You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hadits berfungsi menjelaskan, mengukuhkan serta 'melengkapi' firman

Allah SWT yang terdapat dalam Al-Quran. Di antara berbagai macam hadits itu, ada istilah Hadits Dha'f. Dalam pengamalannya, terjadi silang pendapat di antara ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak membenarkan untuk mengamalkan Hadts Dha'if. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah sebenarnya yang disebut Hadits Dha'if itu? Benarkah kita tidak boleh mengamalkan Hadits Dha'if? Secara umum Hadits itu ada tiga macam. Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah SAW, tidak memiliki kekurangan serta tidak syadz (menyalahi aturan umum). Para ulama sepakat bahwa hadits ini dapat dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, aqidah dan lainnya. Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih. Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan.

BAB II HADITS DHAIF A. Kriteria Hadits Daif Hadits dhaif menurut bahasa berarti hadits yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah. Para Ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif:

Artinya: Hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan. Kriteria hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits sahih dan hasan. Dengan demikian, hadits daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan. Pada hadits daif terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW. Kehatia-hatian para ahli hadits dalam menerima hadits sehingga mereka menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai alasan yang cukup untuk menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal tidak adanya petunjuk atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang pasti atas adanya kesalahan atau kedustaan dalam periwayatan hadits, seperti kedaifan haduts yang disebabkan rendahnya daya hapal rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan suatu hadits, padahal sebetulnya ia jujur dan dapat dipercaya. Hal ini tidak memastikan bahwa rawi itu salah pula dalam meriwatkan hadits yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar. Akan tetapi karena ada kekhawatiran yang cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk menolaknya.

B. Macam-Macam Hadits Dhaif Berdasarkan kepada sebab-sebab ke-Dhaif-an suatu hadits, hadits dhaif terbagi kepada beberapa macam, yaitu: 1. a. Pembagian hadits dhaif ditinjau dari segi terputusnya sanad. Hadits Muallaq. Pengertiannya Secara etimologi kata muallaq adalah isim maful dari kata allaqa, yang berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung. Pengertian hadits muallaq menurut ilmu hadits adalah: Ditinjau dari segi terputusnya sanad, hadits dhaif terbagi kepada:

(Yaitu) Hadits yang dihapus dari awal sanad-nya seorang perawi atau lebih secara berturut-turut. Bentuk hadits muallaq 1. 2. Bahwa mukharrij hadits langsung berkata: Rasul SAW

Pada umumnya hadits muallaq bisa berbentuk seperti: bersabda.atau Mukharrij hadits menghapus seluruh sanadnya, kecuali sahabat, atau sahabat dan Tabiin Contoh Hadits Muallaq:

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari pada mukaddimah bab mengenai Menutupi Paha,berkata Abu Musa,Rasulullah SAW menutupi kedua lutut beliau ketika Utsman masuk.

Hukum Hadits Muallaq

Hadits muallaq hukumnya adalah mardud ( tertolak ), karena tidak terpenuhinya salah satu syarat qabul, yaitu persambungan sanad, yang dalam hal ini adalah dihapuskannya satu orang perawi atau lebih dari sanad-nya, sementara keadaan perawi yang dihapuskan tersebut tidak diketahui. b. Pengertiannya Secara bahasa kata mursal adalah isim maful dari arsala, yang berarti athlaqa, yaitu melepaskan atau membebaskan. Dalam hal ini adlah melepaskan isnad dan tidak menghubungkannya dengan seorang perawi yang dikenal. Sedangkan menurut ilmu hadits adalah: Hadits Mursal

(Hadits Mursal) adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perwai sesudah tabii. Atau,

Yaitu hadits yang diangkatkan oleh tabii kepada Rasul SAW dari perkataan atau perbuatan atau taqrir beliau, baik tabii itu, tabii kecil atau tabii besar. Contoh hadits Mursal

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahih-nya pada bagian Jual Beli ( Kitab al-Buyu) dia berkata, Telah menceritakan kepadaku Muhamad Ibn Rafii, telah menceritakan kepada kami Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibn Syihab dari Said Ibn

al-Musayyab, bahwa Rasulullah SAW melarang menjual buah kurma yang masih berada di pohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan. Hukum Hadits Mursal

Pada dasarnya hukum hadits mursal adalah dhaif dan ditolak (mardud). Hal tersebut adalah karena kurangnya (hilangnya) salah satu syarat ke-shahih-an dan syarat diterimanya suatu hadits, yaitu persambungan sanad. Selain itu juga karena tidak dikenalnya (majhul) tentang keadaan perawi yang dihilangkan tersebut, sebab boleh jadi perawi yang dihilangkan itu adalah bukan sahabat. c. Hadits Mudhal Pengertiannya Secara etimologi, kata mudhal adalah isim maful dari kata adhala yang berarti aya, yaitu, menjadikan sesuatu menjadi problematic atau misterius. Sedangkan pengertiannya secara terminology adalah:

Hadits yang gugur dari sanad-nya dua orang perawi atau lebih secara berturutturut. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa hadits mudhal adalah setiap hadits yang gugur dua orang perawi atau lebih dari sanadn-nya secara berturutturut, baik itu terjadi di awal, di pertengahan atau diakhir sanad. Contoh Hadits Mudhal Salah satu contohnya adalah hadits imam Malik yang termuat di dalam kitabnya al-muwaththa yang berbunyi:

Telah menceritakan kepada Malik, bahwa sanya telah sampai kepadanya berita bahwa Abu Hurairah berkata; Rasulullah SAW bersabda, Hak bagi hamba adalah makanannya dan pakaiannya secara baik (maruf).

Hukum Hadits Mudhal Para ulama sepakat menyatakan bahwa hukum hadits mudhal ini adalah

dhaif. Bahkan keadaaanya lebih buruk dari hadits mursal dan hadits munqathi, karena perawi yang gugur di dalam sanad-nya lebih banyak. d. Hadits Munqathi Pengertiannya Kata munqathi adalah isim fail dari al-inqitha, yaitu lawan dari alittishal, yang berarti terputus. Menurut istilah ilmu hadits, al-munqathi berarti:

Hadits munqathi adalah hadits yang tidak bersambung sanad-nya, dan keterputusan sanad tersebut bisa terjadi di mana saja Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa setiap hadits yang terputus sanad-nya dibagian mana saja, baik di awal, diakhir, atau di pertengahannya, dinamai dengan hadits munqathi. Dengan demikian termasuk kedalam jenis hadits munqathi adalah hadits mursal, muallaq dan mudhal. Contoh Hadits Munqathi

Hadits yang diriwayatkan oleh Abd al-Razzaq dari al-Tsauri dari Abi Ishaq dari zaid ibn Yutsi dari Huzaifah yang menyatakannya sebagai Hadits Marfu(berasal dari Nabi SAW): Jika kamu mengangkat Abu Bakar (sebagai pemimpin), maka dia adalah seorang yang kuat dan terpercaya. Pada sanad hadits di atas terdapat satu orang perawi yang digugurkan dipertengahan sanad tersebut, yaitu syuraik. Syuraik seharusnya ada di antara Al-Tsauri dan Abu Ishak, karena Al-Tsauri tidak mendengar hadits dari Abu Ishak secara langsung, namun dia mendengarnya melalui perantaraan Syuraik, dan Syuraiklah yang mendengarnya dari Abu Ishak.

HAdits seperti di atas adalah munqathi dan tidak dapat dinamakan mursal, muallaq, dan mudhal. Hukum Hadits Munqathi Para ulama hadits sepakat menyatakan bahwa hadits munqathi hukumnya adalah dhaif, karena tidak diketahuinya keadaan perawi yang digugurkan. e. Hadits Mudallas Pengertiannya Kata mudallas adalah isim maful dari tadlis, yang secara etimologi berarti menyembunyikan cacat barang yang dijual dari si pembeli. Kata al-dalsu mengandung arti gelap atau berbaur dengan gelap. Pengertiannya dalam ilmu hadits adalah:

Menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkannya pada lahirnya seperti baik. Pembagian Hadits Mudallas Mudallas terbagi dua, yaitu: (i) Tadlis al-isnad, dan (ii) Tadlis alSyuyukh. (i) Tadlis al-Isnad, yaitu:

Bahwa sseorang perawi meriwayatkan hadits dari orang yang semasa dengannyanyangg hadits tersebut tidak didengarnya dari orang itu namun seolah-olah dia mendengarnya dari orang itu dengan menggunakan perkataan Berkata si Fulan atau dari si Fulan, dan yang seumpamanya.

Boleh jadi dia menggugurkan gurunya, atau orang lain, yang dhaif atau masih kecil, agar hadits tersebut di pandang baik. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan tadlis al-isnad adalah bahwa seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang guru yang telah/pernah mengajarkan beberapa hadits kepadanya. Namun, hadits yang ditadlisnya itu tidak diperolehnya dari guru tersebut tetapi dari guru lain yang kemudian guru itu digugurkannya (disembunyikannya). (ii) Tadlis al-syuyukh, yaitu:

Seorang perawi memberi nama, gelar, nisbah atau sifat kepada gurunya dengan sesuatu nama atau gelar yang tidak dikenal. i. Hukum Hadits Mudallas Tadlis al-isnad adalah dicela oleh ulama hadits, bahkan di antara mereka ada yang menyatakan perbuatan tadlis itu adalah saudaranya perbuatan bohong. ii. Adapun tadlis al-syuyukh, hukumnya lebih ringan dari yang pertama, karena tidak ada perawi yang digugurkan padanya. Akan tetapi, perbuatan tersebut tetap tercela, karena dapat mengacaukan pemahaman orang yang mendengar terhadap perawi hadits dimaksud. 2. dimiliki perawinya a. Hadist Matruk Pengertiannya Suatu hadits yang perawinya mempunyai cacat al-tuhmah bi al-kadzib, tertuduh dusta, yaitu peringkat kedua terburuk sesudah al-kadzib, pembohong atau pendusta, disebut hadits matruk. Pembagian hadits dhaif ditinjau dari segi cacat yang

Hukum hadits mudallas ini sesuai dengan pembagian di atas adalah:

Yang dimaksud dengan hadits matruk dalam istilah ilmu hadits adalah

Yaitu hadits yang terdapat pada sanad-nya perwai yang tertuduh dusta. Contoh Hadits Matruk Di antaranya contohnya adalah sebagai berikut:

Hadits Amr ibn Syamr al-Jafi al-Kufi al-Syii dari Jabir dari Abi al-Thufail dari Ali dan Ammar, keduanya berkata, Adalah Nabi SAW berkunut pada Shalat shubuh dan bertakbir pada hari arafah mulai dari shalat shubuh dan berakhir pada waktu shalat ashar di hari tasyriq. Hukum Hadits Matruk Hadits matruk adalah hadits dhaif yang paling buruk keadaannya sesudah hadits mawdhu. Ibn Hajar menyatakan bahwa hadits dhaif yang paling buruk keadaannya adalah hadits maudhu, dan setelah itu hadits matruk, kemudian hadits munkar, hadits muallal, hadits mudraj, hadits maqlub dan hadits mudhtharib. b. Hadits Munkar Pengertiannya Hadits munkar adalah hadits yang perawinya memiliki cacat dalam kadar sangat kelirunya atau nyata kefasikannya. Para ulama hadits memberikan definisi yang bervariasi tentang hadits munkar ini, diantaranya ada dua definisi yang sering dipergunakan yaitu:

Hadits yang terdapat pada sanad-nya

seorang perawi yang sangat

kelirunya atau sering kali lalai dan terlihat kefasikannya secara nyata.

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dhaif yang hadits tersebut berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat. c. Hadits Muallal Pengertiannya Hadits muallal adalah hadits yang perawinya cacat karena al-wahm, yaitu banyaknya dugaan atau sangkaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat. Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah muttashil (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi (terputus), atau dia men-irsal-kan yang muttashil, me-mauquf-kan yang marfu, dan sebagainya.

d.

Hadits Mudraj Pengertiannya Secara etimologi, kata idraj berarti memasukkan sesuatu kepada sesuatu yang lain dan menggabungkannya dengan yang lain itu. Dengan demikian maka hadits mudraj adalah hadits yang terdapat padanya tambahan yang bukan bagian dari hadits tersebut. i. ii. Pembagiannya Mudraj Al-Isnad Mudraj Al-Matan Hadits Maqlub Hadits maqlub adalah: Pengertiannya

e.

10

Mengganti suatu lafaz dengan lafaz yang lain pada sanad hadits atau pada matan-nya dengan cara mendahulukan atau menkemudiankan-nya. Maqlub terbagi kepada dua macam, yaitu: a. hadits. b. hadits. Hukum Hadits Maqlub Hadits maqlub ini hukumnya adalah dhaif dan karenanya tertolak serta tidak dapat dijadikan dalil dalam beramal dan untuk merumuskan sesuatu hukum, adapun pelakunya, apabila dia melakukan dengan sengaja, maka hukumnya haram dan perbuatannya itu sama dengan pembuat hadits maudhu (palsu). Namun, apabila dilakukan karena kelalaiannya, maka riwayatnya tidak diterima dan jadilah dia perawi yang cacat. f. Pengertiannya Kata mudhtharib berasal dari kata al-idhthirab, yang berarti rusaknya susunan dan keteraturan sesuatu. Dalam istilah ilmu hadits pengertian Mudhtharib adalah : Hadits Mudhtharib Maqlub Matan, yaitu penggantian yang terjadi pada matan Maqlub Sanad, yaitu penggantian yang terjadi pada sanad

Hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berlawanan yang masing-masing sama kuat. Hukum Hadits Mudhtharib Hukum hadits Mudhtharib adalah dhaif, karena terdapatnya perbedaan dan pertentangan dalam periwayatan hadits tersebut, yang hal ini merupakan

11

indikasi bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabith. Sementara adanya sifat al-dhabith adalah merupakan syarat dari hadits shahih dan hasan.

g. Pengertiannya

Hadits Mushahhaf Secara etimologi, kata al-tashhif mengadung arti kesalahan yang terjadi apada catatan atau pada bacaan terhadap suatu catatan. Sedangkan pengertiannya secara terminology adalah:

Mengubah kalimat yang terdapat pada suatu hadits menjadi kalimat yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat, baik secara lafaz maupun maknanya. h. Pengertiannya Secara etimologi, kata syads adalah isim fail dari kata syadzdza yang berarti menyendiri dari kebanyakan. Sedangkan secara terminology, pengertian syads adalah: Hadits Syads

Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, namun bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih tsiqat atau lebih baik dari padanya. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa hadits Syads adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorang yang adil dan sempurna ke-dhabith-annya, akan tetapi hadits tersebut berlawanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih adil dan lebih dhabith

12

dari perawi pertama tadi. Hadits yang berlawanan dengan hadits syads tersebut disebut dengan hadits mahfuzh. Hukum Hadits Syadz Hukum hadits syads adalah mardud, yaitu ditolak, sedangkan hadits mahfuzh, yaitu sebagai lawan dari syadz tersebut, hukumnya adalah maqbul, yaitu diterima. BAB III KESIMPULAN Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Dan dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syariat. Dan sungguh hikmah Allah, Dzat yang Maha Mengetahui menetapkan, untuk tidak meninggalkan hadits-hadits yang dibuat oleh orang-orang yang berpaling dari kebenaran, untuk tujuan yang bermacam-macam. Hadits itu berjalan di antara kaum muslimin tanpa ada yang mendatangkan dalam hadits-hadits itu orang yang (dapat) menyingkapkan penutup hakikatnya, dan menerangkan kepada manusia tentang perkara mereka. (Orang yang dimaksud tersebut adalah) Imam-Imam ahli hadits, yang membawa panji-panji sunnah nabawiyyah, dimana Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berdoa bagi mereka dengan sabdanya : Artinya : Semoga Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, lalu menjaga, menghafal dan menyampaikannya. Karena bisa jadi orang yang membawa pengetahuan tidak lebih faham dari orang yang disampaikan. [Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi (dan beliau menshahihkannya) dan Ibnu Hibban dalam shahihnya] Para ulama ahli hadits telah menerangkan keadaan sebagaian besar haditshadits itu, baik itu shahihnya maupun dhaifnya. Dan menetapkan dasar-dasar ilmu hadits, membuat kaidah-kaidah ilmu hadits. Barang siapa mendalami ilmu-ilmu itu dan 13

memperdalam pengetahuan tentangnya, dia akan mengetahui derajat suatu hadits, walaupun hadist itu tidak dijelaskan oleh mereka. Yang demikian itu adalah (dengan) Ilmu Ushulul Hadits atau Ilmu Musthala Hadits.

DAFTAR PUSTAKA Nawir, Yuslem. Ulumul Hadits. PT. Mutiara Sumber Widya.1998 http://www.almanhaj.or.id http://tajmahalelbarosi.blogspot.com http://www.scribd.com

14

You might also like