat dipenuhi oleh pengusaha, seringkali
menimbulkan gejolak dan konflik yang diikuti unjuk rasa dan pemogokan.
Menurut Indra Ibrahim (2001) dalam makalah “Pengatasan Unjuk Rasa di
Industri Tekstil” tuntutan para pengunjuk rasa dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu tuntutan normatif dan tuntutan non normatif. Mogok kerja
acapkali terjadi, dilakukan pekerja perusahaan swasta. Biasanya hal itu
terjadi sebagai bentuk protes keras atas situasi kerja dan permasalahan
hubungan kerja dengan pihak perusahaan, yang bukan secara perorangan,
tetapi pekerja secara kolektif.
Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Tenaga Kerja
menggunakan istilah Perselisihan Industrial, pada pasal 77 menyebutkan
alasan mogok kerja karena, pengusaha tidak memenuhi ketentuan yang

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 2
bersifat normatif perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama (perjanjian perburuhan, red),
juga perselisihan diluar hal tersebut. Intinya berkaitan dengan kepentingan
buruh yang belum terpenuhi secara baik. Lebih jauh Hartono Widodo dan
Judiantoro (1992 :26) berpendapat perselisihan perburuhan berkaitan dengan
dua hal, pertama, perselisihan hak seperti tidak dipenuhinya perjanjian
perburuhan, dan kedua perselisihan kepentingan, yang berkaitan dengan
perbedaan pendapat seperti, tuntutan kenaikan gaji.
Mengenai hal ini Drs AD Uphadi MS merumuskan beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya kasus pemogokan. Pertama, didasarkan pada
asumsi bahwa di pasar tenaga kerja terjadi penawaran tenaga kerja (supply)
melebihi permintaan (demand). Sehingga pengusaha mempunyai kekuatan
untuk menekan upah (press- ure). Dalam kondisi seperti ini, kekuatan tawar
menawar pekerja (bargainning-power) tidak ada lagi.
Dari kondisi yang tertekan ini akan menimbulkan kesadaran pekerja
akan hak-haknya sehingga timbul dorongan unjuk rasa sebagai
pengungkapan kekuatan keberadaannya. Ditambah dengan pengetahuan
mereka akan apa yang disebut UMR, buruh sadar dan beranggapan bahwa
UMR yang mereka terima belum memenuhi standar. Padahal pengusaha
memandang UMR yang belum memenuhi standar tersebut lebih disebabkan
terjadinya biaya tinggi dalam produksi, berupa pungutan- pungutan.
Di satu sisi alasan ini tampak rasional dan benar sehingga mau tak
mau biaya tersebut dibebankan kepada ongkos produksi. Naiknya ongkos
produksi akan menyebabkan naiknya harga jual sehingga keuntungan marjin
(margin profit) cenderung relatif kecil. Secara makro hal ini memperlihatkan
bahwa kinerja makro ekonomi terjadi distortif yang eksesnya akan
menimbilkan inefisiensi dalam produksi secara agregat.
Untuk meningkatkan efisiensi, maka segala faktor penyebab terjadinya
distorsi harus dipangkas habis yang tidak hanya sebagai gerakan saja tetapi
harus benar-benar diimplementasikan. Kondisi yang mengkhawatirkan akibat
sering terjadinya unjuk rasa akan dimanfaatkan sebagai isu-isu politik untuk
mendiskreditkan pemerintaah. Terkadang juga masalah ini dimanfaatkan
sebagai retorika politik.
Kedua, aspek teknologi yang mendorong efisiensi dalam skala produksi
yang secara eksplisit akan menekan jumlah penggunaaan tenaga kerja.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 3
Terjadinya pemogokan pekerja berarti terjadinya berbenturan kepentingan
internal antara pengusaha dan pekerja akibat kebijakan perusahaan
mengganti teknologi lama dengan teknologi baru. Pilihan ini memang sangat
sulit tetapi terpaksa ditempuh oleh pengusaha untuk meningkatkan kinerja
dan efisiensi usaha.
Ketiga, faktor penyebab unjuk rasa adalah belum terciptanya
hubungan industrial yang baik yang seharusnya dibangun sistem komunikasi
dua arah antara pengusaha dengan pekerja dalam konteks hubungan
industrial Pancasila.
Dalam tulisannya Zellars,Tepper, & Duffy (2002) menyatakan banyak
penelitian menemukan bahwa:
a. Peran organisasi umumnya dan peran supervisor-bawahan
selalu berada dalam posisi tawar menawar.
b. Persepsi karyawan terhadap syarat kerjanya bisa berbeda
dengan sang atasan.
c. Seberapa penting suatu pekerjaan dipersepsikan karyawan
berdasarkan syarat kerjanya, sehingga peran yang
diperlihatkan bisa berbeda meskipun posisinya sama.
Perilaku supervisor yang menyimpang ini dapat dipersepsikan
karyawan secara umum sebagai: tiran (Ashford,1994, dalam Zellars,Tepper,
& Duffy, 2002), penipu (Hoel, Rayner, & Cooper,1999, dalam Zellars,Tepper,
& Duffy,2002), merendahkan (Duffy. Ganster, & Pagon,2002, dalam
Zellars,Tepper, & Duffy, 2002) atau abusif (Keashly, Trott, & MacLean,1994,
dalam Zellars,Tepper, & Duffy , 2002) juga menjadi sebab pemberontakan
para buruh.
Keempat, rasio upah yang terlalu tinggi. Kondisi upah di Indonesia
saat ini bisa mencapai 1:50 sampai 1:250. Sebagai perbandingan di negara-
negara maju rasio upah adalah 1:25 sampai 1:30. Kesenjangan upah yang
terlalu jauh, misalnya antara pekerja biasa dengan level middle management
serta antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing yang rasionya bisa
mencapai 1:10. Padahal pemicu timbulnya kecemburuan antar-pekerja yang
mendorong timbulnya unjuk rasa.
Kenaikan upah secara makro menyebabkan naiknya daya beli
masyarakat. Namun, nyaris kenaikan upah selalu diikuti oleh kenaikan inflasi

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 4
(demand side). Sehingga daya beli riil masyarakat tidak mengalami
perubahan.
Masalah lain yang dihadapi perusahaan adalah ketidakpastian
perusahaan untuk menaikkan UMR setiap tahun. Hal ini disebabkan masih
terjadi inefisiensi produksi. Sedangkan perusahaan belum mampu memenuhi
tuntutan pekerja sehingga unjuk rasa mudah muncul yang diakhiri dengan
pemogokan masal.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa alasan utama yang sering dikemukakan
adalah ketidakpuasan akan masalah tunjangan. Hal ini bertentangan dengan
Teori Equity dari Adam yang menyatakan orang berusaha mendapatkan hasil
yang sama sesuai dengan pengorbanan yang diberikan (Greenberg & Baron,
1997). Perasaan subjektif inilah yang akhirnya akan mempengaruhi motivasi
kerja (Sulistyani & Rosidah, 2003). Senada dengan itu Russel Madden
menyatakan perilaku seseorang adalah hasil dari keinginan individual (nilai)
dan pertimbangan tentang apa yang benar tentang dunia atau diri sendiri
(Scheibe, 1970,dalam Madden.).
Pekerja yang tidak puas akan menunjukkannya dengan perilaku
tertentu. Dalalm bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, Sulityani dan
Rosidah (2003) menuliskan bahwa ada empat kemungkinan yang
menunjukkan hubungan antara kepuasan dengan motivasi:
a. Kepuasan tinggi, motivasi tinggi, menunjukkan nilai positif
untuk organisasi dan pegawai (situasi yang palingn ideal).
b. Kepuasan rendah, motivasi tinggi, menunjukkan nilai positif
untuk organisasi tetapi negatif untuk pegawai.
c. Motivasi rendah, kepuasan tinggi, menujukkan nilai negatif
untuk organisasi dan nilai positif untuk pegawai.
d. Motivasi rendah,kepuasan rendah,menunjukkan nilai negatif
untuk organisasi dan pegawai.
Sesungguhnya tuntutan buruh di Indonesia masih dalam jangkauan
perusahaan. Pasalnya, tuntutan pokok mereka masih pada soal-soal "basic
needs", bukan seperti tuntutan buruh di luar negeri yang sudah mengarah
pada "second ataupun third needs". Tuntutan buruh di Indonesia masih pada
pemenuhan sekitar perut. Artinya, jika urusan perut terpenuhi maka cukuplah
hal itu bagi mereka. Mereka tidak akan menuntut seperti cuti tahunan,

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 5
ataupun asuransi hari tua, dana kesehatan, pendidikan, perumahan ataupun
sejenisnya yang mengelompok pada kebutuhan bukan primer.
Jika diperhatikan secara cermat ada beberapa alasan mengapa para
pengusaha tidak mau berunding dengan para buruh jika terjadi tuntutan:
1. Ketidakmampuan pengusaha (dalam hal ini diwakili oleh pihak
manajemen) dalam memenuhi tuntutan pekerja sebagai akibat dari
rendahnya produktivitas atau defisit keuangan yang dialami perusahaan.
2. Adanya fakta-fakta yang ditemukan oleh pengusaha bahwa aksi
unjuk rasa atau pemogokan bukan murni merupakan aspirasi seluruh pekerja
di perusahaan tersebut tetapi merupakan provokasi pihak lain. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya kasus para buruh yang berunjuk rasa atau mogok
kerja tidak tahu apa yang menjadi tuntutan dalam aksi tersebut, mereka ikut
dalam aksi tersebut karena dipaksa.
3. Pengusaha sengaja tidak merespons keinginan para pekerja
karena pengusaha menganggap seandainya terjadi mogok dan unjuk rasa,
maka perusahaan dapat ditutup untuk sementara sampai keadaan menjadi
reda; selanjutnya perusahaan dibuka kembali dengan merekrut pekerja baru.
4. Pengusaha membiarkan unjuk rasa dan mogok kerja terjadi
untuk kemudian dilakukan PHK. Dalam banyak kasus pengusaha yang
melakukan hal tersebut tidak mendapatkan sanksi apapun dari pihak terkait
(Depnakertrans) sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum (law
enforcement) di Indonesia.
5. Tuntutan pekerja secara baik-baik tanpa disertai unjuk rasa dan
mogok kerja seringkali diabaikan atau tidak direspons oleh pengusaha karena
pengusaha beranggapan bahwa nantinya tuntutan tersebut akan hilang
dengan sendirinya. Dalam hal ini pengusaha seringkali terlalu percaya diri
atau terlalu yakin bahwa sistem yang dijalankan di perusahaannya adalah
yang terbaik sehingga tidak perlu lagi mendengarkan tuntutan pekerja.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 6
B.Identifikasi persoalan

It ain’t so much the things we don’t know that gets us in trouble. It’s
the things we know just ain’t so.
- Artemus Ward

1. Kondisi Yang Seharusnya


Penelitian membuktikan karyawan yang puas dengan pekerjaannya
akan memperlihatkan perilaku keanggotaan dalam organisasi. Kepuasan kerja
tercermin dari seberapa besar peluang yang dimilikinya untuk memuaskan
kebutuhan kerja pribadinya(Hall, Schneider, & Nygren, 1970; Maier &
Brunstein, 2001, dalam Labedo,2004).
Jika ditarik benang merah, maka perilaku tersebut berkaitan
dengan komitmen pribadi karyawan. Affective Organizational
Commitment organisasi mempengaruhi perilaku penting agar organisasi
berfungsi efektif (Mc Coul et al. 1995). Luthan (1995:130-132) mengatakan
bahwa sebagai sikap affective organizational commitment sering didefinisikan
sebagai:
1. Strong desire to remain a member of a particular organization ,
yaitu sebuah keinginan kuat untuk memelihara keanggotaan dalam
organisasi.
2. A willingness to exert high levels of effort on behalf of the
organization, yaitu sebuah kemauan untuk menggunakan usaha
yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi/perusahaan.
3. A definite belief in acceptance of, the values and goals of the
organization yaitu sebuah kepercayaan pada dan penerimaan
terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi/ perusahaan.
Komitmen terhadap organisasi adalah hal penting yang menentukan
kelangsungan hidupnya. Rendahnya tingkat komitmen akan mempertinggi
angka absen dan turnover. Bayangkan saja jika angka turnover suatu
organisasi tinggi. Organisasi itu tentunya akan mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan organisasinya, karena anggota timnya tidak ada. Untuk itu
ikatan organisasional itu harus terbina. Anggota tim yang merasa lebih lekat
pada timnya lebih berkomitmen pada masing-masing anggota, tujuan tim,
dan tugas bersama (Caproni.2001:264). Anggota tim yang demikian inilah

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 7
harapan bagi semua organisasi, tentu saja untuk melangsungkan hidup
organisasi tersebut mencapai tujuannya.
Oleh karena itu Ashford (1997, dalam Zellars,Tepper, & Duffy
,2002) menuliskan bahwa pekerja cenderung bereaksi ( baik secara
langsung maupun tidak langsung) menghadapi yang dipersepsikan
penyebab frustasi pada situasi yang diharapkan. Dalam konteks makalah
ini, ketidakadilan direspon dengan pemogokan dan unjuk rasa.

2. Kondisi Yang Senyatanya


Seperti yang telah disebutkan diatas Depnaker menyebutkan bahwa
ada peningkatan intensitas pemogokan para pekerja dalam 10 tahun
terakhir.
Pemogokan seringkali menjadi bentuk protes yang paling terlihat dari
tindakan protes lainnya. Akan tetapi pemogokan seharusnya dilakukan oleh
pekerja/buruh dengan pertimbangan yang cermat, mengenai kesesuaian
kekuatan mereka dengan kekuatan perusahaan. Apabila perusahaan
mempunyai kekuatan yang lebih besar maka pekerja/buruh akan melakukan
tindakan-tindakan protes yang terselubung.
Tindakan-tindakan protes yang terselubung ini sangat merugikan dan
sulit untuk mengatasinya. Pertama, seringkali manajemen kurang cermat
menganalisis data hasil produksi antar waktu karena akibat dari perbuatan ini
tidak begitu besar pada suatu waktu. Walaupun tidak begitu besar dalam
suatu waktu akan tetapi apabila diperhitungkan dalam rentang waktu yang
lebih panjang akan sangat merugikan. Lebih mudah menghitung jam kerja
yang hilang akibat pemogokan, karena timbul pada saat itu juga, daripada
menghitung kerugian tindakan protes yang terselubung.
Kedua, manajemen lebih menyukai alasan-alasan yang lebih rasional
untuk menjelaskan temuan mereka mengenai kesenjangan hasil produksi saat
ini dengan sebelumnya. Alasan kedua ini disebabkan oleh alasan ketiga yaitu,
tindakan-tindakan protes tersebut seringkali tidak dinyatakan sebagai protes
oleh pekerja/buruh. Pihak manajemen sulit menerima dengan akal sehat
bahwa pekerja/buruh yang tampak patuh di depan mata ternyata telah
melakukan pembangkangan secara terselubung.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 8
Pemogokan umumnya dilakukan oleh pekerja perusahaan swasta.
Sebut saja pemogokan ‘tahunan’ buruh PT.Gudang Garam. Kemudian
PT.Kasogi yang kami sebutkan di bagian kasus. Juga saat PT. Satelindo
menjual sahamnyua pada Singapore.

C. Rumusan Permasalahan
Yang perlu dicermati, dampak dari adanya aksi mogok pekerja adalah
rusaknya piranti lunak berupa hubungan atau relationship antara pekerja
dengan pihak manajemen. Sesungguhnya kerusakan itu meminta biaya yang
sangat besar, bahkan lebih besar misalnya dibandingkan dengan merosotnya
tingkat produksi ataupun rusaknya bangunan ataupun berbagai peralatan
sebagai akibat aksi brutal/ekses dari pemogokan. Dan untuk membangun
kembali hubungan itu ke tingkat semula tidak semudah dan semurah
dibayangkan banyak orang.
Human relation yang telanjur retak akan berdampak pada menurunnya
rasa memiliki pekerja terhadap perusahaannya. Jelas, dampak berikutnya
adalah merosotnya produktivitas tenaga kerja. Kalau ini dibiarkan berlarut-
sementara tuntutan kenaikan upah tetap terus diupayakan pekerja-maka
perusahaan akan merugi. Banyak cara selanjutnya untuk menutup kerugian
itu, satu di antaranya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Namun, tampaknya
cara semacam itu tidak meng- akhiri masalah bahkan cenderung tidak
populer bagi manajemen. Mengapa? Pasalnya, upaya PHK justru akan memicu
solidaritas pekerja menjadi lebih solid. Pada titik inilah perusahaan
menghadapi buah simalakama.
Buruh membentuk serikat pekerja untuk mewakili aspirasi mereka
dalam tatanan perusahaan.Peran utama serikat kerja terlihat pada aministrasi
employee benefits (Mikovich & Newman, 2002).
Namun, pada kasus-kasus pelik, biasanya serikat kurang kuat untuk
membela kepentingan pekerja. Sehingga lebih sering diberitakan sebagai
organisasi yang mengatur pemogokan. Padahal dengan komunikasi yang lebih
baik serikat pekerja menurut Roche (2000) sebenarnya dapat menjadi partner
yang baik bagi organisasi.
Perundingan-perundingan segar yang sehat sungguh dibutuhkan untuk
memperbaiki hubungan yang tidak seimbang ini. Jika tidak, pertumbuhan
ekonomi akan terus terhambat dan kualitas pekerja Indonesia akan tetap

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 ( 9
tersendat. Pengusaha butuh pekerja sebagaimana sebaliknya kebutuhan
pekerja akan pekerjaan.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (10
KASUS
Karyawan PT. Kasogi Berunjuk Rasa
Sekitar 2.500 karyawan perusahaan sepatu PT. Kasogi Int. Tbk., Rabu
(14/7), menggelar aksi mogok kerja di depan pabrik perusahaan itu di Buduran,
Sidoarjo, Jawa Timur. Selain memblokir pintu masuk pabrik, para karyawan yang
kebanyakan perempuan, itu duduk-duduk di lingkungan pabrik. Bahkan di malam
hari, para karyawan menginap di halaman pabrik dengan mendirikan tenda-tenda
darurat. Unjuk rasa sudah berlangsung sejak Selasa (13/7).
Adanya rencana direksi menutup pabrik sepatu itu pada Senin (19/7),
membuat para karyawan menolak jumlah pesangon yang diberikan perusahan dan
menuntut kelayakan pesangon. Dengan alasan bangkrut, direksi mengatakan,
perusahaan hanya memiliki uang sebesar Rp. 500 juta untuk pesangon kepada
2.500 karyawan. Perhitungan besar-kecilnya pesangon berdasarkan masa kerja:
yang sudah bekerja 1-5 tahun memperoleh pesangon satu kali gaji, 10-15 tahun
diberi 2,5 kali gaji, 15-20 tahun diberi tiga kali gaji dan seterusnya. Hitung-
hitungan inilah yang menyulut ketidakpuasan para karyawan.
"Saya sudah bekerja hampir 5 tahun, tapi pesangonnya

hanya Rp. 200 ribu. Apa itu layak?" tanya Ria, karyawan bagian
finishing. Tentu saja sebagian besar karyawan senasib dengan ria, hanya
akan diberikan pesangon sebesar Rp. 200 ribu per orang.
Selain dari Unit I Buduran, para karyawan yang berunjuk rasa juga berasal
dari pabrik unit II di Jalan Airlangga, Sidoarjo. "Jika pabrik memang

mau tutup, kami minta pesangon yang layak, sesuai

ketentuan pemerintah," kata Sulistyowati, salah seorang karyawati yang


sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun.
Perundingan sempat digelar antara Presiden Direksi, Siswandi dengan
perwakilan Serikat Pekerja Perusahaan. Tapi, jalan buntu kembali ditemui.
Kedua belah pihak ngotot dengan keinginannya masing-masing. Menurut
Wakil Ketua Serikat Pekerja PT. Kasogi, Ansyori, karyawan menuntut agar

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (11
perusahaan sekalian saja dipailitkan, agar statusnya lebih jelas.
(http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2004/07/14/brk,2004
0714-35,id.html)
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh PT. Kasogi di atas
hanyalah salah satu contoh kecil dari aksi-aksi unjuk rasa maupun mogok
kerja yang makin marak di Indonesia sekarang ini. Seringkali buruh-buruh
dari berbagai perusahaan melakukan unjuk rasa dan pemogokan. Aksi unjuk
rasa dan mogok kerja ini nampaknya sudah menjadi fenomena yang biasa di
masa sekarang. Dari aksi yang dilaksanakan secara damai sampai pada aksi
yang berakhir dengan tindakan anarkis berupa pengrusakan fasilitas
perusahaan atau penganiayaan terhadap orang-orang tertentu.
Selain itu unjuk rasa seringkali "disusupi" pihak-pihak luar yang
dengan tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan terhadap para
pelaku unjuk rasa, seperti yang dialami PT. Kadera AR Indonesia pada akhir
Maret 2001 dan PT. Batam Textile Industry di awal Mei 2000. Situasi ini tidak
urung menciutkan niat investor untuk menanamkan modalnya di tanah air
kita tercinta, dan bahkan para investor yang sudah masuk pun banyak yang
sudah hengkang ke Cina, Vietnam atau negara-negara lain yang dinilai aman
bagi usaha investasi mereka.
Masalah mogok kerja di Indonesia sejak bergulirnya era reformasi
sudah menjadi suatu hal yang “umum”. Meskipun prosedur untuk melakukan
“mogok kerja” menurut UU Perburuhan no. 22 th 1957 harus terlebih dahulu
mendapatkan tanda penerimaan pemberitahuan mogok dari ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tingkat Daerah (P4D), dalam kenyataan
para buruh tetap saja mogok tanpa menunggu adanya tanda terima tersebut.
Tentunya aksi-aksi tersebut tidak begitu saja dilakukan oleh para
buruh perusahaan tanpa adanya suatu sebab. Karena untuk melaksanakan
aksi unjuk rasa maupun mogok kerja harus melalui prosedur yang telah
ditentukan oleh suatu perusahaan. Dari sejumlah aksi-aksi unjuk rasa
maupun mogok kerja yang terjadi di berbagai macam daerah di Indonesia,
kebanyakan kasus tersebut terjadi dikarenakan adanya ganjalan atau
ketidakharmonisan hubungan antara pekerja dan pengusaha. Adanya
tuntutan yang diajukan pekerja, yang tidak ditanggapi atau tidak dapat
dipenuhi oleh pengusaha, seringkali menimbulkan gejolak dan konflik yang
diikuti unjuk rasa dan pemogokan. Apalagi terkadang memang sering

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (12
dijumpai di beberapa perusahaan yang memberi upah kepada para buruh
jauh di bawah ketentuan UMR yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Sehingga mereka melakukan aksi tersebut agar apa yang mereka harapkan
bisa tercapai.

Spesifikasi Persoalan
Unjuk rasa dan mogok kerja bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.
Terutama terjadi ketika para pekerja tidak bisa menahan amarah mereka
terhadap pihak perusahaan. Sehingga mereka melakukan aksi unjuk rasa dan
mogok kerja ini yang kebanyakan oleh para pekerja sebagai sarana yang
efektif guna menyalurkan aspirasi mereka kepada perusahaan. Waktu aksi
unjuk rasa dan pemogokan ini seringkali terjadi ketika hari-hari efektif
mereka untuk bekerja. Sehingga waktu yang seharusnya digunakan bekerja,
mereka habiskan untuk melakukan aksi tersebut.
Aksi unjuk rasa dan mogok kerja biasanya dilakukan oleh para
pegawai atau buruh perusahaan. Dan biasanya lagi mereka dikomandoni atau
dipimpin oleh ketua buruh atau ketua serikat pekerja hasil dari keputusan
mereka bersama.
Aksi unjuk rasa dan mogok kerja bisa terjadi karena dilatarbelakangi
tidak puasnya para pekerja terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Apa
yang mereka harapkan, inginkan dari perusahaan, tidak bisa dipenuhi oleh
perusahaan. Sehingga mereka melakukan aksi protes tersebut. Kebanyakan
aksi unjuk rasa dan mogok kerja terjadi karena perusahaan tidak sesuai
dalam memberikan imbal balik atau upah terhadap hasil kerja para pekerja.
Namun seringkali juga terjadi dilatarbelakangi karena tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar maupun kebutuhan lainnya ( bukan berupa uang
atau upah ) yang dimiliki pekerja oleh perusahaan.
Para pekerja biasanya melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja
berada di perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya melakukan orasi
ataupun meneriakkan keinginan-keinginan mereka yang harus dipenuhi oleh
pihak perusahaan di sekitar lingkungan perusahaan saja. Baik itu bertempat
di dalam ruangan dimana para pekerja biasa melakukan aktivitasnya sehari-
hari maupun juga bertempat di halaman kantor perusahaan mereka. Namun
adakalanya juga aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang dilakukan oleh para
pekerja ini dilakukan di departemen tenaga kerja ataupun instansi-instansi

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (13
yang terkait dengan apa yang mereka harapkan untuk dipenuhi oleh
perusahaan.
Aksi ini biasanya dilakukan dengan cara meneriakkan keinginan-
keinginan ataupun tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Bebrapa aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini, seringkali para pekerja
membawa spanduk-spanduk ataupun karton-karton yang bertuliskan
tuntutan-tuntutan mereka terhadap perusahaan tempat bekerja. Pada setiap
aksi unjuk rasa ini, ada seorang pekerja yang berperan sebagai koordinator
atau yang dianggap oleh para pekerja sebagai ketua untuk memimpin
jalannya aksi yang mereka lakukan. Sehingga dalam setiap aksi-aksi unjuk
rasa maupun mogok kerja, para pekerja tersebut tidak beraksi sendiri tanpa
ada yang memimpin. Karena pemimpin inilah yang nantinya akan mewakili
para pekerja untuk menyampaikan apa yang diharapkan oleh mereka,
terutama ketika pihak perusahaan meminta perwakilan dari pekerja untuk
diajak berunding.
Aksi unjuk rasa maupun mogok kerja ini seringkali dipicu oleh
ketidakpuasan para pekerja terhadap perusahaan tempat mereka bekerja.
Ketika kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh perusahaan,
namun ternyata tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan, Sehingga setelah
muncul pemicu tersebut, para pekerja akan berusaha untuk menyampaikan
apa yang mereka inginkan kepada perusahaan. Bila ada tanggapan positif dari
perusahaan, tentunya para pekerja tidak akan melakukan aksi unjuk rasa
maupun mogok kerja tersebut. Tetapi bila tidak ada tanggapan ataupun pihak
perusahaan memberikan tanggapan yanbg negatif mengenai tuntutan-
tuntutan para pekerja, maka tentu saja para pekerja akan menempuh jalan
lain selain dialog tersebut. Yaitu dengan melakukan aksi unjuk rasa ataupun
mogok kerja ini.
Untuk melakukan aksi-aksi ini, para pekerja tidak begitu saja dengan
mudahnya melaksanakannya. Mereka harus meminta ijin terlebih dahulu
kepada P4, agar mereka bisa melakukan aksi tersebut. Setelah didapatkan
ijin dari P4, maka para pekerja baru bisa melaksanakan aksinya.

Dampak Persoalan
Aksi unjuk rasa maupun mogok kerja yang dilakukan oleh para pekerja
ini, memiliki dampak yang sangat besar sekali terhadap produktivitas

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (14
perusahaan tempat mereka bekerja. Karena dengan melakukan aksi tersebut,
maka pasti banyak waktu yang terbuang atau dialihkan guna melakukan aksi
tersebut. Dimana aksi-aksi ini biasanya dilakukan pada hari aktif para pekerja
untuk melakukan pekerjaannya. Sehingga apabila waktu yang seharusnya
digunakan untuk bekerja dan menghasilkan produk, maka tentu saja pada
hari aksi tersebut dilaksanakan, kegiatan produktivitas barang akan
terganggu atau bahkan tidak akan bisa menghasilkan apa-apa. Maka secara
otomatis pula, kegiatan-kegiatan lainnya di perusahaan tersebut akan
terhambat dan bisa membuat perusahaan itu rugi dalam jumlah skala besar.
Apalagi bila aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini dilakukan oleh semua pekerja
di perusahan tersebut, maka mau tidak mau segala kegiatan produktivitas di
perusahaan itu akan berhenti total atau “mati” dalam sehari.
Dampak di atas hanyalah salah satu dari akibat yang dihasilkan atas
aksi unjuk ras maupun mogok kerja yang dilakukan oleh apra pekerja. Belum
lagi apabila ternyata aksi-aksi tersebut dilakukan di sekitar lingkungan
perusahaan, namuan lokasinya berada di pinggir jalan. Tentu saja hal
tersebut dapat mengganggu jalannya lalu lintas di jalan raya. Kendaraan-
kendaraan macet dalam beberapa jam selama berlangsungnya aksi-aksi
tersebut. Oleh karena itu, kadangkala aksi unjuk rasa ataupun mogok kerja
ini diminta untuk dilakukan hanya di dalam lingkungan perusahaan, bukannya
di luar lingkungan perusahaan. Hal tersebut dilakukan guna menghindari
kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan oleh aksi tersebut.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (15
Tingkat Tuntutan Buruh
Menurut Indra Ibrahim (2001) dalam makalah “Pengatasan Unjuk Rasa
di Industri Tekstil” tuntutan para pengunjuk rasa dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu tuntutan normatif dan tuntutan non normatif.
Tuntutan Normatif
No. Tuntutan Jumlah Prosentase
Kasus
1. UMR 40 21.98
2. Hak cuti 34 18.68
3. Jamsostek 25 13.74
4. PHK 24 13.19
5. Hak lembur 18 9.89
6. Serikat Pekerja 13 7.14
7. Hak THR 12 6.59
8. Uang jasa 6 3.30
9. KKB 5 2.75
10. Pelaksanaan pesangon 5 2.75
Total 182 100.00
Tuntutan Non Normatif
No. Tuntutan Jumlah Prosentase
Kasus
1. Kenaikan Upah /THR 89 23.67
2. Menu / Uang makan 53 14.10
3. Transport 33 8.78
4. Insentif / Kesejahteraan 32 8.51
5. Solidaritas 23 6.12
6. Bonus 18 4.79
7. Tunjangan Sembako 17 4.52
8. Intimidasi / Skorsing 16 4.26
9. Kontrak Kerja 16 4.26
10. Manager SDM mundur 14 3.72
11. Pesangon 10 2.66
12. Catering 9 2.39
13. Pakaian kerja 9 2.39
14. Premi Kehadiran 8 2.13
15. Kerja kembali 7 1.86
16. Uang shift 7 1.86
17. Sarana ibadah 6 1.60
18. Pengangkatan 4 1.06
19. Surat sakit 3 0.8
20. Slip gaji 2 0.53
Total 376 100.00
(Data tahun 2000)

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (16
Dari data yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa
kebanyakan aksi unjuk rasa dan mogok kerja memang terjadi karena para
pekerja menginginkan adanya kenaikan upah serta seringnya para pimpinan
bertindak sewenang-wenang terhadap pekerjanya. Namun jika dilihat lebih
lanjut akar masalahnya adalah gaji (tingkat kesejahteraan) karyawan yang
dirasa sudah sangat tidak mencukupi biaya hidup (Kompas, 31 Maret 2001).
Hal tersebut dapat dimengerti mengingat situasi perekonomian yang sangat
parah sehingga para pekerja masih jauh dari sejahtera. Meskipun pemerintah
telah menetapkan UMR di setiap daerah, namun UMR tersebut selalu
dirasakan kurang akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang selalu lebih
tinggi dibanding kenaikan upah.
Di bawah ini juga merupakan data mengenai aksi-aksi pemogokan
yang telah terjadi di beberapa daerah.
Pemogokan
2001: Kasus Pemogokan (174), tenaga kerja yang terlibat (109.845)
2002: Kasus pemogokan (220), tenaga kerja yang terlibat (769.142)
2003: Kasus pemogokan (146), tenaga kerja yang terlibat (61.790)
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/13/nrs,20040613-03,id.html)
Meskipun berdasarkan data yang tertera di atas dinyatakan bahwa jumlah
kasus pemogokan menurun dari tahun 2002 yang sebeser 220 kasus menjadi
hanya 146 kasus saja pada tahun 2003, namun tetap saja hal tersebut
menjadi masalah yang harus dipecahkan bersama-sama. Selama belum ada
tindakan yang jelas dari pihak perusahaan dan pihak pemerintah dalam
menangani kasus-kasus ini maka permasaahan akan aksi unjuk rasa dan
pemogokan ini tidak akan unjung usai.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (17
Kejadian aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini dapat digambarkan dalam
skema berikut ini :

Bagan Konseptual

Harapan tidak terpenuhi

Penyelesaian
Ketidakpuasan Mogok

Motivasi kerja menurun Dampak

Pekerja
Organisasi

Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas dapat


disederhanakan dalam bagan konseptual. Permasalahan mogok dipicu
ketidakpuasan pekerja terhadap hasil yang mereka dapatkan dari
perusahaan. Dalam teori Equity ini disebut inequity, dimana outcomes (hasil)
yang didapat tidak sesuai dengan input (kontribusi yang diberikan).
Penilaian subjektif ini sangat bergantung pada persepsi pekerja
tentang apa yang adil dan yang tidak. Seringnya konflik antara pekerja dan
pengusaha berakhir dengan pemogokan dan unjuk rasa diakibatkan kurang
terbukanya komunikasi. Usaha pemerintah sebagai penengah dan penetap
Undang-undang juga tidak begitu berarti sehingga masalah ini menjadi kasus
klasik yang berkelanjutan.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (18
Tinjauan Pustaka
If you give people something for nothing, you make them good for nothing
~ A.Daniels
Dalam menyikapi kasus aksi-aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini,
digunakanlah bebeberapa pendekatan di dalamnya. Terutama disini kami
ingin melihatnya dari sudut pandang motivasi. Pada konsep ini terdapat
beberapa macam pandangan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menganalisa aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang makin marak pada akhir-
akhir ini. Salah satu kasus aksi unjuk rasa yang terjadi di PT Kasogi
disebutkan karena disebabkan para pekerja meminta kenaikan upah bagi
mereka. Sedangkan pada kasus-kasus unjuk rasa dan mogok kerja lainnya,
disebutkan bahwa selain meminta kenaikan upah para pekerja juga meminta
untuk dipenuhinya tuntutan-tuntutan lainnya. Di mana penyebab timbulnya
aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini dibagi atas tuntutan normative dan
tuntutan non normative. Tetapi memang berdasarkan data-data yang telah
disebutkan di atasa, bahwa penyebab terjadinya aksi unjuk rasa dan mogok
kerja ini adalah sebagian besar dikarenakan para pekerja meminta kenaikan
upah yang layak

1. Need Hierarchy Theory Abraham Maslow


Tuntutan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup tersebut tampaknya
akan terus terjadi di kalangan para pekerja. Karena memang hal tersebut
merupakan kebutuhan dasar yang dipenuhi oleh setiap manusia. Dan apalagi
berdasarkan teori motivasi yang telah dikemukakan oleh Abraham Maslow,
bahwa kebutuhan dasar dari setiap manusia harus terpenuhi terlebih dahulu
agar mereka bisa termotivasi untuk bekerja lebih baik. Dalam teori Hirarki
Kebutuhan ( Hierarchy of Needs Theory ) yang dinyatakan oleh Maslow,
bahawa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
agar mereka tetap bisa bertahan untuk hidup. Bila aksi-aksi unjuk rasa dan
pemogokan tersebut dihubungkan dengan teori Hirarki Kebutuhan tersebut,
maka kebutuhan-kebutuhan pekerja yang harus dipenuhi oleh suatu
perusahan dapat terlihat dengan jelas di dalamnya. Yaitu :

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (19
1. Physiological needs ( kebutuhan fisik ), merupakan kebutuhan yang
paling dasar dalam hirarki kebutuhan ini. Disini manusia memiliki kebutuhan
secara biologis seperti halnya makan, minum maupun udara.
2. Safety needs ( kebutuhan akan rasa aman ). Disini manusia
memerlukan kebutuhan akan lingkungan yang aman, jauh dari ancaman
secara fisik dan juga secara psikologis. Pihak perusahaan bisa memenuhi
kebutuhan rasa aman ini kepada para pekerjanya dengan memberikan
mereka perlatan keamanan, asuransi kesehatan ( seperti halnya pemberian
jamsostek ) serta keahlian dalam menangani keamanan, misalnya saja
pelatihan menghadapi kebakaran.
3. Social needs ( kebutuhan akan hubungan social ). Kebutuhan social
ini lebih mengacu pada suatu hubungan yang dibentuk oleh manusia, seperti
halnya hubungan pertemanan, kebutuhan untuk disayangi dan diterima oleh
orang lain. Sedangkan di dalam suatu pekerjaan, para pekerja mengharapkan
agar kebutuhan social ini dapat terpenuhi dengan cara adanya hubungan
interpersonal yang baik antar rekan kerja, atasan dan bawahan serta
perusahaan tempat mereka bekerja bisa menghasilkan iklim kerja yang
kondusif atau yang baik digunakan untuk menyelesaikan semua
pekerjaannya.
4. Esteem needs ( kebutuhan akan pengakuan atau dihargai ). Yaitu
kebutuhan manusia yang berada pada level empat yang mengacu pada
kebutuhan manusia dalam mengembangkan rasa dihargai oleh orang lain dan
adanya pengakuan dari orang lain. Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan
ini dengan cara memberi penghargaan yang layak terhadap masing-masing
atas hasil kinerjanya. Pemberian penghargaan tersebut seringkali kita kenal
dengan pemberian upah, bonus, insentif kepada pekerjanya. Padahal
penghargaan tersebut tidak saja hanya dapat berupa uang atau upah, bisa
saja dilakukan dengan cara pemberian trofi ataupun plakat kepada pekerja
yang berprestasi. Ataupun juga bisa dilakukan dengan melakukan pemilihan
pekerja terbaik dalam setiap bulannya. Karena dengan cara-cara seperti itu,
para pekerja akan lebih merasa kalau dihargai oleh perusahaan.
5. Self actualization ( kebutuhan aktualisasi diri ), kebutuhan ini
merupakan kebutuhan pada level tertinggi dari teori Hirarki Kebutuhannya
Maslow. Dalam kebutuhan ini mengarah pada kebutuhan akan pemenuhan
diri dimana masing-masing manusia menginginkan dirinya menjadi sesroang

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (20
yang memiliki kemampuan dan bisa mengembangkan segala potensi-potensi
yang dimilikinya. Bagi para pekerja kebutuhan aktualisasi diri ini dapat
diacapai apabila mereka diberikan kesempatan untuk bisa mengembangkan
semua kreativitas dan perwujudan dirinya atau keprofessionalisme yang
dimilikinjya.
Berdasarkan hirarki kebutuhan tersebut di atas jika kebutuhan dasar atau
fisik dari para pekerja belum terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa aksi
unjuk rasa dan pemogokan ataupun gejolak dan konflik dalam hubungan
industrial akan makin marak terjadi di Indonesia pada tahun-tahun yang akan
datang.
Maslow menyatakan bahwa setiap orang memiliki tingkat kebutuhan
yang harus dipenuhi. Teorinya digambarkan dalam bagan:

Self Actualization

Self Esteem needs

Social needs

Safety needs

Physiological needs

Di dalam teori hirarki kebutuhan Maslow ini memiliki kelebihan dan


kelemahan tersendiri bila dibandingkan dengan teori-teori motivasi lainnya.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (21
Kelebihan Kelemahan
Mencakup semua kebutuhan manusia Teori ini tidak berdasarkan hipotesis
Membuat manusia mudah dalam Disusun hanya berdasarkan logika,
memenuhi kebutuhan bukannya penelitian
Kebutuhan-kebutuhan yang ingin Teori ini meninggalkan beberapa
dicapai oleh manusia lebih terarah pertanyaan yang mengganggu dan
tidak dapat dijawab
Potensi-potensi yang dimiliki oleh Tidak seharusnya manusia memenuhi
seseorang bisa dikeluarkan semuanya semua kebutuhan itu secara
untuk mencapai aktualisasi diri berurutan
Semakin komplek kebutuhan yang Self actualization yang dimaksud
dipenuhi, membuat seseorang dapat disini masih abstrak, dimana hai ili
meningkatkan kualitas hidupnya dapat dikatakan juga sebagai misi
dalam hidup

2. ERG Theory Alderfer


Alderfer (1969,1972) menyatakan bahwa manusia memiliki tiga tipe
kebutuhan, yaitu:
1. Existence needs , yaitu materi yang dipuaskan oleh faktpr lingkungan,
seperti makanan, air, gaji, keuntungan sampingan, dan kondisi kerja.
2. Relatedness needs, termasuk hubungan dengan “significant others”,
seperti rekan kerja, atasan, bawahan , keluarga dan teman.
3. Growth needs, adalah keinginan untuk pengembangan pribadi yang
unik. In terjadi saat individual mengembangkan kemampuan dan
kapabilitas yang penting baginya.
Pada dasarnya teori ERG ini merupakan ringkasan dari teori hirarki
kebutuhan Maslow. Dimana dalam teorinya Maslow dikatakan bahwa ada lima
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing-masing manusia. Sedangkan
dalam teori ERG ini diringkas hanya menjadi tiga kebutuhan saja.
Penggambaran dari peleburan teori Maslow menjadi teori ERG, di bagankan
sebagai berikut :
Teori Hirarki Kebutuhan Teori ERG Alderfer
Maslow
Self actualization needs Growth

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (22
Self esteem needs

Social needs Relatedness

Safety needs
Physiological needs Existence

Pada masing-masing teori motivasi pasti memiliki kelebihan dan


kelemahan tersendiri yang bisa digunakan sebagai acuan dalam menimbulkan
suatu motivasi. Kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh teori ERG ini
adalah di bawah ini :
Kelebihan Kelemahan
Lebih sederhana dalam memberikan Kurang realistis
kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh manusia
Antara kebutuhan-kebutuhan itu Kurang jelas pada tahap psikologi dan
bersifat independent fisiologis.
Mengutamakan masalah psikologis Kurang umum
yang tidak dikemukakan teori lain.
Menjabarkan pola pemenuhan Aplikasinya kurang dalam manejemen
kebutuhan yang kontinum yang sekarang, karena itu hanya sedikit
sering terjadi pada kebanyakan penelitian tentang ini.
pekerja.
Lebih singkat Penelitian membuktikan bahwa teori
ini kurang menjelaskan bagaimana
perilaku terkait dengan pemenuhan
kebutuhan
Tidak menjelaskan bagaimana
mengatasi konflik.

3. Equity Theory Adams


Menyatakan bahwa orang berusaha mempertahankan kesesuaian
kontribusi dengan hasil yang didapat (Greenberg & Baron,2003).
Hasil (outcomes) didefinisikan sebagai hadiah (reward) yang didapatkan
pekerja dari pekerjaan mereka, seperti gaji dan penerimaan.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (23
Sedangkan input (kontribusi) diartikan sebagai kontribusi karyawan pada
pekerjaan, seperti pengalaman, kualifikasi, atau jumlah waktu kerja.
Dalam teori terdapat 4 faktor, yaitu:
1. Person, individual yang memperbandingkan dirinya dengan orang lain.
2. Other, yaitu objek yang dibandingkan dengan Person.
3. Inputs, yaitu aset ang diberikan Person dalam pekerjaannya. Meliputi
pendidikan, kecerdasan, pengalaman, keahlian, senioritas, tingkat
usaha, kesehatan, dll.
4. Outcomes, yaitu keuntungan yang didapat dari pekerjaan. Misalnya
gaji, keuntungan, kondisi kerja, simbol status, keuntungan
senioritas,dll.
Jenis keadilan dapat dibagi atas:
1. overpayment equity: jika hasil melebihi kontribusi karyawan.
2. underpayment equity: jika kontribusi melebihi hasil yang didapatkan.
3. equitable equity: hasil yang didapatkan sesuai dengan kontribusi yang
diberikan.
Penelitian menunjukkan bahwa pekerja melakukan beberapa model
untuk menaggulangi inequity (ketidakadilan) yaitu dengan:
• Mode perilaku
i. Mengubah input
ii. Mengubah outcomes
iii. Membuat other mengubah input atau incomenya
iv. Keluar dari pekerjaan
• Mode Kognitif
i. Distorsi input/ outcomes sendiri
ii. Distorsi input/ outcomes other
iii. Ubah other yang diperbandingkan
Dalam teori, perasaan overpayment akan menyebabkan orang bekerja
lebih keras. Namun, penelitian menyatakan perasaan ini tidak bertahan lama
(Carrell & Dittrich, 1978, dalam Muchinsky,1993). Orang cenderung memiliki
ambang yang lebih tinggi untuk overpayment dan ambang lebih rendah untuk
underpayment.
Kuncinya adalah saat suatu outcome dipersepsikan tidak cukup bagi
seseorang, ia akan menghasilkan tekanan psikologis yang ingin diredakannya
(Haslam,2001:96). Teori ini juga menekankan adanya kemungkinan respon

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (24
dari kekurangan, baik positif maupun negatif. Kelebihan dan kelemahan dari
teori equity ini adalah :
Kelebihan Kelemahan
Mempertimbangkan kedua bentuk Tidak dapat memprediksikan akibat
respon atas kekurangan : positif dan yang pasti dari suatu kekurangan
negatif.
Cukup realistis dalam dunia industri. Hanya menekankan outcome,
bukannya faktor lain yang mulai
dilirik pekerja sebagai sumber
motivasi.
Aplikatif dalam mempertimbangkan Memanipulasi perasaan dan pikiran
pola hubungan indutrial karyawan bahwa mereka ditempatkan
sebagai korban ketidakadilan.
Menjelaskan solusi untuk Hanya menekankan financial
menyelesaikan konflik. outcome.
Dapat menimbulkan motivasi Dapat menimbulkan permasalahan
tersendiri pada pihak yang lemah yang berkepanjangan apabila tidak
terpenuhi

4. Expectancy Theory Vroom

Konsep utama dalam teori ini menurut Vroom adalah manusia


berusaha untuk meningkatkan outcome yang diterimanya. Ada peran motivasi
dalam performance seseorang. Motivasi ini yang akan menentukan pilihan
individu dalam kehidupannya. Motivasi seseorang berasal dari harapannya
tentang hasil dari pekerjaan (instrumentalitas), harapan kinerjanya
(expectancy) dan seberapa besar nilai upah/hasil kerja itu baginya.
Vroom sendiri merumuskan teorinya dalam rumus:

MF (Motivational force) = ∑ [VxI] E


Jumlah dari perkalian nilai outcomes,keyakinan
mendapat reward dan harapan pemunculan kinerja.

Tiga komponen diatas diartikan sebagai


1. Expectancy – keyakinan bahwa jika berusaha, kinerja akan baik.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (25
2. Instrumentality – keyakinan bahwa jika kinerja baik, maka akan
mendapat hasil (outcomes) yang baik pula
3. Valence – jumlah kepuasan (atau ketidakpuasan ) yang diberikan
outcomes.
Kelebihan dan kelemahan yang dimiliki teori expectancy ini adalah :
Kelebihan Kelemahan
Cukup realistis mempertimbangkan Tidak menjelaskan batasan harapan
konsep kognisi yang dimiliki pekerja. yang pantas untuk pengorbanan yang
diberikan.
Dilengkapi dengan skala Tidak menjelaskan solusi untuk
menyelesaikan konflik.
Terbukti cukup efektif untuk Namun, pengukurannya masih dalam
meningkatkan motivasi. perdebatan para ahli.
Mengembangkan konsep kesadaran Tidak ada hubungan yang jelas
dan ketidaksadaran yang dimiliki antara Valensi, Instrumen dan
setiap manusia. Ekspektansi, karena akan
menghasilkan beragam tujuan.
Dominan digunakan dalam Psikologi Tidak dapat menjelaskan proses
Industri dan Organisasi saat ini. kualitatif yang terjadi dalam
mengejar satu tujuan atau beberapa
tujuan sekaligus.
Dapat digeneralisasi dalam dunia
Industri.

5. Reinforcement Theory Skinner


Teori Reinforcement ini merupakan salah satu teori yang paling lama
dalam pendekatan terhadap motivasi. Menurut B. F. Skinner yaitu tokoh yang
mengemukakan teori reinforcement ini, bahwa teori ini sangat berpotensi
sekali dalam melihat masalah-masalah yang timbul pada para pekerja.
Ada tiga variabel di dalam teori reinforcement ini yaitu stimulus,
respon an reward ( hadiah ). Stimulus merupakan variabel yang menimbulkan
respon perilaku. Di dalam setting industrial, respon dapat digunakan dalam
mengukur respon perilaku, seperti produktivitas, absenteeism atau kejadian-
kejadian.yang terjadi dalam bekerja. Sedangkan reward adalah suatu value

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (26
yang diberikan kepada para pekerja berdasarkan respon perilaku yang
tampak.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Skinner, terdapat empat tipe
hubungan atau kontingensi antara repson-reward yang ditemukan untuk
mempengaruhi frekuensi dari respon :
1. Fixed interval.
Subjek diberikan reward pada interval waktu tertentu, misalnya setiap
jam.
2. Fixed ratio.
Subjek diberikan reward berdasarkan ketentuan jumlah repson yang
dihasilkan Misalnya seorang sales real estate akan mendapatkan komisi
setelah masing-masing penjualannya berdasarkan jadual ratio yang telah
ditentukan. Pada kasus ini jadual pemberian reward dikatakan akan
berkelanjutan.
3. Variable intrerval.
Subjek diberikan reward berdasarkan interval beberapa waktu, dimana
waktu tersebut dapat bervariasi.
4. Variable ratio.
Reward diberikan berdasarkan perilaku, tetapi ratio atas reward ini
yang digunakanuntuk merespon adalah variabel. Misalnya, seorang sales
mungkin kadangkala dibayar setelah dia melakukan masing-masing
penjualannya dan terkadang pula dilakukan setelah melakukan dua atau tiga
kali penjualan. Sales itu akan dibayar berdasarkan respon ( yaitu,
penjualannya ), tetapi jadual pembayarannya tidak konsisten.
Secara empiris, jadual reinforcement yang berada pada teori ini
memiliki efek yang besar dalam meningkatkan terjadiny respon-respon
perilaku yang diinginkan. Dimana penelitian itu dilakukan oleh Yukl dan
Latham ( 1975 ), Latham, dan Pursell ( 1976 ) yang membandingkan
efektifitas dari variasi jadual reinforcemen. Kemudian diadakan lagi suatu
penelitian yang dilakukan oleh Pritchard, Holenback dan De Leo ( 1980 ),
mengatakan bahwa jadual secara ratio lebih efektif daripada pemberian jadual
secara interval. Penelitian dalam teori reinforcement ini tidak dibatasi hanya
digunakan untuk mengukur produktivitas. Pedalino dan Gamboa ( 1974 )
menggambarkan bahwa teori ini dapat digunakan untuk menurunkan
absenteeism.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (27
Kelebihan dan kelemahan pada teori reinforcement ini digambarkan di
bawah ini :
Kelebihan Kelemahan
Memberikan pilihan-pilihan bagi Motivasi yang ditimbulkan terkadang
perusahaan dalam mengupah tetap atau tidak mengalami
pekerjanya perubahan
Fleksibel di berbagai jenis pekerjaan Bila tidak ditaati dengan tepat jadual
reinforcemen yang telah ditentukan,
langsung dapat menurunkan motivasi
dan menimbulkan absenteeism
Dapat menguntungkan kedua pihak Individu hanya akan
atau win-win solution menggantungkan motivasinya pada
jadual reinforcemen yang ada
Dapat meningkatkan dan menjaga Kebanyakan dalam realita hanya
motivasi dalam bekerja digunakan untuk mengukur
produktivitas saja
Menimbulkan rasa untuk berkompetisi Hanya dapat digunakan pada
beberapa jenis pekerjaan saja

6. Goal-Setting Theory Locke


Adalah teori yang dilandasi asumsi bahwa orang berperilaku secara
rasional dan sadar. Dalam teori ini dikaitkan tujuan sadar, niat dan kinerja.
Locke dan Latham (1990; Locke, Shaw,Saari & Latham, 1981,dalam Haslam
,2001:95) menyatakan bahwa individu lebih termotivasi oleh tujuan yang
konkret, spesifik dan menantang. Karena semakin jelas suatu tujuan, makan
orang akan semakin terfokus untuk berusaha, bertahan dan melakukan
strategi pencapaian tujuannya.
Menurut Locke (1968, dalam Muchinsky,1993), ada dua fungsi tujuan :
dasar motivasi dan mengarahkan perilaku. Tujuan adalah perilaku yang
diniatkan; sebaliknya ia juga mempengaruhi kinerja.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar tujuan dapat mempengaruhi kinerja
secara positif, yaitu:
1. individu harus sadar tujuannya dan tahu apa yang harus dicapai.
2. individu harus menerima tujuan sebagai sesuatu yang ingin
dilakukannya.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (28
Locke menambahkan bahwa semakin sulit tujuan akan merujuk pada kinerja
yang semakin tinggi pula. Kelebihan dan kelemahan yang ada yaitu :
Kelebihan Kelemahan
Dapat digeneralisasikan, tidak Tidak berdasarkan konsep abstrak
terbatas pada orang yang sangat atau kontruk hipotesis
rasional saja.
Berbasis kognitif: orang harus Konsep ini seringkali hanya berlaku di
berpikir tentang tujuan yang harus laboratorium, tidak dalam kehidupan
dikejar, paham akan perilaku yang nyata.
akan ditunjukkan.
Terbukti bahwa Goal Setting Hubungan kausal dalam teori ini
meningkatkan kinerja saat (1) subjek belum begitu jelas , karenanya
memiliki kemampuan yang cukup,(2) dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
ada umpan balik, (3) ada rewards,
(4) ada manajemen yang mendukung
dan (5) individu menerima tujuan
yang telah ditetapkan.
Merupakan konsep yang cocok Belum menjelaskan efek terlibatnya
diterapkan dalam MBO (manajement karyawan dalam proses perancangan
by objective) tujuan.
Menyatakan bahwa tujuan yang Belum menjelaskan mengapa tujuan
berbeda akan mengimbulkan motivasi mengingkatkan kinerja
yang berbeda pula.
Efektif untuk kelompok, juga pada Tidak menjelaskan mengapa orang
individu. dapat berkomitmen terhadap tujuan.;

7. Intrinsic-Motivation Theory Deci


Deci ( 1975 ) mengemukakan bahwa manusia mengeluarkan usaha
disebabkan adanya factor intrinsic, yang sama seperti halnya ekstrinsik,
motivation. Jika motivasi secara ekstrinsik, performansi tugas manusia
dibentuk dengan memberikan reward eksternal, yaitu misalnya uang.
Sedangkan mtoivasi yang terbentuk secara intrinsic, performansi tugas
mereka adalah yang melekat pada tugas itu dan yang diperoleh dari perilaku
itu sendiri. Deci percaya bahwa manusia memiliki tanggung jawab atas aksi-
aksi mereka sendiri, bukannya secara eksternal. Menurut Deci, pekerjaan

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (29
seharusnya dibuat untuk memberikan manusia rasa kompetensi dan
kesenangan dan juga membuat mereka agar bisa mengendalikan aksi-
aksinya. Dalam teori ini, motivasi yang timbul secara intrinsic dari dalam diri
seseorang akan lebih bisa membuatnya puas dan mengerjakan tugasnya
daripada motivasi yang ditimbulkan secara ekstrinsik.
Banyak peneliti yang mengatakan bahwa motivasi adalah additive.
Manusia akan berusaha karena tugas itu menyenangkan ( motivasi instrinsik )
dan karena tugas itu menawarkan reward eksternal ( motivasi ekstrinsik ).
Hal itu bisa terjadi karena menurut Deci, dalam waktu jangka panjang,
reward secara eksternal bagi manusia dalam mengerjakan tugasnya dapat
menurunkan motivasi. Kelebihan dan kelemahan dari teori ini adalah :
Kelebihan Kelemahan
Menimbulkan motivasi dalam jangka Bila tidak muncul motivasi intrinsik
waktu yang panjang dapat mempengaruhi motivasi
ekstrinsik
Tidak tergantung pada factor Kalau reward secara kesternal lebih
eksternal menarik, maka reward intrinsik
diabaikan
Reward intrinsic dapat dirasakan Seringkali pada kenyataannya
langsung oleh individunya motivasi intrinsik jarang muncul
Dapat memunculkan performansi Pemunculan motivasi intrinsik
kerja yang tinggi tergantung personaliti
Motivasi yang ada tidak tergantung Tidak dapat digeneralisasikan ke
pada jumlah bayaran berbagai individu

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (30
Pembahasan
1. Need Hierarchy Theory Abraham Maslow
Di dalam teori hirarki kebutuhan dikatakan bahwa masing-masing
manusia memiliki beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi secara berurutan.
Yaitu yang diawali dari pemenuhan kebutuhan biologis, keamanan, psikologis,
self esteem dan yang paling tinggia adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Bila teori ini dihubungkan dengan aksi-aksi unjuk rasa maupun mogok kerja
yang terjadi di berbagai perusahaan, maka didapatkan hasil bahwa tidak
adanya pemenuhan pada beberapa kebutuhan tersebut. Dimana kebutuhan
itu seharusnya dipenuhi oleh pihak perusahaan agar para pekerja bisa bekerja
secara optimal.
Kebutuhan biologis, seperti halnya makan, minum, mungkin oleh
perusahaan telah dipenuhi yaitu dengan adanya jatah atau pembagian makan
siang bagi para pekerja. Kemudian lagi naik satu tingkat diatasnya yaitu
kebutuhan akan rasa aman yang terkadang diabaikan oleh perusahaan. Aksi
unjuk rasa maupun mogok kerja yang terjadi, bisa saja dipicu oleh tidak
diberikannya rasas aman oleh perusahaan. Misalnya saja pada para pekerja
yang bekerja di bangunan. Seringkali kita jumpai kalau mereka tidak di
lengkapi alat pengaman, meskipun pekerjaannya harus berada di ketinggian
bermeter-meter dari dasar. Kemudian lagi seringkali dijumpai bahwa aksi
unjuk rasa juga dipicu oleh tidak adanya jaminan social tenaga kerja (
JAMSOSTEK ) dari pihak perusahaan. Dimana hal tersebut digunakan untuk
menjamin kesehatan maupun social dari masing-masing pekerja. Sehingga
para pekerja melakukan aksi-aksi tersebut agar perusahaan mau
mendaftarkan mereka ke JAMSOSTEK. Kebutuhan berikutnya adalah
kebutuhan secara psikologis. Yaitu kebutuhan akan rasa sayang dan
berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini mungkin sangat jarang sekali
dipenuhi oleh pihak perusahaan. Bagi para pekerja, memiliki hubungan yang
baik antar pekerja maupun dengan perusahaan sangatlah penting dalam
menjaga produktivitasnya dalam bekerja. Hubungan yang terjadi di antara
pekerja, memang sudah terjadi dan bisa terjalin dengan baik setiap harinya.
Namun beda halnya apabila mereka menginginkan adanya hubungan yang

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (31
baik dengan perusahaan. Perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan
dan tidak menganggap adanya perbedaan yang terjadi antara atasan
(perusahaan ) dan bawahan ( pekerja ), mereka dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Namun lain halnya bagi perusahaan yang menganggap bahwa para
pekerja merupakan bawahan yang tidak harus berhubungan, berkomunikasi,
dianggap sebagai partner oleh pihak perusahaan. Maka tentu saja kebutuhan
ini tidak bisa dipenuhi oleh mereka. Sehingga membuat para pekerja
mengadakan aksi unjuk rasa dan mogok kerja karena merasa tidak dianggap
sebagai partner, tapi hanya dianggap sebagai bawahan yang memang berada
di bawah.
Sama seperti kaitannya dengan kebutuhan psikologis, kebutuhan self
esteem ini juga harus diperhatikan oleh pihak perusahaan. Bahwa memang
pada dasarnya masing-masing manusia memiliki self esteem yang harus
dihormati dan diterima oleh orang lain. Bila perusahaan tidak bisa menerima
adanya kebutuhan self esteem yang harus dipenuhi oleh para pekerja, maka
tentu saja mereka melakukan aksi unjuk rasa.

2. ERG Theory Alderfer


Teori ERG ini yang dikemukakan oleh Alderfer, pada dasarnya sama
seperti teori hirarki kebutuhannya Maslow. Hanya saja di dalam teori ERG ini,
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi menurut hirarki kebutuhan
Maslow, menjadi lebih sedikit. Yaitu yang terdiri atas existence, relatedness
dan growth. Dimana existence merupakan gabungan dari kebutuhan
physiological dan safety needs. Sehingga apabila ketika kedua kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi, maka tentu saja pihak pekerja akan meminta
agar perusahaan memenuhi kebutuhan itu ( dalam hubungan industrial ).
Karena pemenuhan kebutuhan biologis yang dimiliki oleh setiap manusia tidak
dapat ditunda pemenuhannya. Maka pihak perusahaan yang memperkerjakan
para pekerja hendaknya menomorsatukan kebutuhan ini. Sehingga dari
pekerja akan memiliki kepuasan tersendiri karena kebutuhan ini telah
terpenuhi. Meskipun secara umum kebutuhan biologis ini bisa dipenuhi oleh
masing-masing manusia. Tapi perusahaan hendaknya tetap memperhatikan
akan pemenuhannya. Sama seperti halnya dengan kebutuhan akan rasa
aman. Keamanan dalam melakukan setiap pekerjaan juga harus dipenuhi oleh

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (32
perusahaan. Agar para pekerjanya bisa bekerja dengan nyaman dan aman
tanpa mengkhawatirkan adanya bahaya yang mengancam.
Kemudian lagi kebutuhan relatedness, yaitu bahwa antara atasan dan
bawahan harus memiliki hubungan yang baik agar kedua pihak dapat bekerja
sama. Sama yang terjadi pada atasan-atasan perusahaan yang ingin
memenuhi kebutuhan hidupnya, maka mereka juga hrus memperhatikan pula
bahwa para pekerja juga menginginkan hal yang sama. Sehingga pihak
perusahaan harus bisa membangun hubungan yang positif pada pekerjanya,
menganggap bahwa bawahan adalah partner dalam bekerja bukannya
sebagai bawahan yang statusnya lebih rendah daripada atasan. Hal tersebut
berkaitan dengan kebutuhan akan self esteem yang juga dimiliki oleh masing-
masing manusia. Bila para pekerja itu merasakan bahwa harga dirinya
dihormati oleh perusahaan dan diperhatikan dengan baik oleh mereka, maka
tentu saja para pekerja tidak akan melakukan aksi protes yang dituangkan
dalam aksi unjuk rasa maupun mogok kerja.

3. Equity Theory Adams


Dalam kasus ini pekerja merasa undepayment inequity, karena
kontribusi yang mereka berikan tidak sesuai dengan pesangon yang diterima.
Milkovich dan Newman (2002) menyatakan bahwa pekerja
menghargai outcomes berikut secara berurutan:
1. Tunjangan kesehatan
2. Pensiun
3. Liburan yang dibayar
4. Cuti sakit
5. Tunjangan dokter gigi
6. Profit sharing
7. Cacat permanet
8. Asuransi jiwa

4. Expectancy Theory Vroom


Harapan yang dimiliki oleh masing-masing pekerja adalah bahwa
mereka bekerja untuk mendapatkan hasil atau reward yang sesuai dengan
apa yang mereka kerjakan. Namun apabila apa yang mereka harapkan tidak

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (33
sesuai, tentu saja mereka akan protes dan menghasilkan aksi unjuk rasa dan
mogok kerja.
Dalam kasus disebutkan bahwa sebagian besar pekerja merasa
pesangon yang diterima tidak sesuai dengan harapan mereka yang telah
bekerja lebih dari 10 tahun. Mereka merasa pantas mendapatkan lebih dari
yang ditetapkan perusahaan.
Harapan yang tidak sesuai kenyataan pada pekerja, dapat
menimbulkan aksi unjuk rasa dan mogok kerja itu. Karena mereka merasa
bahwa ketika masuk diterima bekerja sebagai karyawan di dalam suatu
perusahaan, masing-masing individu pasti memiliki harapan-harapan yang
ingin dicapainya dalm bekerja. Salah satu harapannya adalah mendapatkan
reward yang tinggi atau reward yang sesuai dengan apa yang mereka
kerjakan. Namun apabila hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan, tentu saja mereka akan melakukan protes kepada perusahaan.
Apalagi pada awal seseorang masuk sebagai pekerja di suatu perusahaan,
biasanya ada perjanjian diantara kedua belah pihak Yaitu pihak perusahaan
dan pihak pekerja. Tentunya dalm perjanjian tersebut telah ditemukan kata
sepakat untu dipenuhi oleh keduanya. Oleh karena itu bukanlah hal yang
mustashil bila saja para pekerja melakuakn aksi unjuk rasa dan mogok kera
karena menganggap pihak perusahaan tidak menataati perjanjian kerja yang
telah disepakati.

5. Reinforcement Theory Skinner


Teori reinforcement inilah yang sekiranya banyak sekali kaitannya
dengan maraknya aksi unjuk rasa dan mogok kerja di berbagai daerah,
khususnya lagi di beberapa perusahaan. Karena banyak sekali kasus aksi
unjuk rasa dan mogok kerja diberitakan bahwa para pekerja melakukan hal
tersebut untuk menuntut upah yang lebih tinggi. Bila saja banyak perusahaan
yang melakukan atau menjadualkan pemberian reinforcemen kepada para
pekerja dengan tepat, maka kemungkinan para pekerja untuk melakukan aksi
unjuk rasa dan mogok kerja. Kebanyakan kasus aksi unjuk rasa dan mogok
kerja dikarenakan ketidakpuasan upah atau reward yang diberikan oleh
perusahaan kepada para pekerjanya. Bila perusahaan menerapkan jadual
reinforcemen yang tepat dan sesuai dengan apa yang diharapakan oleh para
pekerjanya, aksi-aksi tersebut tentunya tidak akan muncul.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (34
Salah satu hal yang mungkin terjadi dalam hal pemberian upah atau
reward dari perusahaan kepada para pekerjanya adalah tida sesuainya waktu
atau jumlah reward yang diberikan. Waktu pemberian reward kepada para
pekerja sangat menentukan kepuasan mereka dalam menerima reward.
Waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan seharusnya di taati dengan
benar oleh perusahaan. Karena para pekerja hanya mengerti kalau pemberian
reward telah ditentukan waktunya, dan itu sifatnya pasti dan harus, tdiak
boleh ditunda. Kemudian lagi pemberian reward berdasarkan jumlah yang
seharusnya diterima oleh para pekerja. Jumlah yang diterima oleh mereka,
harus sesuai dan tepat dengan hasil kerja para pekerja. Dan ketentuan
jumlah tersebut memang telah disepakati di awal para pekerka memulai
bekerjanya. Jumlah yang harus diterima itu tidak boleh dikurangi dengan
alsan apapun. Bahkan kalalupun ada ketentuan lainnya, maka jumlah
tersebut bisa saja bertambah seiring pengalaman ataupun produktivitas dari
para pekerja.

6. Goal-Setting Theory Locke


Dari sudut pandang teori ini pekerja merasa tidak puas saat tidak
memahami tujuan dan alasan penutupan pabrik. Teori ini menyatakan bahwa
penetapan tujuan yang tidak jelas akan membuat pekerja tidak puas, namun
jika terpenuhi tidak akan meningkatkan motivasi.
Kemungkinan besar pekerja tidak diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan dan tidak merasa bagian dari proses pencapaian tujuan
perusahaan. Hal ini menurut Locke menyebabkan karyawan tidak dapat
memberikan kinerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Karyawan hanya
memandang proses industrial dalam kacamata subjektif, yaitu keuntungan
(employee benefits) nya saja. Artinya jika terjadi konflik, maka karyawan
tidak dapat memandangnya sebagai faktor yang menyalahi norma kelompok
(dalam hal ini kelompoknya adalah perusahaan tempat bekerja) namun
mementingkan dirinya saja.
Tidak adanya internalisasi mengenai masalah dan tujuan aktivitas
yang dilakukan perusahaan menjadi alasan utama ketidakpuasan karyawan.

7. Intrinsic-Motivation Theory Deci

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (35
Berdasarkan teori motivasi intrinsik ini aksi unjuk rasa dan mogok
kerja juga dimotovasi dari dalam diri amsing-masing pekerja. Bila hanya
ditimbulkan dari luar saja atau motivasi ekstrinsik, maka kemungkinan untuk
melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja ini juga akan kecil. Namun
karena memang ada motivasi dari dalam diri untuk mengupayakan agar
merek bisa hidup lebih baik lagi, membuat motivasi intrinsik untuk melakukan
aksi unjuk ras semakin besar. Motivasi ekstrinsik yang berupa kurangnya atau
rendahnya upah yang diterima oleh para pekerja dari perusahaan, bukanlah
satu-satunya faktor pemicu dalam aksi unjuk rasa dan mogok kerja.
Selain dari upah sebagai motivasi ekstrinsik, tentunyta juga ada
motivasi ekstrinsik lainnya yang dapat menimbulkan aksi unjuk rasa. Yaitu
diantaranya tidak adanya hubungan yang baik anata atasan dan bawahan,
tidak dipenuhinya kebutuhan rasa aman, tidak adanya kejelasan status
ataupun job description yang mereka jalankan. Namun semua itu bukanlah
jaminan atau yang bisa membuat para pekerja mau melakukan aksi unjuk
rasa dan mogok kerja. Yang paling berperan penting dalam timbulnya aksi
unjuk rasa dan mogok kerja ini adalah motivasi yang ada dari dalam diri
masing-masing individu. Yaitu disebut sebagai motivasi intrinsik. Dimana
dalam motivasi intrinsik itu para pekerja menginginkan adanya perubahan
ataupun pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang memang harus dipenuhi oleh
pihak perusahaan. Bila yang ada hanyalah motivasi ekstrinsik saja,
sedangkan tidak ada motivasi intrinsik dari dalam diri individu itu, maka tentu
saja keinginan untuk melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja akan kecil
skalanya. Jadi apapun yang dilakukan oleh para pekerja juga pasti
ditimbulkan atau dipengaruhi oleh mitivasi dari dalam diri individu atau
motivasi intrinsik. Namun kembali lagi pada awalnya, bahwa timbulnya
motivasi intrinsik ini juga ditentukan oleh personaliti masing-masing individu.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (36
DAFTAR PUSTAKA
Achterkamp, Marjolein,. dan Akkerman, Agnes. “ Identifying latent conclict in
collective bargaining “. Jurnal.

Bruch ,Heike, Ghoshal, Sumantra & Vogel, Bernd. 2004. Managerial


Action:Construct Definition, Model Development and Testing. Pre-
published.

Caproni, Paula J. Practical Coach.—

DuBrin, Andrew J. 1994. Applying Psychology. Individual and Organizational


Effectiveness. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Feather, N. T. 2002. Values and Value Dilemmas in Relation to Judgments


Concerning Outcomes of an Industrial Conflict. Society for Personality and
Social Psychology, Inc.

Greenberg, Jerald,. Dan Baron, Robert A. 1997. Behavior in Organization. 6th


edition. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Haslam, S.Alexander.2001. Psychology in Organization: The Social Identity


Approach. London: Sage Publications.

Hodson, Randy. 2002. Management Citizenship Behavior and Its


Consequences. London: Sage Publication.

Kalleberg ,Arne L. , Appelbaum, Eileen , Sleigh, Steve, & Schmitt, John .2004
. Social Capital In The Workplace: Trust, Knowledge Sharing, And
Citizenship Behaviors Among The Machinists.—

Kwantes, Catherine T. 2003.International Journal of Cross Culture


Management (vol 3) Organizational Citizenship and Withdrawal Behaviors
in the USA and India :Does Commitment Make a Difference?

Labedo.Olugbenga.2004. Employees' Personal Motives for Engaging In


Citizenship Behavior: The Case of Workers in Nigeria's Agriculture
Industry.www.uiowa.edu

Perry,Ronald W. 2004.Review of Public Personnel Administration, Vol. 24


no.2.The Relationship of Affective Organizational Commitment with
Supervisory Trust. London : Sage Publications.

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (37
Peterson,Dane K.2004. Business & Society (Vol 43 No. 3) :The Relationship
between Perceptions of Corporate Citizenship and Organizational
Commitment. Sage Publication.

Robbins, Stephen P (1998). Management 2nd Edition. International Edition


New Jersey : Prentice Hall, Inc, Upper Saddle River.

Roche, William K.2000. European Journal of Industrial Relations (Vol.6 No.3):


The End of New Industrial Relations?.London: SAGE.

Sulistiyani, Ambar Teguh,. dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya


Manusia. Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi
Publik. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.

Madden,Russel.--. Expectations, Values, and Groups.--

Muchinsky, Paul M. 1993. Psychology Applied to Work. An Introduction to


Industrial and Organizational Psychology (4th edition). California :
Brooks/Cole Publishing Company.

Undang-undang no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Yoon, Jeongkoo & Thye, Shane R. 2002 . Journal of Work And Occupations
(Vol. 29 No. 1, February 2002 97-124). A Dual Process Model of
Organizational Commitment Job Satisfaction and Organizational Support.
Sage Publications

Yousef, Darwish A. 2000. Human Relations (Volume 53(4): 513–537).


Organizational Commitment as a Mediator of the Relationship between
Islamic Work Ethic and Attitudes toward Organizational Change .London:
SAGE Publications

Zellars,Kelly L.,Tepper, Bennet J., & Duffy,Michelle K.2002. Journal of


Applied Psychology (Vol.87,No 6): Abusive Supervision and Subordinates’
Organizational Citizenship Behavior. American Psychology
Assosiation,Ich.

Changing Minds.org

http://www.e-psikologi.com/manajemen/buruh-1.htm

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2004/07/14/brk,2004071
4-35,id.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/13/nrs,20040613-03,id.html

Ega & Yeye- Pemogokan & Unjuk Rasa seminar PIO 2005 (38

You might also like