You are on page 1of 8

STROKE IN EVOLUTION

I.

Defenisi Stroke in evolution merupakan suatu kondisi defisit neurologis yang meningkat selama 24-48 jam, menunjukkan suatu pembesaran infark (blockage arteri) atau edema progresif (swelling), biasanya di daerah arteri cerebral media.1 Berdasarkan gejala klinis, Infark serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu Infark aterotrombotik (aterotromboli), Infark kardioemboli, dan Infark lakuner. Menurut Warlow, dari penelitia pada populasi masyarakat, Infark aterotrombotik merupakan penyebab stroke yang paling sering terjadi, yaitu ditemukan pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakranial2

II. Epidemiologi dan Insiden Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kemtian tersering ketiga di negara Amerika. Menurut American Heart Association (AHA), diperkirakan 3 juta penderita Stroke per tahun. Sedangkan angka kematian penderita Stroke di Amerika adalah 50-100 per 100.000 penderita per tahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5 % per tahun. Beerapa penelitian mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh kontrol yang baik terhadap faktor resiko penyakit stroke.2 Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.2

III. Etiologi Penyebab stroke in evolution sering dikaitkan dengan penyebaran trombus pada arteri karotis. Penyebab lain yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya stroke in evolution adalah;
1

- Stroke enlargement (arterial stenosis atau oklusi dengan perfusi yang buruk) Hal ini terjadi apabila terdapat stenosis atau oklusi pembuluh darah dan perubahan hemodinamik tubuh dengan berbagai alasan. Tidak ada data pasti yang mendukung bahwa antikoagulasi dapat mencegah memburuknya hemodinamik, meskipun banyak klinisi yang menggunakan antikoagulasi dengan heparin. Bahkan, dianggap sebagai pengobatan terbaik untuk mengobati penyebab awal stenosis/ oklusi. Pendekatan yang dilakukan harus bersifat pencegahan daripada pengobatan setelah timbul kerusakan (deterioration). Kuncinya adalah melakukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi stenosis/ oklusi dengan menggunakan TCD (Transcranial Doppler),CT (Comuted Tomography) angiography, atau MRI ((Magnetic Resonance Imaging) misalnya; menemukan pasien resiko tinggi lebih awal). Pasien dengan defisit neurologis minor tetapi abnormal pada TCD atau MRA adalah pasien dengan resiko progresifitas tertinggi. - Penurunan tekanan perfusi Sejak autoregulasi telah hilang pada daerah iskemik otak, pengurangan apapun pada tekanan darah akan menurunkan aliran darah ke daerah penumbra, yang secara potensial menyebabkan semakin memburuknya defisit neurologis. Hal ini terbukti pada stroke kortikal dan subkortikal. Yang terakhir memiliki hubungan dengan aliran darah kolateral dan dapat menyebabkan resiko utama terjadinya hypoperfusion yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan (deterioration). Intinya, mean arterial pressure (MAP) harus dipertahankan pada level pre-stroke (seperti aturan umum, setidaknya 130 mmHg pada pasien dengan hypertensi, dan 110 pada pasien dengan normotensi) pada 24 jam pertama, dan jika MAP turun dibawah dari level ini dan pasien memburuk, MAP harus ditingkatkan dengan bolus cairan. - Strok rekuren (tidak umum) Beberapa pasien dapat mengalami strok rekuren. Pada pasien dengan atrial fibrillation, resiko strok rekuren telah dilaporkan sekitar 5-8% pada 2 pekan pertama. Edema serebral dan massa, tranformasi hemoragik, kelainan metabolik (penurunan saturasi O2, cardiac output, sodium; peningkatan glukosa; demam, obat

sedatif, dan lain-lain) dan kejang (seizure) merupakan penyebab lain yang mungkin dapat menyebabkan strok in evolusi.3,6

IV. Patomekanisme Pada dasarnya infark serebri meliputi dua proses patofisiologi, yaitu suplai oksigen dan glukosa berkurang menyebabkan oklusi pembuluh darah, dimana sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis. Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan NaK ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan
3

struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai

pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi Pengumpalan cairan. Sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serebral ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy). Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
4

berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.2

V. Gejala klinis Yang perlu menjadi perhatian bahwa, stroke in evolution adalah stroke dengan gejala neurologik makin lama makin jelek. Dimana kejadiannya tidak lebih dari 2448 jam. Gejala- gejala penyumbatan sistem karotis a. Gejala penyumbatan arteri karotis interna Buta mendadak (amaurosis fugaks) Disfagia bila gangguan terletak pada sisi dominan Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom horner pada sisi sumbtan

b. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior Hemiparese kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. Gangguan mental (jik lesi di frontal) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh Inkontinensia Bisa kejang-kejang

c. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri media Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal maka engan lebih menonjol Hemihipestesia Gangguan fungsi luhur pada korteks hemifer dominan yang terserang, anatara lain afasia motorik/sensorik d. Gangguan pada kedua sisi Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada keedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskuler dengan gejala: hemiplegi dupleks, sukar menelan, gangguan emosional (mudah menangis)

Gejala gejala gangguan sistem vertebrobasiler a. Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior: Hemianopsia homonim kontralateral pada sisi lesi Hemiparesis kontralateral Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa getar) kontralateral (hemianestesia) Bila salah satu cabang ke talamus tersumbat, timbullah sindrom talamikus, yakni: Nyeri talamik, suatu rasa nyeri terus menerus dan sukar dihilangkan; pada pemeriksaan raba terdapat anestesia, tetapi pada tes tusukan timbul rasa nyeri (anestesia dolorosa), b. Hemikhorea, disertai hemiparesis, disebut Sindrom Dejerine Marie Gangguan/sumbatan pada arteri vertebralis: Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi simdrom walenberg. Sumbatan pada sisi yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan gejala. c. Sumbatan /gangguan pada a. Serebeli posterior inferior Sindrom wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai disisi yang sama, gangguan N. II, dan refleks korneaa hilang pada sisi yang sama. Selain itu, dapat pula terjadi: d. Sindrom horner sesisi dengan lesi Disfagia, apabila infark mengenai nukleus ambiguus ipsilateral Nistagmus, jika terjadi infark pada nukleus vestibularis Hemihipestesia alternans.

Sumbatan/ gangguan pada cabang kecil a. Basilaris ( a. Paramedian) ialah paresis nervi kraniales yang nukleusnya terletak ditengah-tengah N III, N VI, dan N XII, disertai hemiparesis kontralteral.

Sindrom Di Batang Otak A. Mesensefalon: Sindrom weber berupa, paralisis N.III dengan hemiplegia kontralateral, disebut hemiplesia alternans N. III. Sindrom arteri basiler: sumbatan total menimbulkan hemiplegia dupleks dan kelumpuhan otot-otot bulbar (Bulbar Palsy).

B. Pons: Sindrom Foville: hemiparese kontralateral, dan konjugasi ke sisi lesi. Sindrom millard Goebler: hemiparesis kontralateral, parsi N. VII ipsilateral, dan konjugasi ke sisi lesi. C. Medula Oblongata: Sindrom wallenberg, dengan gejala-gejala: Vertigo, muntah, disertai cgukan Analgesi dan termoanstesi wajah homolateral, dan pada badan dan anggota gerak pada sisi kontralateral. Sindrom hormer Disfagia Gejala serebelar berupaa ataksia, hipotoni dan nistagmus homolateral.7

VI. Diagnosis 1. Anamnesis Peredaran darah otak dilakukan oleh dua sistem yaitu vertebro-basilar dan karotis. Vaskularisasi sistem-basilar ke batang otak, serebellum, talamus dan lobus medio-inferior temporalis sedangkan bagian lain di vaskularisai oleh sistem karotis. Manifestasi klinis tiap daerah pada otak mempunyai ciri-ciri tersendiri, disebabkan gangguan peredaran darah dengan akibat perubahan metabolik maupun perubahan struktural yang menetap. 8 Untuk mengetahui apakah penderita datang dengan stroke atau bukan maka dapat ditanyakan tentang; waktu serangan, bentuk serangan, tekanan darah saat serangan, keadaan saat serangan, nyeri kepala, muntah maupun kesadaran saat serangan.8 2. Pemeriksaan Fisik5 Pada pemeriksaan fisik maka dilakukan penilaian tingkat kesadaran, pernapasan, suhu, tekanan darah, denyut nadi, gizi, anemi, sianosis, paru dan jantung. Serta dilakukan pemeriksaan neurologis untuk mengetahui apakah terdapat kaku kuduk untuk mengetahui adanya perdarahan sub arachnoid, nervus cranial, motorik, sensorik, dan otonom dari penderita.9 3. Blood tests (Ca2+ hipo atau hiperkalsemia mungkin disebabkan defisit fokal)

CBC, Ca2+ (Hipo atau hipercalcemia dapat menyebabkan defisit fokal), Elektrolit, kreatinin, LFT, Glukosa, kolestrol., kultur darah, 4. Analisis urin (diabetes) Diabetes, hematuria, pada endocarditis atau vaskulitis) 5. Echocardiogram 6. Radiologi : CT-Scan A B

VII.Penatalaksanaan 1. Thrombolysis Intravenous rtPA diberikan dalam 3 jam memperbaiki functional outcome Thrombolytic candidates dengan syarat TD <185/ 110 sebelum pengobatan dan <185/105 setelah pemberian terapi trombolitik Intra-arterial (IA) thrombolysis

2. Anti Platelet Drugs (Aspirin dimulai dari 48 jam untuk mengurangi Strok rekuren), dosis yang diberikan 160-325 mg/hari 3. Surgery (Hemicraniectomy) pada peningkatan tekanan intrakranial.6

You might also like