You are on page 1of 16

Perkembangan Peserta Didik

PERBEMBANGAN MORAL REMADA


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

|!^'^| -
'1 |.|'. '+,
|..'. '+,
'$.|^^.' '++,
$. $.'. '++,
.' '|1!|'1 '+6,







JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA A zoo
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
zoxx
% PENGN%#
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun pembahasan yang kami bahas
pada makalah ini adalah 'Perkembangan Moral Remaja .
Makalah ini kami buat bertujuan untuk membantu teman-teman dalam mengetahui
bagaimana perkembangan moral remaja dewasa ini dan Iaktor-Iaktor yang mempengaruhi
perkembangan remaja.
Kami mengharapkan makalah ini dapat bermanIaat bagi teman-teman dan orang yang
membacanya.
Keterbatasan kami dalam menulis makalah ini, memungkinkan adanya kelemahan-
kelemahan yang terdapat dalam makalah ini. Dengan tangan terbuka kami mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca, teman-teman serta dosen dalam penyempurnaan makalah
ini.
Demikianlah makalah ini. Dan kami ucapkan terima kasih.

Medan, November 2011
Penulis

Kelompok 6








I
PENDHULUN
1. Latar 0akang
$alah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa
yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi didorong dan diancam
hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang
diawali dengan matangnya organ-organ Iisik (seksual) sehingga mampu berproduksi.
$alzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung
(dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Akhir-akhir ini, remaja menjadi Ienomenal untuk dikaji dan diteliti oleh banyak
kalangan khususnya dalam persoalan moral dan perilakunya, ada perbedaan moral dan sikap
yang dimiliki oleh remaja pada masa sekarang dengan remaja pada masa dahulu, inilah yang
menjadikan alasan kenapa remaja menjadi obyek yang Ienomenal untuk diteliti dan dikaji.
Remaja pada masa dahulu lebih mengedepankan moral dan sikapnya dibandingkan dengan
ego (naIsu), sehingga muncul dalam pola tindaknya kesopanan dalam bergaul, menghormati
orang yang lebih tua, memiliki tutur kata yang lembut dan lain sebagainnya. Tetapi
sebaliknya, remaja pada masa sekarang lebih mengedepankan egonya dari pada nilai moral
dan sikap, sehingga yang muncul adalah sikap mau menang sendiri, tidak mau disalahkan
meskipun dalam keadaan yang bersalah dan tidak mau menghormati orang lain.
Terjadinya perbedaan pola sikap dan pola tindak remaja masa sekarang dengan
remaja masa dahulu tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Ronald Robertson, mengatakan
dalam Globalization, $ocial Theory and Global Culture, bahwa globalisasi merupakan
karakteristik hubungan antara penduduk bumi ini yang melampau batas-batas konvensional,
seperti bangsa dan negara. Dalam proses tersebut negara telah dimanIaatkan dan terjadi
intensiIikasi kesadaran terhadap dunia sebagai kesatuan utuh. Dengan ini tidak ada lagi
pembatas yang bisa dijadikan batas oleh suatu negara dengan begitu maka akan terjadi
akulturasi (pencampuran kebudayaan) antara budaya Barat dengan budaya Indonesia yang
memiliki perbedaan secara Iundamintal. Barat lebih kepada paham liberalisme (kebebasan),
mereka menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan dalam mengekspresikan hidup,
sedangkan Indonesia lebih berpegangteguh kepada nilai-nilai atau norma-norma agama, yang
diyakini sebagai pengangan hidup. Fatalnya adalah remaja-remaja kita pada masa sekarang
tidak dapat memIilter (menyaring) budaya-budaya Barat yang dapat merusak kehidupannya,
semua budaya Barat kita adopsi sebagai suatu nilai atau norma dalam menjalankan
kehidupan.
$ealain itu, Globalisasi biasanya ditandai oleh tiga hal, pertama, perkembangan
inIormasi dan telekomunikasi; kedua, perkembangan teknbologi; ketiga, liberalisasi.
Perkembangan telekomonikasi dan inIormasi yang seharusnya mempermudah kita untuk
dapat menjangkau dunia lebih dekat dan dengan cepat meperoleh inIormasi, malah menjadi
bumerang bagi remaja kita, mereka lebih mendapatkan inIormasi-inIormasi yang negatiI
yang dapat merusak kehidupannya. Perkembangan teknolog yang katanya dapat
mempermudah kita malah menjadi megia imitasi (peniruan) dan edukasi (pendidikan) yang
tidak baik.
. #:2:8an Ma8aah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah 'Perkembangan Moral Remaja dapat
dirumuskan sebagai berikut:
O Bagaimana perkembangan moral remaja?
O Faktor-Iaktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
. %::an P0n:8an
O Mengetahui perkembangan moral remaja
O Mengetahui Iaktor-Iaktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja





II
PEMHSN
P0rk02-angan Mora #02aa
Istilah moral berasal dari kata Latin 'mos (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. $edangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti:
1) $eruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2) Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
$eseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai
dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. $ehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok
daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial
tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu
anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan
merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berIungsi sebagai pedoman bagi
perilakunya. Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya
sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
a. Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang
konkret.
b. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c. Penilaian moral menjadi semakin kognitiI. Ia mendorong remaja lebih berani
menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani
mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget
disebut tahap pelaksanaan Iormal dalam kemampuan kognitiI. $ekarang remaja mampu
mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat
memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak
Iaktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, yaitu moral moralitas
pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja. Tahap ini merupakan tahap menerima
sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin
bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok
secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan
ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada
sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang
lain dan bukan pada keinginan yang bersiIat pribadi .
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode
prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan
dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan
orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya
terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana
yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
al penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah
laku moral dalam arti perbuatan nyata. $emakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang,
akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-
perbuatannya.
P02-0nt:kan od0 Mora
Ketika memasuki masa remaja, anak-anak tidak lagi begitu saja menerima kode moral
dari orang tua, guru, bahkan teman-teman sebaya. Ia ingin membentuk kode moral sendiri
berdasarkan konsep tentang benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar sesuai
dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan yang telah dilengkapi dengan hukum-
hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajari dari orang tua dan gurunya.
Pembentukan kode moral terasa sulit bagi remaja karena ketidak konsistenan dalam
konsep benar dan salah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketidak
konsistenan membuat remaja bingung dan terhalang dalam proses pembentukan kode moral
yang tidak hanya memuaskan tetapi akan membimbingnya untuk memperoleh dukungan
sosial.
Bagi anak-anak yang lebih besar berbohong merupakan hal yang buruk, namun bagi
banyak remaja 'berbohong sosial atau berbohong untuk menghindari kemungkinan
menyakitkan hati orang lain kadang-kadang dibenarkan. Keraguan semacam ini juga jelas
terhadap sikap masalah mencontek, pada wktu remaja duduk disekolah menengah atas atau
pendidikan tinggi. Karena hal ini sudah agak umum, remaja menganggap bahwa teman-
teman akan memaaIkan perilaku ini, dan membenarkan perbuatan mencontek bila selalu
ditekan untuk selalu mendapatkan nilai yang baik agar dapat diterima disekolah tinggi dan
yang akan menunjang keberhasilan dalam kehidupan sosial dan ekonomi dimasa-masa
mendatang.
P0ran S:ara Hat daa2 P0ng0ndaan P0rak:
Orang tua dan guru tidak dapat mengawasi remaja dari dekat seperti yang dilakukan
ketika masih anak-anak. Oleh karena itu, sekarang remaja harus bertanggung jawab dalam
pengendalian perilakunya sendiri.
Perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang eIektiI bagi semua orang
untuk mengawasi perilakunya sendiri adalah melalui pengembangan suara hati, yaitu
kekuatan batiniah yang tidak memerlukan pengendalian lahiriah. Dalam diri seseorang yang
mempunyai moral yang matang, selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah
berperan lebih penting daripada rasa malu dalam mengendalikan perilaku apabila
pengendalian lahiriah tidak ada. anya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap
perkembangan moral yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang
yang 'matang secara normal.
Pro808 P0rk02-angan Mora
Perkembangan moral individu dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu:
Pendidikan langsung
Melalui penanaman pengertian tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan
buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Dan yang paling penting dalam
pendidikan moral ini adalah keteladanan dari orang tua, guru atau orang dewasa lainnya
dalam melakukan nilai-nilai moral.
Identitas
Dengan cara mengidentiIikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya baik itu orang tua, guru, artis atau oaring dewasa lainnya.
Proses coba-coba
Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,
sementara tingkh laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
Lawrence Kohlerg mengklasiIikasikan proses perkembangan moral ke dalam tiga
tingkat, yaitu:
1. Pra-onv0n8ona
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak,
walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. $eseorang yang
berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam
perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Tahap pertama: Orientasi kepatuhan dan hukuman
Individu-individu memIokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka
yang dirasakan sendiri. $ebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila
orang yang melakukannya dihukum. $emakin keras hukuman diberikan dianggap semakin
salah tindakan itu. $ebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda
dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Tahap dua: Orientasi minat pribadi (Apa untungnya buat saya?)
Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya
sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti
'kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu. Dalam tahap dua perhatian
kepada orang lain tidak didasari oleh loyalitas atau Iaktor yang beriIat intrinsik. Kekurangan
perspektiI tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial
(tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja.
Bagi mereka dari tahap dua, perpektiI dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersiIat relatiI
secara moral.
. onv0n8ona
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang
di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan
keempat dalam perkembangan moral.
Tahap tiga: Orientasi kesepakatan antar pribadi ($ikap anak baik)
Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena
hal tersebut mereIleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka
mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari
suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal,
yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.
Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang
stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signiIikan dalam
penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik.'
Tahap empat: Orientasi hukum dan aturan (ketertiban)
Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan
individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi.
Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus
Iundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan
begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila
seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi Iaktor
yang signiIikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.
. Pa8.a-onv0n8ona
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari
tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah
entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. PerspektiI seseorang harus
dilihat sebelum perspektiI masyarakat. Akibat hakekat diri mendahului orang lain` ini
membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Tahap lima: Orientasi kontrak sosial
Individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang
berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatiI seperti kehidupan dan pilihan jangan
sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut
'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? $ejalan dengan itu, hukum
dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak
mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan
terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. al tersebut diperoleh melalui keputusan
mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak
berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Tahap enam: Orientasi prinsip etika universal
ukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga
menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. ak tidak perlu
sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan
secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional.
al ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat
menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama.
Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah
menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan
karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau
Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang
yang menggunakannya secara konsisten. Baru-baru ini tahap 6 dibuang dari pedoman skor
Kohlberg, meskipun masih dianggap sebagai sesuatu yang penting secara teoretis dalam
skema perkembangan moral Kohlberg.
$etelah mengetahui dari uraian di atas tentang tahapan-tahapan perkembangan nilai
moral dan sikap, maka sangatlah penting pendidikan moral untuk suksesnya remaja
melakukan tahapan-tahapan nilai moral tersebut. Pendidikan tersebut dapat dilakukan di
rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
1. Pendidikan moral dalam rumah tangga
a. Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan ibu-bapak,
sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
b. Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang
dapat dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran
sendiri, datangya dari keyakinan sendiri.
c. Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya.
d. Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala
kebutuhannya, baik Iisik ataupun psikis ataupun sosial.
2. Pendidikan moral dalam sekolah
a. endaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi
penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik.
b. Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensiI
c. endaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran
(baik guru, pegawai , buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik
kepada pembinaan mental yang sehat.
3. Pendidikan moral dalam masyarakat
a. $ebelum menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya
diperbaiki terlebih dahulu.
b. Mengusahakan supayamasyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari
betapa pentingnya masalah pendidikan moral anak.
c. $upaya segala mas media , terutama siaran radio dan TV, memperhatikan setiap
macam uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapa tidak boleh bertentangan dengan
agama.
aktor-faktor Yang M0250ngar:h P0rk02-angan Mora
Berikut ini beberapa Iaktor yang dapat menurunkan moral dikalangan para remaja,
yaitu:
1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan
sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. $ehingga akan
lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang
individualistik dan materialistik. $ehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan
tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan
dengan agama atau tidak, baik atau buruk.

3. Tekanan psikologi yang dialami remaja
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibatkan adanya
perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah
dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.
4. Gagal dalam studi atau pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu
senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanIaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi
hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi
kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang
mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa
yang dia lihat, seperti pada Iilm atau berita yang siIatnya kekerasan, dan sebagainya.
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses inIormasi dengan
cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang
tidak sesuai dengan mereka.









III
PENU%UP
0825:an
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Masa ini biasanya dimulai pada saat seseorang mencapai kamatangan seksual dan diakhiri
pada saat seseorang mencapai kamatangan seksual dan diakhiri pada saat ia mencapai
kedewasaan.
$eseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai
dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. $ehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompoknya. Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode
prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Adapun tahapan tahapan perkembangan nilai moral dan sikap untuk menciptakan
kedewasaan pada diri remaja sebagai berikut:
Tingkat 1 (Pra-Konvensional), yaitu: Orientasi kepatuhan dan hukuman dan orientasi
minat pribadi
Tingkat 2 (Konvensional), yaitu: Orientasi kesepakatan antar pribadi ($ikap anak baik)
dan otoritas hukum dan aturan (Ketertiban)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional), yaitu: Orientasi kontrak sosial dan orientasi prinsip etika
universal
$edangkan untuk mencapai tahapan-tahapan perkembangan nilai moral dan sikap di
atas membeutuhkan pendidikan moral, sebagai berikut:
1. pendidikan moral di rumah
2. pendidikan moral di sekolah
3. pendidikan moral di masyarakat
Beberapa Iaktor yang dapat menurunkan moral dikalangan para remaja, yaitu:
1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
3. Tekanan psikologi yang dialami remaja
4. Gagal dalam studi atau pendidikan
5. Peranan Media Massa
6. Perkembangan teknologi modern
Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan, setelah kami mengkasi tentang perkembangan
nilai moral dan sikap pada masa remaja adalah:
1. Orang tua di dalam rumah harus bertanggung jawab untuk mendidik moral anaknya
2. Guru di sekolah juga bertanggungjawab untuk mendidik moral anak didiknya, tidak
hanya sekedar pintar dalam keilmuan tetapi harius pentar dalam bertindak dan
bersikap (berakhlak).
3. Masyarakat harus ikut serta mencegah anak yang amoral dan mendukung anak yang
bermoral.










D%# PUS%
Tim Pengajar Perkembangan Peserta Didik. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Medan:
UNIMED
http://id.wikipedia.org/wiki/TahapperkembanganmoralKohlberg
http://arsy.dagdigdug.com/2009/10/18/virginia-henderson/
http://www.kosmaext2010.com/makalah-perkembangan-moral-dan-keagamaan-remaja.php
http://www.Iacebook.com/note.php?noteid130576240348162
http://h4l1I.wordpress.com/2008/12/03/perkembangan-nilai-moral-dan-sikap-pada-masa-
remaja/
http://www.I-buzz.com/2008/12/06/Iaktor-yang-bisa-mempengaruhi-moral-remaja/

You might also like