You are on page 1of 13

1

PENTINGNYA LANDASAN SOSIAL BUDAYA DAN PLITIK EKONOMI DALAM MENGATASI PROBLEMA PENDIDIKAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang palig dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur social budaya. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara berkelompok. Pekerjaan di rumah, di kantor, di perusahaan, di perkebunan, di bengkel, dan sebagainya, hampir semuanya dikerjakan oleh lebih dari seoran. Ini berarti unsur sosial ada pada kegiatan-kegiatan itu. Selanjutnya tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya serta bentuk yang diingikan merupakan unsur dari suatu budaya. Membenahi kebun di rumah misalnya, dikerjakan oleh pembantu di bawah arahan ibu rumah tangga, bertujuan agar kebun itu bersih dan indah. Alat untuk bekerja dan cara mengerjakan dengan baik juga merupakan suatu budaya Landasan social budaya yang membahas sosiologi, kebudayaan, masyarakat, dan kondisi masyarakat indonesia dikaitkan dengan pendidikan memberi konsep pendidikan, antara lain lembaga pendidkan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, keduanya saling menunjang, dan lembaga pendidikan seharusnya menjadi agen pembangunan di masyarakat. Akibat kebudayaan masa kini, ada kemungkinan pergeseran paradigma pendidikan, yaitu dari sekolah kemasyarakat luas dengan berbagai pengalaman yang luas pula. Untuk kepentingan paradigma baru tersebut kebudayaan perlu ditertibkan, antara lain pada materi tayangan televisi dan perilaku negative masyarakat, ujian Negara harus diubah

menjadi ujian sekolah, sejalan dengan pergeseran system sentralisasi menjadi system desentralisasi sehingga tujuan pendidikan nasional lebih mudah diwujudkaan Selain landasan social budaya pendidikan juga tiak terlepas dari landasan politik dan ekonomi, dari segi landasan ekonomi, ekonomi mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan konsep-konsep pendidikan. Yang mana Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan itu sendiri adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan, sedangkan segi politik fakta dan realitas objektif selama tiga puluh tahu terakhir menunjukkan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara kurang dapt berkembang sebagaimana diharapkan. Dalam bidang pendidikan terdapat sejumlah indikator yang menunjukkkan terhambatnya perkembangan tersebut. Etatisme dalam bidang pendidikan tidak memberi peluang kepada masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka serta perkembangn teknologi

2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dijabarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan sosiologi dengan pendidikan ? 2. Bagaimanakah hubungan kebudayaan dengan pendidikan ? 3. Apa fungsi sosial budaya terhadap pendidikan ? 4. Apa peranan ekonomi dalam pendidikan ? 5.. Apa dampak Konsep Pendidikan Dalam Masyarakat Indonesia

3. Tujuan Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara sosiologi dengan pendidikan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara kebudayaan dengan pendidikan. 3. Untuk mengetahui fungsi sosial budaya terhadap pendidikan ? 4. Untuk mengetahui peranan ekonomi dalam pendidikan 5. Untuk mengetahui dampak Konsep Pendidikan Dalam Masyarakat Indonesia

PEMBAHASAN

Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan yang dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua lingkungan yang saling mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat). Kegiatan pendidikan merupakan proses interaksi antara dua individu, dua generasi yang memungkinkan generasi muda mengembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi dalam lembaga yang disebut SEKOLAH. Sekolah sengaja dibentuk oleh masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin intensif (Umar Tirtarahardja, 2005:95).Unsur sosial merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld mengatakan setiap bayi yang lahir dikaruani potensi sosialitas atau kemampuan untuk bergaul, saling berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan saling menerima (Umar Tirtarahardja, 2005:18).Aktivitas sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi interaksi sosial antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok, serta antar

kelompok. Di dalam interaksi ini ada keterkaitan saling mempengaruhi (Abu Ahmadi, 2003:13). 1. Hubungan Sosiologi dengan Pendidikan Unsur sosial merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld mengatakan Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas atau kemampuan untuk bergaul, saling berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan saling menerima (Umar Tirtarahardja, 2005:18). Aktivitas sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi interaksi sosial antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok, serta antar kelompok. Di dalam interaksi ini ada keterkaitan saling mempengaruhi (Abu Ahmadi, 2003:13). Langeveld dalam Abu Ahmadi menyatakan, tiap-tiap pergaulan orang dewasa (orang tua) dengan anak merupakan lapangan atau suatu tempat dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung. (2003:15). Dalam hubungannya dengan pendidikan, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya, selain mempelajari cara manusia berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya serta susunan dan keterkaitan unit-unit masyarakat atau unit sosial dalam suatu wilayah (Made Pidarta, 2000:145). Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Dapat pula dikatakan ilmu ini merupakan analisa ilmiah terhadap proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi : 1) interaksi guru-siswa; 2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah; 3) struktur dan fungsi sistem pendidikan dan; 4) sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan. Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Menurut Made Pidarta, pembentukan karakter berdasarkan interaksi sosial melalui empat bentuk :

1. . Imitasi (peniruan) 2. Sugesti (menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwenang atau mayoritas. Dalam hal ini sugesti bisa terjadi baik melalui himbauan atau paksaan) 3. Identifikasi (berusaha menyamakan dirinya dengan orang lain secara sadar ataupun dibawah sadar) 4. Simpati (terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain atau berdasarkan kesenangan). menurut Karyono, pembentukan karakter manusia melalui interaksi sosial ditambahkan menjadi : 5. Empati (ikut merasakan yang dirasakan orang lain) 6. Introspeksi ( menelaah yang telah dilakukan dalam interaksi) Untuk mempermudah sosialisasi dalam pendidikan, maka seorang guru harus menciptakan situasi, terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri peserta didik. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu : 1) kontak antar individu; 2) kontak antar individu dengan kelompok atau sebaliknya; 3) kontak antar kelompok.Dalam dunia pendidikan ada istilah kelompok sosial. Kelompok ini dapat berbentuk kelompok personalia sekolah, kelompok guru, kelompok siswa, kelas, subkelas, kelompok belajar di rumah dan sebagainya. Suatu kelompok sosial dikatakan dinamis dan stabil, jika kelompok ini berusaha maju mengikuti arah perkembangan zaman atau mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi dengan tetap memperhatikan kestabilan kelompok. Wuradji (1988) menyebutkan tiga prisip yang melandasi kestabilan kelompok, yaitu : integritas, ketenangan dan konsensus. Untuk

menciptakan dinamika yang stabil di sekolah, sebaiknya sekolah berperan sebagai micro order atau keteraturan kecil (Broom,1988) atau sekolah kecil sebagai masyarakat kecil. Dalam sosiologi, perilaku manusia bertalian dengan nilai-nilai, dan sekolah-sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai ini pada peserta didik di sekolah. Tugas-tugas tersebut harus sejalan dengan salah satu pasal dalam UU pendidikan RI yang mengatakan bahwa sekolah/pemerintah, orang tua, siswa dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan. Hal ini senada dengan pendapat Wuradji (1988) yang mengemukakan sekolah sebagai kontrol sosial dan sebagai perubahan sosial. 2. Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara pendidiknya.Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam kebudayaan. Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah. Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, dan kebudayaan populer juga diajarkan dengan proporsi yang kecil.Maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang memasukkan budaya,

membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya 3. Fungsi Sosial Budaya terhadap Pendidikan Kegiatan pendidikan merupakan proses interaksi antara dua individu, dua generasi yang memungkinkan generasi muda mengembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi dalam lembaga yang disebut SEKOLAH. Sekolah sengaja dibentuk oleh masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin intensif (Umar Tirtarahardja, 2005:95).Interaksi antar individu, antar kelompok, terjadi karena ada aksi dan reaksi (dalam fisika dinyatakan sebagai Hukum 3 Newton), yaitu hubungan antara gaya dua benda yang besarnya sama namun arahnya berlawanan. Interaksi ini terjadi dalam dunia persekolahan sebagai bagian kecil dari masyarakat pendidikan yang membentuk karakter peserta didik. Dari interaksi sosial ini akan memunculkan budaya-budaya, seperti : budaya berpakaian, budaya bertingkah laku, budaya berkarakter, budaya belajar, budaya menulis, budaya mendengarkan, budaya mengajar, serta budaya-budaya yang lain yang terjadi dari interaksi sosial tersebut. Secara normatif benturan-benturan sosiokultural dapat di-asimilasi dalam Budaya Pancasila sebagaimana butir-butir sila yang ada dan sudah dijalan sejak dulu kala, namun perkembangan kemajuan, perkembangan zaman, perkembangan pergaulan masyarakat lokal, nasional, regional, global menuntut adanya peningkatan hubungan tersebut. Sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.Dalam

perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia pendidikan yaitu : 1. Mewujudkan masyarakat yang cerdas Yaitu masyarakat yang Pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan bangsa, demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa. 2. Transmisi budaya Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi. 3. Pengendalian Sosial Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku yang menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan. 4. Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. 5. Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan

masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat. 4. peranan pembangunan ekonomi dalam pendidikan landasan pembangunan ekonomi mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan konsep-konsep pendidikan. Yang mana Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan itu sendiri adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Ekonomi dalam pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, alat peraga, dan sebagainya, untuk menyukseskan misi pendidikan, yang semuanya bermuara pada perkembangan peserta didik. Implikasi dari pembangunan ekonomi secara makro adalah munculnya sejumlah sekolah unggul, sekolah ini didirkan oleh orang kaya atau konglemerat, sudah barang tentu kondisi sekolah seperti ini berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Sekolah ini lebih unggul dalam prasarana dan sarana pendidikan, lebih unggul dalam menggaji pendidik-pendidiknya. Dengan

mendirikan sekolah sendiri menunjukkan kepada kita bahwa sebagian dari penghasilan mereka sudah disumbanglan dalam wujud persekolahan, sekolah unggul ini tetap diterima oleh negara maupun masyarakat selama masih mengikuti dan tunduk pada undang-undang atau aturan pemerintah tentang pendidikan dan tidak menanamkan kebudayaan asing yang tidak cocok dengan kebudayaan Indonesia

5. Konsep Pendidikan Dalam Masyarakat Indonesia Melihat keberagaman masyarakat indonesia ditinjau dari aspek sosial budaya politik dan ekonomi maka konsep pendidikan dalam masyarakat Indonesia adalah konsep pendidikan multikultu. Hal ini di sebabkan karena paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme

10

di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (lintorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.

11

PENUTUP

Kesimpulan Dalam sosiologi, perilaku manusia bertalian dengan nilai-nilai, dan sekolah-sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai ini pada peserta didik di sekolah. Tugastugas tersebut harus sejalan dengan salah satu pasal dalam UU pendidikan RI yang mengatakan bahwa sekolah/pemerintah, orang tua, siswa dan masyarakat secara bersamasama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara pendidiknya. Sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolahsekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai

12

DAFTAR PUSTAKA Made, Pidarta. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2000 Ruswandi, Uus. Hermawan Heris, A. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Miarso, Yusufhadi (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan: Pustekkom dan Kencana Pupu Saeful Rahmat. Wacana Pendidikan Multikultural Di Indonesia. (Sebuah Kajian terhadap Masalah-Masalah Sosial yang Terjadi Dewasa ini). Staf Pengajar pada Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Kuningan Ali Maksum..2008 Pengembangan Kurikulum Berwawasan Multikultural , dosen tetap IAIN Sunan Ampel Surabaya

13

MATA KULIAH

: LANDASAN DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

MAKALAH PENTINGNYA LANDASAN SOSIAL BUDAYA DAN POLITIK EKONOMI DALAM MENGATASI PROBLEMA PENDIDIKAN DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH :

NAMA PROGRAM STUDI SEMESTER KELAS DOSEN PENGAMPUH

: RADEN MUHAMMAD TOHIR : TEKNOLOGI PENDIDIKAN : 1 (pertama) : A (SORE) : 1. Prof. Waspodo, M.Ed.PhD 2. Dr. AISYAH.AR, M.Pd :

PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA SEPTEMBER 2011

You might also like