D I S U S U N ULEH:KELUMPUK III O SUSI =VINATAMA O TEMAZARU BATE'E =WIDI O TRISNAWATI =WIRSAL O ULY KRISTIANI =YANTI NUVA O VERAWATI =YELNI PURBA O VICA MELSA =YUHANA =YUDHA
KEMENTRIAN KESEHATAN RI MEDAN
)URUSAN KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata ajaran keperawatan medikal bedah. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah ikut membantu di dalam penyusunan tugas ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih terdapat beberapa kekurangan, hal ini tidak terlepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penyusun miliki. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang. Demikian tugas ini penyusun buat, semoga tulisan ini berguna bagi penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu keperawatan.
Medan, April 2011 Penyusun
A I LANDASAN TEORITIS
1. Pengertian raktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya( Brunner & Suddarth,2002:2357)
2. Anatomi tuIang Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat kategori: tuIang panjang (mis.femur), tuIang pendek (mis.tulang tarsalia), tuIang pipih (mis.sternum), dan tuIang tak teratur (mis. Vetebra).
Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses dimana matriks tulang (disini derabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan pengerasan mineral (di sini garam kalsium) ditimbun diserabut kolagen dalam suatu lingkungan elektronegatif. Serabut kolagen memberi kekuatan terhadap tarikan pada tulang, dan kalsium memberi kekuatan terhadap tekanan kepada tulang ( Brunner & Suddarth,2002:2265) Benturan pada tulang Diskontuinitas tulang raktur tertutup/terbuka Hilangnya fungsi dari bagian yang cedera mmobilisasi Gangguan integritas jaringan Edema Nyeri . EtioIogi Fraktur Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor, juga bisa mengalami patah tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh: arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang, jenis tulang.
4. Jenis Fraktur 1. raktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau tulang yang patah tidak tampak dari luar. 2. raktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit Pembagian fraktur menjadi terbuka dan tertutup sangat penting, karena fraktur terbuka dapat terkotaminasi oleh mikroorganisme yang pada akhirnya menimbulkan infeksi, sementara fraktur tetutup bebas dari resiko ini. ( Brunner & Suddarth,2002:2356)
5.PatofisioIogi Fraktur
ntoleransi aktifitas Defisit perawatan diri Gangguan body image Gangguan rasa nyaman
(Silvia A. Price & Lorraine M. Wilson,2006)
6.Pemeriksaan Diagnostik 1. Anamesis Bila tidak ada riwayat ( pernah mengalami patah tulang ), berarti fraktur patologis. Trauma harus terperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut. 2. Pemeriksaan umum Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok. Pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka;dan tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. 3. Pemeriksaan status lokalis Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang: a. Look, cari apakah terdapat: 1. Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan 2. unctio laesa (hilangnya rasa). 3. Membandingkan ukuran panjang tulang. b. eel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma. c. Move, untuk mencari: 1. Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. 2. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan yang aktif maupun pasif. . Pemeriksaan penunjang diagnostic a. Pemeriksaan Rongent b. Scan tulang c. Arterssiogram d. Hitung darah lengkap e. Cretinin (Purwoko Susi, 2007)
. Manifestasi kIinik Ciri-ciri patah tulang antara lain: 1. Situasi sekitar menimbulkan dugaan bahwa telah terjadi cedera (tulang mencuat keluar kulit, pada fraktur terbuka) 2. Terasa nyeri yang menusuk pada area cidera 3. Terjadi pembengkakan, ini disebabkan oleh darah dan cairan tubuh lain yang mengumpul di sekitar area cidera . Kelainan bentuk dan pemendekkan, kadang-kadang kepatahan tulang menyebabkan bentuk yang tidak biasa atau pembengkokan dari bagian tubuh. 5. Hilangnya kemampuan gerak, penderita mungkin bisa sedikit mengerakkan bagian yang cidera, tetapi tidak bisa mengerakkan secara penuh. ( Purwoko Susi, 2007)
8. PenataIaksanaan Fraktur Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana mestinya. Proses penyembuhan memelurkan waktu minimal minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna. mobilisasi bisa dilakukan melalui: 1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang 2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah 3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul. . iksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi. mobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut, karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada tulang tertentu ( terutama patah tulang pinggul ), untuk mencapai penyembuhan total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama lagi.( Moh. Kartono, 2005) . Teoritis Keperawatan
1. PENGKAJIAN Aktifitas/Istirahat Tanda :Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena SirkuIasi :Hipertenci Takikardia (respon stress, hipovolemia) Nyeri/Kenyamanan Gejala :Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera Spasme/kram otot Neurosensori Gejala :hilang gerakan/sensasi Kebas/kesemutan Tanda :Deformitas lokal; pemendekan; rotasi; krepitasi Keamanan Tanda :Laserasi kulit,avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna :Pembengkakkan lokal
2.Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan fraktur 2. Resiko terhadap cedera berhubungan dgn kerusakan neurovascular,tekanan & disuse 3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan ADL
. Perencanaan Dx : Nyeri berhubungan dengan fraktur Tujuan : peredaan nyeri K. H. : Pasien menggambarkan kenyamanannya Intervensi RasionaI Kaji jenis dan lokasi nyeri serta ketidaknyamanan pasien nyeri akan kemungkinan akan dirasakan pada fraktur dan kerusakan jrgn lunak; spasme otot terjadi sebagai respon terhadap cedera dan immobilisasi Gunakan upaya mengontrol nyeri:ex a. Membidai dan menyangga daerah nyeri b. Melakukan perubahan posisi dengan perlahan c. Memberikan kompres es bila perlu d. Menganjurkan tekhnik relaksasi e. Berikan obat sesuai indikasi: narkotik dan analgesik a. Mencegah cedera selanjutnya b. Mengurangi spasme otot c. Es akan mengurangi nyeri, mengontrol perdarahan dan edema d. Memodifikasi pengalaman nyeri e. Diberikan menurunkan nyeri dan atau spasme otot Meminimalkan waktu extremitas yang cedera dalam posisi menggantung Pembengkakkan pada jaringan cedera bila posisi tergantung; pembengkakkan menyebabkan ketidaknyamanan
Dx :Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan neurovascular, tekanan Tujuan :Pencapaian penyembuhan tanpa komplikasi K. H. :Status neuravaskular sebelah distal fraktur tetap utuh Intervensi RasionaI Kaji kerusakan neurovaskulerex a. Bertambahnya nyeri b. Suhu kulit dingin c. Bertambahnya nyeri Penemuan awal masalah peredaran darah dan darah akibat sindrom komartemen diperlukan untuk mencegah hilangnya fungsi Ajarkan mengenai tanda dan gejala kerusakan neorovaskuler Pendidikan pasien diperlukan dalam partisipasi perawatan Kaji adanya kerusakan kulit: a. Abrasi kulit b. Keluarnya pus c. Sensasi iritasi Tekanan akibat gips dan peralatan dapat mengakibatkan kerusakan kulit
Dx :Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan ADL Tujuan :Pasien menunjukkan penyesuaian yang memuaskan terhadap perubahan kinerja aktifitas ADL K. H. :Mencapai tingkat perawatan diri yang sesuai di rumah
Intervensi RasionaI Dorong pasien mengekspresikan keprihatinan dan mendiskusikan cedera dan masalah yang berhubungan dengan cedera raktur akibat kecelakaan akan mempenga- ruhi kemampuan seseorang melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan dan perlu Orang lain dapat membantu pasien mengenai ADL Evaluasi kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dirumah Menyakinkan kemampuan pasien untuk menangani perawatan fraktur dirumah
DISLOKASI 1. DEFENISI Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth). Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (AriI Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut Iraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. . ETIOLOGI Dislokasi disebabkan oleh : 1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tear`ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang
!ATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). MANIFESTASI KLINIS
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. !EMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan Iossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi. KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasiIikasikan sebagai berikut : 1. Dislokasi congenital . Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi patologik . Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, inIeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatic . Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraI rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraI, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi : 1) Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2) Dislokasi Kronik 3) Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh Irekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello Iemoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / Iraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. KOM!LIKASI
KOMPLIKASI DINI 1) Cedera saraI : saraI aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut 2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak 3) Fraktur dislokasi
KOMPLIKASI LANJUT 1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi 2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid 3) Kelemahan otot !ENATALAKSANAAN
Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
KONSE! ASUHAN KE!ERAWATAN
PENGKAJIAN
Identitas dan keluhan utama Riwayat penyakit lalu Riwayat penyakit sekarang Riwayat masa pertumbuhan Pemeriksaan Iisik terutama masalah persendian : nyeri, deIormitas, Iungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan 2. Gangguan mobilitas Iisik berhubungan dengan deIormitas dan nyeri saat mobilisasi 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit 4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deIormitas dan perubahan bentuk tubuh.
INTERVENSI
Dx 1 Kaji skala nyeri Berikan posisi relaks pada pasien Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi Kolaborasi pemberian analgesic Dx 2 Kaji tingkat mobilisasi pasien Berikan latihan ROM Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan Dx. 3 Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya. Berikan inIormasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien Dx 4 Kaji konsep diri pasien Kembangkan BHSP dengan pasien Bantu pasien mengungkapkan masalahnya Bantu pasien mengatasi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth,2002, Keperawatan MedikaI edah, Edisi 8, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC Marilynn E. Doenges ect,2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC