You are on page 1of 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebelum Islam hadir ke dunia, telah terdapat sejumlah agama yang dianut
oleh manusia. Dalam pandangan para ahli perbandingan agama (comparative study of
religion), agama secara garis besar dibagi dalam dua bagian, yang pertama, agama
samawi (agama langit), yaitu agama yang diturunkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur'an. Yang termasuk dalam kategori agama
samawi antara lain Yahudi, Nasrani dan Islam. Kedua, agama ardli (agama bumi),
yaitu kelompok agama yang didasarkan dari hasil renungan secara radikal dari tokoh
yang membawanya sebagaimana yang terdokumentasikan di dalam kitab yang
disusunnya. Yang termasuk dalam kategori ini antara lain Hindu, Budha, Majusi,
Kong Hucu dan lain sebagainya. Agama-agama tersebut hingga saat ini masih dianut
oleh manusia di dunia, dan disampaikan secara turun temurun oleh penganutnya.
Dalam mengkaji agama-agama, kita sering dihadapkan dengan model atau
karakteristik agama tersebut. Sebagian dari agama-agama tersebut ada yang bersiIat
inklusif-pluralis, yakni mengakui keberadaan agama-agama lainnya, menghormati
dan membiarkannya untuk hidup secara berdampingan. Sebagian yang lain bersiIat
eksklusiI atau tertutup, yakni tidak mengakui keberadaan agama-gama lain dan
mengklaim agamanyalah yang paling benar dan harus diikuti.
Demikian halnya dengan Islam, Studi Islam (Islamic Studies) dari masa ke
masa dirasa semakin baik. Meskipun pada awalnya terminologi Islamic Studies
mencuat dari belahan Barat, tetapi realitas keilmuan menuntut umat Islam sendiri dan
lembaga-lembaga pendidikannya menyadari secara sungguh-sungguh terhadap
eksistensi dan perannya dalam ikhtiar merespons terhadap problem-problem, aneka
tantangan dan konstruksi serta eksistensi dan pengembangan keilmuan Studi Islam.
Akhir-akhir ini pengkajian Islam oleh orang-orang non Islam terus dilakukan
bahkan semakin intensiI. Pengkajian itu masih didominasi oleh para pemikir Barat.


Hanya kalau dahulu para peneliti Islam disebut orientalis maka sekarang mereka tidak
suka disebut orientalis. Sebutan yang mereka lebih sukai adalah Islamisis. Dalam
Studi Islam tersebut dikenal berbagai macam bentuk pendekatan yang akan penulis
bahas dalam bab selanjutnya.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah penulis
adalah Apa saja bentuk-bentuk pendekatan dalam Islam? Bagaimana penerapan
bentuk-bentuk pendekatan tersebut?

.%ujuan
Makalah ini ditulis bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pendekatan
dalam Islam dan untuk mengetahui penerapan bentuk-bentuk pendekatan tersebut.

















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan %erhadap Studi Islam Menurut Richard . Martin
#ichard C. Martin adalah proIesor agama di Emory University, di mana ia
menjabat sebagai Ketua Departemen Agama pada tahun 1996-1999. Bidang-bidang
keahliannya meliputi Islamic studies, studi perbandingan agama, serta agama dan
konIlik.
1
Buku suntingan Martin yang berjudul pproach to Islam in Religious
Studies merupakan hasil simposium internasional tentang 'Islam dan sejarah Agama-
agama yang diselenggarakan oleh Departement oI #eligious Studies pada Arizona
State University, Tempe, pada Januari 1980. Martin ingin membuka kemungkinan
kontak antara tradisi berpikir keilmuan dalam Islamic Studies secara tradisional dan
tradisi berpikir keilmuan dalam #eligious Studies kontemporer yang telah
memanIaatkan kerangka teori, metodologi, dan pendekatan yang digunakan oleh
ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkembang sekitar abad ke-18 dan 19.
2

Martin menggunakan kata kunci 'data Iields sebagai basis Iokus kajiannya.
Data Iields yang dikaji adalah bidang-bidang data tentang Islam yang menebar luas
secara historis dan geograIis. Sedang jenis-jenisnya terbentang dari jenis-jenis
tekstual, sosial-historis, sampai pada ritual-simbolis. Buku termaksud mempre-
sentasikan kritisisme konstruktiI terhadap studi Islam dan bermaksud untuk
menerapkan perangkat ilmiah disiplin-disiplin lain terhadap data keagamaan Islam.
Maksudnya adalah untuk memberikan servis tentang perubahan dan pengembangan
yang diperlukan dalam studi Islam sebagai agama.
3

Konstruksi pemikiran Martin tentang studi Islam terdiri atas empat unsur,
yaitu: (1) dua kelompok data fields, (2) lima bidang data fields, (3) tujuh pendekatan

1
ArLlkel Sokhl Puda leoJekotoo 1etboJop lslom uolom 5toJl Aqomo Joo kelevoosloyo ueoqoo 5toJl
lslom Jl loJooeslolembocooo ktltls otos lemlkltoo klcbotJ c Mottlo dlakses darl eptlotssoooo
ompeloclJ/627/1/5okbl_noJo1pJf pada Langgal 10 CkLober 011 hal 4

lbld hlm 3

lbld hlm 7
4

data fields, dan (4) sebelas data fields. Dua kelompok data Iields terdiri dari: (1)
issues in religious studies dan (2) respons para penulis muslim terkenal tentang
Islam. Lima bidang data fields mencakup: (1) Scripture and Prophet, (2) Ritual and
Community, (3) Religion and Society, (4) Scholarship and Interpretation, (5)
Challenge and Criticsm. Sedang tujuh pendekatan data fields meliputi: (1)
tekstual, (2) sejarah, (3) sosiologi, (4) antropologi, (5) IilsaIat ilmu, (6) hermenutik,
dan (7) kritik.
4

Bentuk kontribusi pemikiran Martin adalah : (1) pengungkapan terhadap isu-
isu studi keagamaan (issues in religious studies) dan (2) presentasi respons para
penulis muslim terkenal tentang Islam. Sedang siIat kontribusinya adalah material,
isuistik, metodis, dan kritikal.
Dari bentuk dan siIat kontribusi tersebut Martin menegaskan rapproachment
(solusi) metodologis berupa pendekatan Ienomenologi sebagai pemecahan terhadap
problem-problem insider dan outsider dalam studi Islam.

B. Pendekatan %erhadap Studi Islam Menurut harles 1. Adams
Charles Joseph Adams lahir pada tanggal 24 April 1924 di Houston, Texas.
Pendidikan dasarnya diperoleh melalui sistem sekolah umum. Pada permulaan belajar
di sekolah dasar ini Adams telah menunjukkan kegemaran menulis. Setelah lulus dari
Sekolah Menangah Atas John H. #eagen pada tahun 1941, dia meneruskan di Baylor
University di Waco, Texas. Adams juga pernah bergabung dengan Angkatan Udara
Amerika Serikat dari tahun 1942 sampai dengan 1945 sebagai operator radio dan
mekanis. Setelah perang, tahun 1947 Adams memperoleh gelar Sarjana dan pada
tahun yang sama memasuki Graduate School di Universitas Chicago bersama dengan
Joachim Wach. Karir akademisi Adams adalah proIesor dalam bidang Islamic Studies
dan pada tahun 1963 diangkat menjadi director Institute oI Islamic Studies McGill
University selama 20 tahun. Adams menerima Ph. D dalam History oI #eligion dari

4
8lchard C MarLln leoJekotoo kojloo lslom Jolom 5toJl Aqomo Ler[ Zaklyuddln 8aldhawy
SurakarLa Muhammadlyah unlverslLy 00% hlm
3

University oI Chicago pada tahun 1955 dengan disertasi berjudul 'Nathan Soderblom
as an Historian oI #eligions. Adams telah menulis banyak tentang Islam, salah satu
karya terbesarnya yang dijadikan teks penting bagi dosen dan mahasiswa agama
adalah A #eader`s Guide to the Great #eligions (1977). Adams juga menjadi
konstributor artikel untuk The Encyclopedia Britannica, dan the World Book
Encyclopedia, dan Encyclopedia Americana. Beberapa karya lainnya adalah The
Encyclopedia oI #eligion (1987), 'The Authority oI the Prophetic Hadith in the Eye
oI Some Modern Muslims, in Essays on Islamic civilization presented to Niyazi
Berkes (1976), the Ideology oI Maulana Maududi, in South Asian Politics and
#eligion, Ed. Donald E. Smith (1966), dan Islamic #eligious Tradition, dalam
Leonard Binder, The Study oI the Middle East, Ed. (1976).
5

Berbicara mengenai kajian Islam, Charles J. Adams mempunyai uraian
tersendiri dalam penjelasannya tentang pendekatan yang ia lakukan. Berdasar pada
kegelisah akademik yang telah dijelaskan di bagian awal tulisannya, pendekatan studi
Islam yang ia tawarkan merupakan jalan keluar atas persoalan yang terjadi di
beberapa universitas di Barat. Persoalan itu adalah kesulitan universitas dalam
mengadakan studi agama yang netral ketika mengkaji sisi normativitas dan IilosoIis
agama.
6

Oleh karena itu, Charles J. Adams membuat Iormulasi baru pendekatan dalam
pengkajian Islam. Menurutnya, terdapat dua pola pendekatan untuk mengkaji Islam,
yaitu pendekatan normatiI dan pendekatan deskriptiI. Tentu saja, kedua pendekatan
ini tidak muncul seketika. Adams menjelaskan bahwa kedua pendekatan ini terilhami
oleh realitas ketika seseorang mengkaji Islam (atau agama lainnya) dengan tujuan
agar lebih kokoh keislaman dan kepercayaannya (proselyti:ing) pada satu sisi, dan
pada sisi yang lain, ada yang didasarkan atas dorongan intelektual (intellectual

3
u[am'anurl 5toJl Aqomooqomo 5ejotob Joo lemlkltoo (?ogyakarLa usLaka 8lhlah 00% hlm 9
6
ArLlkel Muhammad LaLlf lauzl leoJekotoo Notmotlf Joo uesktlptlf Jolom 5toJl lslom (1eloob otos
kotyo cbotles I AJoms dlakses darl bttp//cflsolloclJ/cooteot/vlew/J2/87/ pada Langgal 10
CkLober 011
6

curiosity) semata karena melihat adanya persoalan agama yang cukup kompleks
dalam konteks sosial.
Pendekatan normatiI, oleh Adams diklasiIikasikaqn menjadi tiga bagian,
yaitu:
7

1. Pendekatan missionaris tradisional
Pada abad 19, terjadi gerakan misionaris besar-besaran yang dilakukan oleh
gereja-gereja, aliran, dan sekte dalam Kristen. Gerakan ini menyertai dan sejalan
dengan pertumbuhan kehidupan politik, ekonomi, dan militer di Eropa yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Asia dan AIrika. Sebagai
konsekuensi logis dari gerakan itu, banyak misionaris dari kalangan Kristen yang
pergi ke Asia dan AIrika mengikuti kolonial (penjajah) untuk merubah suatu
komunitas masyarakat agar masuk agama Kristen serta meyakinkan masyarakat
akan pentingnya peradaban Barat.
Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, para missionaris berusaha dengan
sungguh untuk membangun dan menciptakan pola hubungan yang erat dan cair
dengan masyarakat setempat. Begitu juga dengan penjajah, mereka harus
mempelajari bahasa daerah setempat dan bahkan tidak jarang mereka terlibat
dalam aktivitas kegiatan masyarakat yang bersiIat kultural. Dengan demikian,
eksistensi dua kelompok itu, missionaris tradisional dan penjajah (yang sama-
sama beragama Kristen) mempunyai pengaruh yang sangat signiIikan terhadap
perkembangan keilmuan Islam.
Dalam konteks itukarena adanya relasi yang kuat antara Islam dan missionaris
Kristen, maka Charles J. Adams berpendapat bahwa studi Islam di Barat dapat
dilakukan dengan memanIaatkan missionaris tradisional itu sebagai alat
pendekatan yang eIektiI. Dan inilah yang kemudian disebut dengan pendekatan
missionaris tradisional (traditional missionaris approach) dalam studi Islam.
2. Pendekatan apologetic

7
ArLlkel Muhammad LaLlf lauzl loc ClL hlm 46
7

Menurut Adams, pendekatan apologetik memberikan kontribusi yang positiI dan
cukup berarti terhadap generasi Islam dalam banyak hal. Sumbangsih yang
terpenting adalah menjadikan generasi Islam kembali percaya diri dengan
identitas keislamannya dan bangga terhadap warisan klasik. Dalam konteks
pendekatan studi Islam, pendekatan apologetik mencoba menghadirkan Islam
dalam bentuk yang baik. Sayangnya, pendekatan ini terkadang jatuh dalam
kesalahan yang meniadakan unsur ilmu pengetahuan sama sekali.
Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam tiga hal. Pertama,
metode yang berusaha mempertahankan dan membenarkan kedudukan doktrinal
melawan para pengecamnya. Kedua, dalam teologi, usaha membenarkan secara
rasional asal muasal ilahi dari iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai
salah satu cabang teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma
dengan argumen yang masuk akal. Ada yang mengatakan bahwa apologetika
mempunyai kekurangan internal. Karena, di satu pihak, apologetik menekankan
rasio, sementara di pihak lain, menyatakan dogma-dogma agama yang pokok dan
tidak dapat ditangkap oleh rasio. Dengan kata lain, apologetik, rasional dalam
bentuk, tetapi irasional dalam isi.
3. Pendekatan irenic
Usaha ini pernah dilakukan oleh uskup Kenneth Gragg, seorang yang mumpuni
dalam kajian Arab dan teologi. Melalui beberapa seri tulisannya yang cukup
elegan dan dengan gaya bahsa yang puitis, ia telah cukup berhasil menunjukkan
kepada Barat secara umum dan kaum Kristen secara khusus tentang adanya
keindahan dan nilai religius yang menjiwai tradisi Islam. Karenanya, menjadi
tugas bagi kaum Kristen untuk bersikap terbuka terhadap kenyataan ini.
Tokoh lain yang telah mengembangkan pendekatan ini adalah W.C. Smith yang
mensosialisasikan konsep ini melalui buku dan tulisan-tulisannya yang lain.
Smith sangat concern pada persoalan diversitas (perbedaan) agama. Menurutnya,
perbedaan agama (religious diversity) merupakan karakter dari ras/bangsa
manusia secara umum, sedang eksklusiIitas agama (religous exclusiviness)


merupakan karakter dari sebagian kecil dari umat manusia. Berkenaan dengan
realitas perbedaan agama, Smith membuat tiga model pertanyaan, yaitu:
pertama, pertanyaan ilmiah (scientific question) untuk menanyakan apa bentuk
perbedaan, mengapa, dan bagaimana perbedaan itu dapat terjadi. Kedua,
pertanyaan teologis (theological question) untuk mengetahui bagaimana
seseorang dapat memahami normativitas agama dan ketiga, pertanyaan moral
(moral question) yang mengetahui sikap seseorang terhadap perbedaan
kepercayaan.

Dalam pendekatan yang bersiIat deskriptiI, Adams membagi ke dalam tiga
komponen, yaitu:
8

1. Pendekatan Iilologis dan sejarah
Adams mengemukakan bahwa tidak dapat dipungkiri pengetahuan yang paling
produktiI dalam studi Islam adalah Iilologis dan historis. Lebih dari 100 tahun
sarjana Islam dibekali dengan dasar bahasa dan mendapat training metode
Iilologis yang dapat mengantarkan kepada pemahaman teks sebagai bagian dari
warisan klasik.
Hasil dari studi dengan pendekatan Iilologis, menurut Adams, adalah sebuah
sumber pustaka (literatur) yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan dan
kesalihan umat Islam. Tidak hanya menjadi rujukan pengetahun Barat tentang
Islam dan sejarahnya, Iilologis juga memainkan peranan penting di dunia Islam.
Outcome dari pendekatan Iilologis dan historis ini sebagian besar telah
dimanIaatkan oleh para intelektual, politisi, dan sebagainya. Selain itu, Iilologi
harus turut andil dalam studi Islam. Hal terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa
Muslim adalah kekayaan literatur klasik seperti sejarah, teologi, dan mistisisme.
yang kesemuanya tidak mungkin dipahami tanpa bantuan Iilologi.

ArLlkel Muhammad LaLlf lauzl loc ClL hlm 6


9

Penelitian agama dengan menggunakan pendekatan Iilologi dapat dibagi dalam
tiga pendekatan, yaitu taIsir, content analysis, dan hermeneutika. Ketiga
pendekatan tersebut tidak terpisah secara ekstrim. Pendekatan-pendekatan itu
bisa over lapping, saling melengkapi, atau bahkan dalam sudut tertentu sama.
Filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna kata-
kata dan ungkapan terhadap karya sastra.
Sedangkan sejarah atau historis merupakan ilmu yang di dalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar
belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah
seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersiIat empiris dan
mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam
empiris dan historis. Ada dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisis sejarah.
Pertama, kegunaan dari konsep periodesasi dan derivasi darinya. Kedua,
rekonstruksi proses genesis, perubahan, dan perkembangan.dengan analisis ini,
manusia dapat dipahami secara kesejarahan.
Kendati Adams menyebut pendekatan ini dengan Iilologis historis, tampaknya ia
lebih cenderung kepada yang pertama, karena porsi penjelasan tentang Iilologis
lebih besar dari pada historis. Bisa jadi, karena hubungan antara kedua
pendekatan itu sangat erat sehingga bagi Adams berbicara Iilologis termasuk di
dalamnya pendekatan historis.
2. Pendekatan ilmu-ilmu sosial
Sangat sulit untuk mendeIinisikan apa yang disebut dengan 'pendekatan ilmu
sosial terhadap studi agama terutama semenjak terdapat banyak pendapat di
kalangan ilmuwan tentang alam dan validitas studi yang mereka gunakan.|28|
Dalam wilayah studi agama, usaha yang ditempuh oleh pakar ilmu sosial adalah
memahami agama secara objektiI dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.
Tujuannya agar dapat menemukan aspek empirik dari keberagamaan berdasarkan
keyakinan bahwa dengan membongkar sisi empirik dari agama itu akan
10

membawa seseorang kepada agama yang lebih sesuai dengan realitasnya, profan
(membumi). Walaupun ilmu ini juga mempunyai kekurangan, yaitu melakukan
reduksi pemahaman seseorang terhadap agama. Salah satu ciri dari ilmu sosial ini
adalah kecenderungannnya untuk melakukan studi tentang manusia dengan cara
membagi dan memetakan aktivitas masyarakat ke dalam beberapa kategori.
3. Pendekatan Ienomenologis
Terdapat dua hal penting yang mencirikan pendekatan Ienomenologi agama.
Pertama, Ienomenologi adalah metode untuk memahami agama sesorang yang
termasuk di dalamnya usaha sebagian sarjana dalam mengkaji pilihan dan
komitmen mereka secara netral sebagai persiapan untuk melakukan rekonstruksi
pengalaman orang lain. Kedua, konstruksi skema taksonomik untuk
mengklasiIikasi Ienomena dibenturkan dengan batas-batas budaya dan kelompok
religius. Secara umum, pendekatan ini hanya menangkap sisi pengalaman
keagamaan dan kesamaan reaksi keberagamaan semua manusia secara sama,
tanpa memperhatikan dimensi ruang dan waktu dan perbedaan budaya
masyarakat.
Istilah Ienomenologi berasal dari bahasa Yunani pahainomenon yang secara
harIiah berarti 'gejala atau 'apa ayng telah menampakkan diri sehingga nyata
bagi kita. Metode ini dirintis oleh Edmund Husserl (1859-1938). Dalam
operasionalnya, Ienomenologi agama menerapkan metodologi ilmiah dalam
meneliti Iakta religius yang bersiIat subyektiI seperti pikiran-pikiran, perasaan-
perasaan, ide-ide, emosi, maksud, pengalaman, dan sebagainya dari seseorang
yang diungkapkan dalam tindakan luar.
Arah dari pendekatan Ienomenologi adalah memberikan penjelasan makna secara
jelas tentang apa yang yang disebut dengan ritual dan upacara keagamaan,
doktrin, reaksi sosial terhdap pelaku 'drama keagamaan. Sebagai sebuah ilmu
yang relatiI kebenarannya, pendekatan ini tidak dapat berjalan sendiri. Secara
operasioonal, ia membutuhkan perangkat lain, misalnya sejarah, Iilologi,
arkeologi, studi literatur, psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
11

Pendekatan Ienomenologi berusaha memperoleh gambaran yang lebih utuh dan
lebih Iundamental tentang Ienomena keberagamaan manusia. Pendekatan
Ienomenologi berupaya untuk mencari esensi keberagamaan manusia. Usaha
pendekatan Ienomenologi agaknya mengarah ke arah balik, yakni untuk
mengembalikan studi agama yang bersiIat historis-empiris ke pangkalannya agar
tidak terlalu jauh melampaui batas-batas kewenangannya.

Untuk memahami Islam dan agama terkait dengan tradisi, ternyata tidak
cukup dengan hanya menjelaskan dua pendekatan di atas. Agar komprehensiI dan
sistematis, penjelasan Adams juga disertai dengan pemaparan tentang objek kajian
agama. Oleh karena itu, setelah menjelaskan pendekatan-pendekatan yang dapat
digunakan dalam studi Islam tersebut, Adams juga memetakan wilayah kajian studi
Islam. Adams mengelompokkan studi Islam menjadi: (1) Arabia pra-Islamic (pre-
Islamic rabia) (2) Kajian tentang #asul (studies of the Prophet) (3) Kajian al-Qur'an
(Quranic studies) (4) Hadits (prophetic tradition) (6) Hukum Islam (Islamic law) (7)
FilsaIat (falsafah) (8) TasawuI (tasawwuf) (9) Aliran dalam Islam (the Islamic sects)
(10) Ibadah (worship and devotional life) (11) dan Agama #akyat (popular religion).
9












9
ArLlkel Muhammad LaLlf lauzl loc ClL hlm
1

BAB III
PENU%UP

A. esimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, antara lain:
1. Konstruksi pemikiran #ichard C. Martin tentang studi Islam terdiri atas empat
unsur, yaitu dua kelompok data fields, lima bidang data fields, tujuh pendekatan
data fields, dan sebelas data fields. Dua kelompok data Iields terdiri dari issues
in religious studies dan respons para penulis muslim terkenal tentang Islam.
Lima bidang data fields mencakup: Scripture and Prophet, Ritual and
Community, Religion and Society, Scholarship and Interpretation, Challenge
and Criticsm. Sedang tujuh pendekatan data fields meliputi: tekstual, sejarah,
sosiologi, antropologi, IilsaIat ilmu, hermenutik, dan kritik.
2. Pemikiran Charles J. Adams mengenai bentuk pendekatan dalam studi islam,
yaitu pertama, pendekatan normative, yang terdiri dari pendekatan misisonaris
tradisional, pendekatan apologetik, dan pendekatan irenic. Kedua, pendekatan
deskriptiI, yang terdiri dari pendekatan Iilologis dan sejarah, pendekatan ilmu-
ilmu sosial, dan pendekatan Ienomenologis.

B. Saran
Dengan banyaknya pendekatan dalam studi islam, sebaiknya lakukan
pendekatan yang tidak hanya bersiIat linier saja, tetapi harus bersiIat lateral dalam
menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. Karena dewasa ini Studi-studi
agama tidak lagi bersiIat bersiIat primordial atau bersiIat hanya untuk kepentingan
penyebaran agamanya, tetapi lebih didorong oleh semangat metodologis atau ilmiah,
yakni berangkat atas dasar kepentingan dan perkembangan ilmu pegetahuan. Maka
muncullah berbagai kajian agama dengan metode dan pendekatan yang beragam pula,
sesuai dengan kecenderungan dan keahlian akademik para masing-masing sarjana
(penstudi) itu sendiri.
1

DAF%AR PUS%AA
Djam`anuri. 2003. Studi gama-agama, Sefarah dan Pemikiran. Yogyakarta:
Pustaka #ihlah
Fauzi, Muhammad LatiI. Pendekatan Normatif dan Deskriptif dalam Studi Islam
(Telaah atas Karya Charles J. dams).
(http://cIis.uii.ac.id/content/view/32/87/, diakses 10 Oktober 2011)
Huda, Sokhi. Pendekatan Terhadap Islam Dalam Studi gama dan Relevansinya
Dengan Studi Islam di Indonesia, Pembacaan Kritis atas Pemikiran Richard
C. Martin. (http://eprints.sunan-ampel.ac.id/627/1/SokhiHuda1.pdI , diakses
10 Oktober 2011)
Martin, #ichard C. 2002. Pendekatan Kafian Islam dalam Studi gama, terj.
Zakiyuddin Baidhawy. Surakarta: Muhammadiyah University.

You might also like