You are on page 1of 11

www.perpustakaanislam.

com Proses tata cara pernikahan yang Islami Oleh : Salmah Machfoedz Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati. Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat. Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah I. Minta Pertimbangan Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya. II. Shalat Istikharah Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan. Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan. III. Khithbah (peminangan) Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu: 1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti

karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain). 2. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya. Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah) Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya. IV. Melihat Wanita yang Dipinang Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya." Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah: 1. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram. 2. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya. V. Aqad Nikah Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi: a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai. b. Adanya ijab qabul. Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa: Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa

sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya. c. Adanya Mahar (mas kawin) Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya. Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani) d. Adanya Wali Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim. e. Adanya Saksi-Saksi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557). Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat. VI. Walimah Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf: "....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar). Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu. Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:

"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii). Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang dibawakan oleh Anas radliallahu `anhu, katanya: Dari Anas radliallahu `anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan perang Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanad hasan, seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih Bukhari 7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65) 2. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai dengan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: "Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018). 3. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu `anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf: "Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini: Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89) Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak" sebagai ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah. Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal banin." Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?"

Aqil menjelaskan, ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan." Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 90) Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah Taala memberikan kelapangan bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan: 74). Maraji: - Fiqhul Marah Al-Muslimah, Ibrahim Muhammad Al-Jamal. - Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh Nashiruddin Al-Albani.

http://www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com/msg03718.html Lanjutan... Ahsanu 'amalan memiliki 2 syarat : 1. Niat atau tujuan diadakannya walimatul 'ursy (resepsi pernikahan) bukan untuk berfoya-foya, tetapi untuk diketahui oleh masyarakat sehingga tidak akan timbul fitnah. bukan pula untuk pamer (riya' atau sum'ah) akan tetapi untuk menghidupkan sunnah Rasulullah dengan melaksanakan pernikahan Islami, sehingga dapat dijadikan contoh oleh yang lain. Hal ini dikarenakan tata cara pernikahan Rasulullah saw (yang masyhur dijamannya) serta beberapa generasi sesudahnya sudah menjadi barang langka bahkn aneh. Bahkan sejumlah besar kaum muslimin menolak untuk membudayakannya dengan beranggapan bahwa hal tersebut hanya sekedar kebudayaan Arab dan bukan sunnah. Padahal, jika memang demikian halnya, Rasululla tidak akan menjadikan tata cara ini sebagai ciri khas pernikahan-pernikahannya (juga ketika menikah dengan wanita-wanita nonArab, seperti dengan Maria al Qibthiyah(mesir) atau Shafiyah binti Huyai bin Akhtab(Yahudi). Tetapi kalaulah cara seperti ini tetap dianggap sebagai "kebudayaan Arab", kebudayaan inilah yang lebih pantas kita ambil sebagai tata cara pernikahan ketimbang kebudayaan Barat, yang jelas-jelas sangat jauh dari nilai-nilai yang ada dalam Islam, seperti pakaian yang tidak menutup aurat secara sempurna, standing party (makan sambil berdiri), ataupun ikhtilat (bercampur baur tamu laki-laki dan perempuan) dll. Sebagian lagi mengakui bahwa pernikahanseperti ini adalah sunnah Rasulullah saw tetapi merka enggan membudayakannya dengan alasan tidak biasa atau cuma sekedar khawatir dicerca oleh kaum muslimin yang lain karena dianggap berani tampil beda. Padahal disinilah tantangannya, disaat orang lain tidak berani menghidupkan sunnah, kita harus berani menghidupkannya, jika ridha Allah yang ingin dicapai dan lagi pula siapa lagi yang akan memakai tata cara pernikahan Islami kalau bukan kita, ummat Islam sendiri ? 2. Pelaksanaan walimatul 'ursy (resepsi pernikahan) haruslah memperhatikan hal-hal berikut : a. Tidak mencampur adukkan antara tamu laki-laki dan perempuan, termasuk mempelai pria dan wanitanya. Tujuan dari hal ini adalah untuk menghindari timbulnya kesempatan berka'siyat /fitnah, karena kita telah ketahui bahwa baik mempelai wanita ataupun para tamu wanitanya akan tampil di luar kebiasaan sehari-hari, bahkan masih banyak diantara mereka tampil tidak Islami, pakaian yang tidak menutup aurat, make-up yang berlebihan dan parfum yang semerbak. Jika tamu laki-laki disatukan dengan mereka maka (na'udzubillah) akan timbullah kema'siyatan (mata, hati telinga hidung dll) dan akan sulit sekali mengamalkan perintah Allah swt untuk menundukkan pandangan (QS An Nuur :30-31). Belum lagi dengan campur baur ini akan membuka peluang untuk bersalaman dengan non-muhrim, padahal Rasulullah saw secara tegas melarang dengan sabdanya : "Tidak pernah aku menyentuh tangan perempuan asing (non muhrim)"(HR. Thabrani) b. Tidak menyajikan hiburan yang tidak Islami dan hidangan yang berlebih-lebihan. Seperti telah

disebutkan sebelumnya bahwa pernikahan adalah sebuah ibadah, maka kemurniannya harus dijaga jangan sampai tercampur baur antara ibadah dengan hiburan-hiburan yang tidak Islami dan hidangan yang berlebihan (yang bersifat kebhatilan). Allah swt berfirman : "Dan jangan campur baurkan yang haq dengan yang bathil, dan jangan menyembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui" (Al Baqarah :42) Mengapa hiburan seperti musik-musik bersyair yang membuat lalai dzikrullah dikatakan bathil?Karena Rasulullah bersabda : "Barangsiapa duduk (memandang) kepada penyanyi/penari wanita dan mendengarkannya, Allah akan menumpahkan timah mendidih dikedua telinganya dihari kiamat". (HR. Ibnu Asakir). Dan hadits lain menyatakan : "Sesungguhnya Allah swt mengutusku dan memerintahkan akau untuk menghapus alat-alat musik,khamr,dan berhala-berhala yang disembah dimasa jahiliyah"(HR. Ahmad) Kaum muslimin sebenarnya telah memiliki alternatif hiburan Islami yaitu nasyid (lagu-lagu yang syairnyamengingatkan manusia akan Allah dan keagungan-Nya) tanpa iringan alat musik (acapella) atau hanyadiiringi Duf (sejenis rebana yang diperbolehkan Rasulullah untiuk meramaikan walimah),tentu dengan batasan penyanyi wanita boleh tampil diahadapan para wanita, karena suara wanita yang bernasyid serta penampilan mereka adalah aurat bagi laki-laki non-muhrimnya. Untuk hidangan,hendaknya tidak tabdzir (boros) dan kurang jelas kemanfaatannya. 3. Hendaknya bagi parta tamu untuk memberikan doa kepada kedua mempelai dengan do'a yang diajarkan Rasulullah saw : "Semoga Allh melimpahkan berkah kepadamu, semoga Ia melimpahakan berkah atasmu dan menghimpun antara kalian di dalam kebaikan" (HR. Turmudzi) ILALLAHI Tujuan menikah hanyalah untuk mendapatkan ridha-Nya, bukan untuk tujuan-tujuan lain yang bersifat duniawi/materi. Dengan melaksnakan walimah yang Islami, yang memenuhi persyaratan-Nya lillahi, billahi, ilallahi, insya Allah akan diterima-Nya sebagai ibadah sekaligus mendapat ridha-Nya,Amin. Wassalaamu'alaikum. Wr.Wb Demikianlah ungkapan dari selebaran yang diselipkan di undangan walimatul 'ursy salah satu saudara kita di Karang Anyar, saya hanya sekedar menyampaikan informasi yang bermanfaat ini semoga bermanfaat sebagai kita semua dan dapat menjadi contoh bagi calon pengantin. Amin http://www.mail-archive.com/islam@ssi1.ssi.global.sharp.co.jp/msg01194.html

Persiapan Muslimah Menjelang Pernikahan Permasalahan dan Kiat-kiat Menghadapinya


February 20, 2006

Sebagai seorang muslimah, kita semua tentu mengharapkan pada saatnya nanti akan bertemu dengan pendamping yang akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga kita. Harapannya adalah, dapat membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawwadah warrahmah. Berikut ini adalah sebuah artikel yang bagus untuk disimak yang insya Allah bisa menjadi bekal bagi para muslimah pada khususnya, juga seluruh muslimin dan muslimat dimanapun berada pada umumnya, mengenai apa yang harus dipersiapkan menjelang pernikahan. Silahkan disimak. 1. Pendahuluan. Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan & keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan/ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan/kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi.

Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah. Dan bahkan Rosulullah SAW dalam sebuah hadits secara tegas memberikan ultimatum kepada ummatnya: Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku (H.R. Thabrani dan Baihaqi). 2. Persiapan Pra Nikah bagi muslimah . Seorang muslimah sholihah yang mengetahui urgensi dan ibadah pernikahan tentu saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang laki-laki sholih dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga samara (sakinah, mawaddah & rahmah) tidak tercipta begitu saja, melainkan butuh persiapan-persiapan yang memadai sebelum muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan. Nikah adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekwensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Terutama bagi seorang muslimah, salah satu ujian dalam kehidupan diri seorang muslimah adalah bernama pernikahan. Karena salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho suami. Oleh sebab itu seorang muslimah harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan menjelang memasuki lembaga pernikahan. Hal tersebut antara lain : A. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman) Dalam tiap diri muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu hari nanti akan dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Tetapi, bila kita ingat firman Allah dalam Alquran bahwa wanita yang keji, adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik. Wanitawanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik. (QS An-Nuur: 26). Bila dalam diri seorang muslimah memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang suami yang sholih, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi sholihah terlebih dahulu. Untuk menjadikan diri seorang muslimah sholihah, maka bekalilah diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasilah dengan akhlaq islami, tujuan nya bukan hanya semata untuk mencari jodoh, tetapi lebih kepada untuk beribadah mendapatkan ridhoNya. Dan media pernikahan adalah sebagai salah satu sarana untuk beribadah pula. B. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan) Pernikahan sebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala : meningkatkan pahala dari Allah, terutama dalam Shalat Dua rokaat dari orang yang telah menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang bujang (HR. Tamam). Pernikahan sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya. Pernikahan sebagai sarana tarbiyah (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat. C. Persiapan kepribadian Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus faham dan sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai

seorang qowwam/pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati & taati. Disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang sudah terbiasa mandiri, maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik sesuai dengan syariat Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan suami. Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar belakang, suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada persiapan jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami kita. D. Persiapan Fisik Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat. E. Persiapan Material Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi fihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka Allah akan mencukupkan rizki kepadanya. Allah menjadikan bagi kamu isteriisteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nimat Allah? (QS. 16:72) Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32). F. Persiapan Sosial Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak keluarga maupun di masyarakat. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabatkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,Q.S. An-Nissa: 36). Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (A hingga F) yang tersebut di atas itu tidak dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya. Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga kelak. 3. Pemahaman kriteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami - Utamakan laki-laki yang memiliki pemahaman agama yang baik - Bagaimana ibadah wajib laki-laki yang dimaksud - Sejauh mana konsistensi & semangatnya dalam menjalankan syariat Islam - Bagaimana akhlaq & kepribadiannya - Bagaimana lingkungan keluarga & teman-temannya Catatan : Seorang laki-laki yang sholih akan membawa kehidupan seorang wanita menjadi lebih baik, baik di dunia maupun kelak di akhirat . Sekufu

- Memudahkan proses dalam beradaptasi - Tapi ini tidak mutlak sifatnya, karena jodoh adalah rahasia Allah - Batasan-batasan siapa yang yang terlarang untuk menjadi suami (QS 4:23-24; QS2: 221) 4. Langkah-langkah yang ditempuh dalam kaitannya untuk memilih calon a. Menentukan kriteria calon pendamping (suami ). Diutamakan lelaki yang baik agamanya. b. Mengkondisikan orang tua dan keluarga , Kadang ketidaksiapan orang tua dan keluarga bila anak gadisnya menikah menjadi suatu kendala tersendiri bagi seorang muslimah untuk menuju proses pernikahan. Penyebab ketidak siapan itu kadang justru berasal dari diri muslimah itu sendiri, misalnya masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan, belum dapat bertanggung jawab dsb. Atau kadang dapat juga pengaruh dari lingkungan, seperti belum selesai kuliah (sarjana) tetapi sudah akan menikah. Hal-hal seperti ini harus diantisipasi jauh-jauh hari sebelumnya, agar pelaksanaan menuju pernikahan menjadi lancar. c. Mengkomunikasikan kesiapan untuk menikah dengan pihak-pihak yang dipercaya Kesiapan seorang muslimah dapat dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang dipercaya, agar dapat turut membantu langkah-langkah menuju proses selanjutnya. d. Taaruf (Berkenalan) , Proses taaruf sebaiknya dilakukan dengan cara Islami. Dalam Islam proses taaruf tidak sama dengan istilah pacaran. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan kondisi dua insan berlainan jenis yang khalwat atau berduaan. Yang mana dapat membuka peluang terjadinya saling pandang atau bahkan saling sentuh, yang sudah jelas semuanya tidak diatur dalam Islam. Allah SWT berfirman Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk QS 17:32). Rasulullah SAW bersabda : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim). Bila kita menginginkan pernikahan kita terbingkai dalam ajaran Islami, maka semua proses yang menyertainya, seperti mulai dari mencari pasangan haruslah diupayakan dengan cara yang ihsan & islami. e. Bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait , Bila setelah proses taaruf terlewati, dan hendak dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka selanjutnya dapat melangkah untuk mulai bermusyawarah dengan pihak-pihak yang terkait. f. Istikhoroh , Daya nalar manusia dalam menilai sesuatu dapat salah, untuk itu sebagai seorang msulimah yang senantiasa bersandar pada ketentuan Allah, sudah sebaiknya bila meminta petunjuk dari Allah SWT. Bila calon tersebut baik bagi diri muslimah, agama dan penghidupannya, Allah akan mendekatkan, dan bila sebaliknya maka akan dijauhkan. Dalam hal ini, apapun kelak yang terjadi, maka sikap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap taqdir Allah harus diutamakan. g. Khitbah , Jika keputusan telah diambil, dan sebelum menginjak pelaksanaan nikah, maka harus didahului oleh pelaksanaan khitbah. Yaitu penawaran atau permintaan dari laki-laki kepada wali dan keluarga fihak wanita. Dalam Islam, wanita yang sudah dikhitbah oleh seorang lelaki, maka tidak boleh untuk dikhitbah oleh lelaki yang lain. Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,Janganlah kamu mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah saudaranya, sampai yang mengkhitbah itu meninggalkannya atau memberinya izin (HR. Muttafaq alaihi). 5. Pentingnya mempelajari tata cara nikah sesuai dengan anjuran & syariat Islam Sebenarnya tata cara pernikahan dalam Islam sangatlah sederhana dibandingkan tata cara pernikahan adata atau agama lain. Karena Islam sangat menginginkan kemudahan bagi pelakunya. Untuk itu memahami tata cara pernikahan yg islami menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi calon pasangan muslim. Dengan melaksanakan secara Islami, maka sebisa mungkin untuk menghindarkan diri dari kebiasaan-kebiasaan tata cara pernikahan yang berbau syirik menyekutukan Allah). Karena

hanya kepada Allah SWT sajalah kita memohon kelancaran, kemudahan, keselamatan dan kelanggengan pernikahan nanti. Untuk beberapa hal yang harus kita ketahui tentang tatacara nikah adalah masalah sbb: a. Dewasa (baligh) & Sadar b. Wali , Tidak ada nikah kecuali dengan wali (HR.Tirmidzi J.II Bukhari Muslim dalam Kitabu Nikah), c. Mahar , Berikanlah mahar kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan (QS: 4:4) - Semakin ringan mahar semakin baik. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Uqbah bin Amir : Sebaik-baiknya mahar adalah paling ringan (nilainya). - Bila tak memiliki materi, boleh berupa jasa. Semisal jasa mengajarkan beberapa ayat al-Quran atau ilmu-ilmu agama lainnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah berkata kepada seorang pemuda yang dinikahkannya : Telah aku nikahkan engkau dengannya (wanita) dengan mahar apa yang engkau miliki dari Al-Quran (HR. Bukhari dan Muslim) d. Adanya dua orang saksi e. Proses Ijab Qobul , Proses Ijab Qabul adalah proses perpindahan perwalian dari Ayah/Wali wanita kepada suaminya. Dan untuk kedepannya makan yang bertanggung jawab terhadap diri wanita itu adalah suaminya. Syarat-syarat diatas adalah ketentuan yang harus dipenuhi dalam syarat sahnya prosesi suatu pernikahan. Selain itu dianjurkan untuk mengadakan walimatul ursy, dimana pasangan mempelai sebaiknya diperkenalkan kepada keluarga dan lingkungan sekitar bahwa mereka telah resmi menjadi pasangan suami isteri, sebagai antisipasi terjadinya fitnah. 6. Permasalahan seputar masalah persiapan nikah a. Sudah siap, tetapi jodoh tidak kunjung datang Rahasia jodoh adalah hanya milik Allah, tidak ada satu orangpun yang dapat meramalkan bila jodohnya datang. Sikap husnuzhon amat diutamakan dalam fase menunggu ini. Sembari terus berikhtiar dengan cara meminta bantuan orang-orang yang terpercaya dan berdoa memohon pertolongan Allah. Juga upayakan senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. Hindari diri dari berangan-angan, isilah waktu oleh kegiatankegiatan positif . b. Belum siap, tetapi sudah datang tawaran Introspeksi diri, apakah yang membuat diri belum siap ?. Cari penyebab ketidak siapan itu, tingkatkan kepercayaan diri dan fikirkan solusinya. Sangat baik bila mengkomunikasikan masalah ini dengan orang-orang yang dipercaya, sehingga diharapkan dapat membantu proses penyiapan diri. Sembari terus banyak mengkaji urgensi tentang pernikahan berikut hikmah-hikmah yang ada di dalamnya. 7. Penutup Agama Islam sudah sedemikian dimudahkan oleh Allah SWT, tetap masih saja ada orang yang merasakan berat dalam melaksanakannya karena ketidak tahuan mereka. Allah Taala telah berfirman: Allah menghendaki kemmudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu (Q.S. Al-Baqarah : 185) Kita lihat, betapa Islam menghendaki kemudahan dalam proses pernikahan. Proses pemilihan jodoh, dalam peminangan, dalam urusan mahar dan juga dalam melaksanakan akad nikah. Demikianlah beberapa pandangan tentang persiapan pernikahan dan berbagai problematikanya, juga beberapa kiat untuk mengantisipasinya. Insyallah, jika ummat Islam mengikuti jalan yang telah digariskan Allah SWT kepadanya, niscaya mereka akan hidup dibawah naungan Islam yang mulia ini dengan penuh ketenangan dan kedamaian . Wallahualamu bi showab. Penyusun: oleh Rini Fura Kirana M.Eng Dikirim oleh: Fuan, dari sebuah seminar yang diikutinya.

http://gusti.blogsome.com/2006/02/20/persiapan-muslimah-menjelang-pernikahan-permasalahandan-kiat-kiat-menghadapinya/

You might also like