You are on page 1of 16

pemekaran wilayah desa pekuncen

A. 1UDUL PENELITIAN
Pemekaran Wilayah Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas (Studi
tentang Iaktor-Iaktor yang melatarbelakangi rencana pemekaran wilayah Desa Pekuncen,
Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas)
B. RUANG LINGKUP KA1IAN
Sosiologi Politik
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Berbicara tentang pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan desa, kita tidak dapat menga
baikan pengertian, latar belakang, pendekatan konsep maupun kenyataan-kenyataan kondisi
masyarakat di daerah yang berbeda-beda, sekaligus dikaitkan pula dengan masalah
keterpaduan yang sangat penting artinya bagi pembangunan desa yang harus dilakukan secara
menyeluruh, terpadu dan terkoordinasikan karena pada dasarnya desa merupakan bagian
yang sangat vital bagi keberadaan bangsa Indonesia (Sayogyo : 2007). Vital karena desa
merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukan keragaman bangsa Indonesia.
Selama ini terbukti keragaman tersebut menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya
bangsa. Dengan demikian, penguatan desa menjadi hal yang tidak bisa ditawar dan tidak bisa
dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh. Artinya, pembangunan
masyarakat desa adalah menjadi urusan pemerintah dan warga negara yang bersangkutan
(Sumitro Maskun : 1994)
Visi menuju otonomi desa pada dasarnya menghendaki adanya usaha pengembangan
masyarakat swadaya dan mandiri. Kemampuan untuk mengurusi urusan mereka sendiri
adalah keswadayaan desa dan kemandirian desa sehingga pada akhirnya desa tidak lagi selalu
tergantung pada pemerintahan yang lebih tinggi.
Pasca adanya otonomi daerah, setiap daerah pada dasarnya dituntut untuk lebih mandiri
dalam mengatur pemerintahannya. Hal ini sesuai dengan asas desentralisasi dimana setiap
daerah diberi hak dan wewenang untuk mengatur jalannya pemerintahan sesuai dengan
kondisi yang ada dalam masyarakat. Pembangunan pun seharusnya didasarkan pada
kebutuhan dasar dari masyarakat itu sendiri sehingga eIektivitas dan eIisiensi kinerja
pemerintah dapat tercapai, dengan demikian kesejahteraan masyarakat bukan sekedar wacana
melainkan sesuatu yang konkret yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Terkait dengan upaya pembangunan, Desa Pekuncen dalam kurun waktu 3 tahun telah
melakukan berbagai pembenahan. Ini terlihat dari dibangunnya public facilities dari dana
ADD (Alokasi Dana Desa) pemerintah desa yang memprioritaskan untuk membangun
Iasilitas umum guna memenuhi kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat desa.
Pada tahun 2008, Pemerintah Desa Pekuncen melakukan program pengaspalan jalan
sepanjang kurang lebih 7 km, yang meliputi jalan utama desa dan jalan-jalan kecil atau gang
sepanjang Dusun II dan Dusun III. Program pengaspalan jalan ini pada dasarnya bertujuan
untuk memperlancar transportasi warga masyarakat Dusun II dan III pada khususnya dan
warga masyarakat Desa Pekuncen pada umumnya. Selain itu, program pengaspalan jalan ini
juga bertujuan untuk mempermudah akses pemerintah desa dalam rangka pemberian Iasilitas
dan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat desa.
Kemudian pada tahun 2009, pemerintah Desa Pekuncen melakukan program pembuatan
kolam ikan pancingan sebanyak dua buah yang berlokasi di Dusun II. Program ini cukup
mendapat apresiasi dari masyarakat karena dalam program ini pemerintah desa melibatkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi secara langsung dalam program pembuatan kolam ikan
tersebut. Namun sayangnya program ini terkesan kurang tepat sasaran dan kurang bermanIaat
bagi masyarakat. Sampai saat ini kolam ikan tersebut belum berjalan secara maksimal dan
dibiarkan begitu saja tanpa terawat dan terjaga dengan baik. Pada tahun 2010 pemerintah
desa sedang membangun gedung pertemuan sekaligus gedung olahraga yang berlokasi di
sebelah utara Kantor Pemerintah Desa Pekuncen.
Dari beberapa program pembangunan Iisik yang telah dan sedang berjalan, pemerintah desa
telah berupaya meningkatkan pelayanan dan pemberian Iasilitas kepada seluruh masyarakat
desa. Namun sayangnya, pembangunan Iisik yang ada tidak dibarengi dengan pembangunan
nonIisik. Ini terlihat dari tidak adanya program nonIisik pemerintah desa yang berjalan
optimal. Program non Iisik yang ada dirasa kurang memberikan dampak yang signiIikan
terhadap masyarakat. Padahal jika dilihat dari Iungsinya, pembangunan non Iisik merupakan
salah bentuk pembangunan yang harus diupayakan oleh setiap pemerintahan karena berIungsi
memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat. Dari pembangunan non Iisik ini pada akhirnya dapat menghasilkan masyarakat
dengan sumber daya manusia yang lebih kompeten dan berkualitas.
Dari beberapa program pembangunan yang ada, pada dasarnya pemerintah desa telah
berupaya menciptakan kesejahteraan yang menyuluruh bagi warga masyarakat Desa
Pekuncen. Pembangunan-pembangunan yang ada merupakan sebuah representasi dari kinerja
pemerintah desa sebagai salah satu upaya dalam rangka menciptakan kesejahteraan bagi
seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan visi otonomi desa. Memang hampir semua
kebijakan pemerintah desa yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan
sederet tujuan mulia. Seperti mengubah wajah Iisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraI
hidup masyarakat, memberikan layanan sosial desa, hingga memberdayakan masyarakat dan
membuat pemerintahan desa lebih modern. Namun sayangnya program-program pemerintah
desa tersebut sebagian belum berjalan secara maksimal dan dari beberapa program
pembangunan yang telah berjalan, pemerintah desa terkesan lebih memIokuskan
pembangunan pada salah satu wilayah, dimana pembangunan yang ada lebih terIokus pada
Dusun II dan Dusun III. Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan dalam benak masyarakat,
dimana pembangunan yang seharusnya merata kepada seluruh lapisan masyarakat desa pada
kenyataannya tidak berjalan sesuai dengan wacana pembangunan yang selama ini didengar
oleh masyarakat.
Terkait dengan pembentukan, pemecahan, penyatuan, dan penghapusan desa, warga
masyarakat Desa Pekuncen Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas khususnya yang
berdomisili di wilayah administratiI Desa Pekuncen bagian selatan (Dusun I), berencana
untuk mengajukan program pemekaran wilayah yang bertujuan untuk memisahkan diri dari
wilayah administratiI Desa Pekuncen.
Rencana pemekaran wilayah ini muncul sebagai wacana dalam masyarakat mulai awal tahun
2009. Isu yang beredar dalam masyarakat menyebutkan bahwa rancana pemekaran ini
muncul sebagai sebuah reaksi masyarakat (Dusun I) terhadap kinerja pemerintahan desa yang
selama ini dianggap kurang eIektiI dan tidak merata dalam hal pembangunan, baik itu
pembangunan Iisik maupun nonIisik kepada seluruh masyarakat. Pembangunan-
pembangunan yang ada terkesan lebih memihak kepada wilayah dan atau golongan tertentu
sehingga memicu perasaan tidak puas dari sebagian masyarakat terhadap kinerja pemerintah
desa dan akhirnya menginginkan adanya pemekaran wilayah ini. Selain itu, pada dasarnya
pemekaran wilayah ini juga bertujuan agar wilayah yang dimekarkan (Dusun I) dapat
membentuk dan mengatur pemerintahannya sendiri secara lebih eIektiI dan eIisien dalam
rangka peningkatan kesejahteraan bagi warga masyarakatnya.
Rencana program pemekaran wilayah ini tentu mendapat berbagai tanggapan dari seluruh
lapisan masyarakat Desa Pekuncen. Pro dan kontra muncul di tengah-tengah masyarakat
sebagai sebuah wacana untuk menyikapi Ienomena yang dapat dikatakan masih asing
terdengar dikalangan warga masyarakat Desa Pekuncen. Terlepas dari berbagai isu yang
beredar dalam masyarakat, tentu rencana pemekaran wilayah ini tidak lepas dari berbagai
Iaktor yang melatarbelakanginya, seperti Iaktor geograIis, jumlah penduduk maupun Iaktor
politis seperti yang telah disebutkan di atas.
Bertolak belakang dari permasalahan yang ada, masyarakat juga menginginkan adanya
kemajuan desa itu sendiri. Masyarakat juga melihat adanya peluang yang sangat besar dengan
adanya Perda nomor 6 Tahun 2008 yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk
lebih berkembang dalam mengelola sebuah desa.
Terkait dengan hal tersebut, atas prakarsa dari tiap masyarakat dengan memperhatikan asal-
usul desa, jumlah penduduk, kondisi sosial politik, sosial budaya, ekonomi masyarakat dan
potensi desa, maka Desa Pekuncen telah memenuhi syarat mutlak berdasarkan Perda nomor 6
Tahun 2008 tentang Pembentukan, Penggabungan dan atau Penghapusan desa untuk
dimekarkan menjadi dua desa yaitu Desa Pekuncen Induk dan Desa Legok.
Desa Pekuncen pada dasarnya memiliki wilayah yang sangat luas, dan Desa Pekuncen adalah
sebuah desa berdasarkan sejarah dahulu adalah dua desa yang telah menjadi satu, kemudian
Desa Pekuncen adalah desa dengan jumlah penduduk yang sangat banyak sehingga untuk
pemerataan pembangunan dan Iasilitas lain kurang eIektiI, dan lagi Desa Pekuncen seolah-
olah terputus oleh adanya jalan kereta api yang membagi dua desa tersebut. Wacana
pemekaran desa sendiri didasari adanya Perda nomor 6 tahun 2008 yang memberikan peluang
atau kesempatan kepada tiap-tiap daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-
masing, bahwa Desa Pekuncen Legok dengan jumlah penduduk yang banyak dan potensi
SDM yang kuat serta kemampuan untuk mandiri dapat memekarkan diri berdasarkan perda
ini, dan juga untuk mengoptimalkan pembangunan Desa Pekuncen Legok. Juga kalau kita
melihat dari kenyataan perkembangan zaman yang semakin maju dan juga tuntutan dari
perkembangan reIormasi, demokrasi, partisipatiI, keterbukaan dan peningkatan pelayanan
pada masyarakat, maka masyarakat pada tingkat bawah menginginkan adanya pemekaran ini.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, maka penelitian ini akan mengambil
perumusan masalah sebagai berikut :
Faktor-Iaktor apa saja yang melatarbelakangi rencana pemekaran Desa Pekuncen, Kecamatan
Pekuncen, Kabupaten Banyumas?
E. PEMBATASAN MASALAH
Pemekaran Desa Pekuncen menjadi 2 desa tentunya dipengaruhi oleh berbagai Iaktor dengan
tujuan untuk pemerataan pembangunan dalam hal meningkatkan kualitas masyarakat yang
diharapkan lebih maksimal. Berdasarkan wacana yang ada, pemekaran Desa Pekuncen
merupakan sebuah reIleksi ketidakpuasan dari sebagian masyarakat atas kinerja pemerintah
desa yang menganggap bahwa pemerintahan yang sedang berjalan tidak komprehensiI dalam
hal pembangunan, baik pembangunan Iisik maupun non-Iisik. Oleh karena itu, agar penelitian
ini lebih jelas dan terarah, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka aspek yang akan diteliti adalah hal-
hal apa saja yang memicu rencana pemekaran wilayah Desa Pekuncen dan motivasi
masyarakat Desa Pekuncen melakukan pemekaran wilayah. Faktor pendukung pemekaran
yang akan diteliti adalah aspek Iisik yang meliputi luas wilayah serta topograIi wilayah Desa
Pekuncen dan aspek non-Iisik yang meliputi jumlah penduduk, sosial budaya, sosial politik,
kondisi ekonomi yang ada di Desa Pekuncen.
F. TU1UAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan atau memperoleh deskripsi umum tentang Iaktor-
Iaktor yang melatarbelakangi rencana pemekaran wilayah Desa Pekuncen, Kecamatan
Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
2. Manfaat Penelitian
a Manfaat Teoritis
Secara teoritis manIaat diadakannya penelitian ini adalah untuk memperluas pengetahuan
Sosiologi terutama untuk mengembangkan kajian dalam disiplin Sosiologi Politik.
Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian sejenis.
b Manfaat Praktis
Secara praktis, manIaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan, saran, ataupun
wacana yang mendalam kepada pihak yang terkait dengan rencana pemekaran wailayah Desa
Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
G. LANDASAN TEORI DAN TIN1AUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
Rencana pemekaran wilayah Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas
tentu tidak terlepas dari berbagai Iaktor yang melatarbelakanginya. Dari berbagai Iaktor yang
ada, tentu di dalamnya terdapat berbagai perbedaan, ketidaksepakatan, dan konIlik atau
pertikaian, karena pada dasarnya konIlik, perbedaan dan ketidaksepakatan merupakan sebuah
Ienomena yang tidak bisa dihindarkan dari kesatuan masyarakat. Untuk dapat menjelaskan
adanya perbedaan, ketidaksepakatan dan konIlik yang ada dalam masyarakat Desa
Pekuncen, maka dalam penelitian ini menggunakan perspektiI konIlik sebagai model
pendekatannya, yakni untuk melihat adanya potensi-potensi konIlik yang melatarbelakangi
munculnya rencana pemekaran wilayah Desa Pekuncen dan untuk memberikan batasan ruang
lingkup serta ragam konIlik sehingga konIlik sebagai Ienomena sosial dapat diletakkan dalam
perspektiI yang tepat.
PerspektiI konIlik memandang masyarakat bukan sebagai suatu sistem sosial yang bulat
terpadu tetapi suatu sistem sosial yang penuh dengan perbedaan, ketidaksepakatan, dan
konIlik atau pertikaian. Perbedaan, ketidaksepakatan dan kesenjangan ini muncul di tengah-
tengah warga masyarakat Desa Pekuncen sebagai sebuah reIleksi ketidakpuasan masyarakat
atas kinerja pemerintah desa yang selama ini dianggap kurang merata dalam hal
pembangunan, baik itu pembangunan Iisik maupun non-Iisik. PerspektiI konIlik ini
berasumsi bahwa masyarakat disatupadukan bukan oleh adanya suatu konsensus tentang
suatu nilai, tetapi oleh adanya daya paksa yang mengacam siapa saja yang hendak memecah-
belah. PerspektiI ini menekankan perubahan sosial dan ketidaksepakatan yang ada dalam
masyarakat sebagai segi yang paling dinamik kehidupan masyarakat. Menurut Ritzer (dalam
Mas`oe Nasikun) tanpa perbedaan, konIlik dan perubahan sosial, kehidupan masyarakat itu
tidak akan bermakna. Singkatnya, masyakat adalah arena persaingan kepentingan dan
konIlik.
Selain menggunakan perspektiI konIlik sebagai model pendekatan, dalam penelitian ini juga
menggunakan teori deprivasi relatiI. Deprivasi relatiI merupakan keadaan psikologis dimana
seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan/kekurangan subjektiI yang
dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau
kelompok lain. Keadaan deprivasi relatiI inilah yang sedang dialami oleh sebagian warga
masyarakat Desa Pekuncen. Dimana sebagian warga masyarakat desa (Dusun I) merasa tidak
puas atas kinerja pemerintah desa yang saat ini sedang berlangsung. Fakta-Iakta yang ada
dalam hal pembangunan terkesan memihak salah satu kelompok atau wilayah tertentu,
sehingga memunculkan berbagai wacana terkait rencana pemekaran wilayah ini. Dari
keadaan deprivasi ini akhirnya dapat menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan.
Menurut Brown (dalam http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/sebab munculnya
prasangka. html) perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan
mendorong adanya prasangka. Dengan demikian untuk dapat memahami kesenjangan-
kesenjangan tersebut digunakan teori deprivasi relatiI untuk melihat dan menganalisis Iakta-
Iakta yang berkaitan dengan pemekaran Desa Pekuncen ini.
2. Tinjauan Pustaka
a. Wacana Pemekaran Wilayah dalam Konteks Otonomi Daerah
Pemekaran wilayah menurut AriI Roesman EIIendy (dalam ...) merupakan suatu proses
pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan
dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan
kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Secara
etimologis, pengertian otonomi berasal dari bahasa latin yaitu autos yang mempunyai arti
'sendiri dan nomos` yang dapat diartikan sebagai aturan (Adurahman, 1987 : 7).
Kemudian secara harIiah, menurut Purwadarminto (1984 : 68) otonomi adalah hak untuk
mengatur atau memerintah rumah tangganya sendiri.
Pengertian daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah dalam Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara pengertian
otonomi daerah menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan otonomi ini merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan. Di samping itu,
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pengendalian dan
evaluasi (Supriady : 2002).
Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai prinsip dari penyelenggaraan
pemerintahan daerah itu sendiri. Asas desentralisasi merupakan asas yang menyatakan
penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah
tingkat yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah sehingga
pemerintahan menjadi urusan rumah tangga daerah itu. Dengan demikian prakarsa,
wewenang dan tanggung jawab menjadi tanggung jawab daerah tersebut. Menurut
Mardiasmo, desentralisasi tidak hanya berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat
ke pemerintah daerah, tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak
swasta dalam bentuk privatisasi. Desentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dan lembaga-lembaga daerah menurut konsepnya sangat penting
untuk menjaga stabilitas politik, pelayanan masyarakat yang eIektiI, pengentasan kemiskinan,
dan keadilan bersama (Anatomi : 2007).
Asas dekonsentrasi merupakan asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat yang lebih tinggi kepada
pejabat-pejabatnya di daerah. Sedangkan asas tugas perbantuan merupakan asas yang
menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaan pemerintah yang ditugaskan kepada
pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas
(Kansil : 2008).
Menurut Maiwan (dalam Anatomi : 2007) tuntutan akan perlunya otonomi daerah dilandasi
oleh dua aspek, yaitu :
1. Bertolak dari tuntutan rasa keadilan dari daerah dalam arti luas, baik dalam bidang politik,
ekonomi maupun sosial.
2. Karena tuntutan perkembangan yang semakin kompleks yang mendorong pemerintah
bekerja ke arah yang lebih eIisien dengan cara mendesentralisasikan sebagian wewenangya.
Visi otonomi menurut Syamsudin Haris dirumuskan dalam tiga lingkup interaksinya, yaitu :
1. Bidang Politik
Otonomi harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, penyelenggaraan pemerintahan yang
responsiI terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik.
1. Bidang Ekonomi
Otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi
nasional di daerah. Dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengambangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi
ekonomi di daerahnya.
1. Bidang Sosial dan Budaya
Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni
sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersiIat
kondusiI terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Berbicara pembentukan dan pemekaran wilayah baru, maka undang-undang yang dipakai
saat ini adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana
undang-undang ini merupakan undang-undang terbaru sebagai revisi dari Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Hal ini dijelaskan secara gamblang dalam
Pasal 4 ayat 3 yang menyatakan bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari suatu daerah
menjadi dua daerah atau lebih. Dalam konteks desa, pembentukan, penghapusan dan
penggabungan desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 yang
merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 216 (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Dalam peraturan pemerintah ini disebutkan bahwa pembentukan desa
dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau
pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa
yang telah ada.
Selanjutnya dalam Permendagri No. 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan,
Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, tertera syarat-syarat
pembentukan desa baru, diantaranya :
1. Jumlah penduduk, yaitu:
1. Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK.
2. Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK.
3. Wilayah Kalimantan, NTB NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau
75 KK.
4. Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan
masyarakat.
5. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.
6. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupanbermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat.
7. Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
8. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
9. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi inIrastruktur pemerintahan desa
dan perhubungan.
Pemekaran desa pada dasarnya merupakan suatu proses pembagian wilayah desa menjadi
lebih dari satu wilayah atas dasar prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul dan
adat istiadat maupun sosial budaya masyarakat setempat, dengan tujuan meningkatkan
pelayanan dan mempercepat pembangunan. Dengan adanya pemekaran diharapkan dapat
menciptakan kemandirian suatu daerah yang akan dimekarkan. Dalam Perda Kabupaten
Banyumas No. 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa, Dan
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan disebutkan bahwa tujuan dari pembentukan desa
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, serta pelayanan publik demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Tujuan
pemekaran menurut AriI Roesman EIIendy (dalam ...) dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui :
1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi.
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian.
4. Percepatan pengelolaan potensi suatu daerah.
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban.
Pada tataran normatiI, kebijakan pemekaran wilayah seharusnya ditujukan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat.
Namun, kepentingan politik seringkali lebih dominan dalam berbagai proses pemekaran
wilayah yang berlangsung selama ini. Proses pemekaran wilayah pun menjadi bisnis politik
dan uang. Akibatnya, peluasan daerah pemekaran seringkali diwarnai indikasi terjadinya
KKN. Kepentingan substansiI, yakni peningkatan pelayanan masyarakat, eIisiensi
penyelenggaraan pemerintahan, dan dukungan terhadap pembangunan ekonomi mempunyai
potensi besar untuk tidak diindahkan (Anatomi : 2007).
-. Otonomi Daerah yang Ber-asiskan Cood Local Covernance
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma rule
government menjadi good governance. Dalam paradigma rule government penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik senantiasa mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, paradigma good governance tidak terbatas
pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga menerapkan
prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang tidak hanya melibatkan pemerintah
atau negara semata, tetapi harus melibatkan internal maupun eksternal birokrasi (Hari
Sabarno : 2007).
Dalam implementasinya, governance meliputi tiga institusi yang satu sama lain saling
berkaitan, yaitu negara (state), sektor swasta (private sector) dan lembaga swadaya
masyarakat (civil society organi:ation). Negara menciptakan lingkungan politik dan hukum
yang kondusiI, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan dan lembaga swadaya
masyarakat berperan positiI dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak
kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam prakteknya adalah
dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam setiap
pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh
birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan Iungsi pelayanan publik. Dalam
melaksanakan prinsip good governance, seluruh aparatur penyelenggara pemerintah daerah
dituntut mempunyai perspektiI good governance Prinsip ini sebenarnya sejalan dengan asas
umum pemerintahan yang baik yang selama ini menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintahan umum di Indonesia. Asas ini menghubungkan esensi norma hukum dan esensi
norma etika yang merupakan norma yang tidak tertulis. Aparatur pemerintahan daerah
dituntut memahami kedua esensi norma tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan
hukum dan etika di dalam masyarakat di daerah (Hari Sabarno : ibi ).
Menurut Tumpal P. Saragi, konsep governance bila diterjemahkan dalam konsep desa
menjadi governance desa. Dalam implementasinya, governance desa meliputi tiga institusi
yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu Pemerintah Desa (Pemerintah Desa dan BPD),
Pasar (Badan Usaha Milik Desa dan Usaha Masyarakat) serta Lembaga Kemasyarakatan
(Civil Society). Interaksi yang seimbang dapat diwujudkan melalui kerja sama dan
koordinasi, mengutamakan dialog, negosiasi menuju musayawarah muIakat. Menurutnya,
kemandirian desa merujuk pada kemampuan riil desa dalam menyelenggarakan governance
secara internal tanpa atau dengan bantuan eksternal untuk meningkatkan kesejahteraan
seluruh anggota masyarakat. Hal ini berhubungan dengan kemampuan komponen governance
yang ada di desa untuk mengorganisir sendiri semua potensi yang tersedia dalam
lingkungannya. Potensi tersebut berkaitan dengan kemandirian komponen governance untuk
melakukan self governing secara bersama-sama dan mengoptimalkan pemanIaatan potensi
apa saja yang ada di desa, seperti bentuk-bentuk modal sosial dan memobilisasikannya untuk
kepentingan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan sosial.
c. Model Otonomi Masyarakat Desa
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Dalam Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui oleh dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah
menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan
institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatiI mandiri.
Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan
pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli
yang dimiliki oleh desa tersebut (Wijaya : 2003). Otonomi desa dianggap sebagai kewengan
yang telah ada, tumbuh mengakar dalam adat istiadat desa bukan juga berarti pemberian atau
desentralisasi. Otonomi desa berarti juga kemampuan masyarakat. Jadi istilah otonomi desa
lebih tepat bila diubah menjadi otonomi masyarakat desa yang berarti kemampuan
masyarakat yang benar-benar tumbuh dari masyarakat (Tumpal P. Saragi : 2004).
Perwujudan otonomi masyarakat desa adalah suatu proses peningkatan kemampuan
masyarakat untuk berpartisipasi menuju kehidupan masyarakat desa yang diatur dan
digerakan oleh masyarakat dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Ini berarti
otonomi masyarakat desa adalah demokrasi, jadi otonomi masyarakat desa tidak mungkin
terwujud tanpa demokrasi. Otonomi masyarakat desa dicirikan oleh adanya kemampuan
masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri, kemampuan pemerintah desa dalam
melaksanakan Iungsi-Iungsi pemerintahan sebagai perwujudan atas pelayanan terhadap
masyarakat (Tumpal P. Saragi Ibid).
Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak
istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat menuntun dan dituntut dimuka
pengadilan. Sebagai wujud demokrasi, di desa dibentuk Badan Perwakilan Desa yang
berIungsi sebagai Lembaga LegislatiI dan Pengawas terhadap pelaksanaan peraturan desa,
Anggaran pendapatan dan Belanja serta Keputusan Kepala Desa. Untuk itu, kepala desa
dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan pihak lain,
menetapkan sumber-sumber pendapatan desa, menerima sumbangan dari pihak ketiga dan
melakukan pinjaman desa. Kemudian berdasarkan hak atas asal-usul desa bersangkutan,
kepala desa dapat mendaikan perkara atau sengketa yang terjadi diantara warganya (Wijaya,
loccit)
Pada dasarnya berbagai hak istimewa yang dimiliki desa, dapat dioptimalkan sebagai salah
satu upaya menigkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat sehingga
masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk
bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan
budaya. Terkait dengan berbagai upaya tersebut di atas, Pemerintah Desa Pekuncen dalam
kurun waktu 3 tahun telah melakukan berbagai pembenahan sebagai salah satu upaya
pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan-pembangunan tersebut antara lain terlihat dengan adanya program
pengaspalan jalan pada tahun 2008 yang dilaksanakan di Dusun II dan III, kemudian
pembuatan kolam ikan pada tahun 2009 yang berlokasi di Dusun II dan sekarang pada tahun
2010 pemerintah desa sedang membangun gedung pertemuan yang berlokasi di sebelah utara
Kantor Pemerintahan Desa Pekuncen. Namun sayangnya dari beberapa pembangunan Iisik
yang ada tidak dibarengi dengan pembangunan nonIisik. Ini terlihat dari tidak adanya
program non Iisik pemerintah desa yang berjalan optimal.
Dari beberapa program pembangunan yang ada, pada dasarnya pemerintah desa telah
berupaya menciptakan kesejahteraan yang menyuluruh bagi warga masyarakat Desa
Pekuncen sebagai upaya kongkrit dalam merealisasikan cita-cita otonomi desa yang selama
ini bergulir dalam masyarakat. Namun sayangnya program-program pemerintah desa tersebut
sebagian belum berjalan secara maksimal dan dari beberapa program pembangunan yang
telah berjalan, pemerintah desa terkesan lebih memIokuskan pembangunan pada salah satu
wilayah, dimana pembangunan yang ada lebih terIokus pada Dusun II dan Dusun III.
Sehingga pada akhirnya memicu perasaan tidak puas dari sebagian masyarakat atas kinerja
pemerintah desa yang dianggap kurang eIektiI dan kurang komprehensiI dalam bidang
pembangunan. Bertolak belakang dari permasalahan yang ada, masyarakat juga
menginginkan adanya kemajuan desa itu sendiri. Masyarakat juga melihat adanya peluang
yang sangat besar dengan adanya Perda nomor 6 Tahun 2008 yang memberikan kebebasan
kepada masyarakat untuk lebih berkembang dalam mengelola sebuah desa. Wacana
pemekaran desa itu sendiri didasari adanya perda tersebut yang memberikan peluang atau
kesempatan kepada tiap-tiap daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-
masing,. Juga kalau kita melihat dari kenyataan perkembangan zaman yang semakin maju
dan juga tuntutan dari perkembangan reIormasi, demokrasi, partisipatiI, keterbukaan dan
peningkatan pelayanan pada masyarakat, maka masyarakat pada tingkat bawah menginginkan
adanya pemekaran ini.
C. #eview Penelitian Terdahulu
Untuk menambah ketajaman dalam penelitian ini, penulis perlu untuk menjadikan penelitian
terdahulu sebagai reIerensi dalam upaya mencapai tujuan penelitian secara baik. Penelitaian
terdahulu yang menjadi reIerensi adalah penelitian Iaqih Anatomi (2007) yang berjudul
Pemekaran Daerah (Studi kasus rentang persepsi masyarakat Brebes Selatan terhadap rencana
pemekaran Kabupaten Brebes). Penelitian ini menjadi pijakan awal bagi penulis untuk
mengungkap Iaktor-Iaktor yang melatarbelakangi rencana pemekaran Desa Pekuncen,
Kecamatan Pekuncen, Kabupaten. Penelitian yang dilakukan oleh Faqih Anatomi lebih
memIokuskan perhatiannya pada persepsi warga masyarakat Brebes Selatan terhadap rencana
pemekaran wilayah Kabupaten Brebes.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Masrukin
sebagai bahan acuan. Dalam penelitiannya yang berjudul ' KonIlik Dalam Pemekaran
Kabupaten Cilacap ' ia mengemukakan bahwa pemekaran Kabupaten Cilacap
dilatarbelakangi oleh adanya konIlik antara kelompok elit masyarakat Cilacap Barat yang
berada dalam kondisi 'deprivasi relatiI, yakni kondisi adanya kesenjangan antara keadaan
yang diharapkan dengan kenyataan aktual yang dialami. Ia menyebutkan bahwa Iakta
pembangunan ekonomi yang ada dalam Kabupaten Cilacap cenderung lebih berorientasi pada
wilayah Cilacap Tengah, sehingga terjadi suatu ketimpangan dan kesenjangan dalam hal
pemerataan pembangunan. Karena Iaktor tersebutlah pada akhirnya warga masyarakat
Cilacap Barat menginginkan adanya pemekaran ini. Selain itu dalam pemekaran ini juga
terdapat konIlik intern yang terjadi dalam wilayah Cilacap Barat, yakni konIlik horizontal
dan konIlik vertikal. KonIlik horizontal yang terjadi ialah mengenai penentuan calon ibukota
kabupaten yang menjadi perdebatan oleh elit masyarakat Kabupaten Cilacap Barat dan
konIlik vertikal yang terjadi ialah mengenai proses dari pemekaran itu sendiri yang terhambat
atau bahkan gagal untuk mencapai hasil yang diharapkan oleh warga masyarakat Cilacap
Barat.
G. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
a. Metode Penelitian
a Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptiI kualitatiI.
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2004 : 4) metode kualitatiI sebagai prosedur
penelitian yan menghasilkan data deskriptiI berupa kata-kata tertulis, lisan dari inIorman dan
perilaku yang diamati. Digunakan metode deskriptiI kualitatiI dalam penelitian ini
dikarenakan peneliti ingin memperoleh gambaran (keterangan) yang lebih akurat dan
mendalam berkaitan dengan konteks permasalahan yang dikaji.
a Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah warga masyarakat Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen,
Kabupaten Banyumas yang menginginkan adanya rencana pemekaran wikayah (warga Dusun
I) dan Panitia pengurus program pemekaran wilayah Desa Pekuncen ini.
a Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatiI, unsur yang terpenting adalah adanya cakupan, keluasaan dan
kedalaman data yang diperoleh dari beberapa inIorman yang ditunjuk. Metode pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling Purposive sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008: 85) Teknik
pengambilan sasaran penelitian ini merupakan metode memilih atau menetapkan sasaran
penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu tanpa mendasarkan dari
resistensi atau keterwakilan dari populasi tetapai lebih mengarah pada cakupan, kekhasan dan
kedalaman inIormasi yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber yang
kompeten dan dapat memberikan inIormasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
a Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
a Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode
wawancara mendalam / indepth interview. Wawancara merupakan sebuah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang terwawancarai. Selain itu,
dalam penelitian ini juga menggunakan teknik observasi. Teknik observasi merupakan
metode pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap Ienomena sosial
yang terjadi di lokasi penelitian, untuk mendapatkan data yang bersiIat tindakan atau tingkah
laku sehari-hari. Dalam penelitian ini, peneliti tetap memberitahukan maksud dan tujuan
pengamatannya atau disebut dengan pengamatan secara terbuka ( Moleong, 2002: 127 )
Selain menggunakan dua metode di atas, dalam penelitian ini juga menggunakan metode
dokumentasi. Dokumentasi yaitu pengambilan data pendukung dengan cara mengumpulkan
sumber-sumber data yang berasal dari dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang berkaitan
dengan penelitian.
a Sumber data
a Data Primer
Data primer merupakan data yang bersumber dari inIorman langsung dan diperoleh dari hasil
wawancara dengan inIorman.
a Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data
yang kita butuhkan yang digunakan untuk menjelaskan data primer. Sumber data sekunder
diharapkan dapat berperan membantu mangungkap data yang diharapkan. Data sekunder ini
dapat diperoleh dari catatan ataupun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek atau
permasalahan yang diteliti seperti buku-buku literature, jurnal majalah atau Koran, dsb.
-. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip
wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di lapangan. Metode analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptiI, dengan model analisis interaktiI. Menurut Milles dan
Huberman (1992 : 20), ada tiga komponen pokok dalam analisis data dengan model
interaktiI, yakni :
1. a Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data juga
merupakan suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuang hal yang
tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat
dilakukan.
1. b Penyafian Data
Penyajian data diartikan sebagai pemaparan inIormasi yang tersusun untuk memeri peluang
terjadinya suatu kesimpulan. Selain itu, dalam penyajian data diperlukan adanya perencanaan
kolom dan table bagi data kualitatiI dalam bentuk khususnya. Dengan demikian, penyajian
data yang baik dan jelas sistematikanya sangatlah diperlukakn untuk melangkah kepada
tahapan penelitian kualitatiI selanjutnya.
1. c Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam penelitian dimana data-data yang telah
diperoleh akan ditarik garis besar / kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian
tersebut.
Ketiga komponen tersebut satu sama lain saling berkaitan erat dalam sebuah siklus. Peneliti
bergerak di antara ketiga komponen tersebut. Hal in dimaksudkan untuk memahami atau
mendapatkan pengertian yang mendalam, komprehensiI dan rinci sehingga menghasilkan
kesimpulan induktiI sebagai hasil pemahaman dan pengertian peneliti.
c.Validitas Data
Untuk memperoleh kebenaran, peneliti mengunakan teknik triangulasi. Triangulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanIaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2002 : 178). Menurut Patton (Moleong, ibid), triangulasi data berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu inIormasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam data kualitatiI.
Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber yaitu, membandingkan data hasil wawancara
dengan data hasil pengamatan. Jadi dalam penelitian ini triangulasi data dicapai dengan cara
peneliti mengadakan pengecekan kembali atas inIormasi yang diberikan. InIormasi yang
diperoleh kemudian diuji kebenarannya dengan data hasil observasi serta data dari dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahnman. 1987, eberapa Pemikiran tentang Otonomi Daerah, PT. Media Sarana,
Jakarta.
Anatomi, Faqih. 2007, Pemekaran Daerah (Studi Kasus Tentang Persepsi Masyarakat
rebes Selatan Terhadap Rencana Pemekaran Kabupaten rebes) Skripsi, Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.
Craib, Ian. 1984, Teori Teori Sosial Modern dari Parson Sampai Habermas CV. Rajawali,
Jakarta.
Haris, Syamsudin. 2005 Desentralisasi dan Otonomi Daerah LIPI Press, Jakarta.
Kansil, CST. Dan Christine S.T. Kansil. 2008, Pemerintahan Daerah Indonesia Hukum
Administrasi Daerah Sinar graIika, Jakarta.
Mardiasmo. 2004, Otonomi dan Manafemen Keuangan Daerah, Andi OIIset, Yogyakarta.
Maskun, Soemitro. 1994, Pembangunan Masyarakat Desa : Asas, Kebijakan dan Manajemen,
PT Media Widya Mandala, Yogyakarta.
Mas`oed Nasikun, Mohtar, Sosiologi Politik Studi Sosial, UGM, Jogjakarta.
Masrukin. 2009. Konflik Dalam Pemekaran Kabupaten Cilacap (dalam Jurnal Interaksi,
Sosiologi FISIP UNSOED, Purwokerto)
Milles, Mattew dan Michael Huberman. 1992, Analisis Data Kualitatif Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Moleong, Lexy. 2002, Metode Penelitian Kualitatif Remaja Rosdakarya, Bandung.
Pudjiwati Sajogyo, Sayogjo. 2007, Sosiologi Pedesaa Kumpulan acaan Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Purwadarminto, WJS. 1984, Kamus esar ahasa Indonesia alai Pustaka, Jakarta.
Sabarno, Hari. 2007, Memadu Otonomi Daerah Menfaga Kesatuan angsa Sinar Gravika,
Jakarta.
Saragi, Tumpal P. Mewufudkan Otonomi Masyarakat Desa IRE Press. Yogyakarta.
Singarimbun, Masri. 1995, Metode Penelitian Survei PT. Pustaka LP3S Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. 2008, Metode penelitian Kuantitatif Kuailitatif dan R&D, AlIabeta, Bandung.
Supriady Bratakusumah, Dedy dan Dadang Solihin. 2002, Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widjaja, HAW. 2003, Otonomi Desa PT. Raja GraIindo Persada, Jakarta.
Sumber lain :
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan,
Penghapusan, Penggabungan Desa, Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan,
Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Media GraIika Utama, Yogyakarta.
http://Iatur.staII.ugm.ac.id/Iile/Jurnal20-20Deprivasi20relatiI.pdI.
http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/sebab-munculnya-prasangka.html.
PEDOMAN WAWANCARA
a. Identitas InIorman :
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan :
b. Pertanyaan
1. Masyarakat
O Bagaimana awal mula rencana pemekaran wilayah ini muncul?
O Hal-hal apa saja yang memicu rencana pemekaran?
O Motivasi apa yang melatarbelakangi rencana pemekaran?
O Apakah ada keterkaitan antara kinerja pemerintah desa dengan rencana pemekaran
wilayah ini?
O Apa saja tujuan dan manIaat dari rencana pemekaran wilayah ini?
O Sebagai warga masyarakat, bagaimana Anda menyikapi rencana pemekaran ini?
O Apa saja harapan Anda dari adanya rencana pemekaran ini?
1. Panitia Pengurus Pemekaran
O Bagaimana awal mula rencana pemekaran wilayah ini muncul?
O Hal-hal apa saja yang memicu rencana pemekaran?
O Motivasi apa yang melatarbelakangi rencana pemekaran?
O Apakah ada keterkaitan antara kinerja pemerintah desa dengan rencana pemekaran
wilayah ini?
O Apa saja tujuan dan manIaat dari rencana pemekaran wilayah ini?
O Tindak lanjut apa saja yang telah dilakukan sebagai bentuk keseriusan dari rencana
pemekaran ini?
O Upaya apa saja yang akan dilakukan terhadap rencana pemekaran wilayah ini?
O Syarat administratiI seperti luas wilayah dan jumlah penduduk apakah telah
memenuhi syarat pemekaran?
O Bagaimana kondisi sosial budaya, sosial politik dan ekonomi daerah yang akan
dimekarkan?
O Cakupan wilayah yang akan dimekarkan meliputi daerah mana saja?
O Bagaimana warga masyarakat menyikapi rencana pemekaran ini?
O Apa saja harapan Anda dari rencana pemekaran ini?

You might also like